Anda di halaman 1dari 33

AGAMA ISLAM

Disusun Oleh: Anisa Rahmadani


Prodi : D3 Farmasi Reguler B 01FARE001
 PENJELASAN MENGENAI HAID
Secara umum, setiap wanita yang menginjak dewasa akan menemui ‘tamu
bulanan’ yang dinamakan haid atau menstruasi. Kaum hawa tentu harus mengenal
seluk beluk tentang apa itu haid, agar ia tahu apa yang harus dilakukan jika ia
mengalami haid, juga masalah seputar haid. Terlebih lagi wanita muslimah, ia harus
mengenal konsekuensi-konsekuensi hukum Islam jika telah haid, seperti sholat, puasa,
membaca Al-Qur’an, dan lain-lain.
Di dalam Al-Quran Al-Kariem dijelaskan tentang masalah haid ini dan
bagaimana menyikapinya.

ْ َ‫وه َُّن َحتَّى ي‬00ُ‫يض َوالَ تَ ْق َرب‬


‫إ ِ َذا‬0َ‫رْ نَ ف‬00ُ‫طه‬ ِ ‫ا َء فِي ْال َم ِح‬0‫ا ْعت َِزلُوا النِّ َس‬00َ‫ َو أَ ًذى ف‬0ُ‫لْ ه‬00ُ‫يض ق‬
ِ ‫ك َع ِن ْال َم ِح‬
َ َ‫أَلُون‬0‫َويَ ْس‬
ُ ‫تَطَهَّرْ نَ فَأْتُوه َُّن ِم ْن َحي‬
َ‫ْث أَ َم َر ُك ُم هَّللا ُ إِ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ التَّوَّابِينَ َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّرين‬
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah suatu
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah
suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-
orang yang mensucikan diri.(QS. Al-baqarah :222)

Demikian juga di dalam hadis Bukhari dan Muslim disebutkan tentang


masalah haid bagi seorang wanita.
Dari Aisyah r.a berkata ; "Bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang haid,
"Haid adalah sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah kepada anak-anak wanita Nabi
Adam (HR. Bukhari Muslim)
Di dalam buku “Darah Kebiasaan Wanita” yang ditulis oleh Syaikh
Utsaimin, disebutkan mengenai pengertian haid. Menurut bahasa, haid berarti sesuatu
yang mengalir. Dan menurut arti syara’ ialah darah yang terjadi pada wanita secara
alami, bukan karena suatu sebab, dan pada waktu tertentu. Jadi haid adalah darah
normal, bukan disebabkan oleh suatu penyakit, luka, keguguran atau kelahiran. Oleh
karena haid adalah darah normal, maka darah tersebut berbeda sesuai kondisi,
lingkungan dan iklimnya, sehingga terjadi perbedaan yang nyata pada setiap wanita.
Secara medis, keadaan haid atau menstruasi adalah proses alami yang
dialami setiap wanita, yaitu terjadinya proses pendarahan yang disebabkan luruhnya
dinding rahim sebagai akibat tidak adanya pembuahan. Proses ini umumnya terjadi
pada saat wanita memasuki usia 10-12 tahun. Proses haid diiringi dengan keadaan
keluarnya darah dari kelamin kewanitaan. Dimana proses alamiah ini terjadi rata-rata
sekitar selama 2 hari sampai 8 hari. Adapun siklus haid yang normal adalah rata-rata
selama 21-35 hari.
Haid merupakan pertanda masa reproduktif pada kehidupan seorang wanita,
yang dimulai dari menarke (mulainya haid) sampai terjadinya menopause
(berhentinya haid). Haid terjadi pada wanita dewasa yang sehat dan tidak hamil. Haid
adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala (tiap
bulan) dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Periode ini penting dalam
reproduksi.
Haid pada wanita adalah suatu perdarahan rahim yang sifatnya fisiologik
(normal), sebagai akibat perubahan hormonal yaitu estrogen dan progesteron. Haid
bisa menjadi salah satu pertanda bahwa seorang wanita sudah memasuki masa
suburnya. Karena secara fisiologis, haid menandakan telah terbuangnya sel telur yang
sudah matang. Haid merupakan bagian dari proses mempersiapkan tubuh wanita
setiap bulannya untuk kehamilan.
Syariat Islam telah menetapkan beberapa larangan bagi wanita haid. Selama
haid berlangsung dan belum berhenti serta belum mandi janabah, para wanita
diharamkan untuk melakukan beberap jenis kegiatan peribadatan

1.2 PANDANGAN MITOS

1.2.1 PANDANGAN DARI AGAMA LAIN


Sampai sekarang pengertian tentang menstruasi masih bercampur antara ilmiah
dan tahayul. Kepercayaan yang berdasarkan tahayul itu hampir dijumpai diseluruh
dunia, hal ini dijelaskan oleh Katharina Dalthon: “Pada beberapa bagian dunia orang
percaya bahwa adanya seseorang wanita yang sedang menstruasi dapat menyebabkan
anggur menjadi masam, tanaman menjadi sakit, dapat menyebabkan sapi bunting
keguguran, buah-buahan di pohon menjadi busuk, kaca yang jernih menjadi kabur,
logam yang tajam menjadi tumpul, sarang lebah dapat musnah, tali atau senar alat
musik dapat putus dan kain yang berwarna menjadi hitam”. Dalam hal ini untuk setiap
agama pun mempunyai kepercayaan masing-masing terhadap wanita yang sedang
menstruasi diantaranya:
1. Menurut agama Yahudi, bahwa perempuan yang sedang menstruasi haruslah
dijauhi atau dijauhkan karena mereka itu sedang dalam keadaan najis.

2. Menurut agama Hindu, bahwa perempuan yang sedang menstruasi dilarang


membersihkan badannya tiga hari pertama dari permulaan datangnya menstruasi,
tidak boleh menyisir rambut, tidak boleh membersihkan pakaian, memotong kuku
dan berfikir ingat kepada tuhan.

3. Menurut pendapat agama Nasrani, bahwa mereka tidak memandang apa-apa atas
diri orang-orang perempuan yang sedang menstruasi, suka dan biasa
mencampurinya perempuan-perempuan yang sedang berkain kotor.

2.2.2 HADIS

Boleh jadi pandangan tersebut lahir dari interpretasi hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud melalui ‘Ali bin Abi Thalib yang menyatakan,
“Barang siapa yang mengabaikan satu bagian dari tempat tumbuhnya rambut saat
mandi junub sehingga tidak terkena air, maka Allah akan memperlakukannya begini
dan begini di neraka.” Riwayat ini disamping memiliki kelemahan dalam sanadnya
juga tidak berbicara tentang rambut yang dipotong atau bahkan “tempat tumbuhnya
rambut”.

Boleh jadi pandangan ini timbul dari adanya kewajiban untuk memandikan
seluruh anggota tubuh. Rambut yang rontok atau kuku yang dipotong dan terbuang,
maka ia tidak termandikan lagi, dan karena itu mereka melarangnya. Mengenai hal ini
tidak ada alasan keagamaan untuk pandangan ini, baik dari al- Qur’an maupun hadits
Nabi Saw. Boleh jadi yang melarangnya menduga bahwa badan manusia menjadi
najis saat dia dalam keadaan junub.

Boleh jadi juga pandangan ini timbul dari adanya kewajiban untuk
memandikan seluruh anggota tubuh. Rambut yang rontok atau kuku yang dipotong
dan terbuang, maka ia tidak termandikan lagi, dan karena itu mereka melarangnya,
mereka mungkin menduga bahwa badan manusia menjadi najis saat dia dalam
keadaan junub.
2.2.3 HUKUM MAKRUH

Khatib assyarbini mengatakan :  “setiap bulu (yang dicukurnya ketika berjunub


itu) akan menuntut dari tuannya dengan sebab junub yang ada padanya.(Al-
Iqna’,1/91).
“Janganlah sesiapa memotong kukunya dan menggunting rambut kecuali ketika
ia suci” (Riwayat al-Ismaili dari Saidina ‘Ali r.a.)
Sedangkan Imam al-Ghazali, dalam al-Ihya’, mengatakan, “Tidak wajar bagi
seseorang menggunting kuku, mencukur rambut kepala atau kemaluan, atau
mengeluarkan darah pada saat dia dalam keadaan junub. Karena kelak, di hari
kemudian, seluruh anggota tubuhnya akan dikembalikan, (dan jika demikian) dia
kembali dalam keadaan junub. Ada yang menyatakan bahwa setiap rambut akan
menuntut untuk dimandijanabatkan.”
Alasan al-Ghazali di atas, seperti terbaca, bukanlah dari ayat al-Qur’an dan
hadits Nabi Saw. Alasannya pun sangat lemah. Di hari kemudian, walaupun manusia
dibangkitkan secara jasmani, tetapi tubuh kita bukan lagi sebagaimana keadaannya
dalam kehidupan dunia. Al-Qur’an menyatakan bahwa wanita-wanita penghuni surga
(yang tua bangka sekalipun) akan dijadikan oleh Allah sebagai gadis-gadis remaja,
penuh cinta dan sebaya dengan suami-suami mereka (baca QS al-Waqi’ah (56): 35-
36).
Ulama –ulama syafi’iyah sendiri kebanyakan tidak sepakat dengan pendapat
Imam Ghazali tersebut, diantaranya  yang bisa kita sebutkan adalah Syekh Khatib As-
Syarbini, dalam kitab I’anat Thalibin 1/96 beliau berkata : “Tentang akan kembalinya
(anggota tubuh) semisal darah, pendapat ini perlu diselidiki lagi. Demikian pula
(bagian tubuh) yang lainnya. Karena (bagian tubuh) yang kembali (dibangkitkan
bersama dengan pemilik bagian tubuh itu) adalah bagian-bagian tubuh yang pemilik
tubuh itu mati bersamanya (ada pada saat kematian orang tersebut).”
Dalam kitab Syafi’i yang lain yaitu Niyatul Muhtaj Syarh al-Minhaj
disebutkan: “makna ‘dikembalikan diakhirat (dari anggota tubuh) bukanlah bagian
anggota tubuh yang diperintahkan untuk dipotong, tetapi adalah bagian-bagian tubuh
yang asli (seperti tangan, kaki, mata dll.)
Lebih jelas lagi dalam kitab dalam Madzab Syafi’i yang lain yaitu Hasyiah al-
Bujairimi ’ala al-Khotib, dalam kitab tersebut dikatakan bahwa pendapat Imam al-
Ghazali tersebut perlu dikaji lagi sebab bagian tubuh yang kembali adalah yang ada
disaat kematian pemiliknya dan bagian badan asli yang pernah terpotong, bukan
seluruh kuku dan rambut yang pernah dipotong selama hidupnya. (Hasyiah al-
Bujairimi ’ala al-Khotib 2/335)
2.3 HADIS ATAU PENDAPAT YANG MEMBANTAH MITOS

Tidak terdapat riwayat yang melarang wanita haid untuk memotong kuku
maupun rambut. Demikian pula, tidak terdapat riwayat yang memerintahkan agar
rambut wanita haid yang rontok utnku di cuci bersamaan dengan mandi paska haid.
Bahkan sebaliknya, terdapat riwayat yang membolehkan wanita haid untuk menyisir
rambutnya. Padahal, tidak mungkin ketika wanita yang menyisir rambutnya, tidak ada
bagian rambut yang rontok. Disebutkan dalam shahih Bukhari, bahwa ketika Aisyah
mengikuti haji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesampainya di Mekkah
beliau haid. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tinggalkan umrahmu, lepas ikatan rambutmu dan ber-sisir-lah…”

Hadis ini menunjukkan bahwa rambut rontok atau potong kuku ketika haid
hukumnya sama dengan kondisi suci. Artinya, tidak ada kewajiban untuk
memandikannya bersamaan dengan mandi haid. Jika hal ini disyariatkan, tentu Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam akan jelaskan kepada Aisyah agar membawa rambutnya
dan memandikannya bersamaan dengan mandi haidnya.

Dalam bukunya al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, az-Zuhaili menulis, “Tidaklah


makruh dalam pandangan mazhab Hanbali bagi seorang yang junub, atau dalam
keadaan haid, atau nifas, menggunting rambutnya, kukunya, dan tidak juga
‘menyemir’ rambutnya sebelum mandi.”

Imam ‘Atha’ (seorang Tabi’in terkenal) menyatakan ; “Tidak ada larangan


orang yang junub untuk berbekam, memotong kuku dan mencukur rambut sekalipun
tanpa mengambil wudhuk terlebih dahulu.” (Shahih al-Bukhari 1/496)
Imam Ahmad (pendiri mazhab Hanbali) tatkala ditanya berkenaan mengenai
hukum orang yang junub sedangkan ia berbekam), mencukur rambut, memotong kuku
dan mewarnai rambut atau janggutnya, ia menjawab; “Tidak mengapa.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan masalah ini dalam Majmu’


Fatawa, intinya: setahu beliau tidak ada dalil syar’i yang menunjukkan makruhnya
memotong rambut dan kuku bagi orang yang sedang junub, bahkan terdapat hadis
shahih riwayat Bukhari-Muslim yang menegaskan bahwa (tubuh) seorang mukmin itu
tidak najis. Dengan tambahan riwayat dari Shahih al-Hakim: ”baik dalam keadan
hidup ataupun mati”.

Bantahan dari kalangan syafi’iyah juga dikemukakan oleh al Hafidz Ibnu


Hajar al Asqalani, Imam Ibnu Rajab dalam sarah mereka pada shahih Bukhari, 
Menurut mereka; tidak ada satupun dalil dari Nabi Saw yang mencegah orang yang
sedang junub atau wanita yang sedang haid atau nifas dari melakukan perkara-perkara
yang disebut tadi. Adapun hadis riwayat ali di atas, ia adalah hadits munkar bahkan 
maudhu’ (palsu). (catatan penulis : hadis tersebut tidak kami temukan dalam al-kutub
at-tis’ah bahkan kitab-kitab hadis selain itu di lebih dari 200 kitab hadis dalam
maktabah syamilah)
Fatwa ulama al-Azhar, Syaikh ’Atiyah Shaqr)  menyebutkan bahwa
pernyataan yang melarang memotong kuku dan rambut ketika dalam keadaan junub
tidak berdasarkan dalil. Pendapat yang menyatakan makruh adalah pendapat yang la
ashla lahu (tidak ada dasarnya). (al-Fatawa; Min Ahsanil-Kalam 1/438)
2.4 LARANGAN-LARANGAN SAAT HAID
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh wanita haid sendiri ada yang sudah
menjadi kesepakatn ulama, dan ada pula yang masih khilaf. Namun pada pembahasan
kali ini, penulis hanya akan membahas hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh wanita
haid yang sudah menjadi kesepakatan jumhur ulama. Adapun larangan yang sudah
menjadi kesepakatan ulama bagi wanita haid adalah sebagai berikut :

1. Dilarang melakukan sholat dan tidak diwajibkan untuk mengqadhanya


Perempuan yang sedang haid, lepas kewajibannya untuk mengerjakan sholat,
baik itu sholat fardhu maupun sholat sunnah.

2. Dilarang melakukan shaum dan diwajibkan untuk mengqadha shaum


Perempuan yang sedang haid juga diharamkan untuk shaum, baik itu yang
wajib maupun yang sunnah. Dan diwajibkan untuk mengqadha shaum yang wajib
(shaum Ramadhan) yang ditinggalkannya karena haid. Rasulullah shalallahu ’alaihi
wa sallam bersabda :
‫صلِّي‬ ْ ‫ض‬
َ ُ‫ت الَ تَصُوم َوالَ ت‬ ْ ‫أَلَ ْي َس‬
َ ‫ت إِحْ دَا ُك َّن إِ َذا َحا‬
“Bukankah salah seorang di antara kamu (wanita) apabila memasuki masa
haid tidak sholat dan tidak pula puasa?” (HR. Bukhari)

‫صالَ ِة» متفق عليه‬


َّ ‫ضا ِء ال‬ َ َ‫ « ُكنَّا نُ ْؤ َم ُر بِق‬:‫ض َي هللا َع ْنهَا‬
َ َ‫ضا ِء الصَّوْ ِم َوالَ نُ ْؤ َم ُر بِق‬ ْ َ‫قَال‬
ِ ‫ت عَائِ َشة َر‬
‘Aisyah radhiyallahu ’anha berkata : “Kami diperintahkan untuk mengqadha
shaum dan tidak diperintahkan untuk mengqadha sholat.” (HR. Muslim)
Apabila seorang wanita haid ketika sedang berpuasa, maka batallah puasanya.
Sekalipun hal itu terjadi menjelang maghrib, dan wajib baginya mengqadha puasa hari
itu apabila itu puasa wajib.

3. Dilarang melakukan thawaf


Wanita yang sedang haid juga dilarang untuk melakukan thawaf di Ka’bah,
baik yang wajib maupun sunnah, dan tidak sah thawafnya. Hal ini didasarkan sabda
Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam kepada ’Aisyah ketika ia sedang haid :

ْ ‫ت َحتَّى ت‬
‫َطه ُِري‬ ِ ‫ا ْف َعلِي َما يَ ْف َع ُل ال َحا َّج َغي َْر أاَّل تَطُوفِي بِالبَ ْي‬
“Lakukanlah segala yang dilakukan oleh orang yang berhaji. Hanya saja,
engkau tidak boleh thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.” (HR.Bukhari)
Adapun kewajiban lainnya, seperti sa’i antara Shafa dan Marwa, wukuf di
Arafah, bermalam di Muzdalifah dan Mina, melempar jumrah dan amalan haji serta
umrah. Dan selain itu tidak diharamkan.

4. Dilarang melakukan hubungan seksual


Seorang istri yang sedang haid dilarang melakukan hubungan seksual dengan
suaminya. Dan si istri yang sedang haid dilarang untuk menutup-nutupi keadaan
dirinya yang sedang haid, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat
Al-Baqarah ayat 222 :

ْ َ‫وه َُّن َحتَّى ي‬00ُ‫يض َوال تَ ْق َرب‬


‫إِذا‬00َ‫رْ نَ ف‬00ُ‫طه‬ ِ ‫ا َء فِي ْال َم ِح‬00‫ا ْعت َِزلُوا النِّس‬00َ‫ى ف‬ ً ‫و أَذ‬0 ِ ‫ك َع ِن ْال َم ِح‬
َ 0ُ‫لْ ه‬00ُ‫يض ق‬ َ َ‫ئَلُون‬0 ‫َويَ ْس‬
ُ ‫طهَّرْ نَ فَأْتُوه َُّن ِم ْن َحي‬
َ‫ْث أَ َم َر ُك ُم هَّللا ُ إِ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ التَّوَّابِينَ َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّرين‬ َ َ‫ت‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah suatu
kotoran", oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid;
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah
suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-
orang yang mensucikan diri.”
Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam juga menyebutkan larangan menggauli
istri yang sedang haid dalam haidts beliau :
َ ِّ‫اصْ نَعُوا ُك َّل َشي ٍْئ ِإاَّل الن‬
‫كاح‬
“Lakukanlah apa saja kecuali berhubungan seksual.”
Maksud dari kata nikah di sini bukanlah akad nikah, tetapi hubungan suami-
istri atau jima’. Jumhur ulama juga sepakat atas diharamkannya menggauli istri yang
sedang haid. Syaikhul Islam ibnu Taimiyah berkata : “Menyetubuhi wanita nifas sama
hukumnya dengan menyetubuhi wanita haid, yaitu haram menurut kesepakatan
ulama.”

5. Dilarang dijatuhi talak (cerai)


Seorang suami dilarang menjatuhi menceraikan istrinya yang sedang haid,
sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Ath-Thalaq ayat 1:
َ‫طلَّ ْقتُ ُم النِّسا َء فَطَلِّقُوه َُّن لِ ِع َّدتِ ِه َّن َوأَحْ صُوا ْال ِع َّدة‬
َ ‫يَا أَيُّهَا النَّبِ ُّي إِذا‬
“Hai nabi, apabila kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)….”
Maksud adalah seorang istri ditalak dalam keadaan dapat menghadapi iddah.
Hal ini hanya dapat dilakukakn jika istri dalam keadaan suci dan belum digauli lagi.
Masalahnya, seorang wanita jika dicerai dalam keadaan haid, ia tidak siap
menghadapi iddahnya, karena haid yang dialaminya pada saat jatuhnya talak itu
tidaklah terhitung iddah. Jadi menjatuhi talak kepada istri yang sedang haid, haram
hukumnya.
Dengan demikian hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh perempuan yang
sedang haid berdasarkan nash Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sudah menjadi
kesepakatan jumhur ulama. Tegasnya tidak ada larangan untuk memotong kuku,
mencuci rambut, memotong rambut, apalagi tidur siang! Insya Allah pada
pembahasan selanjutnya akan penulis bahas hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh
wanita haid yang terdapat perbedaan di antara jumhur ulama (khilafiy).
Dalam buku al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah (Fiqih Menurut Keempat
Mazhab) dikemukakan: “Yang haram bagi seorang yang sedang dalam keadaan junub
(termasuk menstruasi) untuk dia kerjakan adalah amalan-amalan keagamaan yang
bersyarat dengan adanya wudhu, seperti shalat sunnah atau wajib.”
Semua kita tahu bahwa tidak disyaratkan adanya wudhu untuk memotong
rambut atau menggunting kuku. Dan atas dasar penjelasan di atas, kita dapat berkata
bahwa tidak ada larangan (dalam arti haram) untuk membuang rambut yang rontok
dan memotong kuku, seperti mitos yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
Ammi Nur Baits (2011). Bolehkah Memotong Kuku atau Rambut ketika Haid?. From
http://www.konsultasisyariah.com/bolehkah-memotong-kuku-atau-rambut-ketika-
haid/#axzz27iGfy0xg, 25 September 2012.
M Quraish Shihab (2010). M Quraish Shihab: Larangan Bagi yang Sedang
Menstruasi. From http://blog.its.ac.id/syafii/2010/08/11/m-quraish-shihab-larangan-
bagi-yang-sedang-menstruasi/, 25 September2012.
Nadhiva Zahra (2012). Hal-Hal yang Dilarang Ketika Haid 1. From
http://isykarima.com/coretan-pena/muslimah/388-hal-hal-yang-dilarang-ketika-haid-
1.html, 25 September 2012.

 PERNIKAHAN
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu, menurut istilah lain
juga dapat berarti ijab kobul’
akad nikah mengharuskan perhubungan sepasang manusia yang diucapkan oleh kata
kata yang di tujukan untuk melanjutkan kepernikahan sesuai peraturan yang di
wajibkan oleh islam. Kata zawaj digunakan dalam al quran artinya adalah pasangan
yang dalam penggunanya juga dapat diartikan sebagai pernikahan Allah SWT
menjadikan manusia berpasangan QS,An_nisa ayat 1
Tujuan dan hikmah pernikahan
a. melaksanakan sunah rasul
b. memenuhi tuntunan naluri manusia yang asasi
c. menyempurna agama
d. menguatkan ibadah sebagai benteng kokoh ahlak manusia
e. memperoleh ketenangan
f. memperoleh keturunan
g. investasi di akhirat
Rukun nikah

Pengantin laki laki


Pengantin perempuan
Adanya wali
Dua orang saksi laki laki
Mahar
Ijab dan qobul atau akad nikah

 PERNIKAHAN DINI
Istilah pernikahan dini atau pernikahan muda ini sebenarnya tidak dikenal dalam
kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) tetapi yang lebih popular adalah pernikahan di
bawah umur yaitu pernikahan pada usia dimana seseorang tersebut belum mencapai
dewasa. Umumnya pernikahan ini dilakukan oleh pemuda dan pemudi yang belum
mencapai taraf ideal untuk melangsungkan suatu pernikahan. Bisa dikatakan mereka
belum mapan secara emosioal, financial, serta belum siap secara fisik dan psikis.
Kesiapan pernikahan dini dalam tinjauan fikih
dilihat dari hukum umum, maka kewajiban dalam memenuhi syarat persiapan
pernikahan ditinjau dari fikih pernikahan maka setidaknya diukur dalam tiga hal
yakni.

1.Kesiapan ilmu
kesiapan ilmu adalah kesiapan pemahaman dalam hukum sebelum menikah seperti
hukum khitbah atau melamar, hukum pada saat menikah seperti syarat dan rukun akad
nikah dan juga kehidpan setelah menikah yakni hukum nafkah talak seperti ruju

2.Kesiapan materi
yang dimaksud kesiapan materi terdiri atas dua jenis yakni harta sebagai mahar atau
maskawin dan juga harta sebagai kewajiban laki laki setelah menikah yakni nafkah
suami pada istri untuk memenuhi segala kebutuhan primer,sandang,pangan dan
papan.

3. Kesiapan fisik
keesiapan fisik khususnya untuk laki laki adalah bisa menjalani tugasnya sebagai
seorang laki laki alias tidak impoten.
Hukum pernikahan dini untuk menghindari maksiat
sebagai seorang muda yang mungkin tidak bisa menjaga dirinya dan dikhawatirkan
bisa terjerumus kedalam perbuatan maksiat yakni ZINA DALAM ISLAM. Maka
pernikahan dini hukumnya berubah dari sunah menjadi wajib untuk
menghindarkan orang tersebut dari perbuatan dosa sesuai dengan kaidah syarat.
hukum pernikahan yang menjadi wajib ini berati orang tersebut harus sanggup
melakukan dua kewajiban yakni menuntut ilmu dan menikah meskipun terasa
sulit diakukan secara bersamaan.

Pernikahan dini memiliki dampak yang cukup berbahaya bagi yang melakukannya
baik pria ataupun bagi wanita, dan dalam berbagai aspek seperti kesehatan, psikologi,
dan mental. Walaupun pernikahan usia dini ini memiliki dampak positif, namun
dibandingkan dengan faktor negatifnya tentu sangat tidak seimbang.Ada berbagai
alasan yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini, terkadang tidak di sengaja atau
yang sudah di rencanakan, berikut adalah alasannya.
Faktor Ekonomi, faktor ekonomi menyebabkan orang tua menikahkan anaknya pada
pria/keluarga yang lebih mapan atau hanya untuk mengurangi biaya hidup sehari
Perjodohan, mungkin faktor ini sudah sangat kecil yang menyebabkan pernikahan
dini, namun beberapa kasus terutama di desa dan kampung, ini masih terjadi
Faktor adat, pernikahan usia muda terjadu karena orang tuanya takut anaknya
dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.

Dampak Negatif Pernikahan Dini

Pernikahan dini memiliki dampak negatif, berikut adalah di antaranya :


Kehilangan “masa remaja”, jika nanti teman sebaya anda menikmati liburan, dan
pergi kumpul ke berbagai daerah, mungkin anda harus gigit jari, ketika suami atau
istri anda tidak mengizinkan atau anda telah memiliki bayi yang tidak mungkin di
ajak pergi jauh.
Dari sisi kesehatan, terutama untuk wanita sangat berisiko, hamil di saat usia masih
muda sangat berbahaya untuk persalinan dan kesehatan rahim.
Pendidikan, tentunya jika anda menikah di usia dini akan mengorbankan pendidikan,
dimana di usia anda mungkin belum sepenuhnya lulus SMA.

Faktor Ekonomi, faktor ekonomi menyebabkan orang tua menikahkan anaknya pada
pria/keluarga yang lebih mapan atau hanya untuk mengurangi biaya hidup sehari
Perjodohan, mungkin faktor ini sudah sangat kecil yang menyebabkan pernikahan
dini, namun beberapa kasus terutama di desa dan kampung, ini masih terjadi
Faktor adat, pernikahan usia muda terjadu karena orang tuanya takut anaknya
dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.

Dampak Negatif Pernikahan Dini


Pernikahan dini memiliki dampak negatif, berikut adalah di antaranya :
Kehilangan “masa remaja”, jika nanti teman sebaya anda menikmati liburan, dan
pergi kumpul ke berbagai daerah, mungkin anda harus gigit jari, ketika suami atau
istri anda tidak mengizinkan atau anda telah memiliki bayi yang tidak mungkin di
ajak pergi jauh.
Dari sisi kesehatan, terutama untuk wanita sangat berisiko, hamil di saat usia masih
muda sangat berbahaya untuk persalinan dan kesehatan rahim.
Pendidikan, tentunya jika anda menikah di usia dini akan mengorbankan pendidikan,
dimana di usia anda mungkin belum sepenuhnya lulus SMA.

 HUKUM ROKOK DALAM ISLAM

Islam tidak melarang siapapun melakukan tindakan yang berkaitan dengan


kebiasaan seseorang selama hal tersebut tidak merugikan pihak lain. Demikian halnya
dengan merokok yang juga bergantung pada kepribadian setiap individu yang
melakoninya.
Islam hanya mengajarkan umatnya untuk tidak melakukan kegiatan yang merugikan
diri sendiri. Sudah bukan rahasia lagi bahwa merokok sejatinya merupakan kebiasaan
yang dapat merusak kesehatan.
Dalil dan Hadist yang berbicara mengenai larangan merokok sejatinya memang tidak
dituliskan secara jelas. Namun, sebagai umat muslim yang patuh terhadap larangan
Allah SWT, tentunya kita wajib mengetahui dan menjalankan segala perintah serta
menjauhi larangan yang sudah tertera dalam ayat Al Qur’an. Beberapa dalil yang
dapat digunakan sebagai larangan untuk merokok diantaranya adalah sebagai berikut;
‫اهُ ْم‬00َ‫ُوف َويَ ْنه‬ِ ‫ال َم ْعر‬0 ْ 0ِ‫أْ ُم ُرهُ ْم ب‬0َ‫ل ي‬0‫ي‬
ِ ‫ َدهُ ْم فِي التَّوْ َرا ِة َواإْل ِ ْن ِج‬0‫ا ِع ْن‬00ً‫ي الَّ ِذي يَ ِجدُونَهُ َم ْكتُوب‬ َّ ‫ي اأْل ُ ِّم‬
َّ ِ‫ُول النَّب‬
َ ‫ُون ال َّرس‬ 0َ ‫الَّ ِذينَ يَتَّبِع‬
َّ
َ‫َت َعلَ ْي ِه ْم ۚ فَال ِذين‬ َّ َ ‫أْل‬
ْ ‫ان‬00‫ َرهُ ْم َوا ْغاَل َل التِي َك‬0‫ص‬ ْ ِ‫ ُع َع ْنهُ ْم إ‬0‫ض‬
َ َ‫ث َوي‬ ْ
َ ِ‫ائ‬00َ‫ رِّ ُم َعلَ ْي ِه ُم ال َخب‬0‫ت َويُ َح‬ ِ ‫ا‬00َ‫ لُّ لَهُ ُم الطيِّب‬0‫ع َِن ْال ُم ْن َك ِر َويُ ِح‬
َّ
َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬ ٰ
َ ِ‫ور الَّ ِذي أُ ْن ِز َل َم َعهُ ۙ أُولَئ‬
َ ُّ‫صرُوهُ َواتَّبَعُوا الن‬ َ َ‫آ َمنُوا بِ ِه َو َع َّزرُوهُ َون‬
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka
dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-
belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya,
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. al-A’raaf:
157)

Manfaat Seseorang Yang Tidak Merokok


Beberapa manfaat yang bisa didapatkan seseorang yang tidak merokok atau sudah
berhenti merokok adalah :
Kesehatan fisik.
Kesehatan ekonomi, dalam artian perekonomiannya lebih stabil karena biaya yang
biasanya digunakan untuk rokok dapat dipapai untuk hal lain yang bermanfaat.
Kesehatan pola pikir, memilih untuk tidak merokok adalah pilihan yang tepat bagi
seseorang yang cerdas. Hal tersebut didasari fakta bahwa dia menggunakan ilmunya
mengetahui bahaya rokok sehingga enggan menggunakannya.
Semakin dekat dengan Ridho Allah SWT. Allah sangat mencintai umatNya yang
senantiasa menjalankan kewajiban dan menjauhi laranganNya secara konsisten.

 HUKUM MEMAKAN JENGKOL DAN PETAI

Dalam hukum Islam memakan petai dan jengkol memang tidak dijelaskan secara
terperinci. Namun mengenai hukum memakannya (dari beberapa sumber disebutkan)
dapat disamakan dengan hadist yang menerangkan perkara memakan bawang putih
dan merah yang keduanya memiliki aroma yang tajam.
Dalam islam, kita mengenal sebagian makanan atau minuman yang dilarang karena
bersifat haram, ada juga yang bersifat makruh hukumnya dan ada juga yang sifatnya
halalan thayyiban. Seperti halnya jengkol dan petai ini. Sebenarnya jenis makanan ini
tidak pernah disebutkan secara jelas dalam Al-Quran maupun dalam Hadits.

Akan tetapi dalam permasalahan jengkol dan petai, yang kadang meninggalkan bau di
mulut (para ulama menyamakan) sama halnya dengan bawang merah, bawang putih,
dan durian. Tersebut dalam hadits Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam :

‫ “من أكل من هذه‬:‫عن أبي سعيد الخدري رضي هللا عنه في فتح خيبر أن النبي صلى هللا عليه وعلى آله وسلم قال‬
‫لم‬00‫ه وس‬00‫لى هللا علي‬00‫بي ص‬00‫ك الن‬00‫ فبلغ ذل‬،‫ حرمت‬،‫ حرمت‬:‫ فقال الناس‬،”‫الشجرة الخبيثة شيئا ً فال يقربنا في المسجد‬
‫ ولكنها شجرة أكره ريحها‬،‫ “أيها الناس إنه ليس بي تحريم ما أحل هللا لي‬:‫فقال‬

“Dari Abi Sa’id al Khurdry ketika penaklukan Khaibar, Nabi Muhammad saw
bersabda : ‘Siapa yang memakan dari pohon yang bau ini (bawang merah dan bawang
putih) maka janganlah mendekati masjid.’ Orang-orang pun langsung bercerita-cerita
tentang sabda nabi ini, mereka mengatakan : ‘Diharamkan, diharamkan.’ Hingga
sampailah isu ini ke Rasulullah SAW, maka beliau bersabda : ‘Wahai umat manusia,
sesungguhnya saya tidak mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, akan tetapi
pohon ini, aku tidak suka baunya,” (H.R Muslim).
Dari hadits diatas, jelaslah bahwa bawang merah dan bawang putih tidaklah dilarang.
Akan tetapi nabi tidak menyukai baunya saja, karena dapat mengganggu kenyamanan
orang yang berada sekitar kita, sehingga nabi melarang orang yang memakannya
(yang masih dalam keadaan bau mulutnya) untuk masuk mesjid, karena baunya itu
bisa saja mengganggu kehusyu’an orang yang sedang melaksanakan shalat.

Hadis tersebut bisa dibawa ke persamaan kepada segala sesuatu yang berbau tidak
sedap (dalam hal ini petai dan jengkol) yang bisa menganggu orang yang sedang
shalat atau yang sedang beribadah lainnya. Namun jika seseorang sebelum ke masjid
memakai sesuatu yang bisa mencegah bau yang tidak sedap tersebut dari dirinya
seperti memakai pasta gigi dan lainnya, maka tidak ada larangan baginya setelah itu
untuk menghadiri masjiD.
Perihal tidak diperbolehkannya bagi mereka yang memakannya untuk masuk masjid,
adalah apabila baunya masih tercium dan dapat mengganggu kecuali bila sudah tidak
tercium baunya maka boleh.
Akan tetapi ada yang memakruhkannya dengan alasan, baunya memberi mudharat
kepada orang lain karena Nabi sangat menganjurkan agar kita selalu menjaga
kenyamanan dan jangan pernah mengganggu orang lain.

 HUKUM MEMAKAN BINATANG BUAS BERTARING

Beberapa hadist riwayat tentang hukum memakan binatang buas bertaring:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda,
‫اع فَأ َ ْكلُهُ َح َرا ٌم‬ ٍ ‫ُكلُّ ِذي نَا‬
ِ َ‫ب ِم ْن ال ِّسب‬
“Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR.
Muslim no. 1933)

Dari Abi Tsa’labah, beliau berkata,


‫اع‬ ٍ ‫ أَ َّن َرسُو َل هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – نَهَى ع َْن أَ ْك ِل ُكلِّ ِذى نَا‬.
ِ َ‫ب ِمنَ ال ِّسب‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap hewan buas yang
bertaring.” (HR. Bukhari no. 5530 dan Muslim no. 1932)

Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,


‫ب ِم ْن الطَّي ِْر‬
ٍ َ‫اع َوع َْن ُك ِّل ِذي ِم ْخل‬ ٍ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ع َْن ُكلِّ ِذي نَا‬
ِ َ‫ب ِم ْن ال ِّسب‬ َ ِ ‫نَهَى َرسُو ُل هَّللا‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap binatang buas
yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram.”
(HR. Muslim no. 1934)

Yang dimaksud memiliki taring di sini adalah taring tersebut digunakan untuk
menyerang manusia dan harta mereka, seperti singa, macan, macan tutul dan serigala.
Inilah yang dimaksud memiliki taring di sini menurut jumhur (mayoritas ulama).
Sedangkan Imam Abu Hanifah berpandangan bahwa setiap pemakan daging
(karnivora) disebut “‫بع‬00‫”س‬  (binatang buas). Yang termasuk binatang buas menurut
beliau yaitu gajah, hyena, yarbu’ (hewan pengerat semacam tikus). Hewan-hewan
tersebut haram dimakan.
Adapun Imam Syafi’i berpendapat bahwa binatang buas yang haram dimakan adalah
yang menyerang manusia seperti singa, serigala dan macan..
 HUKUM RESTORAN TANPA SERTIFIKAT HALAL

Pengertian Halal
Halal adalah segala objek atau kegiatan yang diizinkan untuk digunakan atau
dilaksanakan, dalam agama islam.
Lalu bagaimana hukumnya jika kita makan di restoran tanpa sertifikat halal? Pada
asalnya segala sesuatu adalah mubah, kecuali ada dalil dan bukti yang menunjukkan
keharamannya.

Pengertian Mubah
Mubah adalah sebuah status hukum terhadap suatu aktivitas dalam dunia Islam.
Aktivitas yang berstatus hukum Mubah boleh untuk dilakukan, bahkan lebih condong
kepada dianjurkan, tetapi tidak ada janji berupa konsekuensi berupa pahala
terhadapnya.

Apa-apa yang Allah SWT haramkan itu sudah jelas, Allah SWT berfirman:
َ 0‫ا أَ َك‬00‫ ةُ َو َم‬0‫ةُ َوالنَّ ِطي َح‬0َ‫ير َو َما أُ ِه َّل لِ َغي ِْر هَّللا ِ بِ ِه َو ْال ُم ْن َخنِقَةُ َو ْال َموْ قُو َذةُ َو ْال ُمتَ َر ِّدي‬
‫ل‬0 ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِز‬
ْ ‫حُرِّ َم‬
‫ب‬
ِ ‫ص‬ ُ َّ ‫اَّل‬
ُ ُّ‫ال َّسبُ ُع إِ َما َذك ْيتُ ْم َو َما ذبِ َح َعلَى الن‬

Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging


hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.” (QS:
Al-Maidah Ayat: 3).

Allah SWT berfirman:


َ ‫ات َوطَ َعا ُم الَّ ِذينَ أُوتُوا ْال ِكت‬
‫َاب ِح ٌّل لَ ُك ْم َوطَ َعا ُم ُك ْم ِحلٌّ لَهُم‬ ُ َ‫ْاليَوْ َم أُ ِح َّل لَ ُك ُم الطَّيِّب‬

Artinya: “Hari ini dihalalkan yang baik-baik untukmu dan begitu juga makanan
orang-orang yang pernah diberi kitab (Ahli Kitab) adalah halal untukmu , dan
sebaliknya makananmu halal buat mereka.” (QS. Al-Maidah Ayat : 5)

Ibnu Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Said bin Jubair, Ikrimah, Atho’, Al Hasan Al
Bashri, An Nakho’i, dan As Sa’di, Muqotil bin Hayyan menafsirkan maksud
“makanan orang-orang yang pernah diberi kitab” pada ayat di atas adalah sembelihan
mereka. Dan hal ini termasuk yang disepakati oleh para ulama [Tafsir Ibnu Katsir, Juz
3 Hal 40].
Sejatinya kehalalan suatu makanan bukan hanya dari bahan makanan tersebut, bisa
jadi bahan – bahannya halal tapi alat memasaknya terkontaminasi dengan bahan
haram, atau bahan makanannya masuk ke kategori halal tapi cara pemotongan atau
penyajiannya haram.

 STUDI KASUS BAYI TABUNG

Pada dasarnya pembuahan yang alami terjadi dalam rahim melalui cara yang
alami pula yaitu dengan hubungan seksual. Akan tetapi pembuahan alami ini
terkadang sulit terwujud, misalnya karena rusaknya atau tertutupnya saluran indung
telur (tuba Fallopii) yang membawa sel telur ke rahim, atau karena sel sperma suami
lemah sehingga tidak mampu menjangkau rahim istri. Karena hambatan ini dapat
menyebabkan tidak adanya kelahiran dan menghambat suami istri untuk mendapatkan
anak.
Dengan pesatnya kemajuan ilmu dan teknologi, kini banyak teknologi-
teknologi yang mampu menciptakan bermacam-macam produk hasil teknologi yang
berkualitas termasuk dalam bidang kedokteran. Salah satu hasil di bidang ini, adalah
dengan telah ditemukannya cara-cara baru dalam memproduksi manusia yang dalam
istilah kedokteran disebut dengan istilah bayi tabung, cara ini dapat mengatasi
permasalahan yang dialami oleh suami istri yang sulit mendapatkan keturunan

A. PENGERTIAN BAYI TABUNG

Bayi tabung dalam bahasa kedokteran disebut In Vitri Fertilization (IVF). In


Vitro berasal dari bahasa Latin yang berarti di dalam sedangkan Fertilization adalah
Bahasa Inggris yang memiliki arti pembuahan. Jadi, bayi tabung adalah suatu upaya
untuk memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur
sehingga terjadi pembuahan dalam suatu wadah dan setelah terjadi pembuahan,
kemudian disarangkan ke dalam Rahim wanita, sehingga dapat tumbuh menjadi janin
sebagaimana layaknya janin pada umumnya. Pengertian sperma laki-laki tersebut,
bisa saja diambil dari spermasuaminya, dan bisa juga diambil dari laki-laki lain(bukan
suaminya). Pengertian ovum perempuan,di dalam praktiknya, tidak menutup
kemungkinanbahwa ovum yang diambil itu dari isterinya ataudari perempuan bukan
isterinya. Demikian pulapengertian rahim wanita, bisa saja yang mengandungitu
isterinya sendiri dan bisa juga perempuan lain (bukan istrinya).

B. JENIS-JENIS BAYI TABUNG

Apabila ditinjau dari segi sperma, dan ovum serta tempat embrio
ditransplantasikan, maka bayi tabung dapat dibagi menjadi 8 (delapan) jenis
yaitu:

 Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan


suami-isteri dengan pembuahan dipisahkan dari hubungan suami istri
kemudian embrionya ditrans-plantasikan ke dalam rahim istri. Dengan
demikian teknik kedokteran telah mengatur dan menguasai hukum alam
yang terdapat dalam tubuh manusia pria dan wanita.
 Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan
suami-isteri, lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim ibu
pengganti. Ada kemungkinan bahwa benih dari suami istri tidak bisa
dipindahkan ke dalam rahim sang istri, oleh karena ada gangguan
kesehatan atau alasan-alasan lain. Dalam kasus ini, maka diperlukan
seorang wanita lain yang disewa untuk mengandung anak bagi
pasangan tadi. Dalam perjanjian sewa rahim ini ditentukan banyak
persyaratan untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait.
Wanita yang rahimnya disewa biasanya meminta imbalan uang yang
sangat besar. Suami istri bisa memilih wanita sewaan yang masih muda,
sehat dan punya kebiasaan hidup yang sehat dan baik.
 Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami dan ovumnya
berasal dari donor atau menggunakan sperma dari donor, sedangkan
ovumnya berasal dari isteri, lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam
rahim isteri. Masalah ini dihadapi kalau salah satu dari suami atau istri
mandul; dalam arti bahwa sel telur istri atau sperma suami tidak
mengandung benih untuk pembuahan. Itu berarti bahwa benih yang
mandul itu harus dicarikan penggantinya melalui seorang donor.
Masalah ini akan menjadi lebih sulit karena sudah masuk unsur baru,
yaitu benih dari orang lain.
Pertama, apakah pembuahan yang dilakukan antara sel telur istri dan sel
sperma dari orang lain sebagai pendonor itu perlu diketahui atau
disembunyikan identitasnya. Kalau wanita tahu orangnya, mungkin ada
bahaya untuk mencari hubungan pribadi dengan orang itu. Ketiga,
apakah pria pendonor itu perlu tahu kepada siapa benihnya telah
didonorkan. Masih banyak masalah lain lagi yang bisa muncul.
 Bayi tabung yang menggunakan sperma donor, sedangkan ovumnya
berasal dari isteri lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim ibu
pengganti,
 Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami, sedangkan
ovumnya berasal dari donor, kemudian embrionya ditransplantasikan ke
dalam rahim ibu pengganti,
 Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari donor, lalu
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istri
 Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum berasal dari donor,
kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim ibu pengganti.

Praktik bayi tabung membuka peluang pula bagi didirikannya bank - bank sperma.
Pasangan yang mandul bisa mencari benih yang subur dari bank -bank tersebut.
Bahkan orang bisa menjual belikan benih - benih itu dengan harga yang sangat mahal
misalnya karena benih dari seorang pemenang Nobel di bidang kedokteran,
matematika, dan lain-lain. Praktek bank sperma adalah akibat lebih jauh dari teknik
bayi tabung. Kini bank sperma malahmenyimpannya dan memperdagangkannya
seolah-olah benih manusia itu suatu benda ekonomis.

C. TUJUAN BAYI TABUNG

Pada hakikatnya program bayi tabung bertujuan untuk membantu pasangan


suami-isteri yang tidak mampu melahirkan keturunan secara alami yang disebabkan
karena adanya gangguan kesuburan. Meskipun bayi tabung memiliki daya guna
tinggi, namun juga sangat rentan terhadap penyalahgunaan dan kesalahan etika
apabila dilakukan orang yang tidak beragama, beriman, dan beretika sehingga sangat
potensial berdampak negative dan fatal. Misalnya anak bayi tabung tidak diakui oleh
kedua orang tuanya seperti yang pernah terjadi di Amerika Serikat. Di mana harapan
kedua orang tua tidak sesuai dengan kenyataan, karena sang anak berkulit hitam
sedangkan orang tuanya berkulit putih.

D. Hukum Bayi Tabung Menurut Islam

Bayi tabung / inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan
ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain
termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), maka Islam
membenarkan, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikkan ke
dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar
rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri. Sebaliknya,
kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan /atau ovum,
maka diharamkan, dan hukumnya sama dengan zina (prostitusi). Dan sebagai akibat
hukumnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan
dengan ibu yang melahirkannya.

E. dalil-dalil syar’i yang dapat menjadi landasan hukum untuk mengharamkan


inseminasi buatan dengan donor, ialah sebagai berikut :

1. Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 70 :

“Dan sesungguhnya telah Kami miliakan anak-anak Adam, Kami angkat


mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik
dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan”.

Surat At-Tin ayat 4 :

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-


baiknya”.

Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan


sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi
makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan
manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya
sendiri dan juga menghormati martabat sesama manusia. Sebaliknya
inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat
manusia (human dignity) sejajar dengan hewan yang diinseminasi.

2. Hadits Nabi :“

“Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir
menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istriorang
lain)’’.

(Hadits riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan Hadits ini dipandang sahih oleh
Ibnu Hibban)

3. Hasil Ijtihad Para Ulama’

 Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung dengan sperma dan ovum
dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh). Sebab, ini
termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama. Namun, para ulama
melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri yang
dititipkan di rahim perempuan lain. "Itu hukumnya haram," papar MUI dalam
fatwanya. Karena di kemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah yang
rumit dalam kaitannya dengan warisan.
Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari
sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya
haram. "Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam
kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam hal kewarisan," tulis fatwa
itu. Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak
berasal dari pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam fatwanya secara tegas
menyatakan hal tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan
hubungan kelamin antar lawan jenis di luar penikahan yang sah alias zina.

 Nahdlatul Ulama (NU)

Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini
dalam forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada
tiga keputusan yang ditetapkan ulama NU terkait masalah bayi tabung.
Pertama, apabila mani yang ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wanita
tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung
hukumnya haram. Hal itu didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan
Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada dosa yang lebih besar
setelah syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang
lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim perempuan yang
tidak halal baginya”.
Kedua, apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi
cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. “Mani
muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak
dilarang oleh syara”, papar ulama NU dalam fatwa itu. Terkait mani yang
dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum dari
Kifayatul Akhyar II/113. "Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan
spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut
diperbolehkan, karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan
untuk bersenang-senang” Ketiga, apabila mani yang ditabung itu mani suami-
istri dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukan ke dalam
rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga telah menetapkan


fatwa terkait boleh tidak nya menitipkan sperma suami-istri di rahim istri
kedua. Dalam fatwanya, Majelis Tarjih dan Tajdid mengungkapkan,
berdasarkan ijitihad jama'i yang dilakukan para ahli fikih dari berbagai
pelosok dunia Islam, termasuk dari Indonesia yang diwakili Muhammadiyah,
hukum inseminasi buatan seperti itu termasuk yang dilarang. “Hal itu disebut
dalam ketetapan yang keempat dari sidang periode ke tiga dari Majmaul Fiqhil
Islamy dengan judul Athfaalul Anaabib (Bayi Tabung),” papar fatwa Majelis
Tarjih PP Muhammadiyah. Rumusannya, “cara kelima inseminasi itu
dilakukan di luar kandungan antara dua biji suami-istri, kemudian ditanamkan
pada rahim istri yang lain (dari suami itu). hal itu dilarang menurut hukum
Syara”.

Lembaga Fiqh Islam OKI (Organisasi Konferensi Islam)


Lembaga Fiqh Islam OKI (Organisasi Konferensi Islam) mengadakan
sidang di Amman pada tahun 1986untuk membahas beberapa teknik
inseminasi buatan / bayi tabung, dan mengharamkan bayi tabung dengan
sperma dan/atau ovum donor (Mahjuddin, 1990).
 ABORSI
A. PENGERTIAN ABORSI
Aborsi atau Abortus dalam bahasa latin, adalah berhentinya kehamilan
sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Ada pula
berbagai istilah aborsi dalam ilmu kedokteran untuk membedakan sebab dan proses
aborsi.
1. Spontaneous Abortion adalah kandungan yang gugur karena trauma
kecelakaan atau sebab-sebab alami yang tidak disengaja atau memang
sudah alamiah mengalami keguguran
2. Induced Abortion atau Procured Abortion adalah pengguran kehamilan
yang disengaja . istilah lainnya adalah Therapeutic Abortion yaitu
pengguguran yang dilakukan karena dapat mengancam rohani atau fisik si
ibu. Biasanya dilakukan pula karena korban pemerkosaan.
3. Eugenic Abortion adalah pengguguran yang dilakukan karena janin
mengalami cacat yang dapat membahayakan jika terus dilakukan.
Aborsi yang legal, yang dilakukan karena alasan yang logis dan etis, maka
diperbolehkan asalkan atas naungan hukum yang berlaku. Aborsi yang ilegal biasanya
dilakukan karena mereka yang melakukan pergaulan bebas atau hamil tanpa didahului
akad pernikahan. Namun, ada pula pasangan yang terpaksa melakukan aborsi karena
adanya risiko buruk bagi ibu atau janin. Keadaan perekonomian keluarga juga dapat
menjadi alasan untuk melakukan praktik aborsi. Untuk pelaksanannya butuh
perlindungan hukum dan diketahui saksi juga pihak yang resmi.
 Hukum Membunuh dalam Islam
Permasalahan aborsi yang merupakan keguguran atau pengguguran erat
kaitannya dengan proses membunuh jiwa seseorang. Diharamkan Membunuh Jiwa
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan
alasan yang benar “ (Qs Al Isra : 33 )
Allah melarang manusia untuk membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah.
Dalam kondisi dan konteks yang normal tentu membunuh adalah suatu perbuatan keji
dan dosa besar karena telah menghilangkan hak orang lain untuk hidup, beribadah dan
beramal baik di dunia. Padahal di muka bumi terdapat tujuan penciptaan manusia
sebagai orang yang akan mengabdi kepada Allah. Hakikat penciptaan manusia pun
adalah untuk bisa mengumpulkan pahala dan amalan yang baik untuk di akhirat.
 Pertimbangan Etika Aborsi dalam Islam
Pertimbangan islam dalam memandang segala masalah selalu didasarkan
kepada hukum-hukum universal, ilmu pengetahuan dan juga pertimbangan nash-nash
yang ada termasuk rukun islam dan rukun iman yang menjadi pondasi dasar. Untuk
itu, hukum islam selalu berusaha untuk memandang masalah dengan integral dan
tidak sebagian-sebagian. Hasilnya adalah kemaslahatan bagi semua aspek baik
individu maupun sosial.
Allah mengharamkan manusia untuk membunuh jiwa yang diharamkan Allah
apalagi yang bertentangan dengan fungsi agama. Apalagi dengan alasan yang tidak
dibenarkan sebagaimana aborsi yang dilakukan secara sengaja seperti : membunuh
anak karena takut miskin, anak hasil pergaulan bebas yang haram, atau ketidaksiapan
ibu atau ayahnya menghadapi anak dalam keluarganya. Hal-hal tersebut tentu tidak
dibenarkan.
Dalam hal lain, islam masih mempertimbangkan persoalan aborsi jika
memang menyangkut keselamatan ibu, keselamatan janin, kesehatan orang tuanya,
dan memang hal-hal yang ilmiah dipertimbangkan dari aspek medis atau kedokteran.
Jika aborsi dilegalkan dan diperbolehkan tentu dampaknya sangat negatif. Akan
banyak orang yang membunuh dan membiarkan bayinya terbunuh begitu saja.
Padahal, janin adalah calon khalifah fil ard nantinya. Sedangkan jika dilegalkan, maka
perzinahan akan semakin banyak, pergaulan bebas semakin meluas.
 Hukum aborsi menurut mazhabnya
1. Dalam pandangan Mazhab Hanafi, aborsi hanya dibolehkan sebelum empat
bulan usia kandungan. Akan tetapi, bukan berarti pengguguran tersebut tidak
mengakibatkan dosa, tetapi dosanya tidak sebesar dosa membunuh manusia.
Alasan dilakukannya aborsi yang dapat diterima, antara lain, apabila sang ibu
merasa tak kuat mengandung terlebih melahirkan, baik karena alasan sakit
atau lainnya.
2. Mazhab Maliki, aborsi sangat jelas dilarang. Bahkan, mazhab ini melarang
dilakukannya aborsi meski umur janin masih kurang dari 40 hari setelah
bertemunya sperma dan ovum.
3. Mazhab Syafi'i memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang boleh tidaknya
menggugurkan kandungan setelah pertemuan sperma dan ovum dalam batas
40 hari. "Namun, ulama Mazhab Syafi'i sepakat tentang haramnya aborsi
setelah empat bulan masa kandungan,"
4. Mazhab Hanbali menilai, aborsi mubah (dibolehkan) selama kandungan belum
berlaku 40 hari dan dilakukan dengan obat yang dibenarkan. Meski berbeda-
beda, seluruh mazhab sepakat bahwa haram menggugurkan kandungan setelah
empat bulan kehamilan. Jika dilakukan maka yang bersangkutan dinilai
berdosa dan wajib membayar diyah (denda) sebesar seperdua puluh dari diyah
pembunuhan.
Walau demikian, ulama juga menyepakati dibolehkannya aborsi jika dokter
yang terpercaya menyatakan bahwa janin yang dikandung dapat membahayakan
nyawa sang ibu. Tetapi jika pelaku aborsi yang disebabkan akibat 'kecelakaan' atau
tidak didasari ikatan pernikahan maka pelaku dinilai melakukan dua kesalahan.
Pertama, hubungan seks di luar nikah. Kedua, aborsi di luar yang telah ditentukan
oleh para ulama. "Siapa pun yang melakukannya maka dapat dikategorikan sebagai
pembunuh,"
 Definisi Umum Aborsi
Aborsi dalam bahasa Arab disebut “ijhadh”, yang memiliki beberapa sinonim yakni;
isqath (menjatuhkan), ilqa‟ (membuang), tharah (melempar) dan imlash
(menyingkirkan). Aborsi secara terminology adalah keluarnya hasil konsepsi (janin,
mudgah) sebelum bisa hidup sendiri (viable) atau Aborsi didefenisikan sebagai
berakhirnya kehamilan, dapat terjadi secara spontan akibat kelainan fisik wanita /
akibat penyakit biomedis intenal atau sengaja melalui campur tangan manusia) .

 Definisi aborsi secara etimologi dan terminologi, yakni :

1. Adapun secara etimologi : Aborsi adalah menggugurkan anak, sehingga dia


tidak hidup.
2. Adapun secara terminologi : Aborsi adalah praktek seorang wanita yang
menggugurkan janinnya, baik dilakukan sendiri ataupun orang lain.

B. ABORSI DALAM PANDANGAN ISLAM

Aborsi menurut agama-agama sebelum Islam adalah termasuk yang


diharamkan.Dalam agama Yahudi aborsi dianggap haram, tidak diperbolehkan dan
pelakunya mendapatkan hukuman.Akan tetapi hukumannya tidaklah ditentukan. Dr.
Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam
halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah
ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4
(empat)  bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan
keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan
sebelum ditiupkannya ruh.
Sebagian memperbolehkan dan sebagaimana mengharamkan nya.Yang
memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w.
1596 M) dalam kitabnya An  Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang
bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang
mengalami pertumbuhan. Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara
lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam
kitabnya Ihya` Ulumiddin. Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram
hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada
kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan.

“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40


hari dalam bentuk „nuthfah‟, kemudian dalam bentuk „alaqah‟ selama itu pula,
kemudian dalam bentuk „mudghah‟selama itu pula . kemudian ditiupkan ruh
kepadanya.”
[HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi].

Dalil syar‟i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40
malam
adalah hadits Nabi Saw berikut:

“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah
mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia
membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya,dagingnya, dan tulang
belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), „Ya Tuhanku, apakah dia
(akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan? ‟Maka Allah kemudian
memberi keputusan…”
[HR. Muslim dari Ibnu Mas‟ud r.a.].

Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw bersabda: “(jika nutfah telah lewat) empat puluh
malam…
Firman Allah SWT: At- Takwii [81]: 8-9). Artinya:
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia
dibunuh.”
(Qs. at-Takwiir [81]: 8-9)

Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua)
hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka
hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi
setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang
usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja‟iz) dan tidak apa-apa.
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin,
ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan
bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan
janinnya sekaligus.Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan
mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah
sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT: Al Ma'idah

Artinya : “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa
yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain.
atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan
seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia
semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan
(membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian  banyak diantara mereka
sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat
kerusakan dimuka bumi..” (QS. al-Ma‟idah [5]:32) .

Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya
pengobatan.Sedangkan Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat.
Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan
pula
obatnya. Maka berobatlah kalian!”[HR.Ahmad].

Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan


kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun
ini berarti membunuh  janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu
mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan
kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan
kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya,
atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Dr.
Abdurrahman Al Baghdadi,1998). Demikian pula pandangan Syariat Islam yang
secara umum mengharamkan praktek aborsi. Hal itu tidak diperbolehkan karena
beberapa sebab :
1) Syariat Islam datang dalam rangka menjaga adhdharuriyyaat al-
khams,lima hal yang urgen, seperti telah dikemukakan.
2) Aborsi sangat bertentangan sekali dengan tujuan utama
pernikahan.Dimana Tujuan penting  pernikahan adalah memperbanyak
keturunan.
3) Tindakan aborsi merupakan sikap buruk sangka terhadap Allah. Anda akan
menjumpai banyak diantara manusia yang melakukan aborsi karena
didorong rasa takut akan ketidak mampuan untuk mengemban beban
kehidupan,biaya pendidikan,dan segala hal yang berkaitan dengan
konseling dan pengurusan anak.Ini semua merupakan sikap buruk sangka
terhadap Allah.Padahal,Allah telah berfirman :

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezkinya”
Maka, syariat Islam memandang bahwa hukum aborsi adalah haram kecuali beberapa
kasus tertentu yang insya Allah akan diterangkan.

 Hukum Aborsi dalam Islam


Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005, tentang Aborsi menetapkan
ketentuan hukum Aborsi sebagai berikut;
a) Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding
rahim ibu (nidasi).
b) Aborsi dibolehkan karena adanya uzurpabila tidak melakukan sesuatu yang
diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati.
c) Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.

Pendapat Mazhab-Mazhab Tentang Aborsi Dalam studi hukum Islam, terdapat


perbedaan pendapat tentang aborsi di dalam empat mazhab besar Islam, yaitu:
1. Mazhab Hanafi, mazhab ini merupakan paham yang paling fleksibel. Sebelum
masa empat bulan kehamilan, aborsi bisa dilakukan apabila mengancam
kehidupan si  perempuan (orang yang mengandung).
2. Mazhab Maliki melarang aborsi setelah terjadinya pembuahan.
3. Menurut mazhab Syafii, apabila setelah terjadi fertilisasi zygote tidak boleh
diganggu, dan intervensi terhadapnya adalah sebagai kejahatan.
4. Mazhab Hambali menetapkan bahwa aborsi adalah suatu dosa, dengan adanya
pendarahan yang menyebabkan miskram sebagai petunjuk bahwa aborsi itu
haram.
5. Dengan melihat perbandingan mazhab diatas, secara garis besar bahwa
perbuatan aborsi tanpa alasan yang jelas, dalam pandangan hukum Islam tidak
diperbolehkan dan merupakan suatu dosa besar karena dianggap telah
membunuh nyawa manusia yang tidak bersalah dan terhadap pelakunya dapat
diminta pertanggungjawaban atas  perbuatannya tersebut.
6. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, ketentuannya lebih fleksibel yang mana
aborsi hanya dapat dilakukan apabila kehamilan tersebut benar-benar
mengancam atau membahayakan nyawa si wanita hamil dan hal ini hanya
dibenarkan untuk dilakukan terhadap kehamilan yang belum berumur empat
bulan.

 Aborsi yang Dilarang dalam Islam

Tidak ada pernyataan tunggal dalam Kitab Suci Al Qur'an atau dalam perkataan
(hadist/ sunnah) dari Nabi Muhammad SAW, yang memungkinkan aborsi!
Sebaliknya, ada ayat-ayat dalam Kitab Suci Al Qur'an yang jelas terhadap
pembunuhan setiap anak yang belum lahir atau anak, laki-laki atau perempuan,
dengan cara apapun, untuk alasan apapun dan pada setiap tahap kehamilan (Bab 6,
ayat 151, Pasal 17, ayat 31, Bab 5, ayat 31, Pasal 60, ayat 12). Perempuan Muslim
dijelaskan dalam Al-Qur'an Al sebagai (antara lain) orang-orang yang (Bab 60, ayat
12) "tidak membunuh anak-anak mereka." Dalam Islam kita diminta untuk menikah,
hamil dan mempertahankan kehamilan sampai akhir alam sebagai ditetapkan oleh
ALLAH, dan menghasilkan banyak anak.Konsepsi Setiap sah dan setiap kehamilan
yang diinginkan dan ingin. Dalam Islam tidak ada hal seperti “kehamilan yang tidak
diinginkan”. Setiap anak dianggap sebagai karunia besar dari Tuhan.

Islam juga telah menyatakan dengan jelas hak-hak janin, hak untuk hidup dan
perlindungan dari bahaya apapun, hak untuk keturunan, hak untuk dukungan dari
keluarga, hak untuk status hukum dan warisan. Ibnu Taimiyyah, salah satu ulama
besar Islam, mengatakan: "Ini adalah konsensus dari semua fuqaha (ulama terkenal)
bahwa aborsi dilarang." Al Ghazali, seorang ulama besar Islam, menunjukkan bahwa
itu adalah kejahatan untuk mengganggu telur dibuahi dari manusia. Telur yang telah
dibuahi (dasar setiap manusia), yang disebut nutfa AMSHAJJ dalam Al Qur'an,
adalah sepenuhnya dilindungi dan dihormati!. Semua penelitian embrio merusak
bertentangan dengan ajaran Islam! Setiap telur dibuahi mengandung gen, warisan dari
kedua orang tua dengan jenis kelamin yang jelas baik laki-laki atau perempuan! Imam
Malik (seorang sarjana terkenal Muslim) menyatakan, aborsi tidak diperbolehkan
pada setiap tahap kehamilan dari konsepsi. Bukan hanya itu, tetapi hukum Islam
menetapkan hukuman bagi siapa saja melakukan atau membantu dalam aborsi: Al-
Gurrah (uang darah) dibayarkan jika bayi dibatalkan mati. (Pada harga saat ini akan
menjadi sekitar £ 1000) Kendali Diyyah (uang darah, sekitar £ 20.000) dibayarkan
jika bayi dibatalkan hidup

Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan:

“Idza ta‟aradha mafsadatani ru‟iya a‟zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima”


“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih
ringan madharatnya.”(Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al
Fiqh wa Al Qawa‟id Al Fiqhiyah, halaman 35).

Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan


kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun
ini berarti membunuh  janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu
mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan
kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan
kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya,
atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Dr.
Abdurrahman Al Baghdadi, 1998).
 STERILISASI

Sterilisasi adalah upaya memandulkan lelaki atau wanita dengan jalan operasi
agar tidak dapat menghasilkan keturunan lagi. Jika kontrasepsi lain hanya bersifat
menunda atau mengatur jarak kehamilan, sterilisasi memang benar-benar
memandulkan.

Secara umum, para ulama tak mempermasalahkan program KB yang


didengungkan pemerintah. Jika hanya sebatas mengatur atau menunda kehamilan, hal
ini pun pernah dipraktikkan di masa para sahabat. Tujuan dari pengaturan kehamilan
agar anak-anak yang dilahirkan dapat diasuh dengan baik dan menghindarkan risiko-
risiko melahirkan yang disebabkan jarak kelahiran terlalu dekat. Intinya, program KB
bertujuan mengutamakan kualitas anak dibanding kuantitas. Hal ini sejalan dengan
firman Allah SWT,

"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di


belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka,"(QS an-Nisa [4]: 9).

Ayat ini menekankan pentingnya kualitas keturunan dari keturunan. Jika program KB
ditujukan untuk menjaga kualitas keturunan, tentu hal ini tak menjadi masalah.

Soal pembolehan KB juga didukung ulama Tanah Air dalam konferensi besar
pengurus besar Syuriah Nahdlatul Ulama (NU) pertama yang diselenggarakan di
Jakarta. Para ulama menghukum makruh dalam kasus ini. Jika dengan azl
(mengeluarkan air mani di luar rahim) atau dengan alat yang mencegah sampainya
mani ke rahim seperti kondom, hukumnya makruh. Begitu juga makruh hukumnya
meminum obat untuk menjarangkan kehamilan.

Namun, ternyata tidak semua program KB tersebut disetujui para ulama. Hal
yang menjadi perdebatan ulama adalah KB model sterilisasi. KB jenis ini, baik
vasektomi atau vasligation (sterilisasi untuk laki-laki) maupun tubektomi (sterilisasi
pada wanita), tak disetujui ulama. Dr Shaltut sendiri tidak sepakat jika ada program
sterilisasi yang berlangsung secara permanen. Terkecuali jika memang ada alasan-
alasan serius, seperti menyangkut penyakit keturunan atau penyakit menular yang
membahayakan.

Jadi, sterilisasi baik untuk lelaki atau perempuan pada akhirnya sama saja
dengan abortus yang bisa berakibat kemandulan sehingga yang bersangkutan tidak
lagi mempunyai keturunan. Para ulama menetapkan hukum asalnya adalah
haram.Namun, ada beberapa pengecualian yang bisa membolehkan sterilisasi.

Para ulama berdalil, sterilisasi berakibat pemandulan secara permanen. Ini


tentu bertentangan dengan tujuan asal perkawinan, yaitu untuk mendapatkan
keturunan yang sah. Selain itu, sterilisasi juga berarti mengubah ciptaan Tuhan
dengan jalan memotong dan menghilangkan sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi.
Hal lainnya, proses operasi juga memberikan kesempatan memperlihatkan aurat
mughallazah (kemaluan) yang haram dilakukan kecuali untuk urusan darurat. Jika
hanya untuk sebuah sterilisasi, tentu alasan ini tak dapat diperkenankan.

Namun, jika ada uzur-uzur syar'i, seperti dalam keadaan sangat terpaksa untuk
menghindari penurunan penyakit dari orang tua terhadap anak keturunannya, hal ini
diperbolehkan. Misalnya, kondisi terancamnya jiwa si ibu bila ia mengandung atau
melahirkan bayi, si bayi dikhawatirkan terkena penyakit berat yang berujung
kematian. Kebolehan dalam kasus ini berdalil dengan kaidah fikih, "Keadaan darurat
itu membolehkan hal-hal yang dilarang."

Sebab syariat Islam, sebagaimana dikatakan umumnya para ulama, diturunkan dalam
rangka menjaga kemaslahatan ad diin (agama), an nafs (jiwa), al aql (akal), an nasl
(keturunan), dan al maal (harta). Sedangkan Imam Al Qarrafi menambahkan; juga
menjaga al irdh (kehormatan).

Oleh karena itu, semua pintu yang mengarah pada ancaman kepada hal-hal di
atas, maka Islam menuntup pintu itu rapat-rapat. Ancaman kepada hal-hal ini adalah
kondisi Adh Dharuurah (darurat), yang mesti dicarikan solusinya, meskipun dengan
cara yang sebenarnya terlarang.
Hal ini dibolehkan berdasarkan nash-nash Alquran dan As Sunnah yang begitu
banyak. Oleh karena itu, para ulama membuat kaidah:
1. Adh Dharuuriyah Tubiihul Mahzhurah Keadaan darurat membuat hal yang
terlarang menjadi boleh
2. Irtikaab Akhafu dhararain Menjalankan bahaya yang lebih ringan di antara dua
bahaya

Maka, upaya sterilisasi dalam rangka menjaga kehidupan dan jiwa si ibu, adalah
perkara yang dibolehkan oleh syara, jika memang itulah jalan yang mesti ditempuh
sebagaimana rekomendasi dokter ahli yang terpercaya.

 HUKUM KECANTIKAN DALAM ISLAM

definisi cantik menurut Islam terdapat pada Q.S Al-'Araf ayat 26 yang artinya :
"wahai anak cucu adam! Sesungguhnya kami telah menyediakan pakaian untuk
menutupi auratmu dan perhiasan bagimu. Tetapi, pakaian takwa, itulah yang lebih
baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka
ingat."

Demikian cerminan pribadi Muslimah salehah. Maka itu, bila telah terbangun niat
untuk mempercantik diri secara lahiriah, hendaknya juga melandasinya dengan
meningkatkan kecantikan batiniah, dengan tawakal, iman dan akhlak mulia.

PENGERTIAN SULAM ALIS

Kata “sulam” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah n bordir; suji; tekat.
Sedangkan menyulam v artinya membordir.105 Dalam bahasa Arab sulam adalah ُ‫ِّز ط‬
‫ ز الث نوب ط نر‬106 ‫ ط نر ز ي‬, ُ ‫ نر‬menyulam/membordir baju.107 Begitu juga dalam
kamus al-Munawwir ‫ ط ننر ز الث ننوب‬diartikan membordir, menyulam.108 Maksud
sulam dengan kalimat tersebut dikonotasikan untuk perbuatan menyulam atau
membordir pakaian. Sedangkan alis adalah bulu di dahi di atas mata; kening
(bentuknya indah seperti semut beriringan).
Sulam alis secara terminolog diartikan sebagai proses aplikasi tinta yang berfungsi
untuk mengisi bagian-bagian alis yang kosong, menyisipkannya diantara rambut alis
dan membuatnya terlihat lebih tebal sekaligus alami.109 Teknik sulam alis
menggunakan alat khusus (embriodery pen) yang menghasilkan garis salur-salur di
bagian kulit luar (epidermis). Alat tersebut berupa pena unik dilengkapi motor
penggerak didalamnya dengan kecepatan tinggi untuk menggambar alis sesuai dengan
yang diinginkan.
Praktek sulam alis yang dalam proses pembuatannya melakukan pencabutan atau
mencukur alis terlebih dahulu, dilarang oleh Allah Swt dan Rasulnya. Bahkan Allah
melaknat siapa saja yang mentato dan yang memintanya untuk ditato, mencabut alis
mata dan yang memintanya untuk dicabut, kedua-duanya dilaknat baik yang dicabuti
maupun yang mencabuti (subjek dan objek). Pelarangan tersebut disandarkan kepada
hadis Rasululllah saw yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Mas’ud mengatakan:
“Allah Swt melaknat wanita-wanita yang mencabut bulu alisnya”.
dapat dipahami bahwa mencabut bulu di wajah (alis) termasuk perbuatan merubah
ciptaan Allah swt yang disejajarkan dengan pengebirian terhadap binatang, tato,
menyambung rambut dan merenggangkan gigi. Perbuatan tersebut termasuk
perbuatan syaitan yang dilarang dalam agama Islam. Syaikh Utsaimin dalam
fatwanya menyatakan, menipiskan rambut alis apabila dengan cara mencabutnya
maka hukumnya haram bahkan termasuk salah satu dari dosa-dosa besar karena hal
tersebut termasuk pada ‘nimash}’ yang mana Rasulullah SAW telah melaknat orang
yang melakukannya.
nimas dengan berbagai bentuknya yang terdapat dalam hadis, maka ada beberapa
pendapat:
1. Menurut Ibnu Hajar ‘Asqalani, kata ‫ نمن‬yaitu menghilangkan bulubulu di wajah
menggunakan minqasy (alat yang bisa digunakan mengukir). Dikatakan nimas}
khusus pada perbuatan menghilangkan
rambut kedua alis baik meninggikan atau meluruskannya. Sedangkan ُ ‫ص ة ِّ ت ن م ُ الم‬
artinya “Perempuan-perempuan yang mencabut alisnya.”
2. Menurut Nawawi, memaknai lafazh ‫ امصننات ّ الن‬yaitu orang yang menghilangkan
bulu pada wajah. Adapun ‫ المتنم ( ّ صننننات‬a l mutanammis} a>t ) adalah orang yang
meminta dilakukannya hal itu. Perbuatan ini haram, kecuali bila tumbuh bulu pada
wajah wanita, misalnya tumbuh jenggot atau kumis maka tidak haram dihilangkan,
bahkan menurut kami bahwa itu dianjurkan. Larangan yang dimaksud dalam hadis
tersebut terkait dengan bulu alis dan bulu-bulu pada ujung-ujung wajah.
3. Sementara Abu Daud memaknai lafaz ‫ نات امصن ّ الن‬adalah orang yang mencabut
atau mengerik rambut alisnya hingga terlihat tipis, sedangkan ‫نات ّ متنم‬00‫ ال ص‬adalah
orang yang minta dicabut rambut alisnya (objek)
Jadi kesimpulannya Sulam Alis Termasuk kedalam Dosa Besar
Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya Al-Kabair, demikian pula Al-Haitami dalam
kitabnya Az-Zawajir ‘an Iqtiraf Al-Kabair menyebutkan bahwa salah satu diantara
dosa yang masuk daftar dosa besar adalah mencukur atau menipiskan bulu alis.

PENGERTIAN MEWARNAI RAMBUT

Mewarnai dalam bahasa Arab adalah ‫ الخضاب‬Kata Khiḍāb adalah bahan pewarna.
Dan dimaksud disini adalah bahan untuk mewarnai uban dan sebagian anggota tubuh
luar perempuan dengan inai dan sebagainya.14 Maksudnya merubah warna uban dan
jenggot.
Rambut adalah salah satu dari sekian banyak karunia allah SWT bagi manusia yang
sangat bernilai dan harus disyukurinya. karena Allah menyukai keindahan dan
kesyukurannya. Selain berfungsi sebagai mahkota (perhiasan), rambut juga berfungsi
sebagai pelindung terhadap macam-macam rangsang fisik, seperti panas, dingin,
udara kering, kelembapan, sinar dan lain-lain

Dalam al-Fiqh al-Manhaji ‘ala al-Mazhab al-Syafi’i, dijelaskan bahwa mewarnai


rambut kepala atau jenggot dengan warna hitam untuk mengaburkan uban yang
berwarna putih, hukumnya haram. Sementara, mewarnai dengan selain hitam seperti
kuning atau merah malah justru dianjurkan.
Dalilnya adalah hadis riwayat Imam Muslim, dari Jabir bin Abdillah Ra., beliau
berkata,
‫يء‬00‫ذا بش‬00‫ َغيِّرُوا ه‬:‫ فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬،‫ ورأسه ولحيته كالثغامة بياضا‬،‫أتي بأبي قحافة يوم الفتح‬
‫واجتنبوا السواد‬
“Abu Quhafah, ayah Abu Bakar, tiba bersama (orang-orang) di Hari Kemenangan
(yaum al-Fath, masuknya kembali umat Islam ke kota Mekkah). Rambut dan
jenggotnya layaknya tanaman al-tsaghaamah (jenis rumput berdaun putih) yang
berwarna putih. Lalu Rasulullah Saw. bersabda: “Ubahlah dengan warna lain tapi
jauhi warna hitam!”
disebutkan bahwa mengubah warna rambut tidak dengan warna hitam karena itu
menyerupai kebiasaan orang Yahudi.
Larangan mewarnai rambut yang disebutkan dalam hadis adalah menyemir dengan
warna hitam.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫اص ِل ْال َح َم ِام الَ يَ ِريحُونَ َرائِ َحةَ ْال َجنَّ ِة‬ ِ ‫يَ ُكونُ قَوْ ٌم يَ ْخ‬
ِ ‫ضبُونَ فِى آ ِخ ِر ال َّز َم‬
ِ ‫ان بِالس ََّوا ِد َك َح َو‬
Akan ada sekelompok kaum di akhir zaman, yang mereka menyemir rambutnya
dengan warna hitam. Seperti bulu tembolok merpati. Mereka tidak mendapatkan bau
surga. (HR. Abu Daud 4214 dan dishahihkan al-Albani)

Sementara, selain warna hitam diperbolehkan karena itu lebih menunjukkan kalau
seseorang tersebut memang mewarnai rambutnya. Tapi kalau hitam, boleh jadi orang
mengira rambutnya masih hitam seluruhnya. Padahal kenyataannya ia sudah
memutih.
Jadi Hukumnya adalah boleh. Kenapa?
Sebab, tidak ada larangan dalam syariat Islam, baik dalam Alquran maupun hadits
yang melarang mewarnai rambut dengan coklat, merah, biru, hijau, kuning, pink,
ungu, orange, putih, dan sebagainya.
Namun, jika dilihat dari manfaat, faedah dan maslahatnya, mewarnai rambut yang
bertujuan untuk gaya-gayaan dan biar terlihat stylish, bukan untuk menghilangkan
uban sebagaimana dianjurkan Nabi Muhammad SAW, rasa-rasanya banyak mudarat
dan keburukannya.
Jadi, sebaiknya dihindari saja ya. Kecuali misalnya Anda sudah bersuami-istri dan
salah satu pasangan ingin rambutnya dicat dengan tujuan membahagiakan dan
hubungan rumah tangga semakin harmonis-bergairah, maka diperbolehkan.

HUKUM BEHEL GIGI MENURUT ISLAM


Hukum memakai behel dalam islam sebenarnya bergantung kepada tujuannya.
Apakah untuk alasan kesehatan atau hanya sebatas mempercantik penampilan. Jika
pemakaian behel atau kawat gigi dilakukan semata-mata hanya untuk memperindah
penampilan maka hukumnya haram dalam islam.
Hukum asalnya merubah sesuatu yang Allah ciptakan pada diri seseorang adalah
dilarang, berdasarkan firman Allah,
َ ‫َوألَ ُم َرنَّهُ ْم فَلَيُ َغيِّر َُّن خَ ْل‬
ِ‫ق هللا‬
“Dan akan aku (setan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar
mereka meubahnya.” (QS. An-Nisa: 119)
Memperbaiki gigi ini dibagi menjadi dua kategori:Pertama, jika tujuannya supaya
bertambah cantik atu indah, maka ini hukumnya haram. Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam melaknat wanita yang menata giginya agar terlihat lebih indah yang merubah
ciptaan Allah. Padahal seorang wanita membutuhkan hal yang demikian untuk
estetika (keindahan), dengan demikian seorang laki-laki lebih layak dilarang daripada
wanita.
Kedua, jika seseorang memperbaikinya karena ada cacat, tidak mengapa ia
melakukannya. Sebagian orang ada suatu cacat pada giginya, mungkin pada gigi
serinya atau gigi yang lain. Cacat tersebut membuat orang merasa jijik untuk
melihatnya. Keadaan yang demikian ini dimaklumi untuk membenarkannya.

1. DI HARAMKAN
haram apabila dilakukan dengan tujuan untuk menambahkan kecantikan, menata gigi
agar terlihat lebih indah. Maka hal ini termasuk merubah ciptaan Allah Ta’ala. Dan
Allah melaknat wanita yang menata giginya demi urusan estetika semata. Begitupun
dengan laki-laki juga tidak diperbolehkan.
2. DI PERBOLEHKAN
Tidak selamanya memakai behel dianggap haram. Apabila hal tersebut dilakukan atas
dasar yang jelas, misalnya untuk urusan medis. Dimana si pasien kondisi gigi pasien
yang berantakan menganggu proses makan, atau mungkin ada infeksi bakteri,
berlubang atau sejenisnya. Maka diperbolehkan memasang kawat gigi demi
kesehatannya. Perbuatan tersebut dianggap sebagai proses pengobatan sehingga
hukumnya mubah (diperbolehkan).

HUKUM IMPLANT DENTAL


MENURUT ISLAMSEJARAH IMPLANT DENTAL

Gigi implan sendiri mulai digunakan di Indonesia pada tahun 2000 dan kemudian
mulai banyak dikenal masyarakat dengan bantuan dunia internet khususnya karena
proses penanaman gigi juga terbilang cukup cepat. Apabila ditelusuri pada dunia
fiqih, pertanyaan yang muncul adalah apakah dasar hukum Islam mengenai tanam
gigi yang nantinya akan menjadi gigi permanen tersebut diperbolehkan atau tidak.
Memang masih sangat sedikit orang yang mempertanyakan mengenai detail masalah
tanam gigi ini. Dalam fatwa tarjih tahun 2005 sudah memberi pernyataan jika hukum
gigi palsu adalah mubah sebab ini tergolong dalam pekerjaan muamalah yang tidak
terdapat nash sarih yang membahas tentang masalah ini. Inilah yang menyebabkan
kaedah ushul al ashlu fii asy’yaa’a al ibaaha digunakan dalam urusan tanam gigi
anam gigi dalam Islam diperbolehkan asalkan tidak berlebihan dan tidak untuk gaya
saja. Apabila tanam gigi dilakukan untuk berhias, maka hukumnya menjadi haram.
Begitu pun dengan gigi sehat yang sengaja dicabut untuk menanam gigi. Semua umat
muslim harus lebih banyak bersyukur dengan Allah SWT atas segala tujuan
penciptaan manusia dan juga nikmat gigi dengan menjaganya tanpa harus mencabut
untuk keperluan berhias sehingga minimal hukumnya adalah makruh.
Apabila ada gigi yang patah dan ingin dilakukan penanaman atau penambahan gigi,
maka hal tersebut tidak menjadi masalah asalkan bahan gigi tersebut terbuat dari
bahan tambang yang diperboolehkan namun tidak dengan emas yang memang harus
dihindari laki laki kecuali jika keadaan memang darurat.
Demikian penjelasan terkait bagaimana hukumnya melakukan tanam gigi menurut
Islam berdasarkan dalil Al-Quran dan Al-Hadits. Semoga

PENGERTIAN DONOR DARAH

Donor darah adalah suatu kegiatan pemberian atau sumbangan darah yang dilakukan
oleh seseorang secara sengaja dan sukarela kepada siapa saja yang membutuhkan
transfusi darah. Transfusi darah adalah memanfaatkan darah manusia dengan cara
memindahkannya dari tubuh orang yang sehat kepada tubuh orang yang
membutuhkannya, untuk mempertahankan hidupnya/menyelamatkan jiwanya.
Manusia tidak dapat hidup tanpa darah karena semua jaringan tubuh memerlukan
darah. Otak manusia membutuhkan darah yang mencukupi dan teratur. Jika tidak
menerima darah dalam tempo lebih dari empat menit, maka sel otak akan mati. Salah
satu manfaat donor darah adalah bahwa darah dari pendonor dapat menyelamatkan
jiwa orang lain secara langsung.

Pada dasarnya, darah yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk najis menurut
hukum Islam. Maka agama Islam melarang mempergunakannya, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Keterangan tentang haramnya mempergunakan darah,
terdapat pada beberapa ayat yang dalalahnya shahih. Antara lain berbunyi:
·         ‫ير َو َما أُ ِه َّل لِ َغي ِْر هللاِ بِ ِه‬ ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ‬
ِ ‫نز‬ ْ ‫… ُح ِّر َم‬
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[*], daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah … [Q.S. al-Maidah (5): 3].
[*] Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surah al-An‘am
(6) ayat 145.

Tetapi bila berhadapan dengan hajat manusia untuk mempergunakannya dalam


keadaan darurat, sedangkan sama sekali tidak ada bahan lain yang dapat dipergunakan
untuk menyelamatkan nyawa seseorang maka najis itu boleh dipergunakannya hanya
sekedar kebutuhan untuk mempertahankan kehidupan; misalnya seseorang menderita 
kekurangan darah karena kecelakaan, maka hal itu dibolehkan dalam Islam untuk
menerima darah dari orang lain, yang disebut “transfusi darah”. Hal tersebut, sangat
dibutuhkan (dihajatkan) untuk menolong seseorang dalam keadaan darurat,
sebagaimana firman Allah swt dalam surah al-Baqarah (2) ayat 173, yang artinya:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan
binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa
dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya” …

Anda mungkin juga menyukai