3. Menurut pendapat agama Nasrani, bahwa mereka tidak memandang apa-apa atas
diri orang-orang perempuan yang sedang menstruasi, suka dan biasa
mencampurinya perempuan-perempuan yang sedang berkain kotor.
2.2.2 HADIS
Boleh jadi pandangan tersebut lahir dari interpretasi hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud melalui ‘Ali bin Abi Thalib yang menyatakan,
“Barang siapa yang mengabaikan satu bagian dari tempat tumbuhnya rambut saat
mandi junub sehingga tidak terkena air, maka Allah akan memperlakukannya begini
dan begini di neraka.” Riwayat ini disamping memiliki kelemahan dalam sanadnya
juga tidak berbicara tentang rambut yang dipotong atau bahkan “tempat tumbuhnya
rambut”.
Boleh jadi pandangan ini timbul dari adanya kewajiban untuk memandikan
seluruh anggota tubuh. Rambut yang rontok atau kuku yang dipotong dan terbuang,
maka ia tidak termandikan lagi, dan karena itu mereka melarangnya. Mengenai hal ini
tidak ada alasan keagamaan untuk pandangan ini, baik dari al- Qur’an maupun hadits
Nabi Saw. Boleh jadi yang melarangnya menduga bahwa badan manusia menjadi
najis saat dia dalam keadaan junub.
Boleh jadi juga pandangan ini timbul dari adanya kewajiban untuk
memandikan seluruh anggota tubuh. Rambut yang rontok atau kuku yang dipotong
dan terbuang, maka ia tidak termandikan lagi, dan karena itu mereka melarangnya,
mereka mungkin menduga bahwa badan manusia menjadi najis saat dia dalam
keadaan junub.
2.2.3 HUKUM MAKRUH
Tidak terdapat riwayat yang melarang wanita haid untuk memotong kuku
maupun rambut. Demikian pula, tidak terdapat riwayat yang memerintahkan agar
rambut wanita haid yang rontok utnku di cuci bersamaan dengan mandi paska haid.
Bahkan sebaliknya, terdapat riwayat yang membolehkan wanita haid untuk menyisir
rambutnya. Padahal, tidak mungkin ketika wanita yang menyisir rambutnya, tidak ada
bagian rambut yang rontok. Disebutkan dalam shahih Bukhari, bahwa ketika Aisyah
mengikuti haji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesampainya di Mekkah
beliau haid. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Hadis ini menunjukkan bahwa rambut rontok atau potong kuku ketika haid
hukumnya sama dengan kondisi suci. Artinya, tidak ada kewajiban untuk
memandikannya bersamaan dengan mandi haid. Jika hal ini disyariatkan, tentu Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam akan jelaskan kepada Aisyah agar membawa rambutnya
dan memandikannya bersamaan dengan mandi haidnya.
ْ ت َحتَّى ت
َطه ُِري ِ ا ْف َعلِي َما يَ ْف َع ُل ال َحا َّج َغي َْر أاَّل تَطُوفِي بِالبَ ْي
“Lakukanlah segala yang dilakukan oleh orang yang berhaji. Hanya saja,
engkau tidak boleh thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.” (HR.Bukhari)
Adapun kewajiban lainnya, seperti sa’i antara Shafa dan Marwa, wukuf di
Arafah, bermalam di Muzdalifah dan Mina, melempar jumrah dan amalan haji serta
umrah. Dan selain itu tidak diharamkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ammi Nur Baits (2011). Bolehkah Memotong Kuku atau Rambut ketika Haid?. From
http://www.konsultasisyariah.com/bolehkah-memotong-kuku-atau-rambut-ketika-
haid/#axzz27iGfy0xg, 25 September 2012.
M Quraish Shihab (2010). M Quraish Shihab: Larangan Bagi yang Sedang
Menstruasi. From http://blog.its.ac.id/syafii/2010/08/11/m-quraish-shihab-larangan-
bagi-yang-sedang-menstruasi/, 25 September2012.
Nadhiva Zahra (2012). Hal-Hal yang Dilarang Ketika Haid 1. From
http://isykarima.com/coretan-pena/muslimah/388-hal-hal-yang-dilarang-ketika-haid-
1.html, 25 September 2012.
PERNIKAHAN
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu, menurut istilah lain
juga dapat berarti ijab kobul’
akad nikah mengharuskan perhubungan sepasang manusia yang diucapkan oleh kata
kata yang di tujukan untuk melanjutkan kepernikahan sesuai peraturan yang di
wajibkan oleh islam. Kata zawaj digunakan dalam al quran artinya adalah pasangan
yang dalam penggunanya juga dapat diartikan sebagai pernikahan Allah SWT
menjadikan manusia berpasangan QS,An_nisa ayat 1
Tujuan dan hikmah pernikahan
a. melaksanakan sunah rasul
b. memenuhi tuntunan naluri manusia yang asasi
c. menyempurna agama
d. menguatkan ibadah sebagai benteng kokoh ahlak manusia
e. memperoleh ketenangan
f. memperoleh keturunan
g. investasi di akhirat
Rukun nikah
PERNIKAHAN DINI
Istilah pernikahan dini atau pernikahan muda ini sebenarnya tidak dikenal dalam
kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) tetapi yang lebih popular adalah pernikahan di
bawah umur yaitu pernikahan pada usia dimana seseorang tersebut belum mencapai
dewasa. Umumnya pernikahan ini dilakukan oleh pemuda dan pemudi yang belum
mencapai taraf ideal untuk melangsungkan suatu pernikahan. Bisa dikatakan mereka
belum mapan secara emosioal, financial, serta belum siap secara fisik dan psikis.
Kesiapan pernikahan dini dalam tinjauan fikih
dilihat dari hukum umum, maka kewajiban dalam memenuhi syarat persiapan
pernikahan ditinjau dari fikih pernikahan maka setidaknya diukur dalam tiga hal
yakni.
1.Kesiapan ilmu
kesiapan ilmu adalah kesiapan pemahaman dalam hukum sebelum menikah seperti
hukum khitbah atau melamar, hukum pada saat menikah seperti syarat dan rukun akad
nikah dan juga kehidpan setelah menikah yakni hukum nafkah talak seperti ruju
2.Kesiapan materi
yang dimaksud kesiapan materi terdiri atas dua jenis yakni harta sebagai mahar atau
maskawin dan juga harta sebagai kewajiban laki laki setelah menikah yakni nafkah
suami pada istri untuk memenuhi segala kebutuhan primer,sandang,pangan dan
papan.
3. Kesiapan fisik
keesiapan fisik khususnya untuk laki laki adalah bisa menjalani tugasnya sebagai
seorang laki laki alias tidak impoten.
Hukum pernikahan dini untuk menghindari maksiat
sebagai seorang muda yang mungkin tidak bisa menjaga dirinya dan dikhawatirkan
bisa terjerumus kedalam perbuatan maksiat yakni ZINA DALAM ISLAM. Maka
pernikahan dini hukumnya berubah dari sunah menjadi wajib untuk
menghindarkan orang tersebut dari perbuatan dosa sesuai dengan kaidah syarat.
hukum pernikahan yang menjadi wajib ini berati orang tersebut harus sanggup
melakukan dua kewajiban yakni menuntut ilmu dan menikah meskipun terasa
sulit diakukan secara bersamaan.
Pernikahan dini memiliki dampak yang cukup berbahaya bagi yang melakukannya
baik pria ataupun bagi wanita, dan dalam berbagai aspek seperti kesehatan, psikologi,
dan mental. Walaupun pernikahan usia dini ini memiliki dampak positif, namun
dibandingkan dengan faktor negatifnya tentu sangat tidak seimbang.Ada berbagai
alasan yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini, terkadang tidak di sengaja atau
yang sudah di rencanakan, berikut adalah alasannya.
Faktor Ekonomi, faktor ekonomi menyebabkan orang tua menikahkan anaknya pada
pria/keluarga yang lebih mapan atau hanya untuk mengurangi biaya hidup sehari
Perjodohan, mungkin faktor ini sudah sangat kecil yang menyebabkan pernikahan
dini, namun beberapa kasus terutama di desa dan kampung, ini masih terjadi
Faktor adat, pernikahan usia muda terjadu karena orang tuanya takut anaknya
dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.
Faktor Ekonomi, faktor ekonomi menyebabkan orang tua menikahkan anaknya pada
pria/keluarga yang lebih mapan atau hanya untuk mengurangi biaya hidup sehari
Perjodohan, mungkin faktor ini sudah sangat kecil yang menyebabkan pernikahan
dini, namun beberapa kasus terutama di desa dan kampung, ini masih terjadi
Faktor adat, pernikahan usia muda terjadu karena orang tuanya takut anaknya
dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.
Dalam hukum Islam memakan petai dan jengkol memang tidak dijelaskan secara
terperinci. Namun mengenai hukum memakannya (dari beberapa sumber disebutkan)
dapat disamakan dengan hadist yang menerangkan perkara memakan bawang putih
dan merah yang keduanya memiliki aroma yang tajam.
Dalam islam, kita mengenal sebagian makanan atau minuman yang dilarang karena
bersifat haram, ada juga yang bersifat makruh hukumnya dan ada juga yang sifatnya
halalan thayyiban. Seperti halnya jengkol dan petai ini. Sebenarnya jenis makanan ini
tidak pernah disebutkan secara jelas dalam Al-Quran maupun dalam Hadits.
Akan tetapi dalam permasalahan jengkol dan petai, yang kadang meninggalkan bau di
mulut (para ulama menyamakan) sama halnya dengan bawang merah, bawang putih,
dan durian. Tersebut dalam hadits Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam :
“من أكل من هذه:عن أبي سعيد الخدري رضي هللا عنه في فتح خيبر أن النبي صلى هللا عليه وعلى آله وسلم قال
لم00ه وس00لى هللا علي00بي ص00ك الن00 فبلغ ذل، حرمت، حرمت: فقال الناس،”الشجرة الخبيثة شيئا ً فال يقربنا في المسجد
ولكنها شجرة أكره ريحها، “أيها الناس إنه ليس بي تحريم ما أحل هللا لي:فقال
“Dari Abi Sa’id al Khurdry ketika penaklukan Khaibar, Nabi Muhammad saw
bersabda : ‘Siapa yang memakan dari pohon yang bau ini (bawang merah dan bawang
putih) maka janganlah mendekati masjid.’ Orang-orang pun langsung bercerita-cerita
tentang sabda nabi ini, mereka mengatakan : ‘Diharamkan, diharamkan.’ Hingga
sampailah isu ini ke Rasulullah SAW, maka beliau bersabda : ‘Wahai umat manusia,
sesungguhnya saya tidak mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, akan tetapi
pohon ini, aku tidak suka baunya,” (H.R Muslim).
Dari hadits diatas, jelaslah bahwa bawang merah dan bawang putih tidaklah dilarang.
Akan tetapi nabi tidak menyukai baunya saja, karena dapat mengganggu kenyamanan
orang yang berada sekitar kita, sehingga nabi melarang orang yang memakannya
(yang masih dalam keadaan bau mulutnya) untuk masuk mesjid, karena baunya itu
bisa saja mengganggu kehusyu’an orang yang sedang melaksanakan shalat.
Hadis tersebut bisa dibawa ke persamaan kepada segala sesuatu yang berbau tidak
sedap (dalam hal ini petai dan jengkol) yang bisa menganggu orang yang sedang
shalat atau yang sedang beribadah lainnya. Namun jika seseorang sebelum ke masjid
memakai sesuatu yang bisa mencegah bau yang tidak sedap tersebut dari dirinya
seperti memakai pasta gigi dan lainnya, maka tidak ada larangan baginya setelah itu
untuk menghadiri masjiD.
Perihal tidak diperbolehkannya bagi mereka yang memakannya untuk masuk masjid,
adalah apabila baunya masih tercium dan dapat mengganggu kecuali bila sudah tidak
tercium baunya maka boleh.
Akan tetapi ada yang memakruhkannya dengan alasan, baunya memberi mudharat
kepada orang lain karena Nabi sangat menganjurkan agar kita selalu menjaga
kenyamanan dan jangan pernah mengganggu orang lain.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda,
اع فَأ َ ْكلُهُ َح َرا ٌم ٍ ُكلُّ ِذي نَا
ِ َب ِم ْن ال ِّسب
“Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR.
Muslim no. 1933)
Yang dimaksud memiliki taring di sini adalah taring tersebut digunakan untuk
menyerang manusia dan harta mereka, seperti singa, macan, macan tutul dan serigala.
Inilah yang dimaksud memiliki taring di sini menurut jumhur (mayoritas ulama).
Sedangkan Imam Abu Hanifah berpandangan bahwa setiap pemakan daging
(karnivora) disebut “بع00”س (binatang buas). Yang termasuk binatang buas menurut
beliau yaitu gajah, hyena, yarbu’ (hewan pengerat semacam tikus). Hewan-hewan
tersebut haram dimakan.
Adapun Imam Syafi’i berpendapat bahwa binatang buas yang haram dimakan adalah
yang menyerang manusia seperti singa, serigala dan macan..
HUKUM RESTORAN TANPA SERTIFIKAT HALAL
Pengertian Halal
Halal adalah segala objek atau kegiatan yang diizinkan untuk digunakan atau
dilaksanakan, dalam agama islam.
Lalu bagaimana hukumnya jika kita makan di restoran tanpa sertifikat halal? Pada
asalnya segala sesuatu adalah mubah, kecuali ada dalil dan bukti yang menunjukkan
keharamannya.
Pengertian Mubah
Mubah adalah sebuah status hukum terhadap suatu aktivitas dalam dunia Islam.
Aktivitas yang berstatus hukum Mubah boleh untuk dilakukan, bahkan lebih condong
kepada dianjurkan, tetapi tidak ada janji berupa konsekuensi berupa pahala
terhadapnya.
Apa-apa yang Allah SWT haramkan itu sudah jelas, Allah SWT berfirman:
َ 0ا أَ َك00 ةُ َو َم0ةُ َوالنَّ ِطي َح0َير َو َما أُ ِه َّل لِ َغي ِْر هَّللا ِ بِ ِه َو ْال ُم ْن َخنِقَةُ َو ْال َموْ قُو َذةُ َو ْال ُمتَ َر ِّدي
ل0 ِ ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِز
ْ حُرِّ َم
ب
ِ ص ُ َّ اَّل
ُ ُّال َّسبُ ُع إِ َما َذك ْيتُ ْم َو َما ذبِ َح َعلَى الن
Artinya: “Hari ini dihalalkan yang baik-baik untukmu dan begitu juga makanan
orang-orang yang pernah diberi kitab (Ahli Kitab) adalah halal untukmu , dan
sebaliknya makananmu halal buat mereka.” (QS. Al-Maidah Ayat : 5)
Ibnu Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Said bin Jubair, Ikrimah, Atho’, Al Hasan Al
Bashri, An Nakho’i, dan As Sa’di, Muqotil bin Hayyan menafsirkan maksud
“makanan orang-orang yang pernah diberi kitab” pada ayat di atas adalah sembelihan
mereka. Dan hal ini termasuk yang disepakati oleh para ulama [Tafsir Ibnu Katsir, Juz
3 Hal 40].
Sejatinya kehalalan suatu makanan bukan hanya dari bahan makanan tersebut, bisa
jadi bahan – bahannya halal tapi alat memasaknya terkontaminasi dengan bahan
haram, atau bahan makanannya masuk ke kategori halal tapi cara pemotongan atau
penyajiannya haram.
Pada dasarnya pembuahan yang alami terjadi dalam rahim melalui cara yang
alami pula yaitu dengan hubungan seksual. Akan tetapi pembuahan alami ini
terkadang sulit terwujud, misalnya karena rusaknya atau tertutupnya saluran indung
telur (tuba Fallopii) yang membawa sel telur ke rahim, atau karena sel sperma suami
lemah sehingga tidak mampu menjangkau rahim istri. Karena hambatan ini dapat
menyebabkan tidak adanya kelahiran dan menghambat suami istri untuk mendapatkan
anak.
Dengan pesatnya kemajuan ilmu dan teknologi, kini banyak teknologi-
teknologi yang mampu menciptakan bermacam-macam produk hasil teknologi yang
berkualitas termasuk dalam bidang kedokteran. Salah satu hasil di bidang ini, adalah
dengan telah ditemukannya cara-cara baru dalam memproduksi manusia yang dalam
istilah kedokteran disebut dengan istilah bayi tabung, cara ini dapat mengatasi
permasalahan yang dialami oleh suami istri yang sulit mendapatkan keturunan
Apabila ditinjau dari segi sperma, dan ovum serta tempat embrio
ditransplantasikan, maka bayi tabung dapat dibagi menjadi 8 (delapan) jenis
yaitu:
Praktik bayi tabung membuka peluang pula bagi didirikannya bank - bank sperma.
Pasangan yang mandul bisa mencari benih yang subur dari bank -bank tersebut.
Bahkan orang bisa menjual belikan benih - benih itu dengan harga yang sangat mahal
misalnya karena benih dari seorang pemenang Nobel di bidang kedokteran,
matematika, dan lain-lain. Praktek bank sperma adalah akibat lebih jauh dari teknik
bayi tabung. Kini bank sperma malahmenyimpannya dan memperdagangkannya
seolah-olah benih manusia itu suatu benda ekonomis.
Bayi tabung / inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan
ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain
termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), maka Islam
membenarkan, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikkan ke
dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar
rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri. Sebaliknya,
kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan /atau ovum,
maka diharamkan, dan hukumnya sama dengan zina (prostitusi). Dan sebagai akibat
hukumnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan
dengan ibu yang melahirkannya.
2. Hadits Nabi :“
“Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir
menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istriorang
lain)’’.
(Hadits riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan Hadits ini dipandang sahih oleh
Ibnu Hibban)
Dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung dengan sperma dan ovum
dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh). Sebab, ini
termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama. Namun, para ulama
melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri yang
dititipkan di rahim perempuan lain. "Itu hukumnya haram," papar MUI dalam
fatwanya. Karena di kemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah yang
rumit dalam kaitannya dengan warisan.
Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari
sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya
haram. "Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam
kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam hal kewarisan," tulis fatwa
itu. Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak
berasal dari pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam fatwanya secara tegas
menyatakan hal tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan
hubungan kelamin antar lawan jenis di luar penikahan yang sah alias zina.
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini
dalam forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada
tiga keputusan yang ditetapkan ulama NU terkait masalah bayi tabung.
Pertama, apabila mani yang ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wanita
tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung
hukumnya haram. Hal itu didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan
Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada dosa yang lebih besar
setelah syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang
lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim perempuan yang
tidak halal baginya”.
Kedua, apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi
cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. “Mani
muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak
dilarang oleh syara”, papar ulama NU dalam fatwa itu. Terkait mani yang
dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum dari
Kifayatul Akhyar II/113. "Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan
spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut
diperbolehkan, karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan
untuk bersenang-senang” Ketiga, apabila mani yang ditabung itu mani suami-
istri dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukan ke dalam
rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).
Dalil syar‟i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40
malam
adalah hadits Nabi Saw berikut:
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah
mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia
membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya,dagingnya, dan tulang
belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), „Ya Tuhanku, apakah dia
(akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan? ‟Maka Allah kemudian
memberi keputusan…”
[HR. Muslim dari Ibnu Mas‟ud r.a.].
Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw bersabda: “(jika nutfah telah lewat) empat puluh
malam…
Firman Allah SWT: At- Takwii [81]: 8-9). Artinya:
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia
dibunuh.”
(Qs. at-Takwiir [81]: 8-9)
Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua)
hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka
hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi
setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang
usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja‟iz) dan tidak apa-apa.
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin,
ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan
bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan
janinnya sekaligus.Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan
mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah
sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT: Al Ma'idah
Artinya : “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa
yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain.
atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan
seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia
semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan
(membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka
sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat
kerusakan dimuka bumi..” (QS. al-Ma‟idah [5]:32) .
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya
pengobatan.Sedangkan Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat.
Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan
pula
obatnya. Maka berobatlah kalian!”[HR.Ahmad].
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezkinya”
Maka, syariat Islam memandang bahwa hukum aborsi adalah haram kecuali beberapa
kasus tertentu yang insya Allah akan diterangkan.
Tidak ada pernyataan tunggal dalam Kitab Suci Al Qur'an atau dalam perkataan
(hadist/ sunnah) dari Nabi Muhammad SAW, yang memungkinkan aborsi!
Sebaliknya, ada ayat-ayat dalam Kitab Suci Al Qur'an yang jelas terhadap
pembunuhan setiap anak yang belum lahir atau anak, laki-laki atau perempuan,
dengan cara apapun, untuk alasan apapun dan pada setiap tahap kehamilan (Bab 6,
ayat 151, Pasal 17, ayat 31, Bab 5, ayat 31, Pasal 60, ayat 12). Perempuan Muslim
dijelaskan dalam Al-Qur'an Al sebagai (antara lain) orang-orang yang (Bab 60, ayat
12) "tidak membunuh anak-anak mereka." Dalam Islam kita diminta untuk menikah,
hamil dan mempertahankan kehamilan sampai akhir alam sebagai ditetapkan oleh
ALLAH, dan menghasilkan banyak anak.Konsepsi Setiap sah dan setiap kehamilan
yang diinginkan dan ingin. Dalam Islam tidak ada hal seperti “kehamilan yang tidak
diinginkan”. Setiap anak dianggap sebagai karunia besar dari Tuhan.
Islam juga telah menyatakan dengan jelas hak-hak janin, hak untuk hidup dan
perlindungan dari bahaya apapun, hak untuk keturunan, hak untuk dukungan dari
keluarga, hak untuk status hukum dan warisan. Ibnu Taimiyyah, salah satu ulama
besar Islam, mengatakan: "Ini adalah konsensus dari semua fuqaha (ulama terkenal)
bahwa aborsi dilarang." Al Ghazali, seorang ulama besar Islam, menunjukkan bahwa
itu adalah kejahatan untuk mengganggu telur dibuahi dari manusia. Telur yang telah
dibuahi (dasar setiap manusia), yang disebut nutfa AMSHAJJ dalam Al Qur'an,
adalah sepenuhnya dilindungi dan dihormati!. Semua penelitian embrio merusak
bertentangan dengan ajaran Islam! Setiap telur dibuahi mengandung gen, warisan dari
kedua orang tua dengan jenis kelamin yang jelas baik laki-laki atau perempuan! Imam
Malik (seorang sarjana terkenal Muslim) menyatakan, aborsi tidak diperbolehkan
pada setiap tahap kehamilan dari konsepsi. Bukan hanya itu, tetapi hukum Islam
menetapkan hukuman bagi siapa saja melakukan atau membantu dalam aborsi: Al-
Gurrah (uang darah) dibayarkan jika bayi dibatalkan mati. (Pada harga saat ini akan
menjadi sekitar £ 1000) Kendali Diyyah (uang darah, sekitar £ 20.000) dibayarkan
jika bayi dibatalkan hidup
Sterilisasi adalah upaya memandulkan lelaki atau wanita dengan jalan operasi
agar tidak dapat menghasilkan keturunan lagi. Jika kontrasepsi lain hanya bersifat
menunda atau mengatur jarak kehamilan, sterilisasi memang benar-benar
memandulkan.
Ayat ini menekankan pentingnya kualitas keturunan dari keturunan. Jika program KB
ditujukan untuk menjaga kualitas keturunan, tentu hal ini tak menjadi masalah.
Soal pembolehan KB juga didukung ulama Tanah Air dalam konferensi besar
pengurus besar Syuriah Nahdlatul Ulama (NU) pertama yang diselenggarakan di
Jakarta. Para ulama menghukum makruh dalam kasus ini. Jika dengan azl
(mengeluarkan air mani di luar rahim) atau dengan alat yang mencegah sampainya
mani ke rahim seperti kondom, hukumnya makruh. Begitu juga makruh hukumnya
meminum obat untuk menjarangkan kehamilan.
Namun, ternyata tidak semua program KB tersebut disetujui para ulama. Hal
yang menjadi perdebatan ulama adalah KB model sterilisasi. KB jenis ini, baik
vasektomi atau vasligation (sterilisasi untuk laki-laki) maupun tubektomi (sterilisasi
pada wanita), tak disetujui ulama. Dr Shaltut sendiri tidak sepakat jika ada program
sterilisasi yang berlangsung secara permanen. Terkecuali jika memang ada alasan-
alasan serius, seperti menyangkut penyakit keturunan atau penyakit menular yang
membahayakan.
Jadi, sterilisasi baik untuk lelaki atau perempuan pada akhirnya sama saja
dengan abortus yang bisa berakibat kemandulan sehingga yang bersangkutan tidak
lagi mempunyai keturunan. Para ulama menetapkan hukum asalnya adalah
haram.Namun, ada beberapa pengecualian yang bisa membolehkan sterilisasi.
Namun, jika ada uzur-uzur syar'i, seperti dalam keadaan sangat terpaksa untuk
menghindari penurunan penyakit dari orang tua terhadap anak keturunannya, hal ini
diperbolehkan. Misalnya, kondisi terancamnya jiwa si ibu bila ia mengandung atau
melahirkan bayi, si bayi dikhawatirkan terkena penyakit berat yang berujung
kematian. Kebolehan dalam kasus ini berdalil dengan kaidah fikih, "Keadaan darurat
itu membolehkan hal-hal yang dilarang."
Sebab syariat Islam, sebagaimana dikatakan umumnya para ulama, diturunkan dalam
rangka menjaga kemaslahatan ad diin (agama), an nafs (jiwa), al aql (akal), an nasl
(keturunan), dan al maal (harta). Sedangkan Imam Al Qarrafi menambahkan; juga
menjaga al irdh (kehormatan).
Oleh karena itu, semua pintu yang mengarah pada ancaman kepada hal-hal di
atas, maka Islam menuntup pintu itu rapat-rapat. Ancaman kepada hal-hal ini adalah
kondisi Adh Dharuurah (darurat), yang mesti dicarikan solusinya, meskipun dengan
cara yang sebenarnya terlarang.
Hal ini dibolehkan berdasarkan nash-nash Alquran dan As Sunnah yang begitu
banyak. Oleh karena itu, para ulama membuat kaidah:
1. Adh Dharuuriyah Tubiihul Mahzhurah Keadaan darurat membuat hal yang
terlarang menjadi boleh
2. Irtikaab Akhafu dhararain Menjalankan bahaya yang lebih ringan di antara dua
bahaya
Maka, upaya sterilisasi dalam rangka menjaga kehidupan dan jiwa si ibu, adalah
perkara yang dibolehkan oleh syara, jika memang itulah jalan yang mesti ditempuh
sebagaimana rekomendasi dokter ahli yang terpercaya.
definisi cantik menurut Islam terdapat pada Q.S Al-'Araf ayat 26 yang artinya :
"wahai anak cucu adam! Sesungguhnya kami telah menyediakan pakaian untuk
menutupi auratmu dan perhiasan bagimu. Tetapi, pakaian takwa, itulah yang lebih
baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka
ingat."
Demikian cerminan pribadi Muslimah salehah. Maka itu, bila telah terbangun niat
untuk mempercantik diri secara lahiriah, hendaknya juga melandasinya dengan
meningkatkan kecantikan batiniah, dengan tawakal, iman dan akhlak mulia.
Kata “sulam” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah n bordir; suji; tekat.
Sedangkan menyulam v artinya membordir.105 Dalam bahasa Arab sulam adalah ُِّز ط
ز الث نوب ط نر106 ط نر ز ي, ُ نرmenyulam/membordir baju.107 Begitu juga dalam
kamus al-Munawwir ط ننر ز الث ننوبdiartikan membordir, menyulam.108 Maksud
sulam dengan kalimat tersebut dikonotasikan untuk perbuatan menyulam atau
membordir pakaian. Sedangkan alis adalah bulu di dahi di atas mata; kening
(bentuknya indah seperti semut beriringan).
Sulam alis secara terminolog diartikan sebagai proses aplikasi tinta yang berfungsi
untuk mengisi bagian-bagian alis yang kosong, menyisipkannya diantara rambut alis
dan membuatnya terlihat lebih tebal sekaligus alami.109 Teknik sulam alis
menggunakan alat khusus (embriodery pen) yang menghasilkan garis salur-salur di
bagian kulit luar (epidermis). Alat tersebut berupa pena unik dilengkapi motor
penggerak didalamnya dengan kecepatan tinggi untuk menggambar alis sesuai dengan
yang diinginkan.
Praktek sulam alis yang dalam proses pembuatannya melakukan pencabutan atau
mencukur alis terlebih dahulu, dilarang oleh Allah Swt dan Rasulnya. Bahkan Allah
melaknat siapa saja yang mentato dan yang memintanya untuk ditato, mencabut alis
mata dan yang memintanya untuk dicabut, kedua-duanya dilaknat baik yang dicabuti
maupun yang mencabuti (subjek dan objek). Pelarangan tersebut disandarkan kepada
hadis Rasululllah saw yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Mas’ud mengatakan:
“Allah Swt melaknat wanita-wanita yang mencabut bulu alisnya”.
dapat dipahami bahwa mencabut bulu di wajah (alis) termasuk perbuatan merubah
ciptaan Allah swt yang disejajarkan dengan pengebirian terhadap binatang, tato,
menyambung rambut dan merenggangkan gigi. Perbuatan tersebut termasuk
perbuatan syaitan yang dilarang dalam agama Islam. Syaikh Utsaimin dalam
fatwanya menyatakan, menipiskan rambut alis apabila dengan cara mencabutnya
maka hukumnya haram bahkan termasuk salah satu dari dosa-dosa besar karena hal
tersebut termasuk pada ‘nimash}’ yang mana Rasulullah SAW telah melaknat orang
yang melakukannya.
nimas dengan berbagai bentuknya yang terdapat dalam hadis, maka ada beberapa
pendapat:
1. Menurut Ibnu Hajar ‘Asqalani, kata نمنyaitu menghilangkan bulubulu di wajah
menggunakan minqasy (alat yang bisa digunakan mengukir). Dikatakan nimas}
khusus pada perbuatan menghilangkan
rambut kedua alis baik meninggikan atau meluruskannya. Sedangkan ُ ص ة ِّ ت ن م ُ الم
artinya “Perempuan-perempuan yang mencabut alisnya.”
2. Menurut Nawawi, memaknai lafazh امصننات ّ النyaitu orang yang menghilangkan
bulu pada wajah. Adapun المتنم ( ّ صنننناتa l mutanammis} a>t ) adalah orang yang
meminta dilakukannya hal itu. Perbuatan ini haram, kecuali bila tumbuh bulu pada
wajah wanita, misalnya tumbuh jenggot atau kumis maka tidak haram dihilangkan,
bahkan menurut kami bahwa itu dianjurkan. Larangan yang dimaksud dalam hadis
tersebut terkait dengan bulu alis dan bulu-bulu pada ujung-ujung wajah.
3. Sementara Abu Daud memaknai lafaz نات امصن ّ النadalah orang yang mencabut
atau mengerik rambut alisnya hingga terlihat tipis, sedangkan نات ّ متنم00 ال صadalah
orang yang minta dicabut rambut alisnya (objek)
Jadi kesimpulannya Sulam Alis Termasuk kedalam Dosa Besar
Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya Al-Kabair, demikian pula Al-Haitami dalam
kitabnya Az-Zawajir ‘an Iqtiraf Al-Kabair menyebutkan bahwa salah satu diantara
dosa yang masuk daftar dosa besar adalah mencukur atau menipiskan bulu alis.
Mewarnai dalam bahasa Arab adalah الخضابKata Khiḍāb adalah bahan pewarna.
Dan dimaksud disini adalah bahan untuk mewarnai uban dan sebagian anggota tubuh
luar perempuan dengan inai dan sebagainya.14 Maksudnya merubah warna uban dan
jenggot.
Rambut adalah salah satu dari sekian banyak karunia allah SWT bagi manusia yang
sangat bernilai dan harus disyukurinya. karena Allah menyukai keindahan dan
kesyukurannya. Selain berfungsi sebagai mahkota (perhiasan), rambut juga berfungsi
sebagai pelindung terhadap macam-macam rangsang fisik, seperti panas, dingin,
udara kering, kelembapan, sinar dan lain-lain
Sementara, selain warna hitam diperbolehkan karena itu lebih menunjukkan kalau
seseorang tersebut memang mewarnai rambutnya. Tapi kalau hitam, boleh jadi orang
mengira rambutnya masih hitam seluruhnya. Padahal kenyataannya ia sudah
memutih.
Jadi Hukumnya adalah boleh. Kenapa?
Sebab, tidak ada larangan dalam syariat Islam, baik dalam Alquran maupun hadits
yang melarang mewarnai rambut dengan coklat, merah, biru, hijau, kuning, pink,
ungu, orange, putih, dan sebagainya.
Namun, jika dilihat dari manfaat, faedah dan maslahatnya, mewarnai rambut yang
bertujuan untuk gaya-gayaan dan biar terlihat stylish, bukan untuk menghilangkan
uban sebagaimana dianjurkan Nabi Muhammad SAW, rasa-rasanya banyak mudarat
dan keburukannya.
Jadi, sebaiknya dihindari saja ya. Kecuali misalnya Anda sudah bersuami-istri dan
salah satu pasangan ingin rambutnya dicat dengan tujuan membahagiakan dan
hubungan rumah tangga semakin harmonis-bergairah, maka diperbolehkan.
1. DI HARAMKAN
haram apabila dilakukan dengan tujuan untuk menambahkan kecantikan, menata gigi
agar terlihat lebih indah. Maka hal ini termasuk merubah ciptaan Allah Ta’ala. Dan
Allah melaknat wanita yang menata giginya demi urusan estetika semata. Begitupun
dengan laki-laki juga tidak diperbolehkan.
2. DI PERBOLEHKAN
Tidak selamanya memakai behel dianggap haram. Apabila hal tersebut dilakukan atas
dasar yang jelas, misalnya untuk urusan medis. Dimana si pasien kondisi gigi pasien
yang berantakan menganggu proses makan, atau mungkin ada infeksi bakteri,
berlubang atau sejenisnya. Maka diperbolehkan memasang kawat gigi demi
kesehatannya. Perbuatan tersebut dianggap sebagai proses pengobatan sehingga
hukumnya mubah (diperbolehkan).
Gigi implan sendiri mulai digunakan di Indonesia pada tahun 2000 dan kemudian
mulai banyak dikenal masyarakat dengan bantuan dunia internet khususnya karena
proses penanaman gigi juga terbilang cukup cepat. Apabila ditelusuri pada dunia
fiqih, pertanyaan yang muncul adalah apakah dasar hukum Islam mengenai tanam
gigi yang nantinya akan menjadi gigi permanen tersebut diperbolehkan atau tidak.
Memang masih sangat sedikit orang yang mempertanyakan mengenai detail masalah
tanam gigi ini. Dalam fatwa tarjih tahun 2005 sudah memberi pernyataan jika hukum
gigi palsu adalah mubah sebab ini tergolong dalam pekerjaan muamalah yang tidak
terdapat nash sarih yang membahas tentang masalah ini. Inilah yang menyebabkan
kaedah ushul al ashlu fii asy’yaa’a al ibaaha digunakan dalam urusan tanam gigi
anam gigi dalam Islam diperbolehkan asalkan tidak berlebihan dan tidak untuk gaya
saja. Apabila tanam gigi dilakukan untuk berhias, maka hukumnya menjadi haram.
Begitu pun dengan gigi sehat yang sengaja dicabut untuk menanam gigi. Semua umat
muslim harus lebih banyak bersyukur dengan Allah SWT atas segala tujuan
penciptaan manusia dan juga nikmat gigi dengan menjaganya tanpa harus mencabut
untuk keperluan berhias sehingga minimal hukumnya adalah makruh.
Apabila ada gigi yang patah dan ingin dilakukan penanaman atau penambahan gigi,
maka hal tersebut tidak menjadi masalah asalkan bahan gigi tersebut terbuat dari
bahan tambang yang diperboolehkan namun tidak dengan emas yang memang harus
dihindari laki laki kecuali jika keadaan memang darurat.
Demikian penjelasan terkait bagaimana hukumnya melakukan tanam gigi menurut
Islam berdasarkan dalil Al-Quran dan Al-Hadits. Semoga
Donor darah adalah suatu kegiatan pemberian atau sumbangan darah yang dilakukan
oleh seseorang secara sengaja dan sukarela kepada siapa saja yang membutuhkan
transfusi darah. Transfusi darah adalah memanfaatkan darah manusia dengan cara
memindahkannya dari tubuh orang yang sehat kepada tubuh orang yang
membutuhkannya, untuk mempertahankan hidupnya/menyelamatkan jiwanya.
Manusia tidak dapat hidup tanpa darah karena semua jaringan tubuh memerlukan
darah. Otak manusia membutuhkan darah yang mencukupi dan teratur. Jika tidak
menerima darah dalam tempo lebih dari empat menit, maka sel otak akan mati. Salah
satu manfaat donor darah adalah bahwa darah dari pendonor dapat menyelamatkan
jiwa orang lain secara langsung.
Pada dasarnya, darah yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk najis menurut
hukum Islam. Maka agama Islam melarang mempergunakannya, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Keterangan tentang haramnya mempergunakan darah,
terdapat pada beberapa ayat yang dalalahnya shahih. Antara lain berbunyi:
· ير َو َما أُ ِه َّل لِ َغي ِْر هللاِ بِ ِه ِ ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ
ِ نز ْ … ُح ِّر َم
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[*], daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah … [Q.S. al-Maidah (5): 3].
[*] Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surah al-An‘am
(6) ayat 145.