Disusun oleh:
Aida Nurul Safitri 230211105750
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan berkaitan erat dengan kebudayaan. Keterkaitan itu disebabkan
karena pendidikan merupakan sebuah proses penyadaran individu sebagai
pendukung sekaligus pembaharu kebudayaan. Hubungan kebudayaan dan
pendidikan sangat penting dan erat. Pendidikan merupakan satu kegiatan budaya.
Melalui pendidikanlah seorang individu dapat mempelajari kebudayaan, mengenal
lebih dalam kebudayaanya sekaligus bisa mengembangkan kebudayaannya.
Kebudayaan dituntut dinamis sehingga dibutuhkan individu-individu yang kreatif
dan dinamis. Individu-individu yang dinamis dan kreatif bisa dibentuk dengan
proses pendidikan. Dengan kata lain, proses pendidikan merupakan proses
pembudayaan untuk mencetak individu yang kreatif yang pada gilirannya individu
tersebut akan menjadi aktor dari perkembangan kebudayaan.
Dalam kaitannya dengan kebudayaan, tugas pendidikan yang utama adalah
berorientasi memperkenalkan peserta didik kepada nilai-nilai kebudayaan serta
membukakan kemungkinan-kemungkinan untuk menciptakan nilai-nilai yang
baru. Ki Hadjar Dewantara menegaskan keterpautan pendidikan dan kebudayaan
melalui tiga wahana prosese pendidikan yaitu pendidikan orang tua, pendidikan
sekolah, dan pendidikan masyarakat. Pendidikan masyarakatlah yang menautkan
pendidikan dan kebudayaan karena setiap kebudayaan adalah hasil masyarakat.
Keanekaragaman budaya bangsa harus dilestarikan dan dikembangkan
dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa melalui pendidikan. Sekolah
perlu memprogramkan dan memberikan wadah kepada peserta didik untuk
memahami dan melestarikan kekhususan budaya lokal melalui usaha-usaha nyata
dan formal dalam kurikulum sehingga peserta didik tidak terasing dari budayanya
sendiri. Menurut Astawa (2015) guru perlu menguasai berbagai pendekatan dan
metodologi pembelajaran yang mengintegrasikan budaya lokal dalam
pembelajaran di sekolah. Salah satu mata pelajaran di sekolah yang bisa
2
dintegrasikan kedalam budaya lokal adalah mata pelajaran Fisika, karena
pembelajaran Fisika mempelajari tentang fenomena-fenomena alam yang sering
diamati oleh peserta didik.
Pembelajaran fisika berbasis budaya lokal mengintegrasikan budaya lokal
sebagai bagian dari proses pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk
membangun pengetahuan, mengembangkan keterampilan proses sains dan
menumbuhkan sikap ilmiah (Husin dan Darsono, 2018). Hal ini sesuai dengan
filosofi Ki Hajar Dewantara bahwa pemeliharaan kebudayaan harus bertujuan
memajukan dan menyesuaikan kebudayaan dengan setiap pergantian alam dan
zaman. Memasukkan kebudayaan lain yang tidak sesuai dengan alam dan
zamannya merupakan pergantian kebudayaan yang menyalahi tuntunan kodrat dan
masyarakatnya.
Oleh karena itu, pembelajaran fisika akan lebih bermakna apabila terdapat
kesinambungan antara materi mata pelajaran dengan aktivitas kehidupan sehari-
hari di lingkungan tempat tinggal peserta didik yang digunakan sebagai sarana dan
sumber belajar. Dengan latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk
membuat makalah dengan judul ”Aplikasi Filosofi Ki Hajar Dewantara Pada
Mata Pelajaran Fisika Di SMA Berbasis Kearifan Lokal”.
H. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain
1. Memberikan referensi pembelajaran fisika yang terintegrasi kearifan lokal
dengan tetap memperhatikan filosofi Ki Hajar Dewantara dalam
pelaksanaannya.
2. Membantu pendidik agar dapat menuntun peserta didik tidak hanya mentransfer
ilmu pengetahuan tetapi juga mendidik karakter yang di butuhkan peserta didik
untuk mempersiapkan diri sebagai manusia dan masyarakat yang seutuhnya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
tersebut tidak boleh dipisahkan, agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup,
yaitu kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan
dunianya (Pexels, 2021).
Pendidikan dan kebudayaan adalah dua sisi dari mata uang yang sama.
Kebudayaan menurut Ki Hadjar Dewantara sebagaimana dikutip Ki Sunarno
Hadiwijoyo (2006) adalah buah budi dan hasil perjuangan hidup manusia. Sebagai
buah budi manusia kebudayaan digolongkan menjadi tiga yaitu pertama, buah
pikiran, seperti: ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan dan pengajaran, filsafat,
dan sejenisnya. Kedua, buah perasaan, yaitu segala yang bersifat indah, luhur, baik,
benar, adil, seperti: adat istiadat (etika), seni (estetika), relegiusitas, dan sejenisnya.
Ketiga, Buah kemauan, yaitu semua cara perbuatan dan usaha manusia, contohnya
aturan, hukum, perundang undangan, tata cara, perdagangan, perindustrian,
pertanian dan sejenisnya.
Menguatkan pendidikan artinya memajukan kebudayaan. Membangun
kebudayaan adalah proses memajukan pendidikan. Inilah intisari dari ajaran Ki
Hajar Dewantara dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya. Menjadi
manusia yang berbudi pekerti luhur. Budi pekerti inilah yang nanti menjadi pondasi
dalam mencerdaskan anak bangsa. Cerdas tanpa landasan budi pekerti luhur adalah
cerdas imitasi. Kecerdasan yang tidak akan memberi manfaat kepada lingkungan
sekitar.
B. Kearifan Lokal
Menurut Rahyono, kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang
dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman
masyarakat. Artinya, kearifan lokal adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui
pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat yang lain. Nilai-nilai
tersebut akan melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah
melalui perjalanan waktu yang panjang, sepanjang keberadaan masyarakat
tersebut. Ilmuwan antropologi, seperti Koentjaraningrat, Spradley, Taylor, dan
Suparlan, telah mengkategorisasikan kebudayaan manusia yang menjadi wadah
5
kearifan lokal itu kepada idea, aktifitas sosial, artifak.7 Kebudayaan merupakan
keseluruhan pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok manusia dan dijadikan
sebagai pedoman hidup untuk menginterpretasikan lingkungannya dalam bentuk
tindakan-tindakannya sehari-hari. Abubakar mengartikan kearifan lokal sebagai
kebijakan yang bersandar pada filosofi, nilai-nilai, etika, dan perilaku yang
melembaga secara tradisional untuk mengelola sumber daya (alam, manusia,
dan budaya) secara berkelanjutan (Abubakar, 2015).
Kearifan lokal sebagai kebenaran yang mentradisi atau ajeg merupakan
perpaduan nilai-nilai suci firman Tuhan dan nilai turun- temurun yang
dikembangkan komunitas tertentu. Sternberg dalam Shavinina dan Ferrari,
seseorang dinilai arif apabila dapat mengakumulasi dan mengkolaborasikan
antara konteks dan nilai-nilai yang melingkupinya, serta dapat mewujudkan pola
hidup yang seimbang, tidak mungkin seseorang dipandang bijak apabila sikap dan
tindakannya berlawanan dengan nilai yang berlaku.
Sibarani menyimpulkan bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan asli
(indigineous knowledge) atau kecerdasan lokal (local genius) suatu masyarakat
yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan
masyarakat dalam rangka mencapai kemajuan komunitas baik dalam penciptaan
kedamaian maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat (Sibarani, 2013).
Kearifan lokal itu mungkin berupa pengetahuan lokal, keterampilan lokal,
kecerdasan lokal, sumber daya lokal, proses sosial lokal, norma-etika lokal, dan
adat-istiadat lokal.
6
melalui tuntunan yang berfaedah dan bermakna dengan tetap memperhatikan
kebebasan peserta didik. Esensi dari tuntunan yang dimaksud KHD selaras dengan
filosofi kearifan budaya lokal yakni membimbing, menuntun, mendidik, dan
mengarahkan disertai penjelasan mengenai konsekuensi dari setiap perkataan,
sikap, perilaku, dan tindakan peserta didik.
Hal ini sejalan dengan pemikiran KHD bahwa hakikat menuntun
berhubungan erat dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Penerapan pendidikan
berdasarkan kodrat alam dan kodrat zaman yang dimaksud hendak menyatakan
bahwa seorang pendidik harus mampu menyentuh potensi, talenta dan karakter
pada kodrat alam dan zamannya yang dimiliki setiap peserta didik, sehingga ia
merasa merdeka dalam belajarnya bukan proses pembelajaran yang konvensional.
Selain memperhatikan kodrat alam dan kodrat zaman hal lain yang menjadi
perhatian utama dalam proses menuntun adalah pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik. Proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
akan melahirkan merdeka belajar. Peran guru dalam hal ini memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mengeksplorasi segala
potensi, talenta dan karakter yang dimilikinya dengan bantuan metode dan media
pembelajaran yang tepat dan bermakna.
Dengan mendalami tujuan dan filosofi pendidikan KHD, menghantar penulis
kepada perubahan yang begitu mendasar antara lain; Ing Ngarsa Sung tulada , Ing
Madya Mangun karsa, Tut wuri handayani merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik, merubah paradigma
berpikir tentang pendidikan sebagai proses menuntun manusia sesuai dengan
kodratnya.
Untuk mengejawantahkan perubahan yang terjadi, maka penulis berusaha
mendesain pembelajaran fisika yang tidak berorientasi pada pencapaian akademis
melainkan untuk mengembangkan potensi, talenta, dan karakter peserta didik,
memilih topik pembelajaran yang relevan dengan pengalaman peserta didik, yaitu
kontekstual dengan budaya setempat, menerapkan metode pembelajaran yang
membangkitkan minat serta partisipasi aktif peserta didik dalam proses
7
pembelajaran yang menyenangkan dan memilih media pembelajaran yang dekat
dengan dunia peserta didik. Adapun bentuk rancangan pembelajaran fisika berbasis
kearifan lokal dengan tetap mengacu pada filosofi KHD dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Rancangan Pembelajaran Fisika
Latar Belakang Kegiatan
1. Filosofi pendidikan KHD belum 1. Mendesain pembelajaran yang
terpatri dalam diri dan jiwa seorang tidak berorientasi pada pencapaian
pendidik. akademis melainkan untuk
2. Metode dan media pembelajaran mengembangkan karakter peserta
yang digunakan guru belum didik.
melahirkan merdeka belajar. 2. Memilih topik pembelajaran yang
3. Pembelajaran yang diberikan guru relevan dengan pengalaman peserta
hanya mengukur kemampuan didik atau kontekstual dengan
kognitif. budaya setempat.
4. Belum mengoneksikan budaya atau 3. Melakukan action kelas.
kearifan lokal setempat, seperti di 4. Menyiapkan portofolio penilaian
Jember, contohnya petik laut yang berdasarkan potensi, talenta, serta
dilaksanakan masyarakat di sekitar karakter peserta didik.
pesisir.
8
Tolak Ukur
1. Peserta didik mengalami perubahan
secara signifikan dari segi daya
cipta, karsa, dan karyanya.
2. Situasi dan kondisi pembelajaran di
kelas menjadi sangat
menyenangkan, memerdekakan,
peserta didik semakin aktif, kreatif,
dan inovatif.
3. Peserta didik memiliki keberanian
untuk mengeksplorasi segala
potensi dan talenta yang
dimilikinya.
9
Nilai budaya yang terkandung dalam ritual Petik Laut ini sangatlah besar.
Warga menjunjung tinggi dan menjaga laut mereka yang memberikan rezeki tanpa
batas. Dengan adanya tradisi ini, mereka akan menjaga lautan dari perusakan agar
terus mendapatkan banyak limpahan rezeki. Tanpa laut, hidup mereka tidak akan
berjalan dengan baik. Selain unsur budaya, unsur social dan kekeluargaan juga
terlihat dengan sangat besar pada prosesi ini. Semua warga bahu-membahu,
bergotong royong dalam menyiapkan acara. Mereka akan bersama-sama
menyukseskan acara yang sangat penting bagi mereka. Tidak ada si kaya atau si
miskin, semua melakukan pekerjaan bersama-sama demi kemakmuran.
Berikut ini berbagai manfaat dari pembelajaran berbasis kearifan lokal yang
dapat dimiliki oleh peserta didik yang sejalan dengan filosofi KHD :
1. Pembelajaran berbasis kearifan lokal berguna untuk menggali budaya yang
semakin hilang karena budaya luar serta dapat melahirkan generasi yang
memiliki kemampuan dan bermartabat.
2. Merefleksikan nilai-nilai budaya yang ada. Peserta didik akan secara langsung
menemukan atau menganalisis semua potensi dan keunggulan kearifan lokal
yang ada di sekitar.
3. Berperan dalam membentuk karakter siswa, melalui pembelajaran ini guru
dapat mengenalkan potensi dan budaya yang ada di daerah setempat untuk
menumbuhkan rasa peduli terhadap budaya.
4. Mengembangkan rasa patriorisme dan bangga terhadap budaya setempat,
sehingga siswa akan melestarikan dan menjaganya.
5. Menumbuhkan minat dan motivasi belajar sehingga hasil belajar semakin
meningkat.
6. Mempermudah peserta didik dalam mempelajari materi pada pembelajaran
fisika.
10
PENUTUP
11
DAFTAR PUSTAKA
Husin. V. E. R., Wiyanto., & Darsono. T. 2018. Integrasi Kearifan Lokal Rumah Umekbubu
dalam Bahan Ajar Materi Suhu dan Kalor untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil
Belajar Siswa SMA. Journal Physics Communication. 2(1). 26-35.
Syahril, Iwan. 2020. Filosofi Ki Hajar Dewantara yang Mewujud pada Konsep
Merdeka Belajar. Diakses melalui https://gtk.kemdikbud.go.id/read-
news/filosofi-ki-hajar-dewantara-yang-mewujud-pada-konsep-merdeka-
belajar (tanggal 30 Januari 2023).
12