PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keadaan masyarakat sekarang ini yang semakin lama semakin akut karna
terjangkit oleh penyakit – penyakit peradaban moderen terutama materialisme dan
hegemonisme, sehingga kadang suatu pegangan pokok sebagai Mu’min salah
satunya yaitu ilmu fiqih pun kadang terabaikan bahkan tidak tau sama sekali.
Padahal mempelajari atau mengetahui tentang ilmu fiqih itu sangatlah penting
khususnya tentang cara bersesuci dari haid, istihadhah, wiladah, dan nifas.
Pembahasan soal darah pada wanita yaitu haid, nifas, dan istihadhah
adalah pembahasan yang paling sering dipertanyakan oleh kaum wanita. Dan
pembahasan ini juga merupakan salah satu pembahasan yang sulit dalam masalah
fiqih, sehingga banyak yang keliru dalam memahaminya. Bahkan meski
pembahasannya telah berulang-ulang kali disampaikan, masih banyak wanita
Muslimah yang belum memahami kaidah dan perbedaan dari keempat darah ini.
Mungkin ini dikarenakan darah tersebut keluar dari jalur yang sama, namun pada
setiap wanita tentulah keadaannya tidak selalu sama, dan berbeda pula hukum dan
penanganannya.
Dan sudah masyhur di kalangan ulama bahwa bab haid ini termasuk dari
bab tersulit dalam bab-bab fiqh, sampai-sampai masyhur dari Imam Ahmad -
rahimahullah - bahwa beliau berkata, “Saya duduk mempelajari masalah haid
selama 9 tahun sampai akhirnya saya bisa memahaminya.” Karenanya untuk
mendekatkan pemahaman masalah ini kepada kaum muslimin sekalian - terkhusus
kaum muslimah, kami mencoba untuk meringkas masalah-masalah yang terdapat
dalam bab ini.
1
hari kiamat. Sehingga dalam kehidupan berumah tangga, kedua insan, lelaki dan
wanita saling berikhtiar agar dalam kondisi yang tenang, tenteram, sakinah dan
istiqamah yang sebenarnya dalam mengamalkan pedoman syariat Islam secara
teratur dan totalitas, insya Allah.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Haid menurut bahasa artinya aliran. Adapun menurut istilah syara’, yang
dinamakan haid ialah darah yang keluar dari pangkal rahim seorang wanita dalam
waktu-waktu tertentu bukan karena sakit atau kecelakaan, tetapi merupakan
sesuatu yang telah digariskan Allah kepada kaum Hawa. (Shalih. 2010: 47)
)ان هذا أمرا كتبه هللا على بنات أدم (رواه البخارى ومسلم عن عائشة
“Sesungguhnya haid ini yang telah menetapkan Allah atas anak-anak putri Nabi
Adam As.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah Ra.).
3
2. Permulaan Haid Bagi Wanita
Usia paling muda waktu keluar darah haid bagi seorang anak wanita, ialah
berumur 9 tahun Qamariyah Taqriban (kira-kira). Adapun pengertian taqriban
atau kira-kira ialah, apabila seorang anak wanita yang cukup umur 9 tahun kurang
16 hari dan malamnya ke atas (waktu yang cukup digunakan paling sedikitnya
haid dan paling sedikitnya suci), mengeluarkan darah, maka tidak dihukumi haid,
tetapi dihukumi darah istihadlah atau darah rusak (Fathul Qarib pada Hamisy Al
Bajuri:1/112 dan Abyanal Hawaij: 11/268)
Adapun pada waktu mengeluarkan darah seorang wanita, sudah berusia 9
tahun kurang dibawahnya 16 hari dan malam (waktu yang tidak cukup untuk
paling sedikitnya haid serta paling sedikitnya suci) maka dihukumi darah haid.
(Amin. 2007: 13)
Apabila seorang wanita mengeluarkan darah beberapa hari yang sebagian
sebelum waktunya bisa haid, dan yang sebagian lagi setelah waktunya bisa haid,
maka darah yang pertama dihukumi darah istihadlah, dan darah yang akhir
dihukumi darah haid.
3. Suatu Contoh
Sorang anak wanita cukupnya umur 9 tahun masih kurang 20 hari dan
malam, lalu ia mengeluarkan darah lagi lamanya 10 hari dan malam, maka darah
yang pertama selama 4 hari dan malam lebih sedikit, dihukumi darah istihadlah,
karena kurangnya dari cukup umur 9 tahun masih cukup untuk haid serta suci.
Adapun darah yang tertinggal, yang lamanya 6 hari dan malam, kurang
sedikit, dihukumi darah haid, karena kurangnya dari cukup umur 9 tahun sudah
tidak cukup untuk haid serta suci (Hasyiyah al-Jamal ala Syarhi al-Minhaj:
1/236).
4. Lamanya Waktu Haid dan Sucinya
Seorang wanita mengeluarkan darah yang dihukumi haid adalah sekurang-
kurangnya masa sehari semalam atau 24 jam, baik selama 24 jam itu darah keluar
terus menerus, atau terputus-putus selama 15 hari dan malam. Yakni suatu tempo
keluar darah di tempo lain putus darah, yang seandainya mengeluarkan darahnya
itu terjumlah cukup 24 jam, hal ini dihukumi darah haid, asalkan semuanya itu
masih didalam 15 hari dan malam.
4
Sehingga, apabila darah yang keluar jumlahnya tidak cukup 24 jam,
tidaklah dihukumi darah haid, melainkan dihukumi darah istihadlah (Minhaju al-
Qawim: 29 dan Abyanal Hawaij: 11/268).
Bahwa yang dimaksud dengan bil ittishal atau terus menerus yaitu
seumpama kapuk kapas dimasukkan ke dalam kemaluan wanita, masih adanya
darah itu, masih dihukumi mengeluarkan darah, sekalipun darah tidak sampai ke
luar ke tempat yang wajib dibasuh ketika istinja’ (bersesuci). (Hasyiyah Al
Turmusi ala al Minhaju al-Qawim: 1/538).
Adapun sebanyak-banyaknya seorang wanita mengeluarkan darah haid
adalah 15 hari dan 15 malam. Pada kebiasaanya, mengeluarkan darah haid selama
6 atau 7 hari dan malam. Semuanya ini berdasarkan hasil penelitian Imam Syafi’i
Ra kepada wanita Arab di Timut Tengah. Adapun paling lamanya seorang wanita
mengeluarkan darah haid adalah 15 hari dan malam (Al Minhaju al-Qawim: 29).
Dan sekurang-kurangnya suci yang memisahkan antara satu haid dengan
haid yang lain ialah 15 hari dan 15 malam. Adapaun sebanyak-banyaknya suci
tidak ada batasnya, bahkan kadang sudah tidak keluar darah haid lagi, karena usia
atau keadaan. Dan pada kebiasaannya suci tersebut meliha kepada kebiasaannya
haid. Apabila haidnya enam hari, maka sucinya adalah 24 hari, dan apabila
haidnya itu tujuh hari, maka sucinya adalah 23 hari (Qutu al-Habib: 44).
5
Darah hitam lebih kuat dari pada darah merah, darah merah lebih kuat dari
pada darah merah semu kuning, darah merah semu kuning lebih kuat dari pada
darah kuning, darah kuning lebih kuat dari pada darah keruh. Maka kalau ada
cairan keluar dari kemaluan wanita tetapi warnanya bukan salah satu dari warna
tersebut, maka tidak dikategorikan sebagai darah haid.
Adapun sifat-sifat darah haid ada 4 macam:
1. Kental
2. Berbau
3. Kental sekaligus berbau
4. Tidak kental dan tidak berbau
Darah kental lebih kuat dari pada darah cair, darah berbau busuk lebih kuat
dari pada darah yang tidak berbau busuk, darah hitam kental lebih kuat dari pada
darah hitam tidak kental, dan darah kental berbau busuk lebih kuat dari pada darah
kental saja. atau berbau busuk saja (Fathul Wahhab pada Hamisy Sulaiman al-
Jamal: 1/247).
Apabila seorang wanita mengeluarkan darah dua yang sama sifat-nya, maka
didahulukan darah yang keluar pertama, seperti darah hitam cair dan merah
kental, darah hitam kental dan merah kental berbau dan seperti darah merah
berbau busuk dan darah hitam tidak berbau busuk. Dan apabila sebagian darah
mempunyai sifat yang menyebabkan kuat, dan sebagian lagi juga mempunyai sifat
yang menyebabkan kuat, maka yang dihukumi darah kuat ialah darah yang lebih
banyak sifat-sifatnya yang menyebabkan kuat.
6
Membaca ayat al-Qur’an, kecuali karena mengharap barakah, seperti
membaca Bismillahirrahmaanirrahiim, memulai pekerjaan yang baik,
Alhamdulilahi Rabbil ‘Alamiin, karena bersyukur dan Innaa Lillaahi wa Innaa
Ilaihi Raaji’uun karena terkena musibah.
Berdiam diri di dalam masjid, sekiranya dikhawatikan darahnya tertetes
didalamnya.
Mundar mandir didalam masjid, sekiranya dikahawatirkan darah-nya tertetes
didalamnya.
Mengerjakan puasa Ramadlan, tetapi diwajibkan qadla. Adapun shalat tidak
diwajibkan qadla.
Meminta cerai kepada suaminya, atau sebaliknya (dijatuhi talak).
Melakukan Istimta’, bersenang-senang suami istri dengan pertemuan kulit
antara pusar sampai dengan kedua lutut, baik bersyahwat atau tidak. Apalagi
bersetubuh, meskipun kemaluannya lelaki di bungkus dengan kain, hukumnya
jelas haram dosa besar. (Amin. 2007: 37)
Istihadhah adalah darah selain haid dan nifas, yaitu darah yang tidak
memenuhi syarat-syarat darah haid dan nifas, wanita yang mengeluarkan darah
lebih 15 hari itu dinamakan Mustahadloh. (Ardani. 2011: 38)
7
1. Pembagian orang Istihadhah
a) Mubtada’ah mumayyizah
Hukumnya :
8
darahnya keluar sampai sebulan penuh atau beberapa bulan maka setiap bulan
(30) hari haidnya sehari semalam. Sedangkan sucinya (Istihadhah ) 29 hari. Tetapi
kalau keluarnya darah tidak mencapai sebulan, maka haidnya sehari semalam,
lainnya istikhadoh.kemudian kalau pada satu bulan darahnya tidak mencapai
melebihi 15 hari maka semuanya darah haid.
Mandinya :
c) Mu’tadah mumayyizah
Hukumnya :
1) Waktu serta kira-kira (banyak sedikit) nya darah qowwi sama dengan
waktu serta kira-kiranya kebiasaan haid yang sebelumnya. Darah yang
demikian itu yang dihukumi haid adalah darah qowwi jadi pada contoh
diatashaidnya 5 hari dimulai dari tanggal satu(darah hitam). Akan tetapi
pada bulan (daur) pertama, mandinya setelah melewati 15 hari, sednagkan
bulan (daur) kedua dan seterusnya mandinya setelah 5 hari (darah qowwi)
2) Warna atau ukuran darah qowwi tidak sama dengan kebiasaanya namun
antara masaya kebiasaan haid dengan darah qowwi tidak ada 15 hari.
Darah seperti diatas yang dihukumi haid juga darah qowwi. Oleh karena
itu pada contoh pertama tadi haidnya 10 hari (1-10) pada contoh kedua
haidnya 4 hari (17-20).
9
3) Waktu atau ukuran darah qowwi tidak sama dengan kebiasaanya serta
antara masa kebiasaan haid dan darah qowwi ada 15 hari. Wanita yang
demikian ini haidnya ada 2 yakni: Darah yang keluar pada masa kebiasaan
dan Darah qowwi
Yaitu orang yang Istihadhah yang pernah haid dan suci, darahnya hanya
satu macam, serta wanita yang bersangkutan ingat akan ukuran dan waktu haid
dan suci yang menjadi kebiasaannya.(catatan: yang dimaksud qodron {ukuran
adatnya} yaitu banyak atau sedikitnya haid dan suci).
Hukumnya :
Wanita yang demikian itu banyak atau sedikit atau waktunya haid dan suci
disamakan dengan adatnya. Contoh : seorang wanita pada bulan pertama haid 3
hari bulan kedua 5 hari dan bulan ketiga 7 hari ini pada satu ptaran (daur)
kemudian kembali lagi pada bulan keempat, haid 3 hari bulan kelima haid 5 hari
nulan keenam haid 7 hari. Jadi daurnya sudah terulang dua kali serta intidzom,
sebab antara daur pertama dan daur kedua adalah sama tertibnya (3-5-7) lalu
bulan ketujuh dan setrusnya mengeluarkan darah Istihadhah satu macam, serta
wanita tersebut ingat persis pada tertibnya adat diatas (3-5-7 lalu 3-5-7).
Yaitu orang Istihadhah yang pernah haid dan suci, darahnya satu macam
dan ia tidak ingin/ tidak mengerti akan ukuran serta waktu adat haidnya yang
pernah ia jalankan, wanita yang demikian ini disebut juga “Mutahyyiroh”.
Contoh: seorang wanita yang pernah haid dan suci lalu Istihadhah dengan satu
macam darah, ia lupa dengan waktu dan banyak sedikitnya adat yang pernah ia
alami, juga seperti orang gila mengalami haid lalu sembuh dan langsung
Istihadhah dengan satu macam darah/ tidak dapat membedakan darah qowwi atau
dho’if. Wanita tersbut dihukumi:
10
Menyentuh/membawa al-qur’an
Berdiam di masjid
Orang Istihadhah yang penah haid dan suci darahnya hanya 1 macam dan
ia hanya ingat pada banyak sedikitnya haid yang menjadi adatnya tadi, namun
tidak ingat akan waktunya. Contoh : orang Istihadhah dengan satu macam darah
dan ingat bahwa pernah haid selama 5 hari dalam 10 hari dari awal bulan, tapi ia
lupa tepatnya mulai tanggal berapa.
Hukumnya :
Pada masa yang diyakini suci hukumnya suci. Pada masa yang diyakini
haid hukumnya haid.
Orang Istihadhah yang pernah haid dan suci warna darahnya hanya satu /
tidak bisa membedakan darah, dan ia ingat akan waktu haidnya tapi tidak ingat
banyak sedikitnya. Contoh : seorang wanita mengeluarkan darah satu macam
tidak bisa membedakan sampai melebihi 15 hari ia ingat pernah haid dan suci dan
ingat bahwa mulai tanggal satu, namun ia lupa berapa hari lamanya. Jadi tanggal 1
haid, sebab ia ingat mulainya tanggal 1 dan paling sedikit haid itu sehari semalam.
Tanggal 2-15 mengandung kemungkinan haid sebab mungkin haidnya sehari
semalam atau 2 hari atau lebih sampai 15 hari tanggal 16-30 yakin suci sebab jelas
mulai tanggal 1 haid dan paling banyak haid adalah 15 hari.
11
Hukumnya :
Pada hari yang diyakini haid (tanggal 1 ) hukumnya haid, pada hari yang
diyakini suci (16-30) hukumnya suci, pada hari yang kemungkinan (2-15) wajib
ihtiyath seperti mutahayyiroh.
Istihadhah itu hukumnya tidak sama dengan haid ataupun nifas, bahkan
istihadhah itu termasuk hadast kecil yang tetap seperti halnya beser air kencing
atau beser madzi. Oleh karna itu Mustahadlah (wanita yang istihadlah) tetap
diwajibkan sholat dan puasa ramadhan dan tidak diharamkan bersetubuh dan
sebagainya.
Dikarenakan mustahadlah dan orang yang beser kencing atau beser madhi
terus menerus mengeluarkan najis, maka jika mereka menghendaki sholat harus
terlebih dahulu mencuci farjinya, kemudian disumbat dengan kapas atau kain
yang sekiranya tidak sakit sengan catatan tidak sedang dalam kondisi berpuasa.
Jikalau setelah disumbat darahnya masih tetap keluar , maka diwajibkan untuk
membalutnya. Kemudian jika masih banyak darah yang keluar dari pembalut,
maka hukumnya diampuni, tetapi jika keluarnya darah tersebut dikarenakan
kurang kuatnya pembalut maka hukumnya tidak diampuni.
12
Sedangkan jika berhenti karena untuk kemaslahatan sholat, seperti
menutupi aurot, menjawab muadzin, menanti jamaah, menanti sholat jum,at dan
sebagainya. Maka di perbolehkan (tidak perlu mengulangi bersuci kembali).
Sedangkan orang yang beser mani, dia diwajibkan mandi setiap akan
sholat fardhu dengan niat agar diperbolehkanya sholat fardhu (tidak boleh niat
menghilangkan hadast atau bersuci dari hadast). Bagi orang yang tetap berhadast,
jika dengan duduk hadastnya bias berhenti, maka diwajibkan sholat dengan posisi
duduk dan ketika sudah sembuh atau sehat tidak perlu mengulangi sholat tersebut.
(Qodir. 2002: 60-63)
Wiladah adalah darah yang keluar dari rahim wanita semasa melahirkan
anak. Ia keluar serentak dengan bayi yang dilahirkan. Menurut mazhab Imam
Syafi’ie, Imam Malik dan Imam Ahmad (mengikut satu riwayat darinya); wanita
yang melahirkan anak atau keguguran, ia wajib mandi jika ditakdirkan tiada darah
nifas yang keluar. Ini kerana dikiaskan kepada mani. Anak atau janin adalah air
mani yang telah menjadi anak - anak. Keluarnya anak atau janin dari faraj dapat
diumpamakan seperti keluar mani darinya, maka wajiblah mandi.
Mandi Wiladah
Mandi wiladah ialah mandi kerana bersalin dan ia wajib kepada setiap
wanita yang bersalin. Dan diwajibkan juga mandi hadas sekali lagi setelah kering
darah nifas. Bagi sebagian perempuan yang terpaksa menjalani operasi sesar
untuk melahirkan anak, maka bisa dikategorikan sebagai wiladah maka wajib bagi
perempuan tersebut untuk melakukan mandi. (http://www.masuk-islam.com/)
Para ulama telah berijma’ mengatakan bahwa wajib mandi dengan sebab
keluar darah nifas, termasuk di dalam perkara yang mewajibkan mandi ialah
13
wiladah yaitu mandi kerana melahirkan, sekalipun melahirkan tanpa basah
(darah). Begitu juga bagi perempuan yang mengalami keguguran anak, walau
keguguran itu hanya berupa darah beku ('alaqah) ataupun hanya berbentuk
segumpal daging (mudhghah) maka ia diwajibkan untuk mandi.
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah melahirkan.
Yakni setelah kosongnya rahim (kandungan) dari anak yang di kandung,
meskipun masih berupa darah yang menggumpal (alaqoh) atau daging
menggumpal (mudghoh) waktu keluarnya darah tadi sebelum 15 hari melahirkan
(wiladah).
Oleh karena itu darah yang keluar diantara 2 anak kembar bukan darah
nifas, tetapi darah haidl kalau memenuhi syarat-syarat haidl (tidak kurang dari 24
jam, tidak melebihi 15 hari dan keluar pada masa boleh haidl). Tetapi kalau tidak
memehi syarat-syarat haidl maka termasuk darah rusak (Istihadhah).
Begitu juga hanyalah darah yang keluar karna sakit waktu melahirkan atau
menyertai keluarnya anak, semuanya bukan darah nifas tetapi darah haidl kalau
memenuhi syarat haidl, seperti seandainya bergandengan dengan haidl
sebelumnya. (Ardani. 2011: 84)
14
haidl kalau memenuhi syarat haidl. Jadi tidak ada nifas sama sekali. (Ardani.
2011: 84-85)
Paling lama nifas 60 hari tersebut, di hitung mulai dari keluarnya bayi.
Adapun yang dihukumi darah nifas itu mulai dari keluarnya darah. Sehingga,
seumpama seorang wanita melahirkan anak pada tanggal 1 kemudian ketika
mengeluarkan darah mulai tanggal 5 itu penuh 60 hari dan malamnya, dimulai
tanggal 5, dan yang dihukumi darah nifas adalah mulai tanggal 5. Adapun waktu
antara lahirnya bayi dengan keluarnya darah, dihukumi suci. Oleh karena itu ia
tetap kewajiban shalat dan kewajiban kewajiban yang lain.
Darah hitam,
Darah merah,
Darah merah semu kuning,
Darah kuning,
Darah keruh.
Darah hitam lebih kuat dari pada darah merah, darah merah lebih kuat dari
pada darah merah semu kuning, darah merah semu kuning lebih kuat dari pada
15
darah kuning, darah kuning lebih kuat dari pada darah keruh. (Fathul Wahhab
pada Hamisy Sulaiman al-Jamal: 1/247).
Darah kental lebih kuat dari pada darah cair, darah berbau busuk lebih kuat
dari pada darah yang tidak berbau busuk, darah hitam kental lebih kuat dari pada
darah hitam tidak kental, dan darah kental berbau busuk lebih kuat dari pada darah
kental saja. atau berbau busuk saja (Fathul Wahhab pada Hamisy Sulaiman al-
Jamal: 1/247).
Para ulama telah bersepakat bahwa wanita yang sedang nifas diharamkan
melakukan apa saja yang diharamkan bagi wanita yang haid, antara lain,
a. Sholat
Wanita yang haid dan nifas haram melakukan shalat fardhu maupun
sunnah, dan mereka tidak perlu menggantinya apabila suci. (Ibnu Hazm di dalam
kitabnya al-Muhalla)
b. Puasa
Wanita yang sedang nifas tidak boleh melakukan puasa wajib maupun
sunnah. Akan tetapi ia wajib mengqadha puasa wajib yang ia tinggalkan pada
masa nifas. Berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Ketika kami
mengalami haid, kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak
diperintahkan untuk mengqadha shalat.” (Muttafaq ‘alaih)
c. Thawaf
Wanita haid dan nifas diharamkan melakukan thawaf keliling ka’bah, baik
yang wajib maupun sunnah, dan tidah sah thawafnya. Rasulullah shallallahu
16
‘alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Lakukanlah apa
yang dilakukan jamaah haji, hanya saja jangan melakukan thawaf di ka’bah
sampai kamu suci.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Diharamkan bagi suami menceraikan istrinya yang sedang haid atau nifas.
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-
istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) iddahnya (dengan wajar).” (Q.S. ath-Thalaq: 1)
Oleh karena itu, untuk menentukan mana darah nifas, mana darah rusak,
dan mana darah haidl, supaya dilihat dulu apakah wanita tersebut baru pertama
kali nifas (mubtada’ah), atau sudah bernifas (mu’tadah). Apakah darahnya 2
macam atau lebih dan bisa membedakan antara darah, yang kuat dan lemah
(mumayyizah) atau darahnya hanya 1 macam, atau tidak dapat membedakan
antara darah kuat dan darah lemah (ghoiru mumayyiza). (Ardani. 2011: 87-88)
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Muhammad Ardani bin. 2011. Risalah Haidl, Nifas dan Istihadhah.
Surabaya: Al-miftah.
Al-Qaradhawi, Yusuf. 2006. Fikih Thaharah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Al-Fauzan, Shalih bin Fauzan bin Abdillah. 2010. Praktis Fiqih Wanita. Solo:
As-Salam Publishing
Amin, Ahmad Syadzirin. 2007. Risalatul Mahidl: Problematika Darah wanita
Haidl, nifas, dan Istihadhah. Kendal: Yayasan Wakaf Rifa’iyah.
Al-Bugha, Musthofa Dib. 2010. Fikih Islam Lengkap (At-Tadzhib fi Adillat Matan
Al-Ghayat wa At-taqrib). Solo: Media Zikir
Mas’ud, Ibnu dan Zainal Abidin S. 2007. Fiqih Madzhab Syafi’i. Bandung:
Pustaka Setia
Sunarto, Achmad. 1991. Terjemah Fathul Qorib. Surabaya: Al-Hidayah
Qodir, Muhammad Abdul. 2002. Haid dan masalah-masalah wanita muslim.
Mojokerto: Al-fajar
http://www.masuk-islam.com/fiqih-wanita-darah-darah-wanita-darah-haid
nifaswiladah-dan-istihadhoh.html (diakses pada tanggal 13 September 2016
pada jam 21.21 WIB)
http://www.fiqhwanita.com/category/haidl-nifas.html (diakses pada tanggal 10
September 2016 pada jam 19.00 WIB)
19