Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keadaan masyarakat sekarang ini yang semakin lama semakin akut karna
terjangkit oleh penyakit – penyakit peradaban moderen terutama materialisme dan
hegemonisme, sehingga kadang suatu pegangan pokok sebagai Mu’min salah
satunya yaitu ilmu fiqih pun kadang terabaikan bahkan tidak tau sama sekali.
Padahal mempelajari atau mengetahui tentang ilmu fiqih itu sangatlah penting
khususnya tentang cara bersesuci dari haid, istihadhah, wiladah, dan nifas.

Pembahasan soal darah pada wanita yaitu haid, nifas, dan istihadhah
adalah pembahasan yang paling sering dipertanyakan oleh kaum wanita. Dan
pembahasan ini juga merupakan salah satu pembahasan yang sulit dalam masalah
fiqih, sehingga banyak yang keliru dalam memahaminya. Bahkan meski
pembahasannya telah berulang-ulang kali disampaikan, masih banyak wanita
Muslimah yang belum memahami kaidah dan perbedaan dari keempat darah ini.
Mungkin ini dikarenakan darah tersebut keluar dari jalur yang sama, namun pada
setiap wanita tentulah keadaannya tidak selalu sama, dan berbeda pula hukum dan
penanganannya.

Dan sudah masyhur di kalangan ulama bahwa bab haid ini termasuk dari
bab tersulit dalam bab-bab fiqh, sampai-sampai masyhur dari Imam Ahmad -
rahimahullah - bahwa beliau berkata, “Saya duduk mempelajari masalah haid
selama 9 tahun sampai akhirnya saya bisa memahaminya.” Karenanya untuk
mendekatkan pemahaman masalah ini kepada kaum muslimin sekalian - terkhusus
kaum muslimah, kami mencoba untuk meringkas masalah-masalah yang terdapat
dalam bab ini.

Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu mengatasi kesulitan


yang dihadapi oleh kaum wanita dan orang-orang yang mempunyai tanggung
jawab terhadap kebenaran wanita dalam upaya pengabdiannya kepada Allah
ketika di dunia, dan tanggung jawab mereka di hadapan mahkamah Allah kelak di

1
hari kiamat. Sehingga dalam kehidupan berumah tangga, kedua insan, lelaki dan
wanita saling berikhtiar agar dalam kondisi yang tenang, tenteram, sakinah dan
istiqamah yang sebenarnya dalam mengamalkan pedoman syariat Islam secara
teratur dan totalitas, insya Allah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa


rumusan masalah untuk menspesifikasikan dan mengklasifikasikan masalah
pokok yang akan dikaji. Adapun masalah yang akan dikaji adalah :

1. Apa yang dimaksud dengan haid, istihadhah, wiladah, dan nifas?


2. Apakah hukum dari darah tersebut?
3. Bagaimanakan ciri-ciri darah tersebut?
4. Kapan darah tersebut keluar dan berhenti?
5. Bagaimana cara mensucikan nya?

C. Tujuan Pembahasan

Untuk meningkatkan daya imajinasi dan nalar mengenai masalah susastra


Al-Qur’an, diperlukan tujuan pembahasan dalam makalah ini supaya terarah dan
mudah diterima oleh pembaca akan pembahsan yang dijelaskan. Tujuan
pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan pengertian haid, istihadhah, wiladah, dan nifas.


2. Memahami hukum-hukum darah tersebut.
3. Mengetahui ciri-ciri bentuk maupun warna dari darah tersebut.
4. Mengetahui siklus dari darah tersebut, baik permulaian dan
berhentinya.
5. Memahami cara mensucikan diri dari hadast akibat keluarnya darah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Darah Haid

Haid menurut bahasa artinya aliran. Adapun menurut istilah syara’, yang
dinamakan haid ialah darah yang keluar dari pangkal rahim seorang wanita dalam
waktu-waktu tertentu bukan karena sakit atau kecelakaan, tetapi merupakan
sesuatu yang telah digariskan Allah kepada kaum Hawa. (Shalih. 2010: 47)

1. Dasar Hukum Haid


Adapun dasar hukum Haid adalah firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala
dalam Alqur’an sebagai berikut:

َ ِ‫يض ۖ قُ ْل ُه َو أَذًى فَا ْعت َ ِزلُوا الن‬


ِ ‫سا َء فِي ا ْل َم ِح‬
‫يض ۖ َو ََل‬ ِ ‫سأَلُونَكَ ع َِن ا ْل َم ِح‬
ْ َ‫َوي‬
َّ ‫َّللاُ ۚ إِ َّن‬
َ‫َّللا‬ ُ ‫ت َ ْق َربُو ُه َّن َحت َّ ٰى يَ ْط ُه ْر َن ۖ فَ ِإذَا ت َ َط َّه ْر َن فَأْتُوهُ َّن ِم ْن َح ْي‬
َّ ‫ث أ َ َم َر ُك ُم‬
‫ين‬ َ ‫ب ا ْل ُمت َ َط ِه ِر‬ُّ ‫ين َويُ ِح‬َ ِ‫ب الت َّ َّواب‬ُّ ‫يُ ِح‬

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid


itu adalah kotoran.” Oleh karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari
wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka
suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang di
perintahkan Allah kepada mu> Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
taubat, dan menyukai orang-orang yang mensucikan.” (QS. Al-Baqarah: 222).

Dan hadist Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam Sebagai berikut:

)‫ان هذا أمرا كتبه هللا على بنات أدم (رواه البخارى ومسلم عن عائشة‬
“Sesungguhnya haid ini yang telah menetapkan Allah atas anak-anak putri Nabi
Adam As.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah Ra.).

3
2. Permulaan Haid Bagi Wanita
Usia paling muda waktu keluar darah haid bagi seorang anak wanita, ialah
berumur 9 tahun Qamariyah Taqriban (kira-kira). Adapun pengertian taqriban
atau kira-kira ialah, apabila seorang anak wanita yang cukup umur 9 tahun kurang
16 hari dan malamnya ke atas (waktu yang cukup digunakan paling sedikitnya
haid dan paling sedikitnya suci), mengeluarkan darah, maka tidak dihukumi haid,
tetapi dihukumi darah istihadlah atau darah rusak (Fathul Qarib pada Hamisy Al
Bajuri:1/112 dan Abyanal Hawaij: 11/268)
Adapun pada waktu mengeluarkan darah seorang wanita, sudah berusia 9
tahun kurang dibawahnya 16 hari dan malam (waktu yang tidak cukup untuk
paling sedikitnya haid serta paling sedikitnya suci) maka dihukumi darah haid.
(Amin. 2007: 13)
Apabila seorang wanita mengeluarkan darah beberapa hari yang sebagian
sebelum waktunya bisa haid, dan yang sebagian lagi setelah waktunya bisa haid,
maka darah yang pertama dihukumi darah istihadlah, dan darah yang akhir
dihukumi darah haid.
3. Suatu Contoh
Sorang anak wanita cukupnya umur 9 tahun masih kurang 20 hari dan
malam, lalu ia mengeluarkan darah lagi lamanya 10 hari dan malam, maka darah
yang pertama selama 4 hari dan malam lebih sedikit, dihukumi darah istihadlah,
karena kurangnya dari cukup umur 9 tahun masih cukup untuk haid serta suci.
Adapun darah yang tertinggal, yang lamanya 6 hari dan malam, kurang
sedikit, dihukumi darah haid, karena kurangnya dari cukup umur 9 tahun sudah
tidak cukup untuk haid serta suci (Hasyiyah al-Jamal ala Syarhi al-Minhaj:
1/236).
4. Lamanya Waktu Haid dan Sucinya
Seorang wanita mengeluarkan darah yang dihukumi haid adalah sekurang-
kurangnya masa sehari semalam atau 24 jam, baik selama 24 jam itu darah keluar
terus menerus, atau terputus-putus selama 15 hari dan malam. Yakni suatu tempo
keluar darah di tempo lain putus darah, yang seandainya mengeluarkan darahnya
itu terjumlah cukup 24 jam, hal ini dihukumi darah haid, asalkan semuanya itu
masih didalam 15 hari dan malam.

4
Sehingga, apabila darah yang keluar jumlahnya tidak cukup 24 jam,
tidaklah dihukumi darah haid, melainkan dihukumi darah istihadlah (Minhaju al-
Qawim: 29 dan Abyanal Hawaij: 11/268).
Bahwa yang dimaksud dengan bil ittishal atau terus menerus yaitu
seumpama kapuk kapas dimasukkan ke dalam kemaluan wanita, masih adanya
darah itu, masih dihukumi mengeluarkan darah, sekalipun darah tidak sampai ke
luar ke tempat yang wajib dibasuh ketika istinja’ (bersesuci). (Hasyiyah Al
Turmusi ala al Minhaju al-Qawim: 1/538).
Adapun sebanyak-banyaknya seorang wanita mengeluarkan darah haid
adalah 15 hari dan 15 malam. Pada kebiasaanya, mengeluarkan darah haid selama
6 atau 7 hari dan malam. Semuanya ini berdasarkan hasil penelitian Imam Syafi’i
Ra kepada wanita Arab di Timut Tengah. Adapun paling lamanya seorang wanita
mengeluarkan darah haid adalah 15 hari dan malam (Al Minhaju al-Qawim: 29).
Dan sekurang-kurangnya suci yang memisahkan antara satu haid dengan
haid yang lain ialah 15 hari dan 15 malam. Adapaun sebanyak-banyaknya suci
tidak ada batasnya, bahkan kadang sudah tidak keluar darah haid lagi, karena usia
atau keadaan. Dan pada kebiasaannya suci tersebut meliha kepada kebiasaannya
haid. Apabila haidnya enam hari, maka sucinya adalah 24 hari, dan apabila
haidnya itu tujuh hari, maka sucinya adalah 23 hari (Qutu al-Habib: 44).

5. Warna dan Sifat Darah Haid


Perlu diketahui, bahwa darah itu ada yang kuat (warnanya tua) dan ada
yang lemah (warnanya muda). Untuk mengetahui perbedaan antara darah yang
kuat dengan darah yang lemah, harus mengetahui warna-warnanya, rupa-rupa dan
sifat-sifatnya darah. (Amin. 2007: 19)
Warna darah haid ada 5 macam:
1. Hitam (warna paling kuat)
2. Merah
3. Coklat (antara merah dan kuning)
4. Kuning
5. Keruh (antara kuning dan putih)

5
Darah hitam lebih kuat dari pada darah merah, darah merah lebih kuat dari
pada darah merah semu kuning, darah merah semu kuning lebih kuat dari pada
darah kuning, darah kuning lebih kuat dari pada darah keruh. Maka kalau ada
cairan keluar dari kemaluan wanita tetapi warnanya bukan salah satu dari warna
tersebut, maka tidak dikategorikan sebagai darah haid.
Adapun sifat-sifat darah haid ada 4 macam:
1. Kental
2. Berbau
3. Kental sekaligus berbau
4. Tidak kental dan tidak berbau
Darah kental lebih kuat dari pada darah cair, darah berbau busuk lebih kuat
dari pada darah yang tidak berbau busuk, darah hitam kental lebih kuat dari pada
darah hitam tidak kental, dan darah kental berbau busuk lebih kuat dari pada darah
kental saja. atau berbau busuk saja (Fathul Wahhab pada Hamisy Sulaiman al-
Jamal: 1/247).
Apabila seorang wanita mengeluarkan darah dua yang sama sifat-nya, maka
didahulukan darah yang keluar pertama, seperti darah hitam cair dan merah
kental, darah hitam kental dan merah kental berbau dan seperti darah merah
berbau busuk dan darah hitam tidak berbau busuk. Dan apabila sebagian darah
mempunyai sifat yang menyebabkan kuat, dan sebagian lagi juga mempunyai sifat
yang menyebabkan kuat, maka yang dihukumi darah kuat ialah darah yang lebih
banyak sifat-sifatnya yang menyebabkan kuat.

6. Perkara Yang Diharamkan Bagi Orang Haid


Seorang wanita yang sedang haid, diharamkan menger-jakan 11 perkara,
yaitu sebagai berikut:
 Mengerjakan shalat fardlu maupun shalat sunnah
 Mengerjakan thawaf di Baitullah Makkah, baik thawaf rukun, thawaf wajib
atau thawaf sunnah.
 Mengerjakan rukun-rukun khutbah Jum’at
 Menyentuh lembaran al-Qur’an Apalagi kitab al-Qur’an
 Membawa lembaran al-Qur’an. Apalagi kitab al-Qur’an.

6
 Membaca ayat al-Qur’an, kecuali karena mengharap barakah, seperti
membaca Bismillahirrahmaanirrahiim, memulai pekerjaan yang baik,
Alhamdulilahi Rabbil ‘Alamiin, karena bersyukur dan Innaa Lillaahi wa Innaa
Ilaihi Raaji’uun karena terkena musibah.
 Berdiam diri di dalam masjid, sekiranya dikhawatikan darahnya tertetes
didalamnya.
 Mundar mandir didalam masjid, sekiranya dikahawatirkan darah-nya tertetes
didalamnya.
 Mengerjakan puasa Ramadlan, tetapi diwajibkan qadla. Adapun shalat tidak
diwajibkan qadla.
 Meminta cerai kepada suaminya, atau sebaliknya (dijatuhi talak).
 Melakukan Istimta’, bersenang-senang suami istri dengan pertemuan kulit
antara pusar sampai dengan kedua lutut, baik bersyahwat atau tidak. Apalagi
bersetubuh, meskipun kemaluannya lelaki di bungkus dengan kain, hukumnya
jelas haram dosa besar. (Amin. 2007: 37)

7. Mandi Karena Haid dan Fardlu-Fardlunya


Apabila haid telah selesai maka diwajibkan untuk mandi. Mandi ini wajib
segera dilakukan bila hendak melakukan sholat atau ibadah lain yang wajib
bersuci. Oleh karena itu wanita yang telah selesai haid pada tengah-tengah waktu
sholat wajib segera mandi kemudian sholat. Tidak boleh menunda-nunda sampai
terjadi shalat qodlo’ apalagi sampai tidak dikerjakan sama sekali. (Ardani. 2011:
27-29)
Adapun fardlunya mandi haid ada 3:
1. Niat meghilangkan hadats haid
2. Menghilangkan najis
3. Meratakan air ke seluruh tubuh

B. Pengertian Darah Istihadhah

Istihadhah adalah darah selain haid dan nifas, yaitu darah yang tidak
memenuhi syarat-syarat darah haid dan nifas, wanita yang mengeluarkan darah
lebih 15 hari itu dinamakan Mustahadloh. (Ardani. 2011: 38)

7
1. Pembagian orang Istihadhah

Macam-macam orang Istihadhah ada 7, sebab orang Istihadhah itu ada


kalanya baru sekali mengeluarkan darah/belum pernah haid dan suci langsung
melebihi 15 hari (Mubtada’ah) atau sudah pernah haid dan suci (mu’taadah) dan
ada kalanya darahnya dua warna atau lebih/kuat dan lemah serta dapat
membedakan dan ada kalanya ia ingat akan kebiasaanya atau lupa kepada
kebiasaannya. (Ardani. 2011: 39-81)

Tujuh macam orang yang beristihadhah yaitu:

a) Mubtada’ah mumayyizah

Orang Istihadhah yang pertama Mubtada’ah mumayyizah yaitu prang


Istihadhah yang mengeluarkan darah lebih dari 15 hari yang sebelumnya belum
pernah haid, serta mengerti bahwa darahnya dua macam (darah kuat dan lemah)
atau melebihi dua macam.

Contoh : wanita mengeluarkan darah hitam (kuat/qowwi) selama 5 hari disusul


darah merah (lemah/dho’if) sampai melewati 15 hari, sebulan atau berbulan-
bulan.

Mandi dan sholat bagi Mubtada’ah mumayyizah

Pada bulan pertama Mubtada’ah mumayyizah itu tidak wajib kecuali


setelah 15 hari, jadi kalau darah sudah melebihi 15 hari baru wajib mandi
meskipun haid nya tidak mencapai 15 hari. Oleh karena itu, kemudian wajib
menqodlo’ sholat yang ditinggalkan ketika keluar darah dho’if yang ternyata
dihukumi suci.

b) Mubtada’ah ghoiru mumayyizah

Istihadhah yang kedua yaitu Mubtada’ah ghoiru mumayyizah, yaitu orang


Istihadhah yang belum pernah haid serta darahnya hanya satu macam, misalnya
hanya darah hitam/merah saja.

 Hukumnya :

Mubtada’ah ghoiru mumayyizah itu haidnya sehari semalam terhitung dari


permulaan keluarnya darah, lalu sucinya 29 hari setiap bulan. Artinya kalau

8
darahnya keluar sampai sebulan penuh atau beberapa bulan maka setiap bulan
(30) hari haidnya sehari semalam. Sedangkan sucinya (Istihadhah ) 29 hari. Tetapi
kalau keluarnya darah tidak mencapai sebulan, maka haidnya sehari semalam,
lainnya istikhadoh.kemudian kalau pada satu bulan darahnya tidak mencapai
melebihi 15 hari maka semuanya darah haid.

 Mandinya :

Mubtada’ah ghoiru mumayyizah dan Mubtada’ah mumayyizah yang tidak


memenuhi syarat pada bulan pertama waktu mandinya setelah melebihi 15 hari,
setelah menqodlo’ sholat 14 hari. Tetapi bulan kedua dan seterusnya wajib mandi
setelah melebihi sehari semalam (jika tetap tidak dapat membedakan / syaratnya
kurang). Lalu sholat seperti biasa.

c) Mu’tadah mumayyizah

Istihadhah yang ketiga Mu’tadah mumayyizah yaitu orang Istihadhah


yang pernah haid dan suci serta mengerti bahwa dirinya mengeluarkan darah 2
macam atau lebih.

 Hukumnya :

Mu’tadah mumayyizah ada 3 macam yang berbeda-beda hukumnya;

1) Waktu serta kira-kira (banyak sedikit) nya darah qowwi sama dengan
waktu serta kira-kiranya kebiasaan haid yang sebelumnya. Darah yang
demikian itu yang dihukumi haid adalah darah qowwi jadi pada contoh
diatashaidnya 5 hari dimulai dari tanggal satu(darah hitam). Akan tetapi
pada bulan (daur) pertama, mandinya setelah melewati 15 hari, sednagkan
bulan (daur) kedua dan seterusnya mandinya setelah 5 hari (darah qowwi)
2) Warna atau ukuran darah qowwi tidak sama dengan kebiasaanya namun
antara masaya kebiasaan haid dengan darah qowwi tidak ada 15 hari.
Darah seperti diatas yang dihukumi haid juga darah qowwi. Oleh karena
itu pada contoh pertama tadi haidnya 10 hari (1-10) pada contoh kedua
haidnya 4 hari (17-20).

9
3) Waktu atau ukuran darah qowwi tidak sama dengan kebiasaanya serta
antara masa kebiasaan haid dan darah qowwi ada 15 hari. Wanita yang
demikian ini haidnya ada 2 yakni: Darah yang keluar pada masa kebiasaan
dan Darah qowwi

d) Mu’tadah ghoiru mumayyizah dzakiratun li’adatiha qodron wawaqtan

Yaitu orang yang Istihadhah yang pernah haid dan suci, darahnya hanya
satu macam, serta wanita yang bersangkutan ingat akan ukuran dan waktu haid
dan suci yang menjadi kebiasaannya.(catatan: yang dimaksud qodron {ukuran
adatnya} yaitu banyak atau sedikitnya haid dan suci).

 Hukumnya :

Wanita yang demikian itu banyak atau sedikit atau waktunya haid dan suci
disamakan dengan adatnya. Contoh : seorang wanita pada bulan pertama haid 3
hari bulan kedua 5 hari dan bulan ketiga 7 hari ini pada satu ptaran (daur)
kemudian kembali lagi pada bulan keempat, haid 3 hari bulan kelima haid 5 hari
nulan keenam haid 7 hari. Jadi daurnya sudah terulang dua kali serta intidzom,
sebab antara daur pertama dan daur kedua adalah sama tertibnya (3-5-7) lalu
bulan ketujuh dan setrusnya mengeluarkan darah Istihadhah satu macam, serta
wanita tersebut ingat persis pada tertibnya adat diatas (3-5-7 lalu 3-5-7).

e) Mu’tadah ghoiru mumayyizah nasiyatun li’adatiha qodron wawaqtan

Yaitu orang Istihadhah yang pernah haid dan suci, darahnya satu macam
dan ia tidak ingin/ tidak mengerti akan ukuran serta waktu adat haidnya yang
pernah ia jalankan, wanita yang demikian ini disebut juga “Mutahyyiroh”.
Contoh: seorang wanita yang pernah haid dan suci lalu Istihadhah dengan satu
macam darah, ia lupa dengan waktu dan banyak sedikitnya adat yang pernah ia
alami, juga seperti orang gila mengalami haid lalu sembuh dan langsung
Istihadhah dengan satu macam darah/ tidak dapat membedakan darah qowwi atau
dho’if. Wanita tersbut dihukumi:

 Haram dinikmati antara lutut dan pusar


 Membaca Al-qur’an di luar sholat

10
 Menyentuh/membawa al-qur’an
 Berdiam di masjid

Dan seperti orang suci di dalam sebagian hukum yang lain:

 Boleh / wajib sholat


 Boleh/ wajib puasa
 Boleh thowaf
 Boleh dicerai
 Boleh mandi / bahkan wajib

f) Mu’tadah ghoiru mumayyizah dzakirotun li’adatiha qodron la wawaqtan

Orang Istihadhah yang penah haid dan suci darahnya hanya 1 macam dan
ia hanya ingat pada banyak sedikitnya haid yang menjadi adatnya tadi, namun
tidak ingat akan waktunya. Contoh : orang Istihadhah dengan satu macam darah
dan ingat bahwa pernah haid selama 5 hari dalam 10 hari dari awal bulan, tapi ia
lupa tepatnya mulai tanggal berapa.

 Hukumnya :

Pada masa yang diyakini suci hukumnya suci. Pada masa yang diyakini
haid hukumnya haid.

g) Mu’tadah ghoiru mumayyizah dzakirotun li’adatiha waqtan laqodron

Orang Istihadhah yang pernah haid dan suci warna darahnya hanya satu /
tidak bisa membedakan darah, dan ia ingat akan waktu haidnya tapi tidak ingat
banyak sedikitnya. Contoh : seorang wanita mengeluarkan darah satu macam
tidak bisa membedakan sampai melebihi 15 hari ia ingat pernah haid dan suci dan
ingat bahwa mulai tanggal satu, namun ia lupa berapa hari lamanya. Jadi tanggal 1
haid, sebab ia ingat mulainya tanggal 1 dan paling sedikit haid itu sehari semalam.
Tanggal 2-15 mengandung kemungkinan haid sebab mungkin haidnya sehari
semalam atau 2 hari atau lebih sampai 15 hari tanggal 16-30 yakin suci sebab jelas
mulai tanggal 1 haid dan paling banyak haid adalah 15 hari.

11
 Hukumnya :

Pada hari yang diyakini haid (tanggal 1 ) hukumnya haid, pada hari yang
diyakini suci (16-30) hukumnya suci, pada hari yang kemungkinan (2-15) wajib
ihtiyath seperti mutahayyiroh.

2. Cara sholat bagi orang yang istihadhah

Istihadhah itu hukumnya tidak sama dengan haid ataupun nifas, bahkan
istihadhah itu termasuk hadast kecil yang tetap seperti halnya beser air kencing
atau beser madzi. Oleh karna itu Mustahadlah (wanita yang istihadlah) tetap
diwajibkan sholat dan puasa ramadhan dan tidak diharamkan bersetubuh dan
sebagainya.

Dikarenakan mustahadlah dan orang yang beser kencing atau beser madhi
terus menerus mengeluarkan najis, maka jika mereka menghendaki sholat harus
terlebih dahulu mencuci farjinya, kemudian disumbat dengan kapas atau kain
yang sekiranya tidak sakit sengan catatan tidak sedang dalam kondisi berpuasa.

Jikalau setelah disumbat darahnya masih tetap keluar , maka diwajibkan untuk
membalutnya. Kemudian jika masih banyak darah yang keluar dari pembalut,
maka hukumnya diampuni, tetapi jika keluarnya darah tersebut dikarenakan
kurang kuatnya pembalut maka hukumnya tidak diampuni.

Jikalau dalam keadaan sedang berpuasa, maka supaya untuk memakai


pembalut saja (tidak memakai sumbat) karena memakai sumbat itu membatalkan
puasa. Setelah memakai pembalut kemudian berwudhu dengan niat agar
diperbolehkan melakukan sholat fardhu (tidak boleh niat mensucikan hadast atau
niat bersuci dari hadast).

Keseluruhan mulai mencuci farj sampai berwudhu harus dikerjakan setiap


saat akan melakukan sholat fardhu dan setelah memasuki waktu. Keseluruhan
mulai mencuci farji sampai sholat harus dilakukan dengan segera. Jadi, setelah
mencuci faji dan wudhu kemudia berhenti (tidak segera sholat) untuk selain
kemaslahatan sholat, seperti makan, minum, dan lain sebagainya maka diwajibkan
lagi untuk mencuci farji dan melakukan hal selanjutnya.

12
Sedangkan jika berhenti karena untuk kemaslahatan sholat, seperti
menutupi aurot, menjawab muadzin, menanti jamaah, menanti sholat jum,at dan
sebagainya. Maka di perbolehkan (tidak perlu mengulangi bersuci kembali).

Sedangkan orang yang beser mani, dia diwajibkan mandi setiap akan
sholat fardhu dengan niat agar diperbolehkanya sholat fardhu (tidak boleh niat
menghilangkan hadast atau bersuci dari hadast). Bagi orang yang tetap berhadast,
jika dengan duduk hadastnya bias berhenti, maka diwajibkan sholat dengan posisi
duduk dan ketika sudah sembuh atau sehat tidak perlu mengulangi sholat tersebut.
(Qodir. 2002: 60-63)

C. Pengertian Darah Wiladah

Wiladah adalah darah yang keluar dari rahim wanita semasa melahirkan
anak. Ia keluar serentak dengan bayi yang dilahirkan. Menurut mazhab Imam
Syafi’ie, Imam Malik dan Imam Ahmad (mengikut satu riwayat darinya); wanita
yang melahirkan anak atau keguguran, ia wajib mandi jika ditakdirkan tiada darah
nifas yang keluar. Ini kerana dikiaskan kepada mani. Anak atau janin adalah air
mani yang telah menjadi anak - anak. Keluarnya anak atau janin dari faraj dapat
diumpamakan seperti keluar mani darinya, maka wajiblah mandi.

 Mandi Wiladah

Mandi wiladah ialah mandi kerana bersalin dan ia wajib kepada setiap
wanita yang bersalin. Dan diwajibkan juga mandi hadas sekali lagi setelah kering
darah nifas. Bagi sebagian perempuan yang terpaksa menjalani operasi sesar
untuk melahirkan anak, maka bisa dikategorikan sebagai wiladah maka wajib bagi
perempuan tersebut untuk melakukan mandi. (http://www.masuk-islam.com/)

Apabila seorang perempuan melahirkan anak atau mengalami keguguran


sekalipun hanya berupa darah beku ('alaqah) atau hanya berbentuk segumpal
daging (mudhghah). Maka wajib bagi perempuan itu mandi kerana melahirkan
(wiladah) setelah berlakunya kelahiran atau keguguran sebagaimana disebutkan.

Para ulama telah berijma’ mengatakan bahwa wajib mandi dengan sebab
keluar darah nifas, termasuk di dalam perkara yang mewajibkan mandi ialah

13
wiladah yaitu mandi kerana melahirkan, sekalipun melahirkan tanpa basah
(darah). Begitu juga bagi perempuan yang mengalami keguguran anak, walau
keguguran itu hanya berupa darah beku ('alaqah) ataupun hanya berbentuk
segumpal daging (mudhghah) maka ia diwajibkan untuk mandi.

D. Pengertian Darah Nifas

Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah melahirkan.
Yakni setelah kosongnya rahim (kandungan) dari anak yang di kandung,
meskipun masih berupa darah yang menggumpal (alaqoh) atau daging
menggumpal (mudghoh) waktu keluarnya darah tadi sebelum 15 hari melahirkan
(wiladah).

Oleh karena itu darah yang keluar diantara 2 anak kembar bukan darah
nifas, tetapi darah haidl kalau memenuhi syarat-syarat haidl (tidak kurang dari 24
jam, tidak melebihi 15 hari dan keluar pada masa boleh haidl). Tetapi kalau tidak
memehi syarat-syarat haidl maka termasuk darah rusak (Istihadhah).

Begitu juga hanyalah darah yang keluar karna sakit waktu melahirkan atau
menyertai keluarnya anak, semuanya bukan darah nifas tetapi darah haidl kalau
memenuhi syarat haidl, seperti seandainya bergandengan dengan haidl
sebelumnya. (Ardani. 2011: 84)

1. Setelah Melahirkan Tidak Langsung Mengeluarkan Darah

Jika setelah melahirkan tidak langsung mengeluarkan darah tetapi bersih


(naqo’) terlebih dahulu mengeluarkan darah, maka di perinci sebagai berikut:
kalau keluarnya darah tetapi sebelum melebihi 15 hari maka tetap termasuk darah
nifas, lalu masa diantara melahirkan dan keluarnya darah tersebut dihitung nifas
tetapi tidak di hukumi nifas (nifas ‘adadan la hukman) artinya: sebanyak-banyak
nifas yang 60 hari di hitung mulai melahirkan meskipun tidak keluar darah akan
tetapi sebelum mengeluarkan darah dihukumi suci. Jadi wajib sholat, puasa dan
bersetubuh. Tetapi kalau keluarnya darah setelah melebihi 15 hari maka ini darah

14
haidl kalau memenuhi syarat haidl. Jadi tidak ada nifas sama sekali. (Ardani.
2011: 84-85)

2. Waktu Nifas dan Masa Sucinya

Sekurang-kurangnya seorang wanita keluar darah nifas adalah satu tetesan,


kebiasaannya Nifas 40 hari dan malam, sedang sebanyak-banyaknya nifas, selama
60 hari dan malam. Semuanya ini juga dengan dasar hasil penelitian Imam Syafi’i,
r. a. Kepada wanita Arab di Timur Tengah (Hasyiyah Al-Bajuri: 1/111 dan
Abyanal Hawaij: 11/268).

Paling lama nifas 60 hari tersebut, di hitung mulai dari keluarnya bayi.
Adapun yang dihukumi darah nifas itu mulai dari keluarnya darah. Sehingga,
seumpama seorang wanita melahirkan anak pada tanggal 1 kemudian ketika
mengeluarkan darah mulai tanggal 5 itu penuh 60 hari dan malamnya, dimulai
tanggal 5, dan yang dihukumi darah nifas adalah mulai tanggal 5. Adapun waktu
antara lahirnya bayi dengan keluarnya darah, dihukumi suci. Oleh karena itu ia
tetap kewajiban shalat dan kewajiban kewajiban yang lain.

3. Macam-Macam Darah Nifas

Faidah untuk mengetahui hukum-hukum Istihadhah yang akan


dibicarakan, maka harus lebih dahulu mengetahui, bahwa darah itu ada yang kuat
(warnanya tua) dan ada yang lemah (warnanya muda). Untuk mengetahui
perbedaan antara darah yang kuat dengan darah yang lemah, harus mengetahui
warna-warnanya, rupa-rupa dan sifat-sifatnya darah. Warnanya sebanyak 5
macam ialah:

 Darah hitam,
 Darah merah,
 Darah merah semu kuning,
 Darah kuning,
 Darah keruh.

Darah hitam lebih kuat dari pada darah merah, darah merah lebih kuat dari
pada darah merah semu kuning, darah merah semu kuning lebih kuat dari pada

15
darah kuning, darah kuning lebih kuat dari pada darah keruh. (Fathul Wahhab
pada Hamisy Sulaiman al-Jamal: 1/247).

4. Sifat-Sifat Darah Nifas

Adapun sifat-sifat darah sebanyak empat macam ialah:

 Darah kental dan bau busuk


 Darah kental belaka
 Darah bau busuk
 Darah tidak kental dan tidak bau busuk.

Darah kental lebih kuat dari pada darah cair, darah berbau busuk lebih kuat
dari pada darah yang tidak berbau busuk, darah hitam kental lebih kuat dari pada
darah hitam tidak kental, dan darah kental berbau busuk lebih kuat dari pada darah
kental saja. atau berbau busuk saja (Fathul Wahhab pada Hamisy Sulaiman al-
Jamal: 1/247).

5. Hal-Hal Yang Diharamkan Ketika Nifas

Para ulama telah bersepakat bahwa wanita yang sedang nifas diharamkan
melakukan apa saja yang diharamkan bagi wanita yang haid, antara lain,

a. Sholat

Wanita yang haid dan nifas haram melakukan shalat fardhu maupun
sunnah, dan mereka tidak perlu menggantinya apabila suci. (Ibnu Hazm di dalam
kitabnya al-Muhalla)

b. Puasa

Wanita yang sedang nifas tidak boleh melakukan puasa wajib maupun
sunnah. Akan tetapi ia wajib mengqadha puasa wajib yang ia tinggalkan pada
masa nifas. Berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Ketika kami
mengalami haid, kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak
diperintahkan untuk mengqadha shalat.” (Muttafaq ‘alaih)

c. Thawaf

Wanita haid dan nifas diharamkan melakukan thawaf keliling ka’bah, baik
yang wajib maupun sunnah, dan tidah sah thawafnya. Rasulullah shallallahu

16
‘alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Lakukanlah apa
yang dilakukan jamaah haji, hanya saja jangan melakukan thawaf di ka’bah
sampai kamu suci.” (HR. Bukhari dan Muslim)

a. Tidak boleh diceraikan

Diharamkan bagi suami menceraikan istrinya yang sedang haid atau nifas.
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-
istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) iddahnya (dengan wajar).” (Q.S. ath-Thalaq: 1)

6. Istihadhah dalam Nifas

Kalau ada darah nifas melebihi 60 hari maka dinamakan Istihadhah


fin’nifas artinya: masih campur, sebagian nifas, sebagian darah Istihadhah (suci)
dan sebagian lagi darah haidl. Tidak boleh dihukumi yang 60 hari nifas, lalu
kelebihannya Istihadhah, sebagai mana halnya darah haidl yang melebihi 15 hari.

Oleh karena itu, untuk menentukan mana darah nifas, mana darah rusak,
dan mana darah haidl, supaya dilihat dulu apakah wanita tersebut baru pertama
kali nifas (mubtada’ah), atau sudah bernifas (mu’tadah). Apakah darahnya 2
macam atau lebih dan bisa membedakan antara darah, yang kuat dan lemah
(mumayyizah) atau darahnya hanya 1 macam, atau tidak dapat membedakan
antara darah kuat dan darah lemah (ghoiru mumayyiza). (Ardani. 2011: 87-88)

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

18
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Muhammad Ardani bin. 2011. Risalah Haidl, Nifas dan Istihadhah.
Surabaya: Al-miftah.
Al-Qaradhawi, Yusuf. 2006. Fikih Thaharah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Al-Fauzan, Shalih bin Fauzan bin Abdillah. 2010. Praktis Fiqih Wanita. Solo:
As-Salam Publishing
Amin, Ahmad Syadzirin. 2007. Risalatul Mahidl: Problematika Darah wanita
Haidl, nifas, dan Istihadhah. Kendal: Yayasan Wakaf Rifa’iyah.
Al-Bugha, Musthofa Dib. 2010. Fikih Islam Lengkap (At-Tadzhib fi Adillat Matan
Al-Ghayat wa At-taqrib). Solo: Media Zikir
Mas’ud, Ibnu dan Zainal Abidin S. 2007. Fiqih Madzhab Syafi’i. Bandung:
Pustaka Setia
Sunarto, Achmad. 1991. Terjemah Fathul Qorib. Surabaya: Al-Hidayah
Qodir, Muhammad Abdul. 2002. Haid dan masalah-masalah wanita muslim.
Mojokerto: Al-fajar
http://www.masuk-islam.com/fiqih-wanita-darah-darah-wanita-darah-haid
nifaswiladah-dan-istihadhoh.html (diakses pada tanggal 13 September 2016
pada jam 21.21 WIB)
http://www.fiqhwanita.com/category/haidl-nifas.html (diakses pada tanggal 10
September 2016 pada jam 19.00 WIB)

19

Anda mungkin juga menyukai