Anda di halaman 1dari 25

HADITS TENTANG TATA PERGAULAN

DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD RAFLI BATU BARA (0206232070)
SUKRI PADIL DONGORAN (0206232071)
WAHDANIAH SITORUS (0206232073)

Dosen Pengampu :
AHMAD ZUHRI M.H

Untuk memenuhi tugas mata kuliah:


HADITS

PROGRAM STUDI HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATRA UTARA

1
KATA PENGANTAR
Yang pertama, tentu tak lupa syukur dan pujian atas kehadirat Allah yang telah
mencurahkan nikmat sehat, lalu nikmat iman dan islam sehingga penyusun dapat
menyusun kerangka berpikir melalui tulisan berbentuk makalah dengan judul
“Hadist Tata Pergaulan” dengan bantuan, bimbingan serta arahan dari dosen
pembimbing mata kuliah Hadist.
Penyusun sangat berterim kasih kepada Bapak Dosen Ahmad Zuhri M.H, selaku
dosen pembimbing mata kuliah Hadist yang sudah memberi banyak masukan, sarandan kritik
untuk memotivasi kami lebih maju dalam sistem pembelajaran penulisan makalah, tentunya
dengan pijakan-pijakan kritik yang sangat kami harapkan, semoga menjadi ladang amaljariyah
bagi beliau,amin.
Selaku penyusun yang masih duduk di bangku perkuliahan, tentu penyusun
sangat merasa masih banyak yang harus ditambahkan ataupun dikurangi dalam
penulisan makalah ini, minimnya bahan referensi serta kurang berpengalamannya
penyusun sangat berpengaruh terhadap tingkat kesempuranaan tulisan, untuk itu
kepada semua pihak yang telah memperhatikan, menelaah dan mencermati tulisan
makalah ini, kami harapkan juga masukannya dan pemikirannya sehingga kami dapat
belajar lagi dan lagi demi kemajuan dan peningkatan kualitas tulisan kami, akhir kata
kami mengucapkan terima kasih, wassalam.

Medan, 24 Oktober 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... 2


DAFTAR ISI .................................................................................................... 3
BAB I ................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ........................................................................................ 4
A. Latar Belakang ................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 4
C. Tujuan ................................................................................................. 4
BAB II .............................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ........................................................................................... 5
A. Larangan berduaan tanpa mahram ................................................. 5
B. Sopan santun duduk di jalan............................................................. 9
C. Menyebarluaskan salam .................................................................. 13
BAB III ........................................................................................................... 24
KESIMPULAN .......................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 25

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian umat Islam, kita tentu mengetahui dengan baik bahwa Allah SWT
telah menetapkan batas-batas dalam pergaulan. Yang mana dalam pergaulan
terkadang manusia tidak lepas dari kesalahan, dosa, dan kekhilafan. Untuk itu perlu
rujukannya dalam bertingkah laku. Rujukan tersebut diantaranya adalah hadits-
hadits/sabda Rasulullah SAW, karena risalah pertama yang disampaikan kepada
umat Islam adalah tentang akhlak. Hendaknya dalam kehidupan sehari-hari kita
mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah disampaikan pada kita secara jelas. Agar
dalam pergaulan sehari-hari, kita tidak melampaui batas yang telah ditetapkan,
maka kita harus dapat memahami sabda-sabda Rasulullah tersebut.
Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa hanya pergaulan bebas dan
semacamnya hampir-hampir tidak memiliki rem, kaum muda saat ini berbuat
sekehendak hatinya. Begitu pula halnya kebiasaan nongkrong di jalan hampir-
hampir jadi tradisi serta hubungan silaturrahmi pun jarang dilakukan. Untuk itulah,
kita sebagai orang yang berilmu agar bisa mencari jalan keluar untuk berbagai
macam permasalahan dan kemudian kita dapat memprakteknya dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam Islam telah diatur bagaimana tata cara bergaul atau bersosialisasi
dengan sesama makhluk hidup, baik sesamamuslim atau non Muslim agar tercipta
kehidupan yang harmonis dan tidak ada percekcokan apalagi sampai saling
bertumpah darah. dan artikel ini akan menjelaskan bagaiamana tata cara pergaulan
yang baik dan benar,walaupun bukan satu agama,mengingat di era sekarang ini
banyak sekali yang mengabaikanya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hadist tentang Larangan berduaan tanpa mahram?
2. Bagaimana Hadist tentang Sopan santun duduk di jalan?
3. Bagaimana Hadist tentang Menyebarluaskan salam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Hadist tentang Larangan berduaan tanpa mahram,
2. Untuk mengetahui Hadist tentang Sopan santun duduk di jalan,
3. Untuk mengetahui Hadist tentang Menyebarluaskan salam.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Larangan berduaan tanpa mahram
Khalwat adalah berdua-duaan antara pria dan wanita yang tidak ada punya
hubungan suami istri dan tidak ada pula mahram tanpa adanya orang ketiga.
Pertemuan hendaklah dilakukan di tempat yang ramai bukan di tempat sepi yang
tersembunyi, hingga tidak mudah terkontrol/terbebas dari pengawasan ramai. Hal ini
perlu diperhatikan agar terhindar dari fitnah dan hasutan syaitan supaya melakukan
perkara-perkara maksiat.1
Dalam sebuah hadis shahih riwayat Imam Bukhari disebutkan sebagai berikut:

‫علَ ْي ِه‬ َّ ‫صلَّى‬


َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو َل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬ َ ،‫ع ْن ُه َما‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬
ِ ‫َّاس َر‬
ٍ ‫عب‬ َ ‫ع ْن اب ِْن‬ َ
‫«َل َي ْخلُ َو َّن َر ُج ٌل ِبا ْم َرأَةٍ ِإ ََّل َو َم َع َها ذُو محرم‬
َ :ُ‫ب َيقُول‬ ُ ‫سلَّ َم َي ْخ‬
ُ ‫ط‬ َ ‫و‬,
َ
َ َ‫سافِ ُر ْال َم ْرأَة ُ ِإ ََّل َم َع ذِي َمحْ َر ٍم» فَق‬
ُ ‫ يَا َر‬:‫ فَقَا َل‬،‫ام َر ُج ٌل‬
‫ ِإ َّن‬،ِ‫سو َل هللا‬ َ ُ ‫َو ََل ت‬
َ ‫ «ا ْن‬:‫ قَا َل‬،‫ َوإِنِي ا ْكتُبْتُ فِي غ َْز َوةِ َكذَا َو َكذَا‬،ً‫ت حاجة‬
‫ط ِل ُق‬ ْ ‫ام َرانِي خ ََر َج‬،
ْ
ُ ‫ َواللَّ ْف‬،‫علَ ْي ِه‬
‫ظ ِل ُم ْس ِل ٍم‬ َ ‫ ُمتَّفَ ٌق‬.»‫ام َرأ َ ِت َك‬
ْ ‫فَ ُح َّج َم َع‬

Artinya: Ibnu Abbas 'anhu, ia berkata: Saya mendengar Nabi şallallāhu 'alaihi
wasallam berkhutbah seraya bersabda: "Janganlah sekali-kali seorang laki-laki
berduaan dengan seorang wanita kecuali wanita itu disertai mahramnya. Dan seorang
wanita juga tidak boleh bepergian sendirian, kecuali ditemani oleh mahramnya." Tiba-
tiba berdirilah seorang laki-laki dan bertanya, "Ya, Rasulullah, sesungguhnya isteriku
hendak menunaikan ibadah haji, sedangkan aku telah ditugaskan pergi berperang ke
sana dan ke situ; bagaimana ini?" Rasulullah şallallahu 'alaihi wasallam pun
menjawab: "Tunaikanlah ibadah haji bersama isterimu." (Şahih Muslim).
Larangan tersebut, antara lain dimaksudkan sebagai batasan dalam pergaulan
antara lawan jenis demi menghindari fitnah. Dalam kenyataannya, di negara-negara
yang menganut pergaulan bebas, norma-norma hukum dan kesopanan merupakan

1
Masrap Suhaimi, dkk, Terjemah Bulughul Maram. (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), h. 461-462

5
salah satu pembeda antara manusia dengan binatang seakan-akan hilang.
Hal ini karena kesenangan dan kebebasan dijadikan sebagai rujukan utama.
Akibatnya, perzinahan sudah bukan hal yang aneh, tetapi sudah biasa terjadi, bahkan
di tempat-tempat umum sekalipun. Kalau demikian adanya, apa bedanya antara
manusia dengan binatang?
Oleh karena itu, larangan Islam, tidak semata-mata untuk membatasi
pergaulan, tetapi lebih dari itu yaitu, untuk menyelamatkan peradaban manusia.
Berduaan dengan lawan jenis merupakan salah satu langkah awal terhadap terjadinya
fitnah. Dengan demikian, larangan perbuatan tersebut, sebenarnya sebagai langkah
preventif (bersifat mencegah) agar tidak melanggar norma-norma hukum yang telah
ditetapkan oleh agama dan yang telah disepakati masyarakat.
Adapun larangan kedua, tentang wanita yang bepergian tanpa mahram,
terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Ada yang menyatakan bahwa
larangan tersebut sifatnya mutlak. Dengan demikian, perjalanan apa saja, baik yang
dekat maupun yang jauh, harus disertai mahram. Ada yang berpendapat bahwa
perjalanan tersebut adalah perjalanan jauh yang memerlukan waktu minimal dua hari.
Ada pula yang berpendapat bahwa larangan tersebut ditujukan bagi wanita yang masih
muda-muda saja, sedangkan bagi wanita yang sudah tua diperbolehkan, dan masih
banyak pendapat lainnya.2
Hadis ini secara tegas menyatakan bahwa wanita dan pria yang bukan suami
istri, dilarang berduaan tanpa mahram dari wanita itu. Begitu pula wanita dilarang
bepergian tanpa mahramnya. Sebenarnya, kalau dikaji secara mendalam, larangan
wanita mengadakan safar (perjalanan) adalah sangat kondisional. Seandainya wanita
tersebut dapat menjaga diri dan meyakini tidak akan terjadi apa-apa. Serta merasa
bahwa ia akan. merepotkan mahramnya setiap kali akan pergi. Maka perjalanannya
dibolehkan. Misalnya pergi untuk kuliah, kantor dan lain-lain. Namun demikian, lebih
baik ditemani oleh mahramnya, kalau tidak merepotkan dan menganggunya. 3

2
Nashiruddin Al-Albani Muhammad. Shahih sunan ibnu majah, Jakarta, Ebook Creator, 2008 hal. 1991 no.
2467
3
Drs. Abdullah Karim, M. Ag. Hadis-Hadis Nabi saw. (Banjarmasin: CV Naga Jaya Offset, 2004) h. 75-76

6
Dengan demikian, yang menjadi standar adalah kemaslahatan dan keamanan.
Begitu pula pergi haji, kalau diperkirakan akan aman, apalagi pada saat ini telah ada
petugas pembimbing haji yang akan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan
kelancaran para jamaah haji, maka seorang wanita yang pergi haji tidak disertai
mahramnya diperbolehkan kalau memang dia sudah memenuhi persyaratan untuk
melaksanakan ibadah haji.4
Mengapa Rasulullah s.a.w. melarang diri kita berkhalwat? Itulah pertanyaan yang
beberapa kali muncul dalam pengajian remaja yang saya asuh. Mereka - para remaja
sering memertanyakan alasan yang ada di balik larangan itu, karena saat ini
berdasarkan pengamatan mereka berkhalwat sudah menjadi bagian tak terpisahkan
dari aktivitas remaja pada umumnya.
Saya pun secara spontan menjawab, bahwa Rasulullah s.a.w. memang pernah
bersabda, antara lain dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam at- Tirmidzi
dari sahabat Abdullah bin Umar:

ُ ‫ط‬
‫ان‬ َّ ‫ام َرأَةٍ ِإ ََّل َكانَ ثَا ِلثَ ُه َما ال‬
َ ‫ش ْي‬ ْ ‫َل يَ ْخلُ َو َّن َر ُج ٌل ِب‬

"Tidaklah seorang laki-laki (yang) menyepi (berduaan) dengan seorang wanita,


kecuali yang ketiga dari keduanya adalah setan" (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-
Hakim).

Kita pun memahami bahwa larangan untuk tidak berkhalwat (berdua-duaan)


antara seorang laki-laki dan wanita yang bukan mahram selama ini memang'
selayaknya dipatuhi oleh setiap orang yang beriman sebagai wujud dari ketaatan 'kita'
kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi, masih banyak di antara kita, yang tidak atau
minimal kurang' memahami illat (alasan) di balik larangan itu. Sehingga muncul
pertanyaan: "Karena apa hal tersebut (berkhalwat) dilarang?"
Kita semua tahu bahwa hadis di atas menegaskan keharaman berkhalwat bagi
seorang laki-laki dengan wanita yang bukan mahramnya. Dan kita pun sebagai muslim
meyakini bahwa melalui larangan ini 'Rasulullah s.a.w. menginginkan agar kita
terhindar dari godaan setan.

4
Muslim, Kitab: Haji, Bab: Perjalanan seorang wanita bersama mahramnya untuk haji dan selainnya No.
Hadist : 2391

7
Sebagai ilustrasi, ketika seorang beriman mampu menghindarkan diri dari
berkhalwat, maka ia sebenarnya telah mencegah dirinya dari perbuatan maksiat yang
bisa terjadi sebagai akibat dari perbuatan itu. Inilah yang dalam tradisi pemikiran fiqih
disebut dengan prinsip saddudz dzarî'ah (baca: menjaga diri dari perbuatan yang
berpotensi menimbulkan kemadharatan) Khalwat (khalwah) -- dalam bahasa Arab-
berarti berdua di suatu tempat yang tidak ada orang lain. Maksud dari tidak adanya
orang lain' dalam hal ini mencakup dua pengertian.
Sebagai solusi, untuk keluar dari permasalahan khalwat, lebih baik jika ada laki-
laki atau wanita yang berduaan ditemani oleh mahramnya yang diprediksi senantiasa
bisa memantau dan mengingatkan keduanya, meskipun tidak seratus persen menjamin
keselamatannya, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w:

‫ام َرأ َ ٍة ِإ ََّل َم َع ذِي َم ْح َر ٍم‬


ْ ‫َل َي ْخلُ َو َّن َر ُج ٌل ِب‬

"Janganlah seorang lelaki berdua dengan seorang wanita, kecuali dengan


mahramnya."( HR. Bukhari & Muslim).

Hadis ini bersama hadis-hadis yang lain yang semakna memberikan warning
(peringatan dini) bahwa kondisi khalwat, andaikata diperlukan, relatif bisa diantisipasi
dengan kehadiran mahram dari keduanya. Dengan demikian, bisa diharapkan kondisi
khalwat yang dapat menimbulkan fitnah itu bisa tereduksi. Tetapi, tentu saja bila
komunikasi atau perjumpaan antara laki-laki dan wanita tersebut dalam masih kisaran
perkara-perkara yang mubah dan disertai dengan niat baik keduanya, dan keduanya
tetap bisa menjaga batasan-batasan 'syariat' yang semestinya menjadi perhatian
keduanya dalam membangun kemashlahatan.
Bila kemashlahatan yang dimaksud diprediksi tidak akan tercipta, dan bahkan
cenderung akan memunculkan kemadharatan, maka khalwat dalam bentuk apa pun
sebaiknya dijauhi, dalam rangka mengantisipasi terjadinya perbuatan maksiat.5

5
Keluarga Sehat Tanpa Maksiat" Isham bin Muhammad Asy-Syarif dengan judul asli, "Mukhalafat fi
Buyutina". Penerbit: Samudera, 2008

8
Syaitan akan selalu mencari peluang dan memanfaatkan selagi kesempatan
untuk menjerumuskan anak cucu adam. Dalam banyak kasus muda-mudi mudah
sekali jatuh kedalam perzinaan apabila sudah berdua-duaan dimanapun.
Jadi larangan berkhalwat sebagai tindakan pencegahan supaya tidak jatuh
kelembah dosa yang lebih dalam. Nabi tidak membenarkan kita masuk ke kamar-
kamar perempuan. Maka hal ini memberi pengertian, bahwa kita dilarang duduk-
duduk berdua-duaan saja dalam sebuah bilik dengan seorang perempuan tanpa
mahramnya.6
B. Sopan santun duduk di jalan

‫ اياكم والجلوس في الطرقات‬: ‫م قال‬.‫وعن ابي سعيد الخدر رضي هللا عنه عن النبي ص‬
‫ فاذا ابيتم اَل‬: ‫م‬.‫ فقال رسول هللا ص‬,‫ يا رسول هللا ما لنا من مجالسنا بد نتحدث فيها‬: ‫قالوا‬
‫ غض البصر وكف‬: ‫ وما حق الطريق يا رسول هللا ؟ قال‬: ‫المجلس فاعطوا الطريق حقه قالوا‬
‫ )رواه البخاري و مسلم‬,‫األذي ورد السالم واَلمر بالمعروف والنهي عن المنكر‬

Diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri r.a, bahwasanya Nabi saw. pernah
bersabda, "Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan." Para sahabat berkata, "Ya
Rasulullah, kami duduk di situ untuk mengobrol, kami tidak bisa meninggalkannya."
Beliau bersabda, "Jika kalian tidak mau meninggalkan tempat itu maka kalian harus
menunaikan hak jalan." Para sahabat bertanya, "Apa hak jalan itu ya Rasulullah?"
Beliau menjawab, "Menundukkan pandangan, membuang hal-hal yang mengganggu
di jalan, menjawab salam, memerintahkan perkara ma'ruf, dan melarang perbuatan
mungkar," (H.R Bukahri dan Muslim)."7
Diriwayatkan dari al-Barra' bin Azb r.a, ia berkata, "Nabi saw. melintas di
majelis orang-orang Anshar, lalu beliau bersabda, "Jika kalian enggan meninggalkan
tempat tersebut maka tunjukilah si penanya jalan, jawablah salam dan tolonglah orang
yang teraniaya"," (Shahih, HR Abu Dawud ath-Thayalisi [710] dan at-Tirmidzi
[2726]).
Diriwayatkan dari Umar bin Khattab r.a, ia berkata, "Rasulullah saw.
mendatangi kami pada saat kami duduk-duduk di pinggir jalan. Lalu beliau bersabda,

6
Prof. DR. Teungku Muhammad Hasbi Ashshiddieqy, Mutiara Hadits 6. (Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra. 2003), h. 365
7
Shabir Muslich, Drs. M.A. Terjemah Riyadhus Shalihin II, PT. Karya Toha Putra Semarang, Semarang:
2004.

9
Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan ini sebab ini adalah majelisnya syaitan.
Jika kalian enggan meninggalkannya maka tunaikanlah hak jalan. 'Lantas Rasulullah
saw. pergi.
Aku berkata, 'Rasulullah saw. bersabda, 'Tunaikanlah hak jalan dan aku
belum bertanya apa hak jalan itu. Maka akupun mengejarkan dan bertanya, 'Ya
Rasulullah, anda katakan begini dan begitu, lalu apa hak jalan itu?" beliau menjawab,
Hak jalan adalah menjawab salam, menundukkan pandangan, tidak mengganggu
orang lewat, menunjuki orang yang tersesat, dan menolong orang yang teraniaya',"
(Hasan lighairihi, HR ath-Thahawi dalam kitab Musykilul Atsar [165]).
Penjelasan Kebahasaan
Ungkapan beliau: "mâ lana min majâlisinâ buddun" [kami tidak punya
(pilihan) tempat duduk-duduk" maksudnya adalah kami membutuhkan untuk duduk-
duduk di tempat-tempat seperti ini, karena adanya faedah yang kami dapatkan.
Ungkapan beliau "fa a'thủ ath-thariqa haqqahu" [berilah jalan tersebut
haknya] maksudnya adalah bila kalian memang harus duduk di jalan tersebut, maka
hendaklah kalian memperhatikan etika yang berkaitan dengan duduk-duduk di jalan
dan kode etiknya yang wajib dipatuhi oleh kalian.
Ungkapan beliau "ghadl-dlul bashar" [memicingkan pandangan] maksudnya
adalah mencegahnya dari hal yang tidak halal dilihat olehnya. Ungkapan beliau:
"kufful adza" [mencegah (adanya) gangguan] maksudnya adalah mencegah adanya
gangguan terhadap pejalan atau orang-orang yang lewat disana, baik berupa perkataan
ataupun perbuatan seperti mempersempit jalan mereka, mengejek mereka dan
sebagainya.
Oleh karena itu wajib bagi orang yang memiliki akal untuk memahami hadits
Rasulullah saw. yang beliau tujukan kepada ummatnya. Sesungguhnya beliau
berbicara kepada mereka agar mereka benar-benar berada di atas aturan agama
mereka, di atas adab yang berlaku dalam agama mereka, dan hukum-hukum yang telah
ditetapkan dalam agama mereka. Dan hendaklah ia mengetahui bahwa tidak ada
pertentangan di dalam hukum-hukum tersebut.
Dan setiap makna yang beliau lontarkan kepada mereka yang mengandung
lafadz bertentangan dengan lafadz sebelumnya merupakan lafadz yang memiliki
makna yang sejenis dan dicari dari masing-masing kedua makna tersebut. Apabila
terdetik dalam hati mereka adanya pertentangan atau perbedaan, berarti makna
tersebut bukan seperti yang mereka duga.

10
Dan apabila sebagian orang tidak mengetahui makna tersebut, itu dikarenakan
kelemahan ilmunya, bukan karena adanya pertentangan sebagaimana apa yang mereka
sangka. Larangan keras duduk-duduk di pinggir jalan, sebab itu adalah majelis syaitan,
kecuali apabila hak jalan tersebut ditunaikan.8
Abu Ja'far ath-Thahawi berkata dalam kitabnya Musykilul Atsar (1/158),
"Coba perhatikan atsar-atsar ini, ternyata kita dapati bahwa Rasulullah saw, melarang
duduk di pinggir jalan. Kemudian beliau membolehkannya dengan catatan harus
menunaikan hak-hak jalan tersebut sebagai syarat pembolehannya. Kita juga dapati
bahwa larangan duduk di pinggir jalan ditujukan bagi mereka yang tetapi ingin duduk
di pinggir jalan tetapi tidak menunaikan syarat-syarat tadi. Padahal duduk di tempat
tersebut dibolehkan bagi mereka yang dapat menjamin dirinya menunaikan syarat-
syarat dibolehkannya duduk di pinggir jalan."
Dengan demikian, jelaslah perbedaan antara larangan Nabi saw. dan
pembolehannya. Dan masing-masing memiliki makna yang berbeda dengan yang
lainnya. Hadits ini menunjukkan bolehnya menggunakan jalan umum selama tidak
mengganggu pengguna jalan. Jika demikian halnya maka secara akal, apabila duduk
di pinggir jalan dapat membuat sempit bagi pengguna jalan, tidak termasuk hal yang
dibolehkan oleh Rasulullah saw. Perkara seperti ini hukumnya sebagaimana yang
tercantum dalam hadits Sahl bin Mu'adz al-Juhani dari ayahnya, "Ketika areal
perumahan sudah semakin sempit hingga orang-orang menutup jalan untuk
perumahan, maka pada beberapa peperangan Rasulullah saw. memerintahkan untuk
diumumkan bahwa barangsiapa yang rumahnya sempit lantas ia menutup jalan untuk
perumahan maka tidak ada jihad baginya."
Oleh karena itu wajib bagi orang yang memiliki akal untuk memahami hadits
Rasulullah saw. yang beliau tujukan kepada ummatnya. Sesungguhnya beliau
berbicara kepada mereka agar mereka benar-benar berada di atas aturan agama
mereka, di atas adab yang berlaku dalam agama mereka, dan hukum-hukum yang telah
ditetapkan dalam agama mereka. Dan hendaklah ia mengetahui bahwa tidak ada
pertentangan di dalam hukum-hukum tersebut.

8
Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, h Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah anNabawiyyah, h atau Ensiklopedi
Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, h terj. Abu Ihsan al-Atsari, h Pustaka Imam Syafi'i: 2006, h. 3/330-331.

11
Dan setiap makna yang beliau lontarkan kepada mereka yang mengandung lafadz
bertentangan dengan lafadz sebelumnya merupakan lafadz yang memiliki makna yang
sejenis dan dicari dari masing-masing kedua makna tersebut. Apabila terdetik dalam
hati mereka adanya pertentangan atau perbedaan. berarti makna tersebut bukan seperti
yang mereka duga. Dan apabila sebagian orang tidak mengetahui makna tersebut, itu
dikarenakan kelemahan ilmunya, bukan karena adanya pertentangan sebagaimana apa
yang mereka sangka.9
Sebab Allah telah menjamin tidak ada pertentangan di dalamnya. Allah
berfirman:

َ ‫أَفَ َال يَتَدَب َُّرونَ ْٱلقُ ْر َءانَ ۚ َولَ ْو َكانَ ِم ْن ِعن ِد‬
َّ ‫غي ِْر‬
ِ‫ٱّلل‬
ً ِ‫ٱختِ َٰ َلفًا َكث‬
‫يرا‬ ۟ ‫لَ َو َجد‬
ْ ‫ُوا فِي ِه‬
Artinya:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran
itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya".(An-Nisaa': 82). 10
Dan termasuk penyebab terlarangnya duduk di pinggir jalan karena akan
berhadapan dengan bahaya fitnah wanita-wanita muda dan dikhawatirkan munculnya
fitnah setelah melihat mereka. Padahal para wanita tidak terlarang melintas di jalan-
jalan untuk suatu keperluan. Demikian juga jika ia berada di rumahnya, tentunya ia
tidak akan berhadapan dengan hak-hak Allah dan hak kaum muslimin di mana ia tidak
sendirian dan harus melakukan apa yang wajib ia lakukan, seperti ketika ia melihat
kemungkaran dan terhentinya kebaikan, maka pada saat itu seorang muslim wajib
menyuruh berbuat baik dan melarang kemungkaran tersebut. Sebab meninggalkan itu
semua berarti telah berbuat maksiat.
Demikian juga, ia akan bertemu dengan orang yang akan melintas maka mereka.
harus menjawab salam mereka. Dan mungkin akan membuatnya bosan menjawab

9
Abu Ja'far ath-Thahawi, h Kitab Musykil al-Atsar, h juz I h. 158.
10
Depag R.I. Al-Qur'an dan Terjemah, C.V Aneka Ilmu, Semarang: 2001.

12
salam jika pelintas yang memberi salam semakin banyak, sementara menjawab salam
itu hukumnya wajib. Jika ia tidak jawab salam tentunya ia akan mendapat dosa.

Oleh karena itu, orang yang diperintahkan untuk tidak menghadang fitnah dan
menyuruh untuk melakukan sesuatu yang diperkirakan ia sanggup melakukannya.
Untuk menghindari masalah inilah syari'at menganjurkan mereka agar tidak duduk di
pinggir jalan. Ketika para sahabat menyebutkan pentingnya tempat tersebut bagi
mereka untuk beberapa maslahat, tempat berjumpa, tempat membincangkan masalah
agama dan dunia atau untuk tempat istirahat dengan berbicalah masalah yang
hukumnya mubah, maka Rasulullah saw. menunjukkan kepada mereka perkara-
perkara di atas yang dapat menghilangkan kerusakan yang timbul akibat duduk di
pinggir jalan.11

C. Menyebarluaskan salam
Secara harfiah salam berasal dari kata salima- Yasiamu-Salaamatan, yang berarti
selamat. Lafadz ini dipakai dalam beberapa ayat Al-Quran, misalnya pada QS. Al-
An'am:54.

‫ع َٰلى نَ ْف ِس ِه‬ َ ‫س َٰل ٌم‬


َ ‫علَ ْي ُك ْم َكت‬
َ ‫َب َربُّ ُك ْم‬ َ ‫َواِذَا َج ۤا َء َك الَّ ِذيْنَ يُؤْ ِمنُ ْونَ ِب َٰا َٰي ِتنَا فَقُ ْل‬
‫صلَ َح‬ َ ‫س ۤ ْو ًءا ِب َج َهالَ ٍة ث ُ َّم ت‬
ْ َ ‫َاب ِم ْن َب ْعدِه َوا‬ ُ ‫ع ِم َل ِم ْن ُك ْم‬ َ ‫الرحْ َمةَ اَنَّه َم ْن‬ َّ
‫غفُ ْو ٌر َّر ِح ْي ٌم‬
َ ‫فَاَنَّه‬

Artinya; "Apabila orang orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang
kepadamu, maka katakanlah; Salaamun'Alaikum (Mudah mudahan Allah
melimpahkan keselamatan atas kamu), Tuhan-mu telah menetapkan atas dir-Nya
kasih sayang." (QS. Al-An'am:54)
Kata salam yang merupakan isim mashdar dari kata salima memiliki makna
yang cukup banyak, diantaranya keselamatan, kedamaian, ketenteraman,

11
Syaikh Salim bin Ted al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fi Shahihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau
Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari, Pustaka Imam Syafi'l:
2006, h. 3/330-331.

13
penghormatan, ketundukan dan ketaatan. Inilah makna makna harfiah yang ada
dalam salam. Dari kata salima muncul kata aslama yang artinya menyelamatkan,
mendamaikan, menenudukkan, dan seterusnya. Dari kata aslama inilah muncul kata
islam yang kemudian menjadi nama dari agama kita.
Al-jarjani mendifinisikan salam sebagai selamatnya seseorang dari bencana baik
di dunia maupun di akhirat (tajarrud al-nafsi'an al-mihnati al-darain). Dari definisi
ini dijelaskan bahwa salam merupakan tujuan utama dari Islam, yakni selamatnya
seorang Muslim di dunia dan di akhirat. Salam juga merupakan doa yang berisi
permohonan kepada Allah Swt. Agar orang yang diberi salam memperoleh
keselamatan di dunia maupun di akhirat.
Karena begitu pentingnya isi dari salam, maka Allah memerintahkan kepada
orang orang yang beriman agar selalu mengucapkan atau menyebarkan salam kepada
orang lain yang seiman, yang dijelaskan dalam: Al Quran Allah SWT berfirman
didalam Al-quran Surah An Nuur ayat 27.

‫غي َْر بُيُ ْو ِت ُك ْم َحتّٰى‬ َ ‫َٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ َٰا َمنُ ْوا ََل ت َ ْد ُخلُ ْوا بُيُ ْوتًا‬
‫ع َٰلٰٓى ا َ ْه ِل َها َٰذ ِل ُك ْم َخي ٌْر لَّ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم‬ ُ ِ‫ت َ ْستَأْن‬
َ ُ ‫س ْوا َوت‬
َ ‫س ِل ُم ْوا‬
َ‫تَذَ َّك ُر ْون‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang
bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya.
yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Dan Allah SWT
berfirman didalam Al-quran Surah An Nuur ayat 61.

ِ َّ ‫علَ َٰ ٰٓى أَنفُ ِس ُك ْم تَ ِحيَّةً ِم ْن ِعن ِد ٱ‬


ً‫ّلل ُم َٰبَ َر َكة‬ ۟ ‫س ِل ُم‬
َ ‫وا‬ َ َ‫فَإِذَا دَخ َْلتُم بُيُوتًا ف‬
ِ َ‫طيِبَةً ۚ َك َٰذَ ِل َك يُبَيِ ُن ٱ َّّللُ لَ ُك ُم ٱ ْل َءا َٰي‬
. َ‫ت لَعَلَّ ُك ْم تَ ْع ِقلُون‬ َ

Artinya: Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini)
hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam)
kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi

14
baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat- ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu
memahaminya.

Hadits salam

‫ أنه‬،‫ قَا َل أخبرني زياد‬،‫ أخبرنا ابن جريج‬،‫ أخبرنا مخلد‬،‫حدثني محمد بن سالم‬
ِ ‫سو ُل‬
‫هللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:ُ‫ َيقُول‬،َ ‫ أنه سمع أبا هريرة‬:‫سمع ثابتا مولى عبد الرحمن بن زيد‬
‫ والقَ ِلي ُل‬،ِ‫ والماشي على القَا ِعد‬،‫الرا ِكب على الماشي‬ َ ُ‫صلى هللا عليه وسلَّ َم ي‬
َّ ‫س ِل ُم‬
‫على الكثير‬

Artinya:
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Salam telah mengabarkan kepada
kami Makhlad telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij dia berkata, telah
mengabarkan kepadaku Ziyad bahwa dia mendengar Tsabit bekas budak
Abdurrahman bin Zaid, bahwa dia mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hendaknya orang yang berkendara memberi
salam kepada yang berjalan, dan yang berjalan memberi salam kepada yang duduk
dan (rombongan) yang sedikit kepada (rombongan) yang banyak."
Begitu juga ketika masuk dan meninggalkan suatu tempat atau rumah,
disunnahkan untuk mengucapkan salam. Sabda Rasulullah SAW:

‫إذا دخلتم بيتا فسلموا على أهله فإذا خرجتم فأودعوا أهله‬
(‫بسالم )رواه البيهقي‬

Artinya: "Apabila seorang di antara kamu masuk ke dalam suatu rumah, maka
hendaklah dia mengucapkan salam. Apabila ia lebih dulu berdiri meninggalkan rumah
itu, hendaklah ia mengucapkan atau memberi salam pula." (H.R. Al- Baihaqi).
Sunnah Para Nabi dan Rasul Abu Hurairah RA mengatakan bahwa Rasulullah
SAW bersabda:"Ketika Allah telah menjadikan Adam, maka Allah memerintahkan:
"Pergilah kepada para Malaikat dan ucapkan salam kepada mereka yang tengah duduk.

15
Dengarkanlah jawaban salam mereka, karena itu akan menjadi ucapan salam bagi
kamu dan anak cucumu kelak!" Maka pergilah Nabi Adam dan
mengucapkan:"Asalaamu 'alaikum!" Para Malaikat menjawab: "Assalaamu 'alaika
warahmatullaah!" Mereka menambah warahmatullaah (HR. Bukhary dan Muslim).
Al Qur'an menceritakan kisah Ibrahim AS: (Qs AdzDzaariyaat) ayat 25 :
Artinya: (ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan:
"Salaamun". Ibrahim menjawab: "Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak
dikenal."
Perilaku Para Sahabat
Thufail Bin Ubay Bin Ka'ab pernah datang ke rumah Abdullah Bin Umar; lalu
keduanya pergi ke pasar. Ketika keduanya sampai di pasar, tidaklah Abdullah Bin
Umar menemui tukang rombeng, penjual toko, orang miskin dan siapa saja melainkan
mesti memberi salam kepada mereka. Suatu hari, Thufail Bin Ubay Bin Ka'ab datang
lagi ke rumah Abdullah Bin Umar, dan diajak lagi ke pasar. Maka Thufail bertanya:
"Perlu apa kita ke pasar? Kamu sendiri bukanlah seorang pedagang dan tidak ada
kepentingan menanyakan harga barang atau menawar barang. Lebih baik bila kita
duduk bercengkerama di sini. Abdullah Bin Umar menjawab: "Hai Abu Bathn!
Sebenarnya kita pergi ke pasar hanya untuk memasyarakatkan salam. Kita beri salam
kepada siapa saja yang kita temui di sana!" (Imam Malik dalam kitab Al Muwatha'
dengan sanad shahih).

Hukum Mengucapkan Salam


1. Mengucapkan Salam
Hukum mengucapkan salam adalah sunnah yang dikuatkan (sunnah mu'akadah).
Rasulullah SAW bersabda:

َ ‫ «إذا لَ ِق‬:‫عن أبي هريرة عن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬
‫ي‬
‫ أو َح َج ٌر‬،‫ار‬ ٌ َ‫ أو ِجد‬،‫ت بينهما شجرة‬ َ ُ‫أحدُكم أخاه فَ ْلي‬،
ْ َ‫ فإن َحال‬،‫س ِل ْم عليه‬
َ ُ‫ فَ ْلي‬،‫ثم لَ ِقيَه‬
‫س ِل ْم عليه‬
Artinya:
“Jika seseorang di antara kalian berjumpa dengan saudaranya, maka hendaklah
memberi salam kepadanya. Jika antara dia dan saudaranya terhalang pepohonan,
dinding atau bebatuan, kemudian mereka berjumpa kembali, maka ucapkan salam

16
kepadanya" (HR. Abu Daud).

Ketika menyampaikan salam, hendaknya seseorang memperdengarkan ucapan


salamnya. Diriwayatkan oleh Tsabit bin 'Ubaid rahimahullahu:

‫ ِإذا‬:‫ع َم َر فَقَا َل‬


ُ ‫سا فيه عبد هللا بن‬ ً ‫أتيتُ مجل‬
‫ار َكةً طيبة‬
َ َ‫ فإنَّ َها تَ ِحيَّةَ ِمن ِعن ِد هللاِ ُمب‬،‫سلمت فأسمع‬
Aku pernah mendatangi suatu majelis yang di situ ada Abdullah bin Umar RA.
Maka beliau berkata, 'Apabila engkau mengucapkan salam, perdengarkan ucapanmu.
Karena ucapan salam itu penghormatan dari sisi Allah yang penuh berkah dan
kebaikan." (HR. Al-Bukhari).
2. Menjawab Salam
Sedangkan hukum menjawab salam adalah wajib. Sebagaimana firman Allah
SWT:" (An Nisaa' ayat 86).

َ ‫َواِذَا ُح ِي ْيت ُ ْم ِبت َ ِحيَّ ٍة فَ َحي ُّْوا ِبا َ ْح‬


ّٰ ‫سنَ ِم ْن َها ٰٓ ا َ ْو ُرد ُّْوهَا ا َِّن‬
َ‫َّللا‬
‫ش ْيءٍ َح ِس ْيبًا‬ َ ‫ع َٰلى ُك ِل‬ َ َ‫َكان‬

Artinya:
“apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka
balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah
penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan
segala sesuatu”.
3. Ucapan Salam
Ucapan salam yang lengkap adalah "Assalaamu 'alaikum warahmatullaahi
wabarakaatuh yang artinya "semoga seluruh keselamatan, rahmat dan berkah Allah
dilimpahkan kepada kalian. Ucapan salam ini sesuai dengan petunjuk Rasulullah
SAW ketika beliau tengah bersama isterinya, 'Aisyah RA, beliau bersabda:"Ini Jibril
mengucapkan salam kepada kamu". Maka 'Aisyah RA menjawab:"Wa 'alaihissalaam
warahmatullaahi wabarakaatuh" (HR. Bukhary dan Muslim).

17
Idealnya seorang Muslim mengucapkan salam dengan lengkap, tetapi tetap
diperkenankan seseorang untuk mengucapkan salam:
i. Assalamu'alaikum
ii. Assalaamu'alaikum warahmatullaah,
iii. Assalaamu'alaikum warahmatullaah wabarakaatuh (lengkap)
Semakin lengkap ucapan salam seorang, maka semakin banyak pula keutamaan
yang diraihnya. Imran Bin Hushain RA menceritakan tentang seseorang yang
mendatangi Rasulullah SAW dan mengucapkan salam:"Assalaamu 'alaikum!"
Rasulullah SAW menjawab salam tersebut, dan kemudian memberikan
komentar:"Sepuluh!" Kemudian datang orang lain yang mengucapkan
salam:"Assalaamu 'alaikum warahmatullaah!" Rasulullah SAW menjawab dan
kemudian memberikan komentar:"Duapuluh!" Dan datanglah orang ketiga dan
mengucapkan salam:"Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh!" Maka
menjawab: Tigapuluh!" (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Rasulullah SAW.
Demikianlah, semakin lengkap ucapan salam seseorang, akan semakin banyak pula
keutamaan yang dia peroleh.
4. Ucapan Balasan Salam
Sedangkan jawaban salam, minimal setara dengan ucapan salam; dan kalau bisa,
malah dilebihkan. Allah Ta'ala berfirman:" Apabila kamu dihormati dengan suatu
penghormatan, maka balaslah yang lebih baik atau balaslah dengan yang serupa.
Sehingga jawaban salam yang disyari'atkan adalah:
a. Bila ucapan salam "Assalaamu 'alaikum" maka jawaban minimal adalah
"Wa'alaikumussalaam, jawaban lebih adalah "Wa'alaikumussalaam warahmatullaah,
dan jawaban lengkapnya adalah "Wa'alaikumussalaam warahmatullaahi
wabarakaatuh.
b. Bila ucapan salam "Assalaamu 'alaikum warahmatullaah" maka jawaban
minimal adalah 'Wa'alaikumussalaam warahmatullaah, dan jawaban lengkapnya
adalah "Wa'alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh". c. Bila ucapan salam
"Assalaamu 'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh maka jawaban minimal adalah
"Wa'alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh"

18
Adab Salam
Adapun adab (tata cara) mengucapkan dan menjawab salam telah dijelaskan pula
dalam banyak Hadist, secara sistematis sebagai berikut;
1. Kalimat Salam
Hadist dari Imran Bin Hushain ra, seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan
mengucapkan "ASSALAMU'ALAI-KUM", maka dijawab oleh Nabi SAW, lalu ia
duduk. Nabi bersabda; " (Pahalanya) Sepuluh." Kemudian datang lagi seorang yang
lain member salam "Assalaamu 'Alaikum Warahmatullaah", Setelah nabi
menjawabnya, ia bersabda; " Dua Puluh Kemudian datang orang yang ketiga dan
mengucapkan "Assalaamu 'Alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh maka Nabi
SAW menjawabnya dan bersabda; Tiga puluh."
Dari hadist ini, kita bisa menyimpulkan, ada tiga kalimat salam dengan masing-
masing keutamaannya. Kemudian jika seseorang menitip salam kepada kita untuk
disampaikna kepada yang lain, maka hal ini juga pernah terjadi, sebagaimana
dijelaskan dalam hadist dari Aisyah RA; Rasullullah SAW memberitahukan saya
bahwa Jibril menyampaikan salam lewat dia untuk saya, maka saya jawab;
Wa'alaihissalam Warahmatullahi Wabarakatuh."
Dalam Kitab "Zaadul Ma'ad", Ibnul Qayim menjelaskan; " Apabila seseorang
menyampaikan salam kepadamu dari orang lain (titip salam), maka jawablah untuk
yang menitip dan yang menyampaikan salam tersebut." Jadi kalimatnya, "Wa'alaihi
Wa'alaikum Salam Warahmatullahi Wabarakatuh"
2. Adab Memberi Salam
Secara umum, mengucapakan atau memberi salam lebih baik dilakukan tanpa
mempertimbangkan waktu dan tempat, berdasarkan sabda Rasulullah SAW; Sebaik-
baiknya manusia di sisi Allah ialah orang yang memulai mengucapkan salam." Hadist
lainnya, "Seseorang bertanya," Ya Rasulallah, kalau dua orang yang bertemu,
manakah di antara keduanya yang harus mendahului memeberi salam? Rasulullah
SAW menjawab: lalah orang yang paling dekat kepada Allah".

19
Ada beberapa adab yang harus diperhatikan dalam menyebarkan salam, yaitu:
1. Urutan Salam
Sabda Rasulullah SAW:
a. Orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan
b. Orang yang berjalan memberi salam kepada orang yang duduk
c. Rombongan yang sedikit memberi salam kepada rombongan yang lebih
banyak
d. Yang kecil (muda) memberi salam kepada yang besar (tua) (HR. Bukhari).
e. Memberi salam kepada anak-anak, Anas Bin Malik RA memberi salam
kepada anak-anak ketika dia berjalan di muka mereka. Kemudian Anas
berkata: "Dahulu Rasulullah SAW juga berbuat seperti ini (HR. Bukhary dan
Muslim). Maka berilah salam kepada anak-anak sekaligus mengkondisikan
mereka dengan akhlaq-akhlaq Islami sejak dini.
f. Memberi salam antara lelaki dan perempuan
g. Yang meninggalkan tempat member salam kepada yang ditinggal.
h. Ketika pergi meninggalkan atau pulang kerumah, ucapakanlah salam meski
tak seorang pun ada dirumah (malaikat yang akan menjawab).
i. Jika bertemu berulang-ulang maka ucapkanlah salam setiap kali ketemu.

Pengecualian kewajiban menjawab salam:


1. Ketika sedang salat. Membalas ucapan salam ketika salat membatalkan
salatnya.

2. Khatib, orang yang sedang membaca Al-Qur'an, atau seseorang yang sedang
mengumandangkan Adzan atau Iqamah, atau sedang mengajarkan kitab-kitab Islam.
3. Ketika sedang buang air atau berada di kamar mandi.
Namun demikian, terdapat beberapa hal yang telah di atur di dalam Islam
berkenaan salam, khususnya bagi hal memberi salam kepada salah seorang ahli
rombongan yang ramai ketika saat bertemu dengan. rombongan yang ramai tersebut.
Sebahagian ulama memakhruhkan perbuatan tersebut.

20
Bagi hal memberi salam menggunakan isyarat, terdapat sebahagian ulama
memakhruhkan bahkan ada yang berpendapat hukumnya haram, baik dengan kepala,
badan, atau tangan, seperti menundukkan kepala ketika berjumpa dengan orang lain,
perbuatan tersebut merupakan kebiasaan orang-orang Yahudi dalam memberikan
salam. Seperti hadis yang diriwayatkan oleh imam Nasa'l dengan sanad yang jayyid
dari Jabir secara marfu':

(‫َل تسلموا تسليم اليهود فإن تسليمهم بالرءوس واألكف )رواه النسائ‬

Artinya: Janganlah memberkan salam dengan salamnya orang orang Yahudi


karena salam mereka adalah dengan kepala dan telapak tangan. (H.R. Muslim)
2. Mendahului Salam
Terlepas dari urutan dalam memberi salam, Rasulullah SAW mengajarkan untuk
mendahului dalam memberi salam. Diharapkan kita tidak pasif dalam mengucapkan
salam, yaitu sekedar menanti datangnya ucapan salam dari orang lain. Diharapkan pula
kita tidak menjadi orang yang suka menuntut orang lain untuk mengucapkan salam
duluan. Rasulullah SAW mengajarkan, justru yang memulai salam itulah orang yang
lebih mulia. Sabdanya:"Seutama-utama manusia bagi Allah adalah yang mendahului
salam (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah
SAW:"Ya Rasulullah, jika dua orang bertemu muka, manakah di antara keduanya
yang harus terlebih dahulu memberi salam?" Rasulullah SAW menjawab: "Yang lebih
dekat kepada Allah (yang berhak terlebih dahulu memberi salam)" (HR. tirmidzi).
3. Menjawab Setara atau Lebih
Apabila ada seseorang yang memberi salam kepada kita, maka idealnya kita
memberikan jawaban yang sama (setara). Misalkan seseorang mengucapkan salam
kepada kita: "Assalaamu 'alaikum warahmatuulaah!", Minimal kita harus menjawab:
"Wa'alaikumussalaam warahmatullaah!", Lebih utama lagi, apabila kita memberikan
jawaban yang lebih daripada ucapan salam tersebut.

21
Misalkan seseorang mengucapkan salam kepada kita: "Assalaamu 'alaikum
warahmatuulaah!" Maka akan lebih baik apabila kita
menjawab:"Wa'alaikumussalaam warahmatullaahi wabaraakatuh!" Jawaban salam
masih kurang setara apabila kita memberi jawaban: "Wa'alaikum salaam...!"
Harusnya, jawaban itu adalah: "Wa 'alaikumus salaam...!" Perbedaan antara keduanya
adalah: salaam dan as salaam.
Kata salaam berarti keselamatan, sedangkan kata as salaam memiliki makna
seluruh keselamatan. Tentu saja tidak setara antara keselamatan dan seluruh
keselamatan. Jawaban 'Wa'alaikum salaam mempunyai makna keselamatan atas
kalian, sedangkan jawaban "wa 'alaikumus salaam.... mempunyai makna seluruh
keselamatan atas kalian. Tentu saja jawaban "Wa'alaikum salaam (keselamatan atas
kalian)..." tidak setara apabila pemberi salam megucapkan: "Assalaamu 'alaikum
(Seluruh keselamatan atas kalian).
4. Salam kepada Orang Non Muslim Diharamkan seorang Muslim mendahului
mengucapkan salam kepada orang Non Muslim. Rasulullah SAW bersabda: Jangan
kalian mendahului mengucapkan salam kepada orang Yahudi atau Nashrani (HR.
Muslim). Tetapi apabila forumnya telah berbaur antara orang Muslim dengan Non
Muslim, maka diperkenankan kita untuk memulai mengucapkan salam. Demikianlah
yang dilakukan Rasulullah SAW ketika melewati suatu majelis yang berbaur antara
orang Muslim, musrikin penyembah berhala dan Yahudi. Beliau mengucapkan salam
kepada mereka" (HR. Bukhary dan Muslim).
Apabila orang Non Muslim memulai mengucapkan salam, maka jawaban yang
diperkenankan oleh syari'at adalah: "Wa 'alaikum!" (Semoga anda juga). Itu saja, tidak
usah diperpanjang lagi. Rasulullah SAW menasihatkan:"Jika orang-orang Ahli Kitab
(Non Muslim) memberi salam kepada kamu, maka jawablah: "Wa 'alaikum" (HR.
Bukhary dan Muslim).
Keutamaan Salam
a. Mengucapkan salam merupakan salah satu perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
Rasul-Nya Shallallaahu alaihi wa Sallam, sebagaimana dalam hadits Barra' bin
Azib, ia berkata: "Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam memerintahkan kami
untuk melakukan tujuh perkara, yaitu, menjenguk orang yang sakit, mengikuti
jenazah, mendo'akan orang bersin yang mengucapkan alhamdulillah, membantu

22
orang yang lemah, menolong orang yang dizhalimi, mengucapkan salam dan
memenuhi sumpah." (Muttafaq alaih).
b. Menimbulkan kasih sayang antar sesama, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu
Hurairah ra Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak akan masuk surga sampai kamu beriman, dan tidak beriman sehingga kamu
saling mencintai. Dan maukah aku tunjukkan suatu perbuatan yang bisa
membuatmu saling mencintai; yaitu tebarkan salam antar sesamamu." (HR. al
Bukhari - Muslim).
c. Merupakan amalan yang terbaik dalam Islam. Dari Abdullah bin Amr bin Ash ra,
seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam:
"Apakah amalan yang paling baik dalam Islam?" Beliau menjawab: "Memberi
makan dan mengucapkan salam kepada orang yang telah kamu kenal maupun yang
belum kamu kenal". (HR. al Bukhari - Muslim).
d. Mendapatkan berkah dan kebaikan dari Allah, sebagaimana firmanNya:
"Maka ketika kamu masuk rumah, ucapkan salam untuk dirimu sebagai
penghormatan dari Allah yang berisi berkat dan kebaikan."
e. Termasuk di antara perbuatan yang bisa memasukkan pelakunya ke dalam surga.
Abu Yusuf Abdullah bin Salam Radhiallaahu anhu berkata, saya pernah mendengar
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Wahai manusia, tebarkanlah
salam, berikanlah makan, lakukan silaturrahim, dan shalatlah ketika orang lain tidur
malam, maka engkau akan masuk ke surga dengan selamat." (HR. At Tirmidzi, dia
berkata: "hasan shahih"). Pada kesempatan lain, Rasulullah SAW bersabda:

‫ أوَل أدلكم على شيءٍ ِإذَا‬،‫ وَل تؤمنوا حتى تحابوا‬،‫َل تَ ْد ُخلُونَ ال َج َّنةَ َحتَّى تُؤْ ِمنُوا‬
‫فَ َع ْلت ُ ُموهُ تَ َحا َب ْبت ُ ْم؟ أفشوا السالم بينكم‬

"Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak dikatakan
beriman hingga kalian bisa saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan
terhadap satu amalan yang bila kalian mengerjakannya kalian akan saling
mencintai? Yaitu sebarkanlah salam di antara kalian." (HR. Muslim).12

12
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Persefektif Islam dan Hadits , (Bandung: PT. Raja Rosdakarya, 1991), hal 122

23
BAB III
KESIMPULAN
Setelah Allah swt menciptakan nabi Adam AS, kemudian iapun menciptakan
pasangan hidupnya berupa seorang wanita yang memberikan keturunan sampai saat ini,dan
tidak akan pernah putus sampai malaikat Israfil meniupkan terompetnya (kiamat) atau akhir
dari kehidupan. Bergantilahdengan kehidupan yang hakiki yaitu akhirat. Sebelum
mengahapi kehidupan yang abadi, tentunya para manusia harus melewati kehidupah dunia
dan lika liku kehidupan, susah, senang, bahagia, sedih, dan lainnya.
Dalam Islam telah diatur bagaimana tata cara bergaul atau bersosialisasi dengan
sesama makhluk hidup, baik sesamamuslim atau non Muslim agar tercipta kehidupan yang
harmonis dan tidak ada percekcokan apalagi sampai saling bertumpah darah, dan artikel ini
akan menjelaskan bagaiamana tata cara pergaulan yang baik dan benar, walaupun bukan
satu agama,mengingat di era sekarang ini banyak sekali yang mengabaikanya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Masrap Suhaimi, dkk, Terjemah Bulughul Maram. (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993).


Nashiruddin Al-Albani Muhammad. Shahih sunan ibnu majah, Jakarta, Ebook
Creator, 2008.
Drs. Abdullah Karim, M. Ag. Hadis-Hadis Nabi saw. (Banjarmasin: CV Naga
Jaya Offset, 2004).
Muslim, Kitab: Haji, Bab: Perjalanan seorang wanita bersama mahramnya untuk
haji dan selainnya.
Keluarga Sehat Tanpa Maksiat" Isham bin Muhammad Asy-Syarif dengan judul
asli, "Mukhalafat fi Buyutina". Penerbit: Samudera, 2008
Prof. DR. Teungku Muhammad Hasbi Ashshiddieqy, Mutiara Hadits (Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra. 2003).
Shabir Muslich, Drs. M.A. Terjemah Riyadhus Shalihin II, PT. Karya Toha Putra
Semarang, Semarang: 2004.
Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, h Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah
anNabawiyyah, h atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, h
terj. Abu Ihsan al-Atsari, h Pustaka Imam Syafi'i: 2006.
Abu Ja'far ath-Thahawi, h Kitab Musykil al-Atsar.
Depag R.I. Al-Qur'an dan Terjemah, C.V Aneka Ilmu, Semarang: 2001.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Persefektif Islam dan Hadits , (Bandung:
PT. Raja Rosdakarya, 1991).

25

Anda mungkin juga menyukai