Anda di halaman 1dari 14

ULUMUL HADITS – LARANGAN-LARANGAN DAN MITOS SAAT

HAID

Muna Inarul Hida

1225030153

English Literature Departement, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

inarulhidamuna@gmail.com

Nin Khoerunnisa

1225030160

English Literature Departement, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

ninkhoerunnisa1@gmail.com

Ninik Hardianti

1225030161

English Literature Departement, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

ninikhardiantiii@gmail.com

ABSTRAK

Larangan-larangan saat haid dalam Islam adalah aturan yang dijelaskan melalui hadis Nabi
Muhammad SAW. Hadis-hadis ini menguraikan tindakan-tindakan yang dilarang bagi wanita
yang sedang mengalami menstruasi, seperti melaksanakan salat, puasa, dan menyentuh
Mushaf Al-Quran. Selain itu, hadis juga memperingatkan agar wanita haid menjauhi masjid.

1
Haid dianggap sebagai suatu kondisi yang memerlukan perhatian khusus dalam ibadah, dan
hadis-hadis ini memberikan pedoman bagi wanita Muslim dalam menjalani periode haid
dengan penuh kesalehan dan rasa hormat terhadap agama Islam. Selain itu, dalam hadis
tersebut juga dinyatakan larangan memotong kuku dan memotong rambut selama masa haid
sebagai bagian dari pembatasan-pembatasan yang perlu diikuti selama periode ini.

Kata Kunci: Haid dalam Islam, Larangan, Salat, Puasa, Mushaf Al-Qur’an, Masjid,
Kuku, Rambut, Ketaatan, Agama Islam, Hadis Haid.

PENDAHULUAN

Dalam agama Islam, praktik dan peraturan ibadah memiliki peran penting dalam
kehidupan sehari-hari umat Muslim. Salah satu aspek penting dalam praktik ibadah adalah
pemahaman tentang tindakan yang diperbolehkan dan dilarang, termasuk selama periode
haid. Haid, atau menstruasi, adalah kondisi alami yang dialami oleh wanita dan memiliki
implikasi khusus dalam konteks ibadah Islam. Dalam agama Islam, para pengikutnya
diwajibkan untuk menjalankan kewajiban agama seperti salat dan puasa, dan pemahaman
tentang aturan selama masa haid adalah penting untuk mempraktikkan ibadah ini dengan
benar.

Larangan-larangan yang berlaku selama periode haid dijelaskan melalui hadis Nabi
Muhammad SAW. Hadis ini memberikan pedoman dan pembatasan yang harus diikuti oleh
wanita Muslim saat mereka mengalami menstruasi. Dalam tulisan ini, kami akan menjelaskan
larangan-larangan yang terkait dengan haid menurut ajaran Islam, sebagaimana tercantum
dalam hadis, termasuk larangan terhadap pelaksanaan salat, puasa, menyentuh Mushaf Al-
Quran, serta mengunjungi masjid. Selain itu, hadis juga mencakup larangan-larangan seperti
memotong kuku dan rambut selama masa haid.

Pemahaman tentang larangan-larangan ini adalah bagian penting dalam menjalani


kehidupan seorang wanita Muslim, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kesalehan dan
ketaatan terhadap agama Islam. Selain itu, pemahaman yang mendalam tentang aturan-aturan
ini juga mempromosikan kepatuhan terhadap ajaran Islam dan menghormati nilai-nilai yang
terkandung dalam agama tersebut. Dengan demikian, pendalaman pemahaman terkait
larangan-larangan ini dapat membantu wanita Muslim dalam mempraktikkan ibadah mereka

2
secara benar dan sesuai dengan ajaran agama. Dalam konteks ini, kami akan membahas lebih
lanjut larangan-larangan yang tercantum dalam hadis dan signifikansinya dalam kehidupan
sehari-hari wanita Muslim.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian yang berjudul “Larangan-Larangan Saat haid” ini
adalah deskriptif kualitatif yang akan mengarah kepada menjabarkan mengenai larangan-
larangan dan mitos saat menstruasi. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar,
tidak menekankan pada angka. Disebutkan bahwa metode ini menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari para informan dan perilaku yang diamati yang tidak
dituangkan ke dalam variabel atau hipotesis. Penelitian deskriptif digunakan untuk
menggambarkan atau menjelaskan secara teratur menurut sistem, berdasarkan kenyataan, dan
ketelitian mengenai kenyataan penelitian. Dapat dikatakan bahwa metode analisis deskriptif
digunakan untuk menguraikan kemudian mendeskripsikan keadaan objek yang diteliti dan
menjadikannya pusat perhatian.

Sumber data pada penelitian ini adalah beberapa mahasiswi jurusan Sastra Inggris, Sastra
Arab, dan Ilmu Hadits semester tiga UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Penelitian dilakukan
selama dua minggu, dimulai dari tanggal 30 Oktober 2023 hingga 6 November 2023 di
lingkungan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Data mengenai larangan-larangan dan mitos
saat menstruasi ini diperoleh dari tiga informan yang berasal dari mahasiswi UIN sunan
Gunung Djati Bandung, didapatkan melalui wawancara Nayla Sabrina dari Jurusan Sastra
Inggris, Desti Fauziah dari Jurusan Sastra Arab, dan Vinimuli Alifia dari Jurusan Ilmu Hadis.
Terdapat tiga mitos yang ditemukan berdasarkan hasil wawancara, yaitu (1) mitos tidak boleh
menggunting kuku, (2) mitos tidak boleh memotong rambut, dan (3) mitos tidak boleh
memasuki masjid.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengertian Haid

3
Haid secara etimologi berarti mengalir, sedangkan haid secara terminologi adalah
darah yang keluar dari farji atau kemaluan seorang wanita setelah umur 9 tahun dengan
sehat (tidak karena sakit), tetapi memang kodrat wanita, dan tidak setelah melahirkan
anak. Dasar haid di dalam Al-Qur’an adalah sebagaimana dalam Surat Al-Baqarah ayat
222.

‫َو َيْس َأُلوَنَك َع ِن اْلَم ِح يِض ُقْل ُهَو َأًذ ى َفاْعَتِز ُلوا الِّنَس اَء ِفي اْلَم ِح يِض َو اَل َتْقَر ُبوُهَّن َح َّتى َيْطُهْر َن َفِإَذ ا َتَطَّه ْر َن َف ْأُتوُهَّن‬
)222( ‫ِم ْن َح ْيُث َأَم َر ُك ُم ُهَّللا ِإَّن َهَّللا ُيِح ُّب الَّتَّواِبيَن َو ُيِح ُّب اْلُم َتَطِّهِر ين‬

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah kotoran.’
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah
kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah
menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”

Ayat ini turun–sebagaimana dalam riwayat Imam Muslim di dalam kitab shahihnya–
sebagai respon atas fenomena kaum Yahudi yang memperlakukan wanitanya yang sedang
haid dengan tidak manusiawi. Mereka akan mengusirnya, tidak mau tinggal seatap dan
enggan makan bersama-sama seoalah-olah wanita ketika haid adalah manusia yang
menjijikan. Allah menurunkan ayat ini yang menjelaskan bahwa haid memang darah
kotor sehingga dilarang bagi suami untuk melakukan hubungan badan dengannya selama
ia haid sampai datang masa suci. Nabi SAW juga menegaskan kembali di dalam
sabdanya, “Lakukan apa saja kecuali jimak,” yaitu boleh bagi suami untuk tetap tinggal
seatap dengan istrinya, makan bersama, dan melakukan aktivitas bersama-sama dengan
istrinya seperti biasa ketika suci kecuali berhubungan badan.

Sedangkan dasar haid dari hadits Nabi SAW adalah sebagaimana tergambar dalam
hadits Nabi SAW riwayat Aisyah RA di dalam Shahih Al-Bukhari berikut ini:

‫ َسِم ْع ُت‬: ‫ َسِم ْع ُت اْلَقاِس َم َيُقوُل‬: ‫ َسِم ْع ُت َع ْبَد الَّرْح َمِن ْبَن اْلَقاِس ِم َقاَل‬: ‫ َح َّد َثَنا ُس ْفَياُن َقاَل‬: ‫ َقاَل‬، ‫َح َّد َثَنا َع ِلُّي ْبُن َع ْبِد ِهللا‬
‫ َقاَل‬، ‫َعاِئَشَة َتُقوُل َخ َر ْج َنا َال َنَر ى ِإَّال اْلَح َّج َفَلَّم ا ُكَّنا ِبَس ِر َف ِح ْض ُت َفَد َخ َل َع َلَّي َر ُسوُل ِهللا صلى هللا عليه وسلم َو َأَنا َأْبِكي‬
‫ َم ا َلِك َأُنِفْس ِت ُقْلُت َنَعْم َقاَل ِإَّن َهَذ ا َأْم ٌر َكَتَبُه ُهَّللا َع َلى َبَناِت آَد َم َفاْقِض ي َم ا َيْقِض ي اْلَح اُّج َغْيَر َأْن َال َتُطوِفي ِباْلَبْيِت َق اَلْت‬:

‫َو َض َّحى َر ُسوُل ِهللا صلى هللا عليه وسلم َع ْن ِنَس اِئِه ِباْلَبَقِر‬

Hadits di atas menyebutkan bahwa Aisyah RA saat berhaji dengan Rasulullah SAW
dan ketika sampai di Kota Sarf, ia menangis karena haid sehingga ia tidak dapat
melanjutkan ibadah hajinya. Rasulullah SAW mencoba menenangkannya dengan

4
mengatakan, “Sungguh ini adalah perkara yang telah ditetapkan Allah untuk anak-anak
perempuan keturunan Adam, maka selesaikanlah rangkaian ibadah haji yang harus
diselesaikan selain Thawaf.” Aisyah berkata, “Dan (setelah itu) Rasulullah SAW
menyembelih sapi untuk para istrinya.” Cerita Aisyah RA. ini mengajarkan kepada
seluruh wanita agar tidak perlu bersedih ketika mengalami menstruasi karena hal ini
sudah ketentuan Allah SWT yang diberikan kepada setiap wanita dan tentunya ada
hikmah dan manfaat di baliknya.

2. Larangan Ketika Haid

Melakukan ibadah adalah kewajiban dari setiap muslim dan muslimah. Bagi
muslimah dewasa atau yang sudah baligh, perihal ibadah tidak selalu bisa dilakukan
karena adanya halangan yang disebabkan oleh kondisi biologis dalam tubuhnya, yaitu
menstruasi atau haid.
Persoalan mengenai haid adalah masalah tersendiri yang harus dikaji dalam
Islam. Istri-istri Nabi Muhammad SAW pun tentunya pernah mengalami haid. Untuk
itu dalam beberapa hadist, nantinya kita bisa melihat apa-apa yang tidak dilakukan
oleh istri-istri Nabi Muhammad SAW, sesuai dengan ajaran Al-Quran dan Rasulullah.
Berikut adalah hal-hal larangan haid dalam Islam oleh ajaran Islam, sebagaimana
fungsi agama menunjukkan kebenaran dan menghindari dampak yang buruk.

a) Salat
Larangan ini sudah dijelaskan dalam hadist berikut:

‫ َو ِإَذ ا َأدَبَر ْت َفاْغ ِسِلي َع ْنِك الَّد َم ُثَّم َص ِّلي‬،‫َفِإَذ ا َأقَبَلْت َح يَض ُتِك َفَد ِع ي الَّص َالَة‬

Artinya: "Apabila datang masa haidmu, tinggalkanlah salat; dan jika telah berlalu,
mandilah kemudian salatlah." (HR Bukhari).

b) Puasa
Aturan ini berlaku untuk puasa wajib dan sunnah. Wanita yang sedang haid

5
selanjutnya harus meng-qadha puasa wajib sesuai hadits berikut

.‫َم ا َباُل اْلَح اِئِض َتْقِض ى الَّصْو َم َو َال َتْقِض ى الَّصَالَة َفَقاَلْت َأَح ُروِرَّيٌة َأْنِت ُقْلُت َلْس ُت ِبَح ُروِرَّيٍة َو َلِكِّنى َأْس َأُل‬
‫َقاَلْت َك اَن ُيِص يُبَنا َذ ِلَك َفُنْؤ َم ُر ِبَقَض اِء الَّصْو ِم َو َال ُنْؤ َم ُر ِبَقَض اِء الَّص َالِة‬.

Artinya: "Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha' puasa dan tidak
mengqadha' salat?" Maka Aisyah menjawab, "Apakah kamu dari golongan
Haruriyah?" Aku menjawab, "Aku bukan Haruriyah," akan tetapi aku hanya
bertanya. Dia menjawab, "Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami
diperintahkan untuk mengqadha' puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha'
salat." (HR Muslim).

c) Berhubungan Intim
Wanita yang sedang mengalami haid dilarang untuk berhubungan intim dengan
suami. Dikutip dari situs Majelis Ulama Indonesia (MUI), larangan bertemunya
dua alat kelamin suami istri saat istrinya sedang haid adalah haram.

Menurut Anggota komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Aminudin


Yaqub, larangan ini didasari pendapat Ibnu Abbas RA. Aturan serupa telah
dijelaskan Nabi Muhammad SAW dalam hadits berikut

‫اْص َنُعوا ُك َّل َش ْى ٍء ِإَّال الِّنَك اَح‬

Artinya: "Lakukanlah segala sesuatu selain jima' (hubungan badan)." (HR


Muslim).
Tawaf

d) Larangan Tawaf
Saat haid tercantum dalam hadits Rasulullah SAW yang dijelaskan pada Aisyah
RA. saat berhaji. Berikut haditsnya

‫ َغْيَر َأْن َال َتُطوِفى ِباْلَبْيِت َح َّتى َتْطُهِر ى‬، ‫َفاْفَعِلى َم ا َيْفَع ُل اْلَح اُّج‬

Artinya: "Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain

6
dari melakukan thawaf di Ka'bah hingga engkau suci."(HR Bukhari).

Makkah adalah tempat bagi orang-orang suci dan Islam mengajarkan bahwa
kebersihan adalah sebagian dari iman. Wanita dilarang melakukan tawaf hingga
darah haid benar-benar bersih dari rahimnya.

e) Menyentuh Al-Quran
Sesuai penjelasan dalam Al-Waqiah ayat 79

‫ُّسُه ِإاَّل ٱْلُم َطَّهُروَن‬


‫اَّل َيَم ٓۥ‬

Arab-Latin: Lā yamassuhū illal-muṭahharụn

Artinya: Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan

Kendati begitu, ayat tersebut tidak melarang muslimah yang sedang haid
membaca Al-Quran. Muslimah masih bisa membaca kalam suci Ilahi tanpa
menyentuh kitab yang diturunkan pada Rasulullah SAW. Muslimah yang datang
bulan juga masih diperbolehkan membaca dalam konteks berdzikir dan belajar
agama sehingga aktivitas beribadah masih bisa dilakukan.

f) Cerai
Talak atau cerai yang dijatuhkan saat istri sedang haid tidak sesuai atau
menyelisihi ajaran Nabi Muhammad SAW. Namun, talak tersebut tetap jatuh
sesuai hadits berikut

‫صلى هللا عليه‬- ‫ َأَّنُه َطَّلَق اْمَر َأَتُه َو ِهَى َح اِئٌض َفَأَتى ُع َم ُر َر ِض َى ُهَّللا َع ْنُه الَّنِبَّى‬: ‫َع ِن اْبِن ُع َم َر َرِض َى ُهَّللا َع ْنُه‬
‫ َفَذ َك َر َذ ِلَك َلُه َفَجَع َلَها َو اِح َد ًة‬-‫وسلم‬

Artinya: Dari Ibnu Umar RA, ia telah mentalak istrinya ketika haid. Lalu Umar
mendatangi Nabi SAW dan mengadukan hal tersebut. Kemudian beliau
menganggapnya satu kali talak (HR Al-Baihaqi).

7
3. MITOS-MITOS KETIKA HAID

a) Mengumpulkan Rambut
Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa ketika haid, muslimah perlu
untuk mengumpulkan rambutnya yang rontok untuk kemudian dicuci bersamaan
dengan mandi junub ketika haid telah selesai kelak. Tetapi faktanya, hal tersebut
tidak dapat dibenarkan mengingat tidak adanya dalil maupun hadits yang jelas
tentang hal tersebut. Banyak ulama maupun ustadz dan ustadzah yang mengatakan
bahwa muslimah tidak harus mengumpulkan rambut rontok tersebut.
Dalam hadits dari Aisyah, ketika Aisyah mengalami menstruasi saat
sampainya ia di Makkah saat mengikuti haji bersama Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW bersabda kepadanya:

‫ دعي عمرتك وانقضي رأسك وامتشطي‬.....

“Tinggalkan umrahmu, lepas ikatan rambutmu dan bersisirlah…” (HR Bukhari


317 dan Muslim 1211).

Dari hadits ini kita bisa yakin bahwa akan ada rambut rontok dari Aisyah namun,
Rasulullah SAW tidak menyuruh Aisyah untuk menyimpan rambut rontok tersebut
untuk dimandikan setelah suci dari haid (Muiz, Ali 2021).

Menurut pendapat dari narasumber penelitian kami, ia berpendapat bahwasanya


tidak ada dalil yang pasti mengenai mengumpulkan rambut ketika haid, namun dia
mempraktikkan hal itu bukan karena alasan haid melainkan karena dia meyakini
bahwa rambut itu merupakan aurat sehingga tidak boleh sampai terlihat lawan
jenis, maka dari itu dia mengumpulkan rambut bahkan di luar waktu haid. Dia
berpendapat demikian karena pendapat gurunya dan mendengarkan ceramah dari
salah satu syarifah.

8
Kami sendiri tidak menerapkan hal ini karena kami mempercayai bahwa rambut
yang telah berjatuhan bukan lagi anggota tubuh kami dan bukan tanggung jawab
kami lagi. Namun, memang ada beberapa pendapat yang mewajibkan hal tersebut
meskipun kami tidak menemukan dalil yang jelas.
Adapun pandangan al-Ghazali terkait hal ini bisa kita lihat di salah satu tulisannya
dalam kitab Ihya ‘Uluum adDien:

َ َ‫وِ ْ يَ نِ مْ ن َن ْ فِ سِ هُ جْ زً ءاَ وُهْ و ُيبَ ْ ِخ رَ جَ دً ما أْ و ُيَ ِ حَّ د أْ و َي ْ سَت َ َ م أِ ِّلْ و ُيَقَ ْ ن َي ْ ِح لَ ق أ‬


‫ْنَب ِ غي أَ وْ يِ هَ ساِئ ُ رََ ل َي َ رُّ د ِإَل ُت ٌ ب ِإْذ ُ جُن ْ جَ زاِئ ِ هَ وَ أ َيُعْ وُ دُ جُنبًاِ ِ ج ُيقَا نَاَبِتَ هاِ في ْاآلِ خَ رِ ة‬
‫فُ ل ِإَّ نُ كَّ لَ شَ ْ َعرٍ ة ُت َ طِالُبُه ب‬

“Tidak seyogyanya seseorang mencukur rambut, memotong kuku, mencukur bulu


kemaluannya atau membuang sesuatu dari badannya di saat dia sedang berjunub
karena seluruh bagian tubuhnya akan dikembalikan kepadanya di akhirat kelak,
lalu dia akan kembali berjunub. Dikatakan bahwa setiap rambut akan
menuntutnya dengan sebab junub yang ada pada rambut tersebut”(Ihya ‘Uluum
ad-Dien, 2/325).

، َ َ‫ َف ْ يِ هَ جِ مْ يُ عَ شَِع رِ هَ وُ ظْ ِفرِ هَ وَ ِد مِ ه َي ْ وَ م اْل ِ إَّ ن اْلَع ْ ب‬،‫وُ جُن ُهِ لَ كَ ماَ سَقَ طِ مْ نُهِ مْ ن َذ ِ قَياَ مِ ة‬
‫َد‬
‫َ طاَلَبْتُهُ كُّ لَ شْ َعرٍ ة بٌ بَ رَ جع ِإَل َ وُ جُن َ وُه‬:‫َ وِ ْقيَ ل‬.ً‫ُيَ رُّ د ِإَل َف ِ َ جَناَبِتَ هاْ يِ هُ جُنبا‬

“Saya membenci seorang laki-laki mencukur kepalanya atau memotong kukunya


atau mencukur bulu kemaluannya atau mengeluarkan darahnya dalam keadaan dia
junub, karena seorang hamba akan dikembalikan kepadanya seluruh rambutnya,
kukunya dan darahnya besok pada hari kiamat. Apa yang jatuh darinya dari hal-
hal di atas dalam keadaan dia junub maka akan kembali kepadanya dalam keadaan
junub. Dikatakan setiap rambut akan menuntutnya dengan sebab junub yang ada
pada rambut tersebut” (Qutul Qulub, 2/236).

Imam al-Ghazali berpendapat bahwa tidak seharusnya seseorang mencukur


rambut, memotong kuku, mencukur bulu kemaluannya atau membuang sesuatu
dari badannya di saat ia sedang berjunub karena diyakini bahwa seluruh anggota

9
tubuh akan bersaksi kelak di akhirat. Perlu digarisbawahi bahwa hal tersebut
dilakukan dengan sengaja, maka alangkah baiknya menghindari memotong dan
mencukur rambut di berbagai anggota tubuh manapun ketika haid atau sedang
junub.
Jika rambut berjatuhan dengan tidak sengaja, tidak ada dalil jelas mengharuskan
untuk mengumpulkannya. Ketika bertanya kepada beberapa informan pun, mereka
menganggap bahwa rambut yang sudah berjatuhan bukan lagi bagian dari anggota
tubuh pemilik dan harus diniatkan demikian supaya hati kita tenang. Maka tidak
perlu mengumpulkan rambut ketika haid dan jika berkeinginan untuk
mengumpulkan pun diperbolehkan.

b) Memasuki Masjid
Berdasarkan artikel karya Awalia Ramadhani-detikHikmah menyatakan bahwa
ada salah seorang ulama bernama Syaikh Khalid Muslih, pernah ditanya tentang
hukum wanita haid yang masuk masjid, beliau menjawab bahwa boleh memasuki
masjid selama bukan untuk salat. Misalnya, hanya untuk menghadiri majelis ilmu,
mendengarkan nasihat para guru, dan lain sebagainya. Hal ini dikutip dari buku
Fiqih Wanita oleh Qomaruddin Awwam, S.Ag., M.A.

Adapun dalil yang membolehkannya adalah:

‫عن عائشة قالت قال لي رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ناوليني الخمرة من المسجد فقلت إني حائض فقال‬
‫ليست حيضتك في يدك‬

Artinya: "Aisyah RA berkata, "Rasulullah SAW berkata kepadaku, 'Ambilkan al-


khumrah dari masjid untukku. 'Aku menjawab, 'Sesungguhnya aku sedang dalam
keadaan haid.' Beliau bersabda, 'Haidmu bukan di tanganmu.'" (HR. Muslim)

‫عن عائشة قالت كان النبي صلى هللا عليه وسلم يدني رأسه إلي وأنا حائض وهو مجاور تعني معتكفا فاغسله‬
‫وأرج‬

Artinya: Aisyah berkata, "Nabi SAW mendekatkan kepalanya kepadaku ketika


aku dalam keadaan haid, sementara beliau sedang mujawir (maksudnya
beriktikaf). Aku pun mencuci dan menyisir rambutnya." (HR. Abu Daud)

10
Dalil lain yang membolehkan wanita haid memasuki masjid dikutip dari buku
“Wanita dan Masjid” oleh Jasser Auda, ia mengutip Kitab Fikih al-Thaharah Al-
Qardhawi, bahwa ulama seperti Imam Ahmad, Al-Muzani, Abu Dawud, Ibn Al-
Munzir, dan Ibnu Hazm menggunakan dalil hadits Abu Hurairah dalam Shahih
Bukhari bahwa muslim itu tidak najis.

Demikian juga meng-qiyas-kan orang junub dengan orang musyrik. Dengan


demikian, muslim yang junub lebih utama diperbolehkan masuk masjid.
Selanjutnya, dalam hal kemudahan dan keringanan, kemudian wanita haid lebih
utama diberi keringanan dibandingkan dengan orang yang junub, karena Allah
memang menetapkan haid bagi kaum wanita sehingga mereka tidak bisa
mencegahnya atau memaksanya.

Oleh karena itu, wanita haid lebih utama mendapatkan uzur dibandingkan orang
yang junub. Sebagian wanita juga butuh pergi ke masjid untuk menghadiri
pengajian dan sejenisnya sehingga wanita haid tidak perlu dilarang untuk
memasuki masjid.

Berdasar mitos yang beredar di masyarakat umum bahwa wanita yang sedang haid
itu tidak boleh memasuki masjid. Memang ada hadist yang menyatakan demikian
yaitu hadist yang diambil dari kitab Bulughul Maram hadist ke-122
HADITS KE-122 DARI BULUGHUL MARAM

‫ُأ‬
‫ َقاَل َر ُسوُل ِهَّللَا – صلى هللا عليه وسلم – – ِإِّني اَل ِح ُّل َاْلَم ْس ِج َد ِلَح اِئٍض‬: ‫َو َع ْن َعاِئَشَة َر ِض َي ُهَّللَا َع ْنَها َقاَلْت‬
‫ َو َص َّح َح ُه ِاْبُن ُخ َزْيَم ة‬,‫َ َو اَل ُج ُنٍب – َر َو اُه َأُبو َداُو َد‬

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi


wa sallam bersabda, “Aku tidaklah membolehkan wanita haidh dan yang junub
berada di masjid.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud, disahihkan oleh Ibnu
Khuzaimah) [HR. Abu Daud, no. 232 dan Ibnu Khuzaimah, no. 1327.
Para ulama berselisih pendapat mengenai kesahihan hadits ini dan bagaimana
berdalil dengannya. Hadits ini disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah sebagaimana

11
disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar di sini. Al-Baihaqi menyatakan hadits ini
dhaif].
umhur ulama mengqiyaskan wanita haidh dengan orang junub. Wanita haidh
lebih-lebih dilarang mendekati masjid karena hadatsnya lebih berat. Wanita haidh
bukan hanya dilarang shalat dan gugur salatnya, tetapi juga dilarang puasa,
sedangkan orang junub masih diperintahkan puasa dan diperintahkan salat ketika
sudah mandi.

Pendapat kedua dari kalangan ulama Zhahiriyah, begitu juga pendapat Ibnul
Mundzir, dan Imam Al-Muzani, mereka membolehkan wanita haidh dan orang
junub masuk dan berdiam di masjid.

Pendapat ketiga dari pendapat Imam Ahmad dan dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah bahwa boleh berdiam di masjid untuk orang junub saja jika dalam
keadaan memiliki wudhu karena yang dimaksud ayat di atas adalah dilarang
mengerjakan shalat untuk orang junub.

Kesimpulan hukum wanita haidh dan orang junub masuk masjid:


1. Jumhur ulama berpendapat bahwa orang junub tidak boleh berdiam di masjid,
hanya boleh melewati saja. Larangan ini berdasarkan surah An-Nisaa’ ayat 43.
Yang dimaksud ayat, janganlah mendekati shalat adalah janganlah mendekati
tempat shalat yaitu masjid.
2. Tidaklah ada hadits yang melarang wanita haidh memasuki masjid kecuali
hadits yang dikaji kali ini. Sedangkan pengqiyasan wanita haidh dengan orang
junub tidaklah tepat karena orang junub masih bisa segera bersuci. Sehingga
pendapat yang tepat, wanita haidh masih boleh berdiam di masjid, yang
penting tidak mengotori masjid.
3. Jika wanita haidh sekadar lewat saja atau mengambil sesuatu di masjid,
hukumnya boleh.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda padanya,

‫ ِإَّن َح ْيَض َتِك َلْيَس ْت ِفى‬:‫ َفَقاَل َر ُسْو ُل ِهللا صلى هللا عليه و سلم‬. ‫ ِإِّنْي َح اِئٌض‬: ‫ َفُقْلُت‬. ‫َناِو ِلْيِنى الُخ ْمَر َة ِم َن اْلَم ْس ِج ِد‬
‫َيِدِك‬.
12
“Ambilkan untukku khumrah (sajadah kecil) dari masjid.” “Sesungguhnya aku
sedang haid”, jawab ‘Aisyah. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallambersabda, “Sesungguhnya haidhmu itu bukan di tanganmu.” (HR. Muslim,
no. 298)
KESIMPULAN

Menstruasi atau haid merupakan kondisi biologis yang dimiliki oleh seluruh
wanita yang tentu tidak bisa dikendalikan, karena hal tersebut merupakan karunia
Allah SWT sebagai fitrah yang dianugerahi-Nya. Dalam Islam, wanita yang
sedang haid dibatasi oleh beberapa aturan yang turun dari Allah SWT untuk
melindungi seluruh Muslim dan Muslimah sebagai kasih saying-Nya, di antaranya
adalah tidak diperbolehkannya salat, berpuasa, menyentuh Al-Quran, jimak,
tawaf, dan cerai. Terdapat pula beberapa mitos yang telah diyakini masyarakat
luas terkait wanita Muslimah yang haid, yaitu tidak diperbolehkannya memotong
kuku, diharuskan mengumpulkan rambut yang rontok, dan dilarang memasuki
masjid, yang sebenarnya bukan berarti mutlak tidak diperbolehkan demikian. Ada
pula beberapa alasan penting yang terkandung di balik mitos-mitos tersebut di
mana secara norma dan nilai publik termasuk rasional, namun dalam Al-Quran
dan hadits tidak semua mitos dianggap benar, sehingga wajib adanya verifikasi
dari mitos-mitos yang ada.

REFERENSI
 “Pengertian,dalil dan Hikmah Haid”.22 Juni 2019.Keislaman
Syariah.Islam.nu.or.id.jurnal,majalah atau ensiklopedia.page 1
 Wardahtul Indana Maulidah. “Fikih Wanita tentang Menstrual Hygiene dan Mitos yang
Berkembang di Masyarakat dalam Perspektif Islam”. Multidisciplinary Research ISSN: 2774-
6585
 Detamei Stefani."15 Larangan Saat Haid Menurut Islam dan Kesehatan, Jangan
dilakukan". 02 September 2022.detikJabar
 Ramadhani Awalia."Perempuan Haid Apakah Boleh Masuk Mesjid?Begini Pendapat
Para Ulama". 18 Oktober 2022.detikhikmah.

13
 Tuasikal Muhammad Abduh."Bolehkah Wanita Haid Masuk Mesjid".20 November
2022.Artikel Muslim.Or.Id.
 Tuasikal Muhammad Abduh."Bulughul Maram – Shalat: Bolehkah Wanita Haidh
Masuk Masjid?". 10 Oktober 2021.Artikel Rumaysho.Com.

14

Anda mungkin juga menyukai