Disusun Oleh:
FAKULTAS TARBIYAH
PATI
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT kami panjatkan, karena atas izin-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Fikih Perempuan: Haid, Nifas,
Istihadhah, Dan Aurat”. Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada
Nabi Agung Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penelitian 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Haid 3
B. Nifas 6
C. Istihadhah 10
D. Aurat 22
A. Kesimpulan 30
B. Saran 30
C. Penutup 30
DAFTAR PUSTAKA 31
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perempuan sholihah adalah sosok makhluk yang tinggi derajatnya
di sisi Allah. Bahkan dalam keluarga sebagai ibu, ia harus lebih
dimuliakan anak di banding ayah. Namun dalam perjalanan awalnya, ia
selalu disingkirkan. Baik dalam kedudukannya didalam keluarga maupun
masyarakat. Lebih – lebih pada masa Jahiliyah. Ia tidak hanya dikucilkan,
akan tetapi juga diperlakukan secara tidak manusiawi. Namun dengan
datang dan berkembangnya agama Islam, hal itu lambat laun bisa dikikis.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja pembahasan dan penjelasan tentang haid?
2. Apa saja pembahasan dan penjelasan tentang nifas?
3. Apa saja pembahasan dan penjelasan tentang istihadhah?
4. Apa saja pembahasan dan penjelasan tentang aurat perempuan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pembahasan dan penjelasan tentang haid
2. Untuk mengetahui pembahasan dan penjelasan tentang nifas
3. Untuk mengetahui pembahasan dan penjelasan tentang istihadhah
4. Untuk mengetahui pembahasan dan penjelasan tentang aurat
perempuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Haid
a) Pengertian Haid
Haid atau yang sering disebut menstruasi, secara harfiah (lughot)
memiliki arti mengalir. Sedangkan menurut arti syar’i merupakan
darah yang keluar melalui alat kelamin perempuan yang sudah
mencapai usia minimal 9 tahun kurang 16 hari kurang sedikit (usia 8
tahun 11 bulan 14 hari lebih sedikit) dan keluar secara alami (tabiat
perempuan) bukan disebabkan melahirkan atau suatu penyakit pada
rahim.1
ِ ِ
ِ ۙ ِّساۤءَ ىِف الْ َمحْي
ۚ ض َواَل َت ْقَربُ ْو ُه َّن َحىّٰت يَطْ ُه ْر َن ِ ْ َض ۗ قُل ُهو اَ ًذ ۙى ف
َ اعتَزلُوا الن َ ْ ِ ك َع ِن الْ َمحْي
َ ََويَ ْسـَٔلُ ْون
Hadist Nabi:
1
LBM-PPL 2002 M. “Uyunul Masail Lin - Nisa’ Sumber Rujukan Permasalahan Wanita”,
(Kediri: Lajnah Bahtsul Masail Madrasah Hidayatul Mubtadii-en Pondok Pesantren Lirboyo,
2008), hlm. 15.
3
Dari Aisyah RA. berkata: “Bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang
haid. Haid adalah sesuatu yang telah ditetapkan Allah kepada anak-
anak wanita Nabi Adam”. (HR Bukhari Muslim).2
4
1. Keluar dari Wanita yang usianya minimal 9 tahun kurang 16 hari
kurang sedikit
2. Darah yang keluar minimal satu hari satu malam jika keluar secara
terus menerus atau sejumlah 24 jam jika keluar secara terputus – putus
asal tidak melampaui 15 hari.
3. Tidak lebih 15 hari 15 malam jika keluar terus menerus
4. Keluar setelah masa minimal suci, yakni 15 hari 15 malam dari haid
sebelumnya.5
5
Ibid., hlm. 24 – 25.
6
Ibid., hlm. 32 – 33.
5
g) Hal – Hal yang Patut Diperhatikan Oleh Perempuan Saat
Mengalami Haid
Sunnah untuk tidak memotong kuku, rambut dan lain – lain dari
anggota badan saat haid/nifas.
Saat darah berhenti, perempuan diperbolehkan mulai niat
melaksanakan puasa sekalipun belum mandi. Karena haramnya
puasa disebabkan haid bukan hadast.
Bagi perempuan yang darah haidnya berhenti dan belum sempat
mandi, jika ingin tidur, makan atau minum disunnahkan
membersihkan farjinya lalu wudlu. Meninggalkan hal ini
dihukumi makruh.
Biasanya menjelang atau waktu haid perempuan akan merasakan
pegal, lemah, lesu, perut mulas, mudah emosi dan payudara terasa
nyeri. Hal tersebut tidak perlu ditanggapi serius karena itu normal
bagi perempuan yang sedang haid.7
2. Nifas
a) Pengertian Nifas
Nifas menurut bahasa adalah melahirkan, sedangkan menurut
istilah syara’ adalah darah yang keluar melalui farji perempuan setelah
melahirkan atau belum melebihi 15 hari setelahnya, bila darah tidak
langsung keluar.
7
Ibid., hlm. 34 – 35.
6
Sedangkan darah yang keluar setelah melahirkan dengan selang
waktu 15 hari atau lebih, maka disebut darah haid.
8
Ibid., hlm. 44 – 47.
9
Ibid., hlm. 48 – 50.
7
c) Masa Suci Pemisah Antara Haid dan Nifas
Masa suci pemisah antara haid dan nifas, nifas dan haid, atau
nifas dan nifas yang lain, tidak diisyaratkan harus ada 15 hari 15
malam. Namun bisa jadi hanya sehari semalam atau justru kurang dari
satu hari. Bahkan antara haid dan nifas tidak diisyaratkan ada waktu
suci yang memisah. Hal ini berbeda dengan suci yang memisah antara
haid dengan haid yang diisyaratkan harus ada 15 hari 15 malam.10
10
Ibid., hlm. 51.
11
Ibid., hlm. 53.
8
Bersetubuh/bersentuhan kulit pada anggota tubuh antara lutut dan
pusar.12
12
Ibid., hlm. 55 – 62.
9
sebelumnya ketika masih haid maka kedua sholat tersebut dijama’.
Sedangkan sholat yang bisa dijama’ adalah Dzuhur, Asar, Maghrib,
dan Isya’, sehingga sholat sebelum hilangnya mani’ ikut diqodloi
bersama sholat saat hilangnya mani’ apabila mani’ tersebut hilang
diwaktu Ashar dan Isya’ saja.13
3. Istihadhah
a) Pengertian Istihadhah
Secara bahasa istihadhah berarti mengalir. Dan secara istilah
syar’i istihadhah adalah darah penyakit yang keluar dari farji Wanita
yang tidak sesuai dengan ketentuan haid dan nifas.
Warna darah
Hitam
Merah
Merah kekuning – kuningan
Kuning
Keruh
Sifat darah
a. Kental b. Cair
a. Berbau busuk/anyir b. tidak berbau
13
Ibid., hlm. 65 – 67.
14
Ibid., hlm. 68.
10
Warna darah nomer 1 lebih kuat dari pada nomer 2, dan
seterusnya. Jika kedua darah sama – sama memiliki sifat/warna yang
mendorong ke arah kuat, maka yang dihukumi darah kuat adalah yang
lebih banyak ciri – ciri yang mendorong ke arah kuat.15
Mubtadi’ah Mumayyizah
15
Ibid., hlm. 70 – 71.
16
Ibid., hlm. 72 – 74.
11
Yaitu perempuan yang baru pertama kali mengalami
haid. Darah yang keluar melebihi batas maksimal haid (15
hari 15 malam) dalam satu warna/ lebih dari satu warna
tapi tidak memenuhi 3 syarat mubtadi’ah mumayyizah.
Sedangkan penentuan darahnya, sehari semalam awal
dihukumi haid, dan 29 hari selebihnya dihukumi
istihadhah untuk setiap bulannya. Hal ini kalau memang
perempuan itu ingat betul kapan ia mulai mengeluarkan
darah. Apabila tidak ingat digolongkan mustahdloh
mutahaiyyaroh (perempuan yang lupa kebiasaan haid).17
Mu’tadah Mumayyizah
17
Ibid., hlm. 78.
18
Ibid., hlm. 79 – 80.
12
Sedangkan ketentuan haid dan sucinya disesuaikan
dengan adatnya. Dan adat yang dijadikan pedoman cukup
satu kali haid, tidak diisyaratkan berulang ulang jika adat
haidnya tidak berubah – ubah.19
19
Ibid., hlm. 79 – 80.
13
Dan dia dihukumi sebagaimana orang yang suci,
dalam masalah:
14
14 hari, puasa yang 14 hari ini sah secara yaqin. Dari tata
cara puasa tersebut, ia masih mempunyai hutang puasa 2
hari, baik usia Ramadhan 29 ataupun 30 hari. Dengan
kalkulasi sebagai berikut: Jika usia Ramadhan 29 hari,
maka 13 (29-16) + 14 (30-16) = 27. Jika usia Romadlon 30
hari, maka 14 (30-16) + 14 (30-16) = 28.
15
mumayyizah, dan ia hanya ingat kebiasaan lama masa
haid, akan tetapi dia lupa kapan mulainya.20
Hukum penentuan darah perempuan itu yakni: hari
yang ia Yakini biasa haid. Yang ia yakini biasa suci,
dihukumi istihadhah. Dan hari – hari yang dimungkinkan
suci dan mungkin haid, ia harus berhati – hati seperti
mustahadhah mutakhayyiroh. 21
Mu’tadah Ghoiru Mumayyizah Dzakiroh Li’adatiha
Waqtan La Qodron
16
Yaitu perempuan yang pertama kali nifas. Pada saat
itu darah yang keluar melebihi 60 hari 60 malam. 22 Serta
antara darah kuat dan darah lemah bisa dibedakan dan
darah kuat tidak melebihi 60 hari 60 malam.
Ketentuannya sama dengan mubtadi’ah
mumayyizah, yakni darah kuat dihukumi nifas dan darah
lemah dihukumi istihadhah.
Mubtadi’ah Ghoiru Mumayyizah Fin – nifas
Yaitu perempuan yang pertama kali nifas. Pada
saat itu darah yang keluar melebihi 60 hari 60 malam.
Serta antara darah kuat dan darah lemah tidak bisa
dibedakan, atau bisa namun darah kuat lebih dari 60 hari
60 malam.
Sedangkan hukumnya, yaitu:23
1. Apabila ia belum pernah haid dan suci, maka darah
yang setetes pertama dihukumi nifas, 29 hari 29
malam selanjutnya dihukumi istihadhah.
Kemudian sehari semalam sesudahnya dihukumi
haid, begitu seterusnya bergantian antara
istihadhah 29 hari dan haid sehari semalam.
2. Apabila ia sudah pernah haid dan suci serta ingat
kebiasaan haidnya, maka yang dihukumi nifas
adalah darah setetes pertama. Kemudian darah
yang sama dengan kebiasaan suci dari haid
dihukumi istihadhah. Dan darah yang lamanya
sama dengan kebiasaan haid, dihukumi haid,
begitu seterusnya.
Mu’tadah Mumayyizah Fin – nifas
22
Ibid., hlm. 89.
23
Ibid., hlm. 90.
17
Artinya perempuan yang sudah pernah nifas
kemudian ia mengeluarkan darah melebihi 60 hari 60
malam. Sementara antara darah kuat dan lemah bisa
dibedakan dan darah kuat tidak lebih 60 hari 60 malam. 24
Hukumnya adalah darah kuat dihukumi nifas dan darah
lemah dihukumi istihadhah.
Mu’tadah Ghoiru Mumayyizah Fin – nifas Hafidhoh
Li ’adatiha Qodron Wa Waqtan
Artinya seorang perempuan yang sudah pernah
nifas, kemudian ia mengeluarkan darah melebihi 60 hari
60 malam. Dan diantara darah kuat dan darah lemah tidak
bisa dibedakan. Sementara ia masih ingat waktu kebiasaan
nifasnya. Hukumnya adalah sebagai berikut:
1. Jika ia belum pernah haid dan suci, maka darah
yang lamanya sama dengan pengadatan nifas
dihukumi nifas. Kemudian darah yang lamanya 29
hari 29 malam dihukumi istihadhah dan 1 hari 1
malam dihukumi haid. Begitu seterusnya bergantian
antara 29 hari istihadhah dan sehari – hari semalam
haid.25
2. Jika ia sudah pernah haid dan suci, maka darah yang
lamanya sama dengan nifas dihukumi nifas, yang
lamanya sama dengan adat suci dari haid dihukumi
istihadhah. selanjutnya darah yang lamanya sama
dengan adat haid dihukumi haid.
18
3. Adat yang berubah – ubah bisa dijadikan pijakan
hukum dengan syarat dua kali putaran yang tetap,
misalnya 40, 60 dan 40, 60.
4. Apabila adat nifas berubah – ubah tidak sampai
dua putaran atau dua putaran namun putarannya
tidak tetap, maka nifasnya disamakan dengan lama
nifas sebelum istihadhah.
Mu’tadah Ghoiru Mumayyizah Fin – nifas Nasiyah Li
‘adatiha Qodron Wa Waqtan
26
Ibid., hlm. 93 – 94.
19
e) Keputihan dan Cairan yang Keluar Dari Vagina
Keputihan adalah getah/cairan yang keluar dari vagina, yang
ditimbulkan oleh infeksi jamur (jamur Candida) karena sifat vagina
yang lembab dan hangat. Getah/cairan yang ditimbulkan keputihan
biasanya berwarna putih, keruh, kental, dan kekuning – kuningan.
Biasanya menimbulkan gatal yang berakibat peradangan pada dinding
vagina. Adapun penyebab timbulnya keputihan, yaitu:
1. Menopause
2. Pil penghambat maupun penyubur kehamilan
3. Efek dari kontrasepsi dalam rahim
4. Stress
5. Celana yang terbuat dari nilon
6. Celana ketat27
7. Sabun bubuk pembersih
1. Bila keluar dari balik liang farji (anggota farji bagian dalam
yang tidak terjangkau saat bersenggama), maka hukumnya
27
Ibid., hlm.95.
28
Ibid., hlm. 96.
20
najis dan menyebabkan batalnya wudlu, sebab keluar dari
dalam tubuh
2. Bila keluar dari liang farji (anggota farji yang tidak wajib
dibasuh ketika istinja’ dan masih terjangkau ketika
bersenggama), maka hukumnya suci menurut sebagian ulama.
3. Bila keluar dari luar liang farji (anggota farji yang tampak
ketika jongkok), maka hukumnya suci.
29
Ibid., hlm. 97.
30
Ibid., hlm. 98.
21
3. Wudlu dengan muwallah (terus - menerus), yakni
dalam membasuh anggota wudlu, anggota yang
dibasuh sebelumnya masih basah (belum kering).
4. Segera melaksanakn sholat. Hanya saja boleh
menundanya karena melakukan hal – hal yang terkait
dengan kemaslahatan sholat, seperti: menutup aurat,
menjawab adzan, menaati jama’ah, dan lain – lain.31
4. Aurat
a) Pengertian Aurat
Menurut pengertian bahasa (literal), aurat adalah al-nuqshaan
al-syai' al-mustaqabbih (kekurangan dan sesuatu yang mendatangkan
celaan). Diantara bentuk pecahan katanya adalah “awara”, yang
bermakna qabiih (tercela): yakni aurat manusia dan semua yang bisa
menyebabkan rasa malu. Disebut aurat, karena tercela bila terlihat atau
di tampakkan. Secara istilah aurat berarti aurat merupakan anggota
tubuh pada wanita dan pria yang wajib ditutupi menurut agama dengan
pakaian atau sejenisnya sesuai dengan batasan masing - masing
(wanita dan pria). Jika aurat itu dibuka dengan sengaja maka
berdosalah pelakunya.33
31
Ibid., hlm. 99.
32
Ibid., hlm. 100.
33
Adnan Tharsyah, “Kiat Menjadi Muslimah Seutuhnya”, (Jakarta: Senayan Publishing, 2011),
hlm. 279-280.
22
b) Kewajiban Menutup Aurat
Kita sebagai umat muslim diwajibkan untuk menutup aurat.
Allah berfirman dalam Surah Al – A’raf ayat 26:
23
Aurat bagi perempuan merdeka termasuk kanak –
kanak dalam sholat adalah seluruh badan, termasuk rambut
yang terjuntai melalui telinga, selain wajah dan telapak tangan
sampai pergelangan. Penutupnya adalah sesuatu yang tidak bisa
menampakkan warna kulit. Diperbolehkan menutup aurat
dengan suatu pakaian yang menampakkan bentuk badan, tetapi
hal ini dihukumi khilaful aula. Kewajiban menutup aurat
adalah dari bagian atas dan samping, bukan dari bawah.35
Aurat bagi perempuan hamba sahaya adalah mulai
pusar hingga lutut, tetapi pusar dan lututnya tidak termasuk
dalam aurat, hanya diantara keduanya saja, namun demikian
Sebagian dari pusar dan lutut harus tertutupi untuk kehati –
hatian agar bagian bagian aurat yang berbatasan dengan
keduanya tetap terjaga dan tidak terbuka.36
Wajib menutup aurat jika perempuan merdeka amat
mampu menutupnya. Sedangkan orang yang tidak mampu
menutup aurat, ia tetap wajib sholat walaupun dengan tanpa
busana dan tidak wajib mengulangi sholatnya, sekalipun ia
masih punya penutup yang terkena najis, dimana ia berhalang
mencucinya. Lain halnya jika ia mampu mensucikannya, maka
ia tidak boleh sholat dengan tanpa busana, tapi wajib
mencucinya sekalipun sampai keluar waktu sholat.
Jika seseorang hanya mampu menutup sebagian
auratnya, maka ia wajib menutupnya dengan sesuatu yang ada.
Dalam hal ini, agar mendahulukan menutup kubul dan dubur,
jika tidak cukup maka menutup kubul saja, kemudian dubur.
Jika yang dimiliki adalah pakaian dari sutera, maka
tidak boleh sholat dengan tanpa busana, tapi wajib memakai
35
Asy Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al – Malibari, “Terjemah Fathul Muin”, Ust. Abul
Hiyadh, (Surabaya: Al – Hidayah, 1993), hlm. 146 – 147.
36
Syaikh Abdurrahman Al – Juzairi, “Terjemah Fikih Empat Mazhab Jilid 1”, (Jakarta Timur:
Pustaka Al – Kautsar, 2012), hlm. 314 – 315.
24
sutera itu. Sebab, memakai sutera manakala ada hajat,
hukumnya boleh. Bila tidak mempunyai pakaian, ia wajib
melumuri auratnya dengan lumpur atau sejenisnya.
Orang yang memakai pakaian, sah sholatnya
bermakmum kepada orang yang tanpa busana. Sekalipun
hendak sholat tanpa busana, tidak diperbolehkan ghasab
pakaian untuk sholat. Bagi orang yang sholat, disunnahkan
mengenakan pakaian yang paling bagus, berselendang,
memakai sorban, baju kurung dan baju toga.
Jika seseorang hanya memiliki dua pakaian sholat,
maka yang satu dipakai dan yang satu lagi disampirkan
(diselendangkan), jika memang disitu ada sutrah (batas yang
ada dihadapan untuk sholat), jika belum ada sutrah, maka yang
satu tersebut hendaknya digunakan sajadah sholat.37
Apabila aurat tersingkap saat sedang sholat namun tidak
langsung ditutup kembali padahal mampu untuk menutupnya,
maka sholatnya dianggap tidak sah. Lain halnya jika tertiup
angin, lalu segera menutupnya tanpa banyak bergerak, maka
sholatnya tetap dianggap sah. Begitu pula jika aurat itu
disingkapkan karena lupa dan langsung menutup kembali.
Berbeda jika aurat tersingkap karena perbuatan anak kecil atau
hewan, maka sholatnya tetap batal.38
Aurat Perempuan Di Luar Sholat
Menutup aurat diwajibkan juga di luar sholat agar tidak
terlihat oleh dirinya sendiri (hukumnya makruh) ataupun orang
lain yang tidak dihalalkan untuk melihat aurat dirinya, kecuali
karena terpaksa, seperti melakukan pengobatan (melihat yang
dibutuhkan saja), laki – laki yang hendak melamar dalam
pernikahan (calon suami boleh melihat wajah dan kedua
37
Asy Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al – Malibari, Op. Cit., hlm. 148 – 149.
38
Syaikh Abdurrahman Al – Juzairi, Op. Cit., hlm. 317.
25
telapak tangan meskipun tidak mendapat izin calon istri),
kesaksian di pengadilan (melihat aurat seperlunya dan wajah.
Contoh; saksi zina), dan muamalah dalam jual beli (melihat
wajah).39
Sedangkan kedua kaki jika tidak ada hal mendesak
untuk menampakkannya maka tidak ada keraguan untuk
menutupnya karena pendapat shahih bahwa kaki adalah aurat.
Dan diperbolehkan membuka aurat ketika hendak mandi,
buang air, atau semacamnya selama berada dalam ruang
tertutup/dalam keadaan sendirian hingga aurat tidak dilihat oleh
orang lain.40
Menutup aurat wajib sekalipun menutupnya dengan
pakaian najis atau sutera, jika hanya itu yang ditemukan,
walaupun ia berada ditempat sepi. Di tempat sepi, wajib bagi
perempuan, kanak – kanak, maupun ummu walad (budak
wanita yang digauli pemiliknya dan melahirkan anak darinya,
baik laki – laki atau perempuan) menutup mulai dari pusar
sampai lutut.
Boleh hukumnya, membuka aurat hanya untuk
keperluan kecil, meskipun di dalam masjid, misalnya untuk
mendinginkan badan, menjaga pakaian dari kotoran dan debu
ketika menyapu rumah, mandi atau sejenisnya.41
Adapun batas aurat untuk perempuan merdeka diluar
sholat adalah antara pusar dengan lutut, dengan syarat ketika ia
dalam keadaan sendirian, atau hanya bersama mahramnya, atau
hanya bersama para perempuan muslimah. Ia dihalalkan
menyingkap anggota tubuh yang lain selain aurat yang dibatasi
itu meskipun dengan keberadaan mahram dan perempuan
muslimah, atau dalam keadaan seorang diri. Jika berada dengan
39
Ibrahim Al – Baejuri, “Baejuri Juz 2”, (Baerut, Lebanon: Al Kutub Al Ilmiyah, 2017), hlm. 178.
40
Syaikh Abdurrahman Al – Juzairi, Op. Cit., hlm. 320.
41
Asy Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al – Malibari, Op. Cit., hlm. 149 – 150.
26
perempuan yang bukan mahram, maka batas auratnya adalah
seluruh tubuhnya.
Wajah dan telapak tangan termasuk dalam aurat
perempuan dalam keberadaan laki – laki bukan mahram.
Sedangkan dalam keberadaan perempuan kafir maka wajah dan
telapak tangan bukan termasuk auratnya. Kedua anggota tubuh
tersebut juga boleh terbuka saat seorang perempuan muslim
sedang berada di dalam rumahnya sendiri, termasuk leher juga
tangan. Hukum yang berlaku pada keberadaan perempuan kafir
juga berlaku pada perempuan yang rusak akhlaqnya. 42
Tidak boleh seorang laki – laki meskipun laki – laki
tersebut sudah sangat tua dan sudah tidak mampu berhubungan
badan melihat auratnya ajnabiyah (orang – orang yang bukan
mahram).
Seorang laki – laki melihat aurat istri dan juga budak
perempuannya itu diperbolehkan kecuali kecuali kemaluan istri
dan budak perempuannya. Adapun melihat farji istri ataupun
budak perempuannya menurut qoul dhaif itu dilarang,
sedangkan menurut pendapat yang ashoh itu hukumnya jawaz
ma’al karohah (boleh tapi makruh).
Melihat budak perempuan ketika hendak membelinya,
itu hanya diperbolehkan melihat tempat yang dibutuhkan untuk
menciumnya yaitu melihat selain antara pusar dan juga lutut.43
Larangan melihat aurat perempuan berlaku untuk aurat
yang masih menyatu dengan tubuhnya ataupun tidak menyatu
lagi. Misalnya seorang perempuan yang memotong rambutnya,
atau terpenggal tangannya. Semua hal tersebut tetap haram
dilihat meskipun sudah terpisah dari tubuh.44
42
Syaikh Abdurrahman Al – Juzairi, Op. Cit., hlm. 321.
43
Ibrahim Al Baejuri, Loc.Cit.,
44
Ibid., hlm. 322.
27
Adapun batas aurat bagi remaja perempuan yang sudah
hampir baligh disamakan dengan aurat laki – laki dewasa
(antara pusar dan lutut). Sementara batas aurat kanak – kanak
atau remaja perempuan yang belum hampir baligh, apabila
paras atau bentuk tubuh cukup menarik menurut orang yang
biasa saja /berpandangan lurus (yakni bukan pervert), maka
auratnya sama seperti perempuan dewasa, namun jika tidak
terlalu menarik perhatian maka auratnya seperti tidak ada,
namun tetap diharamkan untuk melihat qubul dan duburnya
bagi selain orang yang mengurus kesehariannya.45
28
Sementara itu, kalangan As – Syafi’iyah berpendapat,
“Nyanyian yang tak bermutu yang ditampilkan dengan iring – iringan
alat – alat hiburan dan music hukumnya haram bagi kaum perempuan
maupun laki – laki, begitu pula mendengarkannya. Telah dikutip ari
Imam Asy – Syafi’i, bahwa ia pernah mendengar mengatakan:
“Nyanyian itu adalah hiburan yang makruh menyerupai kebatilan.
Barang siapa yang sering melakukannya maka dia orang yang kurang
akal dan ditolak kesaksiannya”.48
48
Ibid., hlm. 94.
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa
perempuan lebih membutuhkan aturan dan pengajaran dibanding laki-laki.
Keadaan menuntut agar perempuan bisa berkarya dan menuntut ilmu yang
berguna serta mengamalkan amal sholeh. Jika hal-hal tersebut tidak
diperhatikan dan dipelajari dengan benar, maka ibadah yang dilakukan
tidak sempurna, bahkan tidak sah. Perempuan harus mendalami tentang
haid, nifas, istihadhah dan bagaimana menutup aurat dengan benar, supaya
tidak menyalahi aturan syariat Islam. Karena yang paling penting adalah
mengerjakan ibadah dan beramal sholeh. Sebelum mengerjakan ibadah
dan amal sholeh diperlukan panduan, supaya ibadah apa saja yang kita
lakukan mendapat pahala serta ridha dari Allah SWT.
B. Saran
Dari penyusunan makalah ini kami berharap dapat menambah
pengetahuan pembaca tentang fikih perempuan: Haid, Nifas, Istihadhah,
Dan Aurat dan semakin rajin dalam beribadah.
C. Penutup
Syukur Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan. Namun,
kami sadar bahwa karya ini masih banyak kekurangan karena terbatasnya
kemampuan. Dalam menyusun makalah ini, kritik dan saran sangat
dibutuhkan oleh kami. Semoga makalah ini dapat diambil hikmah dan
manfaatnya bagi kita semua, khususnya bagi kami sendiri.
30
DAFTAR PUSTAKA
Al – Baejuri, Ibrahim. (2017). Baejuri Juz 2. Baerut, Lebanon: Al Kutub Al
Ilmiyah.
Al – Malibari, Asy Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz. (1993). Terjemah Fathul
Muin. (Ust. Abul Hiyadh, Terjemahan). Surabaya: Al – Hidayah.
Hasan, Fitria. Makalah Fiqih Wanita. Diakses pada tanggal 06 November 2021.
http://darateukuumar.blogspot.com/2015/12/makalah-fiqih-fiqih-wanita-
bab-i.html.
31