Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HAID

“Disusun gunamemenuhui tugas mata kuliah”

FIQIH IBADAH

DOSEN PEMBIMBING:

HALIM ,M.SY

DISUSUN OLEH:

INTAN ANGGRAINI

Nim : 2010402087

JEPO RIANSA

Nim : 2010402035

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Puji Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya semata, saya dapat menyelesaikan Makalah denganjudul” HAID”.
Salawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para
keluarga,sahabat-sahabatdan pengikut-pengikutnya sampai hari penghabisan.

Semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam
memenuhi tugas dari mata kuliah fiqih ibadah dan semoga segala yang tertuang dalam Makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembacadalam rangka membangun
khasanah keilmuan. Makalah inidisajikankhususdengantujuanuntukmemberi arahandantuntunan
agar yang membacabisamenciptakanhal-hal yang lebihbermakna.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran yang bersifat
membangun kepada para pembaca guna perbaikan langkah-langkah selanjutnya.

Akhirnyahanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua,


karenakesempurnaanhanyamilik Allah SWT semata.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Sungai penuh,september 2021

Kelompok 5
DAFTAR ISI

Kata penganntar .................................................................................................................. i

Daftar isi............................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULAN

A. Latar belakang maslah .............................................................................................. 1


B. Rumusan masalah ......................................................................................................1
C. Tujuan penulisan .......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian haid dalam islam ......................................................................................2


B. Dasar sabda rasul........................................................................................................3
C. Perkara yang diharamkan sebab haid...........................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................................6
B. Saran...........................................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Besakang Masalah

Setiap manusia pasti akan mengalami pubertasi baik pria maupun wanita. Dalam hal
ini wanita pasti mengalami menstruasi setiap bulannya, karna pada dasarnya kodrat seorang
wanita mengandung, melahirkan dan menyusui. Menstruasi adalah salah satu tanda bahwa
rahim seorang wanita telah siap dibuahi, oleh karna itu haid termasuk perkara yang sering
terjadi. Ia merupakan fitrah penciptaan bagi wanita dan tabiat biasa bagi mereka.

kalangan wanita umumnya mengalami masa haid di setiap bulannya, itu bertanda
bahwa ia normal, tetapi hal ini tidak menentu, ada yang normal ada pula yang tidak normal
masa siklus haidnya lebih dari lima belas hari begitu juga dengan masa sucinya, terkadang
dengan hal ini banyak dikalangan perempuan yang belum memahami perbedaan darah haid
dengan dan istihadhah sehingga hal ini sangat dikhawatirkan karna memahami hitungan
siklus haid adalah sangat penting untuk diketahui dan untuk menghindari sesuatu yang
madhorot.

Darah haid merupakan darah yang mana tidak lagi dipisahkan dari seorang
perempuan, haid juga merupakan takdir yang ditetapkan oleh Allah kepada kaum wanita.
Mempelajari ilmu haid bukan hanya wanita saja tetapi pria juga harus mempelajari dan
memahami ilmu haid, sebab laki-laki adalah calon imam dan sebagai pemimpin keluarga,
ketika sang istri tidak tahu

A. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian haid dalam islam?
2. Apa dasar sabda rasul?
3. Apa Perkara yang diharamkan sebab haid?

B. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian haid dalam islam!
2. Untuk mengetahui dasar sabda rasul!
3. Untuk mengetahui Perkara yang diharamkan sebab haid!

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian haid dalam islam


Haidh atau haid (dalam ejaan bahasa Indonesia) adalah darah yang keluar dari rahim
seorang wanita pada waktu-waktu tertentu yang bukan karena disebabkan oleh suatu
penyakit atau karena adanya proses persalinan, dimana keluarnya darah itu merupakan
sunnatullah yang telah ditetapkan oleh Allah kepada seorang wanita. Sifat darah ini berwarna
merah kehitaman yang kental, keluar dalam jangka waktu tertentu, bersifat panas, dan
memiliki bau yang khas atau tidak sedap. Dalam Islam, perempuan berumur 9 tahun yang
mengeluarkan darah haid menandakan perempuan tersebut telah baligh. Jika umurnya kurang
dari 9 tahun, dan mengeluarkan darah, maka darah tersebut bukanlah darah haid tetapi darah
penyakit. Perempuan yang baligh kemudian disebut mukalaf (orang yang dibebani). Artinya,
perempuan tersebut telah memiliki kewajiban untuk melaksanakan salat, puasa, zakat, dan
Haji jika mampu

Haid adalah sesuatu yang normal terjadi pada seorang wanita, dan pada setiap wanita
kebiasaannya pun berbeda-beda. Ada yang ketika keluar haid ini disertai dengan rasa sakit
pada bagian pinggul, namun ada yang tidak merasakan sakit. Ada yang lama haidnya 3 hari,
ada pula yang lebih dari 10 hari. Ada yang ketika keluar didahului dengan lendir kuning
kecoklatan, ada pula yang langsung berupa darah merah yang kental. Dan pada setiap kondisi
inilah yang harus dikenali oleh setiap wanita, karena dengan mengenali masa dan
karakteristik darah haid inilah akar dimana seorang wanita dapat membedakannya dengan
darah-darah lain yang keluar kemudian.

Wanita yang haid tidak dibolehkan untuk shalat, puasa, thawaf, menyentuh mushaf,
dan berhubungan intim dengan suami pada kemaluannya. Namun ia diperbolehkan membaca
Al-Qur’an dengan tanpa menyentuh mushaf langsung (boleh dengan pembatas atau dengan
menggunakan media elektronik seperti komputer, ponsel, ipad, dll), berdzikir, dan boleh
melayani atau bermesraan dengan suaminya kecuali pada kemaluannya.

Allah Ta’ala berfirman:

ْ َ‫ْض َواَل تَ ْق َربُوْ ه َُّن َح ٰتّى ي‬


ُ ‫طهُرْ نَ ۚ فَا ِ َذا تَطَهَّرْ نَ فَأْتُوْ ه َُّن ِم ْن َحي‬ ۤ
‫ْث‬ ِ ۙ ‫ْض ۗ قُلْ هُ َو اَ ًذ ۙى فَا ْعت َِزلُوا النِّ َسا َء فِى ْال َم ِحي‬ِ ‫لُوْ نَكَ َع ِن ْال َم ِحي‬rََٔ‫َ يَسْٔـ‬
٢٢٢ - َ‫اَ َم َر ُك ُم هّٰللا ُ ۗ اِ َّن هّٰللا َ يُ ِحبُّ التَّوَّابِ ْينَ َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّر ْين‬

wayas`alụnaka ‘anil-maḥīḍ, qulhuwaażanfa’tazilun-nisā`afil-


maḥīḍiwalātaqrabụhunnaḥattāyaṭ hurn, faiżātaṭahharnafa`tụhunna min ḥaiṡuamarakumullāh,
innallāhayuḥibbut-tawwābīnawayuḥibbul-mutaṭahhirīn

“Mereka bertanya kepadamu tentang (darah) haid. Katakanlah, “Dia itu adalah suatu
kotoran (najis)”. Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di tempat
haidnya (kemaluan). Dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci (dari
haid). Apabila mereka telah bersuci (mandi bersih), maka campurilah mereka itu di tempat
yang diperintahkan Allah kepada kalian.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Batasan Haid :
 Menurut Ulama Syafi’iyyah batas minimal masa haid adalah sehari semalam, dan batas
maksimalnya adalah 15 hari. Jika lebih dari 15 hari maka darah itu darah Istihadhah dan
wajib bagi wanita tersebut untuk mandi dan shalat.

 Imam Ibnu Taimiyah  rahimahullah  dalam  Majmu’Fatawa  mengatakan bahwa tidak


ada batasan yang pasti mengenai minimal dan maksimal masa haid itu. Dan pendapat
inilah yang paling kuat dan paling masuk akal, dan disepakati oleh sebagian besar
ulama, termasuk juga Syaikh Ibnu Utsaimin  rahimahullah  juga mengambil pendapat
ini. Dalil tidak adanya batasan minimal dan maksimal masa haid :

Firman Allah Ta’ala.

ْ َ‫ْض َواَل تَ ْق َربُوْ ه َُّن َح ٰتّى ي‬


ُ ‫طهُرْ نَ ۚ فَا ِ َذا تَطَهَّرْ نَ فَأْتُوْ ه َُّن ِم ْن َحي‬ ۤ
‫ْث‬ ِ ۙ ‫ْض ۗ قُلْ هُ َو اَ ًذ ۙى فَا ْعت َِزلُوا النِّ َسا َء فِى ْال َم ِحي‬ِ ‫لُوْ نَكَ َع ِن ْال َم ِحي‬rََٔ‫َ يَسْٔـ‬
٢٢٢ - َ‫اَ َم َر ُك ُم هّٰللا ُ ۗ اِ َّن هّٰللا َ يُ ِحبُّ التَّوَّابِ ْينَ َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّر ْين‬

wayas`alụnaka ‘anil-maḥīḍ, qulhuwaażanfa’tazilun-nisā`afil-


maḥīḍiwalātaqrabụhunnaḥattāyaṭ hurn, faiżātaṭahharnafa`tụhunna min ḥaiṡuamarakumullāh,
innallāhayuḥibbut-tawwābīnawayuḥibbul-mutaṭahhirīn

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah : “Haid itu adalah suatu kotoran”.
Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah
kamu mendekatkan mereka, sebelum mereka suci…” [QS. Al-Baqarah : 222]

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memberikan petunjuk tentang masa haid itu
berakhir setelah suci, yakni setelah kering dan terhentinya darah tersebut. Bukan tergantung
pada jumlah hari tertentu. Sehingga yang dijadikan dasar hukum atau patokannya adalah
keberadaan darah haid itu sendiri. Jika ada darah dan sifatnya dalah darah haid, maka berlaku
hukum haid. Namun jika tidak dijumpai darah, atau sifatnya bukanlah darah haid, maka tidak
berlaku hukum haid padanya. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menambahkan bahwa
sekiranya memang ada batasan hari tertentu dalam masa haid, tentulah ada nash syar’i dari
Al-Qur’an dan Sunnah yang menjelaskan tentang hal ini.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan : “Pada prinsipnya, setiap darah


yang keluar dari rahim adalah haid. Kecuali jika ada bukti yang menunjukkan bahwa darah
itu istihadhah.”

Berhentinya haid :

Ketika masa haid telah selesai, dia wajib melakukan mandi besar, tidak perlu meng-
qada salat yang ditinggalkan saat datangnya haid. Selain itu juga wajib mengganti puasa di
bulan ramadan yang belum dilaksanakan saat datangnya haid. Sedangkan mengganti puasa
tersebut di bulan lainnya yang bukan di bulan ramadan Indikator selesainya masa haid adalah
dengan adanya gumpalan atau lendir putih (seperti keputihan) yang keluar dari jalan rahim.
Namun, bila tidak menjumpai adanya lendir putih ini, maka bisa dengan mengeceknya
menggunakan kapas putih yang dimasukkan ke dalam kemaluan. Jika kapas itu tidak terdapat
bercak sedikit pun, dan benar-benar bersih, maka wajib mandi dan shalat.

Sebagaimana disebutkan bahwa dahulu para wanita mendatangi Aisyah radhiyallahu


‘anha dengan menunjukkan kapas yang terdapat cairan kuning, dan kemudian Aisyah
mengatakan :

“Janganlah kalian terburu-buru sampai kalian melihat gumpalan putih.” (Atsar


ini terdapat dalam Shahih Bukhari).

Dalam kitab fiqih dijelaskan beberapa darah yang keluar dari rahim
perempuan di antaranya:

1. Darah haid (kotoran) .

Ini darah yang keluar dari rahim perempuan yang telah sampai umur (baligh) Sekecil-
kecilnya perempuan mulai haid umur 9 tahun dan biasanya perempuan yang di atas 60 tahun
ke atas haid itu berhenti dengan sendirinya. Lama haid paling sedikit sehari semalam, paling
lama 15 hari 15 malam.

2. Darah nifas

Darah yang keluar dari rahim perempuan setelah ia melahirkan anak. Masa nifas
sedikitnya sekejap, kebiasaan dan kebanyakan perempuan keluar darah nifas selama 40 hari
dan selama-lamanya 60 hari

3. Darah penyakit (Istihadhah)

Darah yang keluar dari rahim perempuan karena penyakit, bukan di waktu haidh atau
nifas. Perempuan yang sedang berdarah penyakit itu wajib shalat dan ibadat yang lain tetap
atasnya, sebagaimana tetap hukum wajib atas orang berpenyakit lain.

Dari itu hendaklah dapat membedakan darah penyakit dengan darah haid. Jika darah
itu darah haidh, Ia tidak boleh shalat atau berpuasa serta mengerjakan ibadat lain, tetapi kalau
ia mendapat darah penyakit, wajiblah ia shalat dan mengerjakan ibadah lain.

B. Dasar Sabda Rasul

"Dari Aisyah , sesungguhnya Fatimah binti Abi Hubaisy telah berdarah penyakit, kata
Rasululloh kepadanya; "Sesungguhnya darah haid itu hitam warnanya dikenal oleh kaum
perempuan. Maka apabila ada darah semacam itu, hendaklah engkau tinggalkan shalat,
apabila keadaan darah tidak seperti itu hendaknya hendaknya engkau berwudlu dan shalat
(Riwayat Abu Dawud dan Nasai)

Dari Hammah binti Jahsy ia berkata: saya pernah haid yang sangat banyak
(lama),maka saya datang kepada Nabi saw untuk menanyakannya, beliau berkata;
Ssesungguhnya itu tipu daya (godaan) dari setan, maka oleh karenanya jadikanlah haidhmu
enam atau tujuh hari, sesudah itu hendaklah engkau mandi. Maka apabila telah cukup
bilangan hari haidhmu (yaitu enam atau tujuh hari), hendaklah engkau shalat 24 atau 23 hari,
lalu puasalah dan shalatlah. Maka sesungguhnya yang demikian sah untukmu, dan juga
hendaklah engkau lakukan tiap-tiap bulan sebagaimana haidh perempuan yang lain (HR
Bukhori Muslim).

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka jika ada darah yang keluar dari rahim lebih dari
masa haid biasanya, maka dikategorikan bukan darah haid, sehingga tetap berke wajiban
mengerjakan shalat, puasa dan ibadah lainnya

Haid merupakan mekanisme biologis yang terjadi pada tubuh wanita. Keluarnya
darah kotor menjadi penghalang bagi kaum hawa untuk melaksanakan ibadah. Bahkan di
zaman dulu, wanita haid dianggap sebagai aib. Mereka diusir dari rumah karena dianggap
menjijikkan.

Peristiwa ini menjadi fenomena sehingga Allah menurunkan wahyu kepada


Rasulullah Muhammad SAW berupa Surat Al Baqarah ayat 222.

"Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: 'Haid itu adalah kotoran'. Oleh sebab
itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.

C. Perkara yang Diharamkan Sebab Haid dan Nifas

Ketika seseorang mengalami haid dan nifas, maka ada beberapa hal yang di
haramkan, yakni:

1. Mengerjakan sholat wajib maupun sunah

Islam memberikan ketentuan hukum haram bagi wanita yang haid atau nifas
untuk menunaikan shalat fardhu atau sunah dan juga untuk menunaikan sujud tilawah
atau sujud syukur. Karena keduanya termasuk dari bagian shalat. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW:

iZa akbalatil haydotu fadaiessolah

“bila kamu mendapatkan haid maka tingalkan shalat”(H.R al – bukhari)

Bagi seorang wanita yang tidak boleh melakukan sholat di waktu haid dan nifas
akan tetap mendapatkan pahala, meskipun dia tidak melaksanakan sholat dengan syarat
apabila diniati tunduk mengikuti perintah SWT

2. Puasa ( wajib maupun sunnah)


Apabila seorang wanita dalam keadaan haid atau haram atasanya melakukan
puasa fardhu atau sunna sebagaimana Rasulullah SAW:

Alaysa iZaa haadotilma’atulamtusolli wallm tasum

Artinya :”Bukankah bila wanita mendapatkan haid tidak boleh sholat dan puasa. (H.R
bukhari dan muslim )

Akan tetapi jika tidak berniat puasa, dia melakukannya hanya untuk menahan diri
dari makan dan minum (diet) maka tidak mengapa melakukan hal itu. Para ulama
berkata hikmah sebab diharamkannya puasa bagi wanita haid maupun nifas karena
mengeluarkan darah itu melemahkan badan, begitu pula di dalam melaksanakan puasa
jadi apabila berpuasa pada saat dia sedang haid atau nifas maka akan terkumpulah dua
hal yang melemahkan badanya, maka ditinjau dari segi ini syari‟at islam
mengharamkannya dan wajib atas wanita haid atau nifas mengqadla‟ puasa ramadlan
yang ditinggalkan pada hari- hari haid atau nifas

Sedangkan hikamahnya diwajibkan mengqadha‟ tentu akan menyulitkan bagi


para wanita dalam mengqadha‟nya dan seandainya shalat fardhu itu diwajibkan diqadha‟
tentu akan menyulitkan dan memberatkan wanita, sebab setiap hari jumlah rakaat shalat
fardhu itu 17 raka‟at. Maka, bayangkan jika dia haid selama 6 atau 7 hari.19 Oleh karena
itu agama islam itu pada prinsipnya senantiasa memberikan kemudahan pada
pengikutnya.

3. Membaca Al-Qur‟an

Setiap wanita apabila dalam keadaan haid atau nifas diharamkan atasnya
membaca al-qur‟an,walaupun hanya sebagian ayat. Rasulullah SAW bersabda:

La taqroulhajunubu saan minalquran

“Dilarang orang yang junub dan wanita haid membaca Al qur‟an .

(H.R. Abu dawud dan turmudzi)

Berdasarkan hadits di atas, hukum asal dari membaca al-Qur‟an ketika haid adalah
haram. Adapun jika seorang yang junub atau wanita haid atau nifas membaca al-Qur‟an
bukan bermaksud membaca, maka hukumnya adalah boleh (mubah).

Dalam hal ini terdapat perbedaan para ulama:

1) Imam Syafi‟i

Dalam madzhab ini haram bagi wanita yang sedang haid membaca al-
Qur‟an, baik itu menggabungkan niat berdzikir dan membaca al-Qur‟an ataupun
hanya untuk membaca al-Qur‟an saja. Hal ini ditujukan agar manusia lebih
menghormati dan mengagungkan al-Qur‟an. Namun itu boleh membaca ayat al-
Qur‟an yang bermaksud dzikir dan dengan syarat dia tidak meniatkan untuk
membaca al-Qur‟an

Menyentuh dan membawa mushhaf ( Al Qur‟an ) Bagi seorang yang


sedang junub, haid maupun nifas tidak diperkenankan (haram) menyentuh
mushaf Al-Qur‟an sesuai dengan firman Allah SWT

La yamassuh illa-mutahharun

Artinya :Tidak menyentuhnya (Al-Qur‟an) kecuali bagi orang-orang yang dalam


keadaan suci. (QS. Al Waqi‟ah: 79)

Yang dimaksud mushaf adalah setiap sesuatu yang di tulis lafadz Al


Qur‟an walaupun hanya satu ayat untuk tujuan dirasah (dibaca) bukan untuk
tujuan tabarruk seperti jimat atau perhiasan kaligrafi. Namun bila yang di sentuh
atau yang dibawa adalah Al Qur‟an yang di tafsiri, maka tidak diharmkan,
selama tafsirannya sama dengan Al Qur‟an atau lebih banyak dari Al Qur‟annya
seperti tafsir munir dan lain-lain. Menurut jumhur ulama, orang yang berhadats
termasuk wanita haid dan orang junub boleh menyentuh kitab tafsir,
membawanya, atau mempelajarinya meskipun di sana terdapat ayat- ayat al-
Qur‟an. Mereka mengatakan, karena sasaran kitab tafsir adalah makna al-
Qur‟an, bukan untuk membaca al-Qur‟an, sehingga tidak berlaku aturan al-
Qur‟an. seperti yang tertera daam kitab Mausu‟ah Fiqhiyah:

“Syafi‟iyah menegaskan, bahwa bolehnya menyentuh kitab tafsir, dengan


syarat jika tulisan tafsirnya lebih banyak dibandingkan dengan teks al-Qur‟an-
nya, sehingga tidak lagi disebut menyepelekan kemuliaan al-Qur‟an. dan kitab
tafsir tidak disebut mushaf al-Qur‟an.

Sementara Hanafiyah memiliki pendapat berbeda, mereka mewajibkan


wudhu bagi yang menyentuh kitab-kitab tafsir.Akan tetapi jika membawanya dengan
barang lainnya (seperti dalam koper ada Al Qur‟an dan lain-lain) maka hukumnya
dapat di perinci seperti berikut:

1) Jika bermaksud membawa Al-Qur‟an saja maka hukumnya adalah haram.


2) jika dengan maksud membawa barang saja, maka hukumnya adalah boleh (tidak
haram). Dan
3) jika bermaksud membawa Al Qur‟an dan barang maka

hukumnya adalah boleh menurut qoul mu‟tamad. Begitu pula tidak haram
jika tidak bermaksud bembaca keduanya. Dikecualikan dari permasalahan di atas ,
apabila menyentuh atau membawa Al-Qur‟an dan darurat, seperti untuk
menghindari kebakaran, banjir, atau dukuasai orang kafir, maka hukum
membawanya adalah tidak haram bahkan wajib meski dalam keadaan junub atau
dalam nifas/haid..
4. Lewat atau berdiam diri di dalam masjid

Apabila seseorang wanita dalam keadaan haid atau nifas haram baginya duduk
atau berdiam (beri‟tikaf) di dalam masjid. Sesuai dengan sabda Rosulullah SAW

Yaayuhallainaamanulla taqrobussholata waantum sukara hattaata’lamu’ma taqawaluna


wala junuban illa aabiriy sabiylin hattaatagsilu

Artinya :hai orang – orang yang beriman janganlah kamu shalat sedang kamu dalam
keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan (jangan pula hampiri
masjid sedang kamu dalam keadaan junub terkecuali sekedar berlalu hingga kamu mandi
(Q.S An Nissa‟: 43)

Sebenarnya tidak ada dalil spesifik yang melarang wanita haid atau nifas masuk
masjid.ayat diatas melarang orang yang sedang junub (tuidak suci)masuk masjid
Keharaman ini di sebabkan karena masjid adalah rumah Allah (baitullah) sehingga tidak
patut bila didiami oleh orang yang berhadats besar meskipun diniati I‟tikaf kecuali jika
hanya menyeberanginya saja dan yakin bahwa darahnya tidak akan menetes di dalam
masjid tersebut Maka hukumnya adalah mubah (boleh) tapi makruh.

5. Thawaf (baik fardlu maupun sunnah )

Semua ibadah haji boleh dilakukan oleh wanita yang haid kecuali thawaf, maka
dari itu diharamkan wanita melaksanakan thawaf fardlu atau sunah apabila dirinya dalam
keadaan haid ataupun nifas , Sabda Rasulullah SAW:

Af’alimayafalulhaajju goyro anla tatufi bilbayti hatta tahuri muttafaqqun alayh

Artinya : “ lakukan semua yang dilakukan oleh orang yang berhaji,kecuali berthawaf
disekeliling ka’bah hingga kamu suci(HR. Mutafaq’ alaih )

6. Dicerai (dithalaq)

Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Marom min Adilatil Ahkam, Gema Insani,
Depok,Menthalaq istri di waktu haid hukumnya haram, dan sunnah baginya untuk
merujuknya sempai istrinya suci, dan terserah suaminya mau menthalaq lagi atau tidak.
Sebagaimana firman Allah :

Ya ayyuhan-nabiyyu ia tallaqtumun-nisa’a fa talliquhunna li’iddatihinna wa ahsul-‘iddah,


wattaqullaha rabbakam,latukhrijuhunna mim buyutihinna wa la yukhruruna illa ay ay tina
bifahisyatim mubayyinah, wa tilka hududullah, wa may yata’adda hududallahi fa qad
Zalama nafsah, la tadri la’allaha yuhdisu ba’da Zalika amra

Artinya :”wahai nabi ! apabila kamu menceraikan istri- istrimu maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi)idahnya (yang wajar) dan
hitunglah waktu idah itu ,serta bertakwalah kepada allah tuhanmu. Jangan lah kamu
keluarkan mereka dari rumah dan janganlah (iZinkan) keluar kecuali jika mereka
mengerjakan perbuatan keji yang jelas.itulah hukum- hukum allah ,maka sungguh,dia
telah berbuat Zalim terhadap dirinya sediri. Kamu tidak mengetahui barangkali setelah
itu allah mengeadakan suatu ketentuan yang baru

Adapun sebab dilarang menthalaq di waktu istri haid, karena akan memperpanjang
masa iddahnya, karena masa haid tidak di hitung masa iddah akan tetapi di hitung mulai
setelah sucinya.

7. Larangan berhubungan suami istri


Berhubungan badan bagi suami istri dianggap sedekah dan bernilai ibadah.namun
bagi perempuan haid atau nifas,hubungan suami istri dilarang dan termasuk dosa besar.

Firman allah dalam surah al- baqarah 222

Wayas’alunaka’anil-mahid qul huwa aZan fa’taZilun-nisa’afil-mahihi wa la


taqrabuhunna hatta yat-hurun,faiZa tatahharana fa tuhunna min haisu
amarakumullah,innallaha yuhibbut-tawwabinna wa yuhibbul- wa yuhubbul- mutatahirin.

Artinya:”mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah “ haid itu kotoran”.oleh


sebab itu hendakalh kamu menjauhkan diri dari wanita pada waktu haid; dan jangan
kamu mendekati mereka,sebelum mereka suci.apabila mereka telah suci,maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan allah kepadamu

Menurut para ulama, menyetubuhi istri di saat haid termasuk dosa besar,
meskipun tidak sampai mewajibkan kafarat. Banyak dari kalangan doker maupun ulama
mengemukakan bahwa bersetubuh disaat istri haid berakibat buruk pada kesehatan.
Diantaranya komentar al Imam al Ghozali yang menyebutkan bahwa hal tersebut akan
menimbulkan penyakit kulit yang dahsyat pada diri suami dan mungkin pada anak yang
akan lahir.

Bagi seorang laki-laki yang terlanjur menggauli istrinya disaat haid, disunnahkan
untuk shodaqoh satu dinar (3,88 gr emas menurut kitab Fathul Qodir ) sedangkan
menurut Dr.Wahbah al Zuhaili satu dinar sama dengan 4,25 gr emas, jika saat bersetubuh
darah haid masih keluar dengan deras. Dan shodaqoh setngah dinar di saat haid
menjelang berhenti.

8. Bersenang-senang dengan suatu (bagian badan) yang di antara pusar dan lutut

Pada saat istri haid atau nifas, seorang suami diperbolehkan bersenang-senang
denagan suatu pada bagian badan istri . ada seorang ulama berpendapat tentang
keharaman yang harus di jauhi saat haid adalah anggota tubuh antara pusar dan lutut.

Pendapat ini sejalan dengan prinsip kehati-hatian dalam hukum islam ,sebagai
mana disebutkan oleh syekh ali assabuni:

“sesungguhnya memperbolehkan mengeuli anggota tubuh antara pusar dan lutut


dapat membawa kepada hal yang di larang .kare4na siapa yang berada disekitar batasan
yang diharamkan ,ditakutkan akan terperosok kedalamnya. Maka untukkehati hatian ,kita
menjeuhkannya dari daerah terlarang.

9. Berwudu’atau mandi janabah


Larangan yang juga tidak diperbolehkan bagi wanita haid adalah berwudu dan
mandi janaqbah.
As-syafi dan al- hanabilah mengetakan bahwa wanita yang sedang haid
diramankan berwudu dan mandi janabah.
Apabila ada seorang yang sedang mendapatkan haidh dan darah masih mengalir
lalu berniat untuk bersuci dari hadits besrnya itu dengan cara berwudu atau mandi
janabah seolah olah darah haidnya sudah selesai padahal belum selesai,hal ini dilarang
dan merupakan sebuah kesia-siaan.karena hakikat dari berwudhu atau mandi janabah
adalah untuk mengangkathadas bsar,sementara wanita haidh selama darahnya masih
keluar,hadas tersebut tidak akan terangkat dengan wudhu atau mandinya.wudhu atau
mandi hanya sah kalau haidnya telah benar-benar berhenti.

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

. Tidak boleh melaksanakan sholat.Melaksanakan sholat dalam keadaan memiliki hadats


besar sangatlah dilarang. Ketika dalam masa haid, berarti seorang perempuan sedang dalam
keadaan tidak suci atau kotor. Oleh karena itu, diperintahkan untuk tidak mengerjakan sholat
fardhu maupun sunnah kepada perempuan yang sedang haid. Rasulullah Saw. bersabda
kepada istrinya Aisyah:"Apabila haid datang, tinggalkanlah sholat."(HR Bukhari dan
Muslim).Suatu hari, datanglah seorang wanita dan bertanya kepada Aisyah, "Apakah salah
seorang dari kami harus mengqadha sholatnya bila telah suci dari haid?"Kemudian istri Nabi
pun bertanya, "Apakah engkau wanita Hururiyah? Kami dulunya haid di masa Nabi SAW.
Beliau tidak memerintahkan kami mengganti sholat." (HR. Bukhari)2. Tidak boleh membaca
Alquran.Selain tidak boleh sholat, wanita haid juga tidak bole membaca Alquran. Rasulullah
Saw. bersabda:

"Orang junub dan wanita haid tidak boleh membaca sedikit pun dari Alquran." (HR.
Tirmidzi)3. Tidak boleh menjalankan puasa.Para ulama sepakat, seorang perempuan yang
sedang haid atau masa nifas, maka tidak diperbolehkan berpuasa. Namun, setelah masa
haidnya usai, mereka wajib mengganti (mengqadha) puasa Ramadhan.Aisyah menjelaskan,
"Kami mengalami hal itu (haid), maka kami diperintahkan mengqhada puasa tapi tidak
diperintahkan mengqadha shalat." (H.R Muslim dan Abu Daud)4. Dilarang berhubungan
badan dengan suami.Perempuan yang sudah memiliki suami, ketika haid dilarang untuk
melakukan hubungan badan dengan suaminya karena dirinya sedang dalam keadaan kotor
atau tidak suci. Sama seperti yang sudah dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 222 di
atas.5. Tetap berkasih sayang dengan suami.Meski tidak boleh melakukan hubungan badan
dengan suami, seorang perempuan yang sedang haid tetap diperbolehkan untuk berkasih
sayang dengan suami. Hadits riwayat Aisyah ra, ia berkata:"Adalah Nabi saw. apabila
beriktikaf, beliau mendekatkan kepalanya padaku, lalu aku menyisir rambut beliau. Beliau
tidak masuk rumah, kecuali jika ada hajat kemanusiaan." (Shahih Muslim
No.445)"Rasulullah saw.

B. Saran

Sebagai manusia biasa tentulah ada kesalahan dan kekurangan. Begitu pula kami
dalam membuat makalah ini tentulah masih ada kesalahan, karena kesempurnaan hanyalah
milik Allah. Untuk itu demi kesempurnaan makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari para pembaca.

DAFTAR ISI

20Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahnya, Q.S. Al Hajj ayat 78, hlm. 342

Selasa , 01 Oct 2019, 04:45 WIB Muslimah Indonesia (ilustrasi).Reuters/Nyimas


LaulaMuslimah Indonesia (ilustrasi).Drs H. Suhaili M.Ag ,Kepala Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi Lampung View non-AMP version at tirto.id Penulis: Abdul
Hadi 23 Mei 2020

27 Yasin, Qowaid Fiqhiyah, STAIN Kudus, Kudus, 2009, hlm. 81 28 Departemen


Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahnya, Q.S. Al waqi‟ah ayat 79, hlm. 538
29 Wazarah al-Awqaf wa as-Syu‟un al Islamiyah Kuwait, al-Mausu‟ah al-Fiqhiyyah al-
Kuwaitiyyah, Kuwait-Dar as-Salasil, Kuwait, hlm. 332

30 Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahnya, Q.S. An Nisa‟ ayayt 43 hlm. 86

Anda mungkin juga menyukai