Disusun oleh:
Tim Materi Keagamaan 2023
PSDR LUMAJANG
1
MUQODDIMAH
2
Sehingga, semoga dengan hadirnya seminar dan buku ini, menjadi sebuah
langkah penting untuk mewujudkan pribadi Muslimah yang memiliki
penguasaan mendalam terhadap keilmuan. Hingga akhirnya mengantarkan ia
menjadi seorang wanita yang shalihah. Semoga.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
Bab I Haidl
A. Pengertian haidl ………………………………
B. Dalil seputar Haidl…………………………………
C. Hukum belajar ilmu tentang haidl……………………..
D. Usia haidl…………………………………………….
E. Ketentuan-ketentuan haidl
-syarat……………………………….
-minimal-maximal masa haidl……………………….
F. Hal-hal yang harus dilakukan ketika datangnya haidl……………….
G. Hal-hal yang perlu diperhatikan ……………………………..
H. Apakah getah vagina …………………………………………
Bab II Nifas
1. Pengertian Haidl………………………………………….
2. Masa nifas………………………………………………………………..
Bab III Hukum-hukum yang berkaitan dengan Haidl dan Nifas
1. Larangan-larangan……………………………………………………………………….
2. Qhodo sholat
3. Qhodo puasa
Bab IV Istihadlah
1. Pengertian istihadlah
2. Sifat dan warna darah
3. Pembagian wanita Istihadlah
4. Tata cara shalat wanita istihadlah
Bab V Tambahan
1. Contoh tabel bulanan
2. Catatan
4
BAB I
HAIDL
A. Pengertian Haidl
Haidl adalah darah yang dikeluarkan perempuan yang sudah berumur 9
tahun kurang 16 hari kurang sedikit dengan keluar secara alami (tabiat
perempuan) dalam keadaan sehat, bukan karena sakit atau melahirkan.
1
al Hawi al Kabir I/456
5
mendorong para sahabat untuk menanyakan tentang hukum-hukum haidl,
sehingga turunlah ayat di atas. Dari sinilah kemudian para ulama
merumuskan hukum-hukum yang terkait dengan permasalahan haidl.
Dalam merumuskan dan menyimpulkan hukumnya Imam as-Syafi’i tidak
hanya berlandaskan al-Qur’an dan hadist, namun beliau juga melakukan
Istiqra’ (penelitian) terhadap berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus wanita
dari berbagai daerah dan taraf ekonomi yang berbeda-beda.2
6
kelahiran bayi, disamping mencatat penanggalan Masehinya sangat
dianjurkan mencatat tanggal hijriyyahnya.
Sedangkan, jika darah sebagian keluar sebelum usia haidl dan sebagian
keluar saat sudah mencapai usia wanita haidl, maka hukumnya tafsil :
1. Darah yang keluar saat belum mencapai usia wanita haidl hukumnya
adalah darah istihadloh.
2. Darah yang keluar saat sudah mencapai usia wanita haidl hukumnya
adalah darah haidl jika keluarnya mencapai 24 jam.
Contoh: seorang wanita umur 9 tahun kurang 20 hari mengeluarkan darah
selama 10 hari, maka darah 4 hari awal lebih sedikit hukumnya darah
istihadloh sebab keluarnya darah saat belum mencapai usia wanita haidl,
sedangkan darah 6 hari akhir kurang sedikit disebut darah haidl, karena
keluar saat sudah mencapai usia wanita haidl.
Pada umumnya wanita selalu mengalami haidl tiap bulan secara rutin
sampai masa menopause (usia tidak keluar haidl) yang umumnya adalah 62
tahun. Namun, para ulama menjelaskan bahwa usia berapapun bila wanita
mengeluarkan darah yang telah memenuhi syarat-syarat haidl, maka
dihukumi haidl, dan wanita lanjut usiapun masih mungkin mengalami
haidl5.Sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi haidl pada usia senja,
sebab tidak ada masa maksimal wanita mengalami haidl.6
5
Al Fiqh al Islami I/456-457
6 As Syarqowiy I/147
7
2. Darah yang keluar minimal sehari semalam jika keluar terus menerus,
atau berjumlah 24 jam apabila keluar secara terputus-putus dan masih
pada waktu 15 hari dari keluarnya darah haidl yang pertama;
3. Tidak lebih dari 15 hari 15 malam jika keluar terus menerus;
4. Keluar setelah masa minimal suci yakni 15 hari 15 malam dari haidl
sebelumnya.
Dari persyaratan diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa paling sedikitnya
masa haidl (aqall al-haidl) adalah sehari semalam (24 jam) dan Paling
lamanya masa haidl (aktsar al-haidl) adalah 15 hari 15 malam;
Pada umumnya setiap bulan wanita mengeluarkan haidl selama 6 atau 7
hari, sehingga masa sucinya 23 atau 24 hari. Namun, ada juga wanita yang
haidl kurang atau lebih dari masa tersebut. Adapula yang mengalami haidl
tiap 5 bulan atau satu tahun sekali. Bahkan ada yang selama hidupnya tidak
pernah mengalami haidl seperti yang dialami Sayyidah Fathimah al-Zahra7.
Paling sedikit jarak masa yang memisah antara haidl satu dengan haidl
sebelumnya (aqall al-thuhri) adalah 15 hari 15 malam. Sehingga tidak
menutup kemungkinan dalam satu bulan wanita mengalami haidl dua kali.
Contoh: Keluar darah 2 hari (tanggal 1 & 2)
Berhenti selama 16 hari
Keluar darah lagi selama 3 hari (tanggal 19, 20, & 21)
Maka, 2 hari pertama dihukumi haidl dan 3 hari yang akhir saat keluar
darah juga dihukumi haidl, sebab keluarnya setelah melewati masa suci 15
hari. Sedangkan 16 waktu berhenti darah dihukumi masa suci yang memisah
dua haidl.
Sedangkan, Jika masa pemisah antara haidl satu dengan haidl sebelumnya
kurang dari 15 hari, maka ditafsil (diperinci):
a. Bila darah pertama dan kedua masih dalam rangkaian waktu 15 hari, maka
semuanya dihukumi haidl termasuk masa berhenti diantara dua darah
tersebut8.
7 Al Bajuri I/112
8
Bugyah al Mustarsyidin 31
8
Contoh: Keluar darah 3 hari
Berhenti selama 3 hari
Keluar darah lagi selama 5 hari
maka, 6 hari pertama dihukumi haidl, berhenti 9 hari dihukumi masa suci
dan 2 hari terakhir dihukumi darah kotor (fasad) yang dihukumi sebagai
masa suci.10
c. Bila jumlah masa suci pemisah ditambah darah kedua melebihi 15 hari, maka
sebagian darah kedua dihukumi darah fasad (untuk meneyempurnakan
masa suci 15 hari) dan sisanya dihukumi darah haidl yang kedua bila
memenuhi syarat-syarat haidl11.
Contoh 1: Keluar darah pertama 3 hari
Berhenti selama 12 hari
Keluar darah kedua selama 6 hari
Maka, 3 hari pertama adalah haidl, berhenti 12 hari adalah masa suci. 3
hari darah kedua adalah darah kotor yang dihukumi masa suci
(penyempurna suci 15 hari). Sedangkan 3 hari akhir adalah haidl yang kedua.
9
Contoh 2: Keluar darah pertama 10 hari
Berhenti selama 10 hari
maka, 10 hari pertama adalah haidl. 10 hari ketika berhenti ditambah 5
hari darah kedua (penyempurna 15 hari) dihukumi masa suci. Dan 5 hari
terakhir dari keluar darah kedua adalah haidl yang kedua.
12
Bugyah al Mustarsyidin 31
10
Catatan penting!!
Bagi wanita yang kesulitan melakukan beberapa ketentuan diatas, maka
hendaknya mengikuti madzhab Malikiyyah yang cukup simpel dalam
permasalahan haidl. Yakni ketika darah berhenti maka dihukumi suci
dan jika darah keluar maka dihukumi haidl.13
13
Tadzkir Al-Naas hal. 60
14
al Muhadzdzab I/39
15
al Fiqh al Islami I/458
16 al Mughni al Muhtaj I/113
11
Wanita yang darahnya berhenti dan memiliki kebiasaan keluar lagi sesuai
adat bulan sebelumnya, para ulama madzhab Syafi’I berbeda pendapat
dalam menghukuminya:
1) Menurut imam ar-Rafi’, tidak wajib baginya melakukan thaharah dan
shalat setiap berhentinya darah, cukup menunggu sampai pada kebiasaan
berhentinya haidl;
2) Menurut imam an-Nawawi, wajib baginya untuk melakukan thaharah dan
shalat setiap kali darah berhenti.17
12
d) Biasanya, menjelang atau di saat haidl, wanita mengalami gangguan
kesehatan. Di antaranya (berdasarkan hasil polling):
1. Payudara mengencang dan teras sakit;
2. Pegal-pegal, lemah dan lesu;
3. Perut terasa sakit/mulas;
4. Mudah emosi.
Hal-hal tersebut tidak perlu ditanggapi secara berlebihan. Sebab itu
hanyalah dampak dari keluarnya darah secara wajar. Biasanya akan
hilang di saat berhentinya darah haidl, bahkan terkadang hal itu hanya
berlangsung sebentar.
13
Dengan demikian, karena keputihan dan cairan yang keluar dari farji
bukan darah haidl, maka tidak mewajibkan mandi. Namun bila cairan
tersebut dihukumi najis (keluar dari dalam tubuh), maka harus disucikan
saat hendak melaksanakan wudlu dan sholat. Dan jika terus menerus keluar,
maka hukumnya seperti istihadloh dan tata cara bersuci serta ibadahnya
akan dijelaskan dalam fasal mustahadloh. 23
23 Raferensi :
a) al-mahali juz I hal : 101 – 102
b) Tuhfah al-Muhtaj Juz I hal : 645 - 646
14
BAB II
NIFAS
A. Pengertian Nifas
Yang dinamakan nifas adalah darah yang dikeluarkan wanita setelah
melahirkan atau belum melebihi 15 hari setelahnya.
Adapun darah yang dikeluarkan pada saat terasa akan melahirkan dan darah
yang dikeluarkan bersamaan dengan bayi hukumnya diperinci sebagaimana
berikut:
a. Jika bersambung dengan haidh sebelumnya serta mencapai masa
minimalnya haidl yaitu 24 jam, maka dihukumi darah haidh.
Contoh: seorang wanita hamil mengeluarkan:
Darah pertama (haidl) 3 hari
Kemudian melahirkan
Darah terus keluar selama 20 hari
Maka, 3 hari dihukumi haidl, dan 20 hari setelah melahirkan dihukumi nifas.
b. Dan jika tidak bersambung, maka dihukumi darah istihadlah.
Contoh: seorang wanita hamil mengeluarkan:
Darah pertama (haidl) 5 hari
Berhenti selama 1 hari
Kemudian melahirkan
Darah terus keluar selama 20 hari
15
B. LAMA WAKTU NIFAS
Minimal nifas adalah 1 tetes (sebentar), walaupun basahnya darah tidak
sampai mengalir. Umumnya nifas adalah 40 hari. Sedangkan batas maksimal
nifas adalah 60 hari 60 malam dihitung mulai dari lahirnya sang buah hati.
Contoh:
Seorang wanita melahirkan pada tanggal 1, mulai keluar darah tanggal 11.
Maka perhitungan genapnya 60 hari terhitung mulai dari tanggal 1 (tidak dari
tanggal 11). Sedangkan yang dihukumi nifas (yang diharamkan sholat dan lain
sebagainya) mulai tanggal 11. Dan masa antara melahirkan dan keluar darah
dihukumi suci, sehingga dia tetap diwajibkan sholat, boleh berhubungan badan
dan lain sebagainya.
BAB III
HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN HAIDL DAN NIFAS
24
al Mahalliy I/100
16
Adapun apabila bersikeras mengqodloi sholat yang ia tinggalkan saat
haidl atau nifas, maka menurut imam al-Baidlowi hukumnya haram, serta
makruh menurut ‘ulama lain, dan menurut kedua pendapat ini sholat qodlo'
yang dilakukan tidak sah, sesuai dengan kaidah fiqih :
ْ َ َْ َْ ْ َ ْ ُ َْ ُ ْ َ َُ َ َْ
ال ِعبادة حيث لم تطلب لم تنع ِقد
Artinya: “Ibadah yang tidak dianjurkan tidak sah dilakukan.”
2. Sujud syukur dan tilawah
Pada dasarnya kedua sujud ini hukumnya sunnah dilakukan bila ada
sebab-sebab yang menuntut sujud tersebut. Namun, karena syarat sah kedua
sujud ini sama dengan syarat sah sholat, maka bagi wanita yang mengalami
haidl tidak sah dan haram melakukannya.25
3. Puasa (wajib maupun sunnah)
Rasulullah bersabda: َ َ
ْ ُ َ ْ َ ِّ َ ُ ْ َ ُ َ ْ اض
َ َ َ َ َْ
ت الم ْرأة لم تصل َولم تصم ِ أليس إِذا ح
Artinya: “Bukankah perempuan apabila sedang haidl tidak boleh sholat dan
puasa?” (H.R. Bukhari-Muslim).
Berbeda dengan sholat, puasa yang ditinggalkan wajib diqodlo’i mengingat
puasa hanya sekali (satu bulan) dalam setahun, sehingga dianggap tidak
timbul masyaqqah. Namun, jika haidl atau nifas telah berhenti maka boleh
untuk melakukan puasa meskipun belum mandi besar.
4. Thawaf (wajib maupun sunnah)
Semua ibadah (manasik) haji boleh dilakukan oleh wanita haidl kecuali
thawaf dan sholat sunnah thawaf, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan
oleh sayyidah ‘Aisyah RA.:
ُّ َ ْ ُ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ ََ َ ْ
ُّ َّال انل
َ َ َ ْ َّ َ
اْلاج ِب صلعم ا ِفع ِِل ما يفعل ِ ق ف ت ِضح ف َس
ِ جئن ا ِ لما: عن اعئشة ريض اهلل عنها قالت
ْ ُ ْ َ ََ َْ َ ْ َ َ ُ ْ ْ َْْ َ ى
.ت حّت تطه ِري ِ غْي أن ال تطو ِِف بِاْلي
Artinya: Dari A’isyah Ra. dia berkata “ketika kami sampai di sarif, saya
mengalami haidl”, maka Nabi saw bersabda: “Lakukanlah semua hal yang
harus dilakukan oleh orang yang haji tetapi engkau tidak boleh thawaf di
Baitullah sehingga engkau suci (dari haidl).” (H.R. Bukhari-Muslim)
25
I’anah at Thalibin I/209-210
17
5. Membaca al Qur-an
Maksudnya melafalkan dengan lisan yang sampai bisa didengar oleh dirinya
sendiri. Sehingga apabila dibaca didalam hati, dibaca dengan niat dzikir/do’a
atau dibaca tanpa niat apapun (mutlaq) maka diperbolehkan26. semisal
membaca basmalah ketika akan minum sebagai doa untuk mendapat barakah.
Keharaman ini bersumber dariً hadistْ Rasulullah:
ْ
ْ ُْ َ ْ َ ُ َ ََ ُ ُُ َ َْ
ِ ال يقرأ ِاْلنب وال اْلا ِئض شيأ مِن القر
آن
Artinya: “Tidak diperbolehkan bagi orang yang junub dan wanita yang sedang
haidl membaca sesuatu (ayat) dari al Qur-an.” (H.R. al-Turmudzi).
6. Menyentuh dan membawa mushaf (al Qur-an).
Yang dimaksud mushaf adalah setiap sesuatu yang ditulisi lafaz al Qur-an,
dengan tujuan dirosah (dibaca) meskipun kurang dari satu ayat.
Allah berfirman:
ٌ ْ َ َ ُ َّ َ ُ ْ َّ ُ ُّ َ َ َ
َ يل م ِْن َر ِّب الْ َعالَم ُ ْ َ َ ٌ َ ٌ َ ْ ُ َ ُ َّ
ي ِ ْن
ِ ت، ال يمسه إِال المطهرون،ونٍ اب مكنٍ ِِف كِت،إِنه لقرءان ك ِريم
Artinya: “Sesungguhnya al Qur-an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada
kitab yang terpelihara (lauh al-mahfuzh), tidak (boleh) menyentuhnya
kecuali hamba-hamba yang disucikan, diturunkan dari Tuhan semesta alam.”
(QS. Al Wâqi’ah; 77-80)
Namun, apabila yang disentuh atau yang dibawa adalah al-Qur’an yang
ditafsiri maka tidak diharamkan selama tafsrnya lebih banyak dari ayat al-
Qur’annya. Seperti tafsir Jalalain, tafsir Munir dan lain-lain.27
7. Berdiam diri atau lewat di dalam masjid.
Nabi bersabda: ُ
ب
ُُ َ َ َ َ إ ِّّن ال أح ُِّل ال ْ َم ْس
ٍ جد ِْلائ ٍِض وال جن
ِ ِ
Artinya: “Saya tidak menghalalkan masjid bagi orang yang sedang haidl dan
tidak pula bagi orang yang junub.” (HR. Abu Daud)
Khusus untuk keharaman lewat dalam masjid jika memang dikhawatirkan
ada darah yang mengenai masjid.28
26
Hasyiyah al Bujairimi ‘alaa Khatib I/356-358
27
Fath al-Muin hal
28
Hasyiyah al-Jamal juz 1 hal. 237
18
8. Dicerai.
Seperti halnya puasa, keharaman ini berlaku ketika darah haidl masih
mengalir, berbeda ketika sudah terputus (mampet). Hal ini diharamkan, sebab
bila sang istri dicerai saat haidl, maka akan menajdi penyebab bertambah
lamanya masa ‘iddah (penantian untuk memastikan kosongnya rahim)29. Dan
yang mendapatkan dosa keharaman ini adalah sang suami bukan istri.
9. Melakukan hubungan badan.
Keharaman ini merujuk pada firman Allah Swt.:
َ ُ ْ َ َّ َ َّ ُ ُ ْ َ َ َْ ْ َ
َ اع ََتلُوا النِّ َس
.ِيض َوال تق َربوهن حّت يطه ْرن
ِ اء ِِف المح ِ ف
Artinya: “Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haidl, dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci.”
(QS. Al Baqoroh: 222)
Menurut para ulama, berhubungan badan saat istri sedang haidl adalah
termasuk dosa besar, walaupun tidak sampai mewajibkan kafarat.
Kemudian, bagi seseorang yang sudah terlanjur menyetubuhi wanita disaat
haidl disunahkan untuk bersedekah sebanyak satu dirham (3,88 gram emas)
apabila persetubuhan dilakukan saat-saat awal darah haidl keluar. Apabila
persetubuhan dilakukan saat-saat akhir darah haidl keluar, maka sunah
bersedekah setengah dinar (2,94 gram emas).30
Hanya saja jika ada kekhawatiran terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan
seperti berzina, maka diperbolehkan menyetubuhi istri yang sedang dalam
masa haidl. Hal ini mengacu pada sebuah kaidah fiqh:
إذا تعارض مفسدتان روِع أعظمهما رضرا بارتكاب أخفهما
"Jika ada dua mafsdah bertentangan, maka yang lebih dijaga adalah yang
lebih besar dampaknya dengan memilih dampak yang lebih ringan".
Dengan demikian, jika persetubuhan dilakukan dalam kondisi tersebut,
maka tidak lagi disunahkan bersedekah sebagaimana diatas.31
29
Al-Mahally juz 1 hal. 100
30
Fiqhul islami I/475 & Fathul qodir 19
31
Hasyiyah Syibromalisi 'ala nihayah al-muhtaj,juz 3 hal.109
19
10. Bersentuhan kulit pada anggota tubuh antara lutut dan pusar.
Imam Abu Dawud meriwayatkan:
َ َ َ
َ َ َ َْ َ َ ََ ٌ َ َ َ َْ ُ َ َ ْ ُ َ ْ َ َ َّ ُ َ َ َّ َّ َ َ ُّ ى
ِ ما فوق ا ِِلز: ما َيِل ل ِلرج ِل م ِِن امرأت ِ ِه و ِِه حائ ِض؟ فقال: ِب
ار ِ عن معا ِذ ب ِن جب ٍل أنه سأل انل
Artinya: diceritakan dari sahabat Mu’adz bin Jabal, bahwa ia bertanya kepada
Nabi saw “apa yang halal dilakukan seorang suami pada istrinya di saat
haidl?” Rasulullah menjawab: “persentuhan kulit pada selain anggota antara
lutut dan pusar”. (HR. Abu Daud)
Selain hadist Nabi tersebut, hal ini juga dikarenakan menyentuh anggota di
antara pusar dan lutut walaupun dengan tanpa syahwat bisa mendorong
suami melakukan hubungan badan.
B. Shalat Yang Harus Diqadla’ Sebab Datang Dan Berhentinya Haidl Dan
Nifas
Dalam kitab-kitab kuning para ulama salaf mengategorikan haidl dan nifas
sebagai mawani’ as-shalat (sesuatu yang mencegah shalat). Datang dan
berhentinya mawani’ as-shalat bisa mengakibatkan hutang shalat yang harus
diqadla’. Dan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jika haidl dan nifas terjadi setelah masuknya waktu yang cukup untuk
digunakan untuk melakukan shalat, maka setelah suci ia wajib mengqadla;
shalat yang belum sempat dikerjakan saat datangnya haidl dan nifas.
Contoh:
Darah haidl keluar pukul 13.00 WIB,. Sementara ia belum melakukan
shalat Dzuhur, maka setelah darah berhenti (suci) wajib mengqadla’
shalat dzuhur.
2. Jika haidl dan nifas terjadi setelah masuknya waktu shalat sampai batas
minimal masih bisa melakukan takbiratul ihram, maka ia harus
melakukan shalat pada waktu tersebut serta shalat yang bisa diqadla
dengan shalat tersebut.
Contoh:
Darah haidl berhenti pukul 16.00 WIB. Maka ia wajib melaksanakan shalat
Ashar dengan ada’ dan juga shalat Dzuhur dengan qadla’ sebab Dzuhur
merupakan shalat yang bisa dijama dengan Ashar.
20
C. Puasa Yang Harus Diqadla’ Sebab Datang Dan Berhentinya Haidl Dan
Nifas
Bila haidl dan nifas terjadi di bulan Ramadan, maka semua puasa yang
ditnggalkan wajib diqadla’ termasuk masa darah berhenti yang masih
dihukumi haidl atau nifas. Hal ini biasanya terjadi pada wanita yang haidl atau
nifas secara terputus-putus.
Contoh:
Awal Ramadan keluar darah haidl selama 2 hari, kemudian berhenti selama 3
hari dan ia melakukan puasa. Kemudian ternyata keluar darah lagi selama 5
hari. Baru setelah itu suci sampai akhir bulan Ramadan.
Maka, puasa yang harus diqadla’ adalah 10 hari dari awal Ramadan. Sebab
semua dihukumi haidl , termasuk 3 hari tidak keluar darah, sehingga puasa
yang dilakukan tidak sah.
BAB IV
ISTIHADLOH
A. Pengertian Istihadlah
Secara istilah syara' istihadloh adalah darah penyakit yang keluar dari
alat kelamin wanita yang tidak sesuai dengan ketentuan darah haidl dan
darah nifas.
B. Warna dan Sifat Darah
Dalam membahas masalah istihadloh, yang perlu diperhatikan
terlebih dahulu adalah mengetahui sedetail mungkin antara kuat dan
lemahnya darah. Kuat dan lemahnya darah dipengaruhi oleh warna dan sifat
darah sebagaimana berikut: 32
1. Warna darah:
1) Hitam
2) Merah
3) Merah kekuning-kuningan
4) Kuning
5) Keruh
32
Hasyiyatul bujairomi alal khotib juz 1 hlm 341
21
2. Sifat-sifat darah:
1) a. Kental
b. Cair
2) a. Berbau busuk/anyir
b. Tidak berbau
Warna nomor 1 lebih kuat dari pada nomor 2. Dan warna nomer 2 lebih
kuat dari pada nomer 3, begitu seterusnya. Jika kedua darah sama-sama
memiliki sifat atau warna yang mendorong kearah kuat, maka yang dihukumi
darah kuat adalah yang lebih banyak ciri-ciri yang mendorong ke arah kuat.33
C. Pembagian Mustahadlah
Pembagian wanita yang mengalami istihadlah ini berdasarkan apakah ia
sudah pernah haidl atau belum (mubtadi’ah atau mu’tadah), apakah ia bisa
membedakan kuat dan lemahnya darah atau tidak (mumayyizah atau ghoiru
mumayyizah), apakah ia mengingat kebiasaan haid bulanannya atau tidak
(dzakirah li’adatiha atau ghoiru dzakirah li’adatiha). Sehingga wanita yang
mengalami istihadloh di bagi menjadi 7 (tujuh) kelompok:
1. Mubtadi’ah mumayyizah
2. Mubtadi’ah ghoiru mumayyizah
3. Mu’tadah mumayyizah
4. Mu’tadah ghoiru mumayyizah dzakiroh li ‘adatiha qadran wa waqtan
5. Mu’tadah ghoiru mumayyizah nasiyah li ‘adatiha qadran wa waqtan
6. Mu’tadah ghoiru mumayyizah dzakiroh li ‘adatiha qadran la waqtan
7. Mu’tadah ghoiru mumayyizah dzakiroh li ‘adatiha waqtan la qadran
Nb: Keterangan selebihnya tentang istihadloh dapat anda baca dalam buku
“uyunul masa-il linnisa” terbitan Pon-Pes Lirboyo.
33
Al mahalli ma’a hasyiyatu al qulyubi juz 1 hlm 102-103
22
TATA CARA SHOLAT BAGI WANITA MUSTAHADHOH
Wanita yang istihadhoh dan orang yang beser air seni tetap diwajibkan
sholat, puasa dan amaliah syariat yang wajib baginya, serta ia diperbolehkan
membaca Al-Qur’an, berhubungan badan dengan suaminya dan lain-lain sebab ia
dihukumi orang yang suci (bukan haid).
Namun sebelum berwudhu', ia harus mengikuti aturan berikut:
1. Harus mencuci alat kelaminnya dari najis yang keluar.
2. Menyumbat alat kelamin dengan kapas atau yang sejenis. Hal ini dilakukan,
jika tidak timbul rasa sakit saat disumbat. Dan jika dia sedang berpuasa,
maka hal itu harus dihindari pada waktu siang hari karena akan
menyebabkan batalnya puasa.
Dalam penyumbatan ini, tidak dianggap cukup bila penyumbatan hanya
dimasukkan pada alat kelamin yang tidak wajib disucikan pada waktu istinja'.
Namun harus dimasukkan ke bagian dalam alat kelamin, agar ketika sholat tidak
dihukumi membawa sesuatu yang terkena najis. Dan jika darah yang keluar
terlalu banyak sehingga tembus keluar penyumbat, maka diperkenankan
membalut bagian luar alat kelaminannya saja dikarenakan dlorurot.
Semua ketentuan diatas, mulai mencuci alat kelamin sampai mengerjakan
shalat harus dilakukan dengan segera. Dalam artian jika setelah wudlu tidak
segera melaksanakan shalat untuk kepentingan selain kemaslahatan shalat,
seperti makan, minum dan lain sebagainya, maka tidak sah. Sedangkan jika tidak
segera shalat karena kemaslahatan shalat, seperti menutupi aurat, menanti
jamaah, menjawab adzan dan lainsebagainya, maka hukumnya diperbolehkan
(tidak perlu mengulangi bersuci kembali).
Catatan:
Jika darahnya keluar karena kurang kuatnya pembalut, maka bersucinya
batal dan pembalutnya harus dilepas dan bersuci dimulai dari awal lagi.
Bagi wanita yang kesakitan memakai penyumbat dan wanita yang berpuasa
meskipun puasa sunnah, maka dia tidak wajib memakainya. Sebab
memakai penyumbat dapat membatalkan puasanya.
23
Mereka dalam berwudlu tidak boleh berniat untuk menghilangkan hadats
atau bersuci dari hadats. Hal ini karena hadatsnya tidak pernah putus. Akan
tetapi harus berniat agar diperbolehkan menjalankan ibadah fardlu atau
agar diperbolehkan shalat, seperti:
نويت الوضوء الستباحة الصالة فرضا هلل تعال
"Nawaitul wudhuu-a listibahatish sholaati fardhon lillahi ta'ala".
Semua ketentuan diatas, mulai mencuci alat kelamin sampai berwudlu
harus dikerjakan setelah masuk waktu shalat dan setiap akan melakukan
shalat fardlu.
Setiap kali akan berwudlu harus mengganti pembalut dengan yang baru
dan yang rapat.
Peringatan:
1. Bagi orang yang selalu dalam keadaan berhadats (orang yang istihadhoh dan
beser) jika melakukan sholat dengan cara duduk maka hadatsnya tidak
keluar. Maka dia diwajibkan sholat dengan cara duduk dan setelah sehat
tidak wajib mengulangi (I'adah).
2. Bagi orang yang selalu dalam keadaan berhadats dan dia mempunyai dugaan
kuat bahwa di akhir waktu sholat ada selang / tenggang waktu terputusnya
hadats yang sekira cukup untuk bersuci dan sholat, maka diwajibkan
mengakhirkan sholatnya agar dapat mengerjakan sholat dalam keadaan suci
yang sempurna.
3. Orang beser hukumnya sah (boleh) menjadi imam sholat, walaupun
makmumnya tidak beser. Dan seorang wanita yang istihadhoh yang yakin
bahwa darah yang keluar itu adalah darah istihadhoh (ghoiru mutahayyiroh
/ tidak kebingungan), dia juga sah (boleh) menjadi imam sholat walaupun
makmumnya tidak istihadhoh. Sedangkan wanita istihadhoh yang
kebingungan (mutahayyiroh) apakah darah yang dikeluarkan itu dihukumi
darah haid atau istihadhoh (mutahayyiroh), maka tidak boleh menjadi imam
walaupun makmumnya juga mutahayyiroh.
24