Anda di halaman 1dari 13

KONSEP PENDIDIKAN

MENURUT KI HADJAR DEWANTARA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan

Dosen Pengampu: Bapak M. Sofyan Alnashr, M. Pd. I

Disusun Oleh:

Anggun Suprihatin (21.13.00051)

Endang Muhjayani (21.13.00250)

Nashwa Aisya Zahira (21.13.00049)

PROGRAM PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDA’IYAH

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT PESANTREN MATHALI’UL FALAH

PATI

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat merupakan gabungan dari dua kata dari Bahasa Yunani


“Philos” dan “Shopia”. Philos memiliki arti cinta, sedangkan Shopia
memiliki arti kebijaksanaan. Menurut Nasution filsafat berasal dari Bahasa
Yunani “Philain” yang mempunyai arti cinta, dan “Shopos” memiliki arti
hikmat (wisdom). Kemudian orang Arab membawa kata “Philosophia”
masuk ke dalam Bahasa Arab dan disesuaikan dengan susunan kata
Bahasa Arab, “Falsafa” dengan pola fa’lala, fa’lalah dan fi’lal (Nasution,
1973, p. 3).1

Istilah filsafat bukan berasal dari Bahasa Arab “Falsafah” serta


bukan pula dari kata barat “Phylosophy”. Dengan begitu, Nasution
berpendapat bahwa inti dari filsafat yaitu berfikir menurut permasalahan
ilmiah dan berpikir secara bebas dan dengan sedalam-dalamnya sampai ke
dasar persoalannya.2 Jika dikaitkan antara filsafat dengan pendidikan,
maka filsafat pendidikan merupakan suatu pendekatan untuk memecahkan
masalah pendidikan serta memberikan arah kepada teori pendidikan yang
dikembangkan oleh pakar untuk bisa dikaitkan dengan kehidupan nyata
(Ghifari, Sauri, & Alfarisi, 2015, pp. 389-390).3

Edukasi atau pendidikan adalah suatu upaya memajukan kehidupan


bangsa. Melihat ke masa lalu, ketika era penjajahan kolonial Belanda,
Pendidikan di Indonesia memiliki sitem yang berkaitan dengan
kepentingan Belanda dan cenderung mengarah ke sistem pendidikan barat.
Sistem pendidikan pada masa pemerintahan kolonial berorientasi pada

1
Harun Nasution, Filsafat Agama, 1973, hal. 3.
2
Ibid., hlm. 4.
3
Ahmad Ghifari, Sofyan Sauri, dan Zaka Alfarisi, “Pemikiran Filsafat Pendidikan Ki
Hajar Dewantara”, Jurnal Tajdid Vol. XIV, No. 2, 2015, hal. 389 - 390.

2
kepentingan Belanda dapat menyebabkan kesenjangan yang besar
terhadap masyarakat Indonesia (Wiratmoko, 2011, p. 1).4

Melihat sistem tersebut, Ki Hadjar Dewantara merasa sistem barat


kurang sesuai untuk pendidikan di Indonesia, maka dari itu kemudian
muncullah sistem among. Sistem among menyelarasakan dengan istilah
sekarang disebut sebagai “Revolusi Mental”. Ki Hadjar Dewantara
menjelaskan sistem among mempunyai dua sendi dasar, yang pertama,
kodrat alam sebagai syarat kemajuan secepat-cepatnya dan sebaik-
baiknya. Kedua, kemerdekaan sebagai syarat menghidupkan dan
menggerakkan kekuatan lahir batin anak supaya dapat memiliki pribadi
yang kuat dan dapat berpikir serta bertindak merdeka (Suparlan, 2015, p.
60).5

Dengan melihat kondisi Indonesia dengan berbagai permasalahan


yang terjadi, maka untuk menghadapi permasalahan dan tantangan
persaingan global, dibutuhkan system Pendidikan yang mengedepankan
revolusi mental. Ki Hadjar Dewantara melahirkan gagasan sistem serta
metode unggulan untuk menjadikan manusia Indonesia berdaya cipta, rasa,
dan karsa serta sistem among dapat menjadi sistem yang unggul dan khas
dalam menghadapi persaingan pendidikan antar negara (Wangid, 2009, p.
2).6 Usaha tersebut diharapkan dapat menciptakan kaum yang pandai dan
manusiawi dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dimana saat
ini muncul degradasi nilai dalam masyarakat sebagai akumulasi proses
dalam pendidikan yang mengutamakan transformasi pengetahuan
(Knowlegde) dari pada transformasi moral (Value) dalam pelaksanaan
sistem pendidikan.

B. Rumusan Masalah

4
D. Wiratmoko. “Sistem Pendidikan Taman Siswa: Study Kasus Pemikiran Ki Hajar
Dewantara”, 2011, hal 1, link: https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/395
5
Suparlan, “Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Sumbangannya Bagi
Pendidikan Indonesia”, Jurnal Filsafat Vol. 25, Nomor 1, 2015, hal 60.
6
Wangid, M. N., “Sistem Among Pada Masa Kini: Kajian Konsep dan Praktik
Pendidikan”, Jurnal Pendidikan, Volume 39, 2009, hal 2.

3
1. Bagaimana definisi Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara?
2. Apa saja Asas Pendidikan Ki Hajar Dewantara?
3. Bagaimana Konsepsi Pendidikan Ki Hajar Dewantara?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi Pendidikan menurut Ki Hajar
Dewantara.
2. Untuk mengetahui Asas Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara.
3. Untuk mengetahui konsepsi Pendidikan Ki Hajar Dewantara.

BAB II

4
PEMBAHASAN

A. Definisi Pendidikan Menurut Ki Hadjar Dewantara

Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah adalah upaya


kebudayaan yang berazaskan keadaban untuk memberikan dan
memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran
(intelek) dan tubuh anak yang selaras dengan dunianya. Oleh sebab itu
segala alat, usaha, dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya
keadaan yang tersimpan dalam adat istiadat setiap rakyat (Darmawan,
2018, p. 121).7

Ki Hadjar Dewantara menyarankan pendidik agar sekadar


menuntun pertumbuhan serta dalam hidupnya bertambah baik budi
pekertinya (Tauchid & dkk, 1962, p. 122).8 Hal ini disebabkan banyak
pendidik ikut menentukan pertumbuhan hidup anak. Tujuan Pendidikan
sebenarnya adalah memajukan kesempurnaan hidup dengan menuntun
anak menyelaraskan alam dan masyarakat (Dewantara, 1957, p. 42- 43).9

B. Asas Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Ki Hajar Dewantara merupakan salah satu pelopor pendidikan


yang terkemuka. Beliau mendirikan Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922
di Yogyakarta. Taman Siswa adalah sekolah yang didirikan oleh Ki Hajar
Dewantara bersama teman-temannya yang tergabung dalam payuyuban
Sloso Kliwon. Melihat sistem pendidikan yang dikembangkan oleh
Belanda tidak sesuai dengan budaya Bangsa Indonesia pada waktu itu
maka dibangunlah Taman Siswa tersebut.

7
I Putu Ayub Darmawan, “Pandangan dan Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara”,
Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku FKIP UKSW, 24 Mei 2018, hal. 121.
8
Moch. Tauchid, Soeratman, Sajoga, Ratih S. Lahade, Soendoro, Abdurrachman
Surjoamihardjo. 1962. Karya K.H. Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan. Jogjakarta: Madjelis
Luhur Persatuan Taman Siswa., hal. 122.
9
Ki Hajar Dewantara, Masalah Kebudajayaan, Jogjakarta: Madjelis Luhur Persatuan
Taman Siswa. Hal 42 - 43.

5
Taman Siswa memiliki asas-asas yang digunakan sebagai pedoman
gerak dan langkahnya. Dalam asas-asas ini mengandung petunjuk tentang
corak dan metode pendidikan yang dicita - citakan oleh Ki Hadjar
Dewantara.

1. Kebangsaan

Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa taman siswa tidak


boleh menyalahi kemanusiaan. Justru harus bisa menjadi wujud
nyata kemanusiaan. Ki Hadjar Dewantara kembali menegaskan
bahwa asas kebangsaaan ini bukan bermaksud membangun
permusuhan dengan bangsa lain, namun memunyai rasa dengan
bangsa sendiri, memiliki satu rasa suka duka, dan satu rasa di
dalam mencapai kebahagiaan Bersama dalam satu bangsa.

Di dalam pendidikan artinya bahwa manusia harus sanggup


untuk belajar menggali ilmu dan keluhuran budi pekerti bagi diri
sendiri, Bersama masyarakat melahirkan kebudayaan bangsa yang
khusus dan jelas.10

2. Kebudayaan

Taman Siswa membawa kebudayaan bangsa menuju


kemajuan yang disesuaikan dengan kecerdasan bangsa disetiap
zaman, sejalan dengan kemajuan dunia dan kepentingan hidup
masyarakat. Karena kebudayaan ini adalah buah dari perjuangan
manusia menghadapi kekuasaan alam semesta dan manusia mampu
mengatasi kesulitan dalam perjuangan hidup.

3. Kemanusiaan

Pengabdian seorang manusia merupakan wujud


kamanusiaan yang mempunyai arti kemajuan lahir dan batin
manusia yang setinggi- tingginya.11 Kemajuan ini dapat dilihat dari
10
I Putu Ayub Darmawan. Op. Cit., hal. 123.
11
Ibid., hal 124.

6
kesucian hati serta rasa cinta kasih kepada sesama manusia dan
seluruh ciptaan tuhan.

4. Kemerdekaan

Merdeka adalah syarat untuk bisa hidup dan menggerakkan


kekuatan lahir dan batin seorang anak agar bisa berdiri sendiri.
Maka pendidikan harus bisa memberikan kemerdekaan (dengan
batas yang tertentu) pada anak untuk mengurus diri sendiri dengan
memperhatikan ketertiban dan masyarakat. Setiap usaha
pendidikan harus memiliki syarat mutlak, yaitu kemerdekaan. Hal
ini didasarkan kepada keyakinan bahwa manusia memiliki kodrat
sendiri dan dipengaruhi oleh kodrat - kodrat alam; zaman;
pemeliharaan masyarakat dalam memajukan, mempertinggi dan
menyempurnakan hidupnya sendiri.

5. Kodrat Alam

Kodrat alam atau pembawaan manusia memperlihatkan


bahwa terdapat kekuatan pada manusia yang menjadi bekal
hidupnya. Kekuatan tersebut digunakan untuk memelihara serta
memajukan hidup sehingga bisa mencapai keselamatan lahiriah
dan kebahagiaan hidup batiniah.

C. Konsepsi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Telah disebutkan di atas bahwa tujuan pendidikan menurut Ki


Hadjar Dewantara adalah pendidikan sebagai tuntunan didalam tumbuh
kembangnya anak. Artinya, pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak, agar mereka sebagai manusia yang merdeka fisik,
mental, dan rohaninya (Indrayani, 2019, p. 391). Untuk mewujudkan
tujuan pendidikan tersebut, Ki Hadjar Dewantara mengajukan konsep Tri
Pusat Pendidikan.

1. Tri Pusat Pendidikan

7
Tri Pusat Pendidikan yang pertama adalah pendidikan
keluarga. Ki Hadjar Dewantara menempatkan keluarga sebagai
tempat yang istimewa. Keluarga merupakan lingkungan yang kecil,
namun keluarga merupakan tempat yang suci dan murni dalam
dasar - dasar sosial. Dalam sudut pandang sosiologi, keluarga
merupakan kelompok sosil pertama dimana manusia pertama kali
memperhatikan keinginan orng lain seperti bekerja sama, belajar
dan membantu orang lain. Interaksi dalam keluarga akan
menentukan tingkah laku dalam kehidupan social di luar keluaraga
(Rustina, 2014, p. 292).12 Tauchid menyebutkan bahwa keluarga
penting dijadikan pusat pendidikan dikarenakan keluarga bukan
sekadar ajang pelaksanaan Pendidikan individual dan social,
namun juga menjadi peluang bagi orang tua untuk menanamkan
benih nurani dalam jiwa anak.13

Kedua, Pendidikan dalam alam keguruan. Dalam


pendidikan alam keguruan mempunyai kewajiban untuk
mengupayakan kecerdasan pikiran dan pemberian
ilmupengetahuan. Pendidikan keluarga dan sekolah tidak bisa
terpisahkan. Apabila sekolah dan keluarga berpisah, maka
pendidikan yang dihasilkan ruang keluarga akan sia - sia. Sebab
asahan intelektual oleh sekolah begitu kuat. Maka sekolah dan
keluarga dapat saling mengisi serta melengkapi satu sama lain
untuk mencapai tujuan pendidikan.

Yang ketiga yaitu pendidikan alam pemuda. Pada amsa


pergerakan menuju kemerdekaan, pergerakan pemuda terlihat
seperti memisahkan anak-anak dengan keluarganya. Melihat hal
tersebut, Ki Hadjar Dewantara menganggap ini adalah sebuah hal
yang berbahaya, contohnya seperti putusnya pendidikan budi

12
Rustina, “Keluarga dalam Kajian Sosiologi”, MUSAWA, Vol. 6 No. 2 Desember 2014,
hal. 292.
13
Moch. Tauchid, et all, Op. Cit., hal 71 - 72.

8
pekerti, hingga akhirnya muncullah konsep ini. Kemudian Ki
Hadjar Dewantara memasukkan pergerakan pemuda sebagai pusat
Pendidikan. Pergerakan pemuda adalah dorongan yang agung bagi
Pendidikan, untuk menuju kecerdasan jiwa dan budi pekerti, serta
perilaku sosial, inilah alasan perlunya pergrakan pemuda
dimasukkan sebagai pusat pendidikan. Pendidikan pemuda
mempunyai kesamaan dasar pada kemerdekaan yang memberikan
kemerdekaan dalam batas tertentu. Orang tua hendaknya cukup
berperan menjadi penasihat yang memberi kemerdekaan terbatas,
dan mengawasi. Ketika ada bahaya yang tidak dapat terhindar baru
orang tua bertindak.

2. Pendidikan Sistem Among

Melihat sistem pendidikan barat yang memepunyai dasar


perintah, hukuman, dan ketertiban, Ki Hadjar Dewantara menilai
pendidikan semacam itu tidak bisa diterapkan di Indonesia. Sistem
mendidikan seperti itu dapat merusak budi pekerti anak, sebab
anak mengalami kehancuran dalam kebidupan batinnya. Dilihat
lagi, sistem barat mengakibatkan anak selalu berada dalam paksaan
serta hukuman yang tidak sesuai dengan kesalahan yang diperbuat.
Sistem pendidikan barat mungkin tidak akan membentuk
kepribadian, maka dikembangkan sistem pendidikan yang tanpa
menggunakan paksaan, yakni dengan cara
momong/among/ngemong. Ki Hadjar Dewantara menyebutkan
bahwa pendidikan harus dengan sukacita dan membuka kekuatan
pikiran bukan dengan paksaan terhadap batin anak, perintah,
sengaja membangun watak, dan paksaan tertib untuk sopan, maka
beliau mengedepankan sistem among.14

Dalam sistem among ini terkandung didalamnya asas - asas


pendidikan. Guru sebagai pendidik harus bisa memberikan fasilitas
14
Ibid., hal. 126.

9
kepada murid untuk mencapai tujuan pendidikan. Guru harus
berperan sebagai penuntun dalam murid mencari kebutuhan ilmu
secara lahir dan batin.

3. Kultur Positif Seorang Pendidik

Ki Hajar Dewantara memberikan beberapa pedoman untuk


membentuk budaya postif bagi seorang pendidik.“Ing ngarsa sung
tuladha. Ing madya mangun karsa. Tut wuri handayani”.

Ing ngarsa sung tuladha, sebagai guru/pendidik harus bisa


memberikan contoh/teladan yang baik di depan muridnya. Ing
madya mangun karsa, ditengah - tengah harus bisa menciptakan
semangat untuk menghasilkan ide (Putri & Nasution, 2020, p.
86).15 Dan Tut wuri handayani, dari belakang guru harus bisa
menjadi pendorong bagi anak muridnya untuk bebas
mengekspresikan bakat melalui kekuatan lahir dan batin.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

15
Tri Ananda Putri, dan Mhd. Ihsan Syahaf Nasution, “Implementasi Trilogi Pendidikan
Ki Hajar Dewantara Pada Smk Tamansiswa di Kota Tebing Tinggi”, Puteri Hijau: Jurnal
Pendidikan Sejarah, Vol. 5 No. 1 Januari 2020, hal. 86.

10
Budaya kita adalah budaya timur. Dimana moral dan kesopanan
digunakan dalam pedoman kehidupan sehari-hari. Sistem pendidikan barat
tidak sesuai dengan identitas bangsa kita. Untuk itu Ki Hadjar Dewantara
mencetuskan id - ide sistem pendidikan yang disesuaikan dengan identitas
bangsa yaitu menghadirkan bukan hanya pengetahuan tetapi juga nilai
moral dalam pelaksanaan pendidikan kita. Gagasan Ki Hadjar Dewantara
menjadi pelopor inovasi pendidikan di Indonesia, yaitu meliputi Tri Pusat
Pendidikan, Sistem Pendidikan Among, dan Kultur Positif Seorang
Pendidik.

B. Saran

Setelah membahas konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara, kami


memberi saran yang dapat diperhatikan lembaga pendidikan dan praktisi
pendidikan dewasa ini, bahwa hendaknya pendidikan diarahkan untuk:

 Membentuk perasaan peserta didik untuk mencintai ketertiban dan


kedamaian
 Membentuk sikap tanggung jawab dalam diri peserta didik agar
bertanggung jawab dalam memelihara nilai – nilai dan bentuk –
bentuk kebudayaan nasional
 Membentuk rasa nasionalisme dalam diri peserta didik sehingga ia
merasa satu akan bangsanya dan cinta pada bangsanya
C. Penutup

Syukur Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan. Namun,


kami sadar bahwa karya ini masih banyak kekurangan karena terbatasnya
kemampuan. Dalam menyusun makalah ini, kritik dan saran sangat
dibutuhkan oleh kami. Semoga makalah ini dapat diambil hikmah dan
manfaatnya bagi kita semua, khususnya bagi kami sendiri.

11
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, I. Putu., “Pandangan dan Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara”.


Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku FKIP UKSW, hal. 121 –
124, 2018. Diakses dari:

12
https://www.researchgate.net/publication/320322205_Pandangan_dan_Ko
nsep_Pendidikan_Ki_Hadjar_Dewantara

Dewantara, Ki Hadjar, Masalah Kebudayaan, Jogjakarta: Madjelis Luhur


Persatuan Taman Siswa, 1957.

Ghifari, Ahmad., Sofyan Sauri, dan Zaka Alfarisi, “Pemikiran Filsafat Pendidikan
Ki Hadjar Dewantara”. Jurnal Tajdid Vol. XIV, No. 2, hlm. 389 – 390.
2015.

Nasution, H, Filsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

Putri, Tri. Ananda., & Nasution, M. I. “Implementasi Trilogi Pendidikan Ki


Hadjar Dewantara Pada SMK Taman Siswa di Kota Tebing Tinggi”.
Puteri Hijau: Jurnal Pendidikan Sejarah. Vol. 5 No. 1, hal. 86, 2020.

Rustina, “Keluarga dalam Kajian Sosiologi”. MUSAWA, Vol. 6, hal. 292, 2014.

Suparlan, H.,“Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Sumbangannya Bagi


Pendidikan Indonesia”. Jurnal Filsafat. Vol. 25, Nomor 1, hal. 60, 2015.

Tauchid, M., & dkk., Karya K. H. Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan,


Yogyakarta: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1962.

Wangid, M. N., “Sistem Among Pada Masa Kini: Kajian Konsep dan Praktik
Pendidikan”. Jurnal Pendidikan, Volume 39, Nomor 2, hal. 2, 2009.

Wiratmoko, D., “Sistem Pendidikan Taman Siswa: Study Kasus Pemikiran Ki


Hadjar Dewantara”, hal. 1, 2011.

Link: https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/395

13

Anda mungkin juga menyukai