Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KI HAJAR DEWANTARA

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Wawasan Profesi
Pendidikan Dasar
Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Yessy Yanita Sari, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 3 :

1. ANNA LAMRIA SAMOSIR NIM. 2309087004


2. DIAN SAFITRI NIM. 2309087022
3. LESTI KASLATI SIREGAR NIM. 2309087010
4. SUGENG RIYANTO NIM. 2309087012
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pendidikan adalah buah dari pemikiran-pemikiran yang di ramu menjadi sebuah sistem
yang harmoni. Pemikiran-pemikiran para tokoh pendidik menjadi hal penting untuk
ditelurusi lebih dalam. Memahami pemikiran-pemikiran tokoh menjadi salah satu langkah
untuk memahami sistem pendidikan yang kita jalani sekarang.

Salah satu tokoh pendidikan nasional yang sangat berpengaruh dalam sistem pendidikan
nasional adalah Ki Hajar Dewantara (KHD). Sebagai Bapak Pendidikan Nasional
pemikiran-pemikiran KHD merupakan batu pijakan dalam menyusun dan merancang
sistem pendidikan, baik pendidikan dalam lingkung nasional sampai kepada fase praksis.

Memahami pemikiran KHD akan memberikan kita sudut pandang kita terhadap dunia
pendidikan dan cara menagajar. Pemikiran-pemikiran filosofi KHD dapat membantu kita
menjadi guru yang cakap dalam pengajaran dan mampu memahami maksud dalam jalan
panjang pendidikan nasional.

Selain memahami dan menghayati pemikiran mengkaji dalm mendalami pemikiran


KHD dapat membantu kita untuk melakukan pengembangan dan penyesuaian cara
mengajar kita agar tidak lepas dari dasar-dasar prinsip pendidikan.

Beberapa buah pemikiran KHD yang sangat lekat dengan sistem pendidikan nasional
misalnya semboyan Tutwuri Handayani dan Sitem Among. Maka pada makalah ini kita
akan membahas secara mendalam pemikiran-pemikiran dan hal yang melatar belakangi
pemikiran tersebut hadir. Selain dua hal ini kita juga akan mengkorelasikan pemikiran
KHD dalam kontek pendidikan dewasa ini.
BAB II

PEMBAHASAN

FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA

A. BIOGRAFI

Ki Hajar Dewantara lahir dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat beliau lahir
di pakualaman 2 Mei 1889 di Yogyakarta berasal dari keluarga bangsawan Puro
pakualaman Ayahnya adalah kanjeng Pangeran Ariya Suryaningrat dan ibunya bernama
Raden Ayu Sandiah. menjadi keluarga bangsawan membuatnya mendapat pendidikan
yang berkecukupan. Ki Hajar Dewantara bersekolah dasar di ELS atau sekolah dasar
Eropa Belanda sampai Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya ke STOVIA yaitu
sekolah dokter Bumiputera namun beliau tidak menamatkan pendidikannya karena
sakit. Di stovia beliau aktif menjadi Pengurus organisasi Budi Utomo. Kemudian beliau
bekerja sebagai penulis dan sempat juga menjadi wartawan di beberapa surat kabar
seperti Midden Java, Kaoem Moeda dan ekspress. Beliau terkenal dengan tulisan yang
komunikasi tajam dan anti kolonial. Pada tanggal 25 Desember 1912 ki Hajar Dewantara
mendirikan Indische Partij bersama Douwes Dekker dan Dokter Cipto Mangunkusumo
yang dikenal sebagai Tiga Serangkai. Ki hajar Dewantara juga menuliskan artikel
Seandainya aku orang Belanda dan serontak ini menyulut kemarahan dari pemerintah
kolonial Belanda dan kemudian membuatnya ditangkap dan diasingkan ke Belanda.

Dunia jurnalistik yang ditekuni beliau membuat pergaulannya lebih luas dan
pandangan politiknya juga lebih berkembang beliau dapat mengutarakan pemikiran dan
persoalan bangsanya melalui tulisan-tulisan di berbagai surat kabar. Di dalam masa
pengasingannya Ki Hajar Dewantara aktif bersosialisasi di dalam organisasi pelajar asal
indonesia. Ki hajar Dewantara banyak mendapat pengetahuan dan pemahaman sejarah
sosial pendidikan selama masa pengasingan di Belanda. Pada tahun yang sama beliau
juga mendirikan sebuah kantor berita yang dikenal sebagai kantor berita Indonesia. Di
sinilah beliau kemudian merintis cita-citanya untuk memajukan pendidikan masyarakat
Indonesia
Setelah kembalinya ke Indonesia pada bulan September tahun 1919 beliau kemudian
bergabung dalam sekolah binaan dari saudaranya sendiri sehingga beliau kemudian
memiliki pengalaman mengajar. Pada tanggal 3 Juli 1922 beliau mendirikan sekolah
yang diberi nama perguruan nasional taman siswa. Kehadiran perguruan ini membuka
kesempatan bagi semua orang untuk mengenyam pendidikan hal ini dapat membantu
rakyat-rakyat kecil untuk mendapatkan pendidikan. Kala itu beliau sudah genap berusia
40 tahun, pada usia tersebutlah beliau kemudian mengganti nama dengan Ki Hajar
Dewantara dan tidak lagi memakai gelar kebangsawanan di depan namanya hal ini
dilakukan agar dapat secara bebas dekat dengan rakyatnya. Pada kemerdekaan pertama
Republik Indonesia Ki Hajar Dewantara diangkat menjadi menteri pendidikan
pengajaran dan kebudayaan yang pertama pada tahun 1957 yang mendapat gelar doktor
kehormatan dari Universitas Gadjah Mada. Beliau wafat pada tanggal 26 April 1959 di
Yogyakarta atas jasa-jasanya di dalam merintis pendidikan di Indonesia beliau
kemudian diberikan gelar Bapak pendidikan nasional Indonesia dan kemudian tanggal
lahirnya ditetapkan sebagai hari pendidikan nasional.

B. ALIRAN FILSAFAT KI HAJAR DEWANTARA

Menurut Ki Hadjar Dewantara, hakikat pendidikan adalah sebagai usaha untuk


menginternalisasikan nilai-nilai budaya ke dalam diri anak, sehingga anak menjadi manusia
yang utuh baik jiwa dan rohaninya. Filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara disebut
dengan filsafat pendidikan among among dilandasi oleh semboyan :

1. Ing Ngarso Sung Tulodho,

2. Ing Madya Mbangun Karso

3. Tut Wuri Handayani

Implementasinya filsafat Pendidikan Ki hajar Dewantara ini nampak jelas pada


capaian pembelajaran pada Pendidikan vokasi pada mata pelajaran umum maupun
kejuruan. Nampak jelas upaya pemerintah untuk menyiapkan siswa menjadi generasi masa
depan yang mempunyai daya saing di era mendatang.

Dalam hal ini Ki Hadjar Dewantara menggunakan kebudayaan asli Indonesia


sedangkan nilai-nilai dari Barat diambil secara selektif adaptatif sesuai dengan teori trikon
(kontinyuitas, konvergen dan konsentris)

1. Konsepsi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan


Progresivisme
a) Konsep Ki Hadjar Dewantara tentang Pendidikan
Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh
1) pengetahuan dan kepercayaan
2) Dasar kemerdekaan
3) Sebagai usaha kebudayaan
b) Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang pengetahuan
Sesuai dengan teori Ki Hadjar Dewantara tentang Tri No untuk prasekolah dan Tri
Nga untuk Sekolah Dasar ke atas, berarti pengetahuan didapatkan anak didik dengan
ü nonton (cognitive)
ü niteni (affective)
ü nirokke (psikomotor)
Pada tingkat Sekolah Dasar ke atas, pengetahuan didapatkan dengan Tri Nga, yaitu :
ü ngerti (cognitive) dengan akal,
ü ngrasa (affective) yaitu merespon, menghargai, menjunjung nilai-nilai dan
ü nglakoni (psychomotor) yaitu bertindak secara terpimpin.

Bila dipandang dari progresivisme maka pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang


pengetahuan hanya sebagian yang memiliki kesesuaian, karena progresivisme lebih
menekankan pada pandangan pragmatisme yang bersifat empirik. Menurut pragmatisme,
proses mengetahui adalah fakta yang ditangkap oleh pengalaman yaitu panca indera.

2. Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang belajar


Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang belajar nampak pada konsep mengenai
Tri Pusat Pendidikan, bahwa anak didik tidak semata-mata hanya belajar di sekolah
tetapi juga dalam keluarga dan Masyarakat.

Di dalam keluarga orangtua dapat menanamkan segala benih kebatinan yang


sesuai dengan kebatinannya sendiri, ke dalam jiwa anak. Selanjutnya dalam alam
perguruan, institusi ini berkewajiban mengusahakan kecerdasan pikiran (perkembangan
intelektual) serta memberikan ilmu pengetahuan.

3. Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan


Esensialisme
Esensialisme mempunyai tinjauan mengenai kebudayaan dan pendidikan yang
berbeda dengan progresivisme, jika progresivisme menganggap bahwa banyak hal itu
mempunyai sifat yang serba fleksibel dan nilai-nilai itu berubah dan berkembang, maka
esensialisme menganggap bahwa dasar pijak semacam ini kurang tepat. Dalam
pendidikan, fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya
pandangan yang berubah- ubah, pelaksanaan yang kurang stabil dan tidak menentu
(Barnadib, 1982: 38).

C. PANDANGAN KI HADJAR DEWANTARA TENTANG PENDIDIKAN

Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dibandingkan dengan filsafat


pendidikan esensialisme sangat mirip, karena esensialisme berpendapat bahwa
pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal
peradaban umat manusia. Kebudayaan yang diwariskan merupakan kebudayaan yang
telah teruji oleh segala jaman, kondisi dan sejarah (Noor Syam, 1983: 260).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan yang


maju tetapi tetap berkepribadian Indonesia (Dewantara, 1994: 371).

1. Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang pengetahuan


Ditinjau dari filsafat pendidikan esensialisme terutama yang didukung oleh
idealisme modern bahwa di balik dunia fenomenal ini ada jiwa yang tak terbatas, yaitu
Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk yang
berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan. Manusia bila mau menguji dan
menyelidiki ide-ide serta gagasan-gagasannya, maka manusia akan dapat mencapai
kebenaran yang sumbernya adalah Tuhan sendiri (Barnadib, 1982: 39)

Maka, pandangan esensialisme mengenai pengetahuan, yang dikatakan sebagai


asosianisme, mengatakan bahwa gagasan atau isi jiwa itu terbentuk dari asosiasi unsur-
unsur yang berupa kesan-kesan yang berasal dari pengamatan.

2. Pemikiran Tentang Pendidikan

Dalam berbagai sumber tulisan tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara,


(Pendidikan harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang
mendidik itu sendiri. Menurut Kihajar Dewantara mendidik dalam arti yang
sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia 'humanisasi), yakni
pengangkatan manusia ke taraf insani. Di dalam mendidik ada pembelajaran yang
merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk
dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha
bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir
actual -transenden dari sifat alami manusia 'humanis). Menurut Ki Hajar Dewantara
tujuan pendidikan adalah penguasaan diri sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan
manusia 'humanisasi). (Penguasaan diri merupakan langkah yang harus ditujuk untuk
tercapainya pendidikan yang mamanusiawikan manusia. Etika setiap peserta didik
mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya.

Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa. Dalam konsep
pendidikan Ki Hadjar Dewantara ada hal yang harus dibedakan yaitu system Pengajaran
dan Pendidikan yang harus bersinergis satu sama lain.Pengajaran bersifat
memerdekakan manusia dari aspek hidup lahirlah kemiskinan dan kebodohan.
Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin
otonomi berpikir dan mengambil keputusan,martabat, mentalitas demokratik.

Keinginan yang kuat dari Ki Hajar Dewantara untuk generasi bangsa ini dan
mengingat pentingnya guru yang memiliki kelimpahan mentalitas, moralitas dan
spiritualitas. Beliau sendiri untuk kepentingan mendidik, meneladani dan pendidikan
generasi bangsa ini telah mengubah namanya dari ningratnya sebagai Raden Mas
soewardiSuryaningrat menjadi Ki hajar dewantara. perubahan nama tersebut dapat
dimakna bahwa beliau ingin menunjukkan perubahan sikap ningratnya menjadi
pendidik, yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang
berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri
dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan negara ini.

Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam
kepribadian dan spiritualitas, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan
dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa yang
utama sebagai pendidik adalah fungsinya sebagai model keteladanan dan sebagai
fasilitator kelas.

Nama Ki H ajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan
kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang
memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah
sosial kemasyarakatan.

Modelnya adalah Kyai Semar menjadi perantara antara tuhan dan manusia,
mewujudkan kehendak tuhan di dunia ini. Sebagai pendidik yang merupakan perantara
tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu
menyampaikan kehendak tuhan dan membawa keselamatan. Pendidikan di Indonesia
haruslah memiliki landasan filosofis, yaitu nasionalistik, universalistik dan
spiritualistik.

Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan


independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya
berdasarkan pada hukum alam natural law, segala sesuatu merupakan perwujudan dari
kehendak tuhan. Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan
cinta,kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri hati manusia. Suasana
yang dibutuhkan dalam dunia Pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada
kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cinta kasih dan penghargaan terhadap masing-
masing anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya dihormati.

Pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan


independen secara fisik, mental dan spiritual. Pendidikan hendaknya tidak hanya
mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan.
Pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antaramasing-
masing pribadi harus tetap dipertimbangkan.

Pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri, mengembangkanharga diri


setiap orang harus hidup sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan
kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya. Output
pendidikan yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat
fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan
bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Dalam
pemikiran

Ki Hajar Dewantara, metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah
sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah
dan asuh.

Metode ini secara teknik pengajaran meliputi kepala, hati dan panca Indera (educate
the head, the heart, and the hand)

D. PENGARUH PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TERHADAP DUNIA


PENDIDIKAN

Sebagai bapak pendidikan bangsa, tentu Ki Hajar Dewantara banyak


meninggalakan jejak atau pengaruhnya dalam dunia pendidikan. Mulai dari gagasan
hingga metode pengajaran. Hal ini terekam dalam pemikiran yang dituangkan dalam
berbagai tulisan ketika ia aktif dalam beberapa organisasi pra kemerdekaan. Ki Hajar
Dewantara atau KHD selalu menekankan pentingnya pendidikan. Ia percaya banyak
dengan pendidikan bisa melahirkan generasi yang sadar akan pentingnya kemerdekaan.

KHD percaya bahwasanya pendidikan dalam mengangkat derajat sebuah bangsa


sama dengan bangsa-bangsa lainnya. Namun untuk mewujudkan pendidikan yang ide,
ia mengatakan perlu berorientasi pada kepentingan bangsa dan berjiwa ketimuran.

Gagasan-gagasan tentang pendidikan yang ia sampaikan banyak terekam dalam


majalah Wasita. Beberapa hal pernah ia kemukakan diantaranya perempuan dan
pendidikan, pendidikan dan pengajaran, rumusan, konsep, dan arah pendidikan
Indonesia.

Berikut ini merupakan beberapa pengaruh pemikiran Ki Hajar Dewantara


terhapa dunia pendidikan;

1. Pendidikan sebagai tuntunan

Ki hajar mengartikan pendidikan sebagai tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-


anak. Kita dapat garis bawahi pada kata sebuah proses “menuntu”. Menuntun sendiri
dalam KKBI berarti menggandeng atau membimbing. Pendidikan adalah menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia atau
anggota masyarakat dapat mencapai kebahagiaan dan keselamatan setinggi-tingginya.

Hidup dan tumbuhnya anak-anak itu terlekat di luar kecakapan atau kedehendak
kaum pendidikan. Anak akan tumbuh sesuai dengan kodratnya sendiri. kekuatan kodrati
adalah kekuatan anak tumbuh didalam batin dan lahir yang ada karena kodrat. Pada
pendidik hanya dapat menuntun tumbuh dan hidupnya kekuatan agar dapat
memperbaiki lakunya bukan dasarnya hidup dan tumbuhnya.

Konsep pendidikan sebagai menuntun ini secara sederhana diilustrasikan sebagai


seorang petani dan benih. Pendidik layaknya seorang petani yang menyemai dan
merawat benih hingga menjadi tumbuhan yang besar. Dalam upaya membesarkan
tanaman yang ia tanam tersebut ia akan berusaha menjaga tanah agar tetap subur dengan
pupuk. Dan menjaga buah dari serangan hama. Namun ia tidak dapat merubuah buah
yang ia taman menjadi tanaman yang berbeda. Misalnya ia menanam pisang, maka akan
tumbuh pisang bukan tumbuhan lainnya.

Dengan melandaskan konsep pendidikan sebagai menuntun, guru sebagai seorang


pendidik tentu harus menyingkirkan ambisi-ambisi yang bisa jadi merusak bahkan bisa
mematikan potensi pada tanaman (murid) tersebut. Secara bersamaan untuk
mengoptimalkan sebuah potensi (kodrat) guru harus mau dan mampu mengenali
tamanan (murid) secara detail dan menyeluruh.

Menuntun berarti juga meneballaku potensi pada diri anak. Ketika guru sebagai
tenaga pendidikan mengamin bahwasanya setiap murid memiliki kodratnya, maka
menuntun artinya meneballaku hal-hal baik yang merupakan potensi. Hingga potensi
tersebut dapat tumbuh secara optimal.

Selain meneballaku menuntun juga mengartikan guru sebagai pendidikan membantu


murid untuk masuk kedalam lubang dan terjatuh. Misanya seorang murid hidup dalam
lingkungan yang kurang positif, maka guru dalam menasihati dan memberikan
penjelasan serta metoda bagaimana menghindari hal-hal yang nantinya akan menjadi
masalah bagi murid.

Dari konsep pendidikan sebagai tuntunan kita sadar bahwa betapa pentinya
pendidikan dan peran pendidikan. Setiap anak seiring berjalannya waktu pasti akan
menjadi menjadi dewasa dan akan menjadi sesuatu yang telah menjadi kodrtanya, bisa
menjadi birokrat, praktisi, wirausaha, dan lain sebagainya. Pendidikan tidak mengubah
hal-hal kodrat akan, namun mengoptimalkan kodrat tersebut. Agar ketika anak tersebut
telah menemui kodrarnya ia akan menjadi pribadi yang dapat mengoptimalkan hal yang
positif pada dirinya.

2. Sistem Among

Metode among berkaitan dengan kata dasar mong yaitu momong, among, dan
pamong, tiga kata ini berdasar dari bahasa Jawa. Tiga mong ini sendiri sering dijadikan
landasan dalam proses pendidikan dan pengajaran bersamaan dengan proses pendidikan
dari yang paling awal hingga ke fase lanjutan. Untuk memahami konsep tiga mong maka
kita akan membedahnya satu persatu.

Momong artinya merawat dengan tulus dan penuh kasih sayang. Dalam proses ini
orang tua melakukan proses transfer kebiasan yang disertai dengan doa dan harapan.
Among artinya memberikan contoh tentang baik dan buruk. Proses ini dilakukan tanpa
mengurangi hak anak agar tumbuh dan berkembang dalam suasan hati yang merdeka.
Ngemong artinya mengamati, merawat, dan menjaga agar anak mampu
mengembangkan dirinya.

Pelaksanaan Among (momong) disebut pamong. Seorang pamong harus memiliki


kecakapan melebihi yang diamong. Tujuan dari sistem among adalah membangun anak
didik menjadi manusia yang merdeka.

Sistem among dilaksanakan dengan tutwuri handayani ketika seorang guru atau
pendidik telah menemukenali anak, bila dimungkinkan anak dikoreksi namun dengan
tetap penuh kasih sayang. Pendidikan yang berlandaskan paksaan-hukuman-ketertiban
dianggap memerkosa hidup batin sang anak. Karena sejatinya pendidikan harus
menempatkan jiwa merdeka anak sebagai sifat kodrati anakyang harus ditumbuh
kembangkan melalui pendidikan dan pengajaran. Ia juga mengukapkan bahwa setiap
orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah.

Dalam praktik pengajar, KHD sering mengajurkan pamong untuk mengajak


siswanya belajar sambil bermain. Karena sejatinya masa anak-anak adalah masa
bermain. Bermain merupakan sifat kodrati anak atau naluri anak yang bebas merdeka
dapat tersalurkan, sekaligus dapat melatih ketajaman pancaindera. Bermain dapat pula
melatih sensor dan motoric yaitu kordinasi otak, mata, tangan dan otak, mulut, tangan.

Selain belajar sambil bermain, KHD juga mengusulan belajar mengajar secara
berkelompok. Dengan adanya kelompok guru dapat mengajarkan interaksi sosial,
konsisten, dan konsekuensi terhadap kesepakatan bersama yang telah ditetapkan.
KHD berkata, “Pamong jangan hanya memberi pengetahuan yang perlu dan baik
saja, akan tetapi harus mendidik siswa mencari sendiri pengetahuan itu dan memaknai
guna amal keperluan umum.”

Menurut KHD kemerdekaan sejatinya tidak tak berbatas akan tetapi kemerdekaan
dibatasi oleh tertib damai masyarakat. Maka kemerdekaan sejati adalah kemerdekaan
yang tidak mengganggu kemerdekaan orang lainnya.

KHD kemudian membuat sebuah rumusan agar dapat membimbing menuju


tercapainya insan yang merdeka lahir dan batin melalui ing harso suntulodo, ing madyo
mbagun karsi, tutwuri handayani. Jika diterjemahnya dalam bahasa Indonesia maka tiga
kalimat tersebut menjadi “di depan menjadi tauladan, di Tengah memberi ilham, dan di
belakang beri dorongan.”

3. Perempuan dan pendidikan

Dalam Wasita Jilid 1/No.3 Edisi Desember 1928, KHD mengutarakan keberatanya
akan persamaan hak perempuan yang berkembang di Eropa. Namun bukan berarti KHD
diskriminatif kepada kaum perempuan. Justru dalam beberapa artik KHD
menyampaikan bahwa pentingnya kehadiran perempuan dalam dunia pendidikan
khususnya pada masa anak-anak. Karena perempuan memiliki sifat keibuan yang tidak
dimiliki oleh laki-laki.

KDH juga mendorong perempuan untuk mengenyam pendidikan. Akan tetapi


dalam mengajar anak perempuan membuatkan beberapa petunjuk khusus. Hal tersebut
KDH sampaikan dalam artikel “Co-educatie dan Co-instructie atau mendidik dan
mengajar anak-anak perempuan dan laki-laki bersama.”

KHD juga mengutaran konsep pemisahan kelas antara laki-laki dan perempuan
ketika sudah menginjak pendidikan menengah dan lanjut. Hal tersebut terekam dalam
artikel berjudul “Pengaruh perempuan pada barang dan tempat kulilingnya.” Pada
artikel tersebuh KHD juga menyampaikan perempuan untuk memahami hak dan
kewajibannya sebagai perempuan.
4. Pendidikan Usia Dini

KHD mengkrtik rendahkan hak pendidikan yang diberikan oleh pemerintah


Belanda di masa penjajahan. Hadirnya HIS juga belum membuat KHD cukup senang.
KHD mengkritik HIS hanya menghadirkan lulusan-lulusan yang kurang rasa sosial,
egois, dan individualis. Kemudian KHD mengusulkan tiga formula untuk memperbaiki
sistem pendidikan dan cara pengajaran bagi masyarakat pribumi. Tiga cara tersebut
adalah memperbanyak sekolah, memperbaiki pengajarannya, dan mendidik anak supaya
puas menjadi rakyat Indonesia.

5. Pendidikan dan Pengajaran Nasional

KHD membagi pendidikan dalam dua hubungan yaitu pendidikan dan kehidupan
rakyat serta pendidikan dan kebangsaan. Dalam hubungan yang pertama terdapat
sembilan poin yaitu kekuatan rakyat, mendidik anak adalah mendidik rakyat, sistem
pendidikan kerakyatan, penerimaan perbedaan, kemerdekaan manusia, bersandar pada
kekuatan sendiri, tugas sebagai rakyat, tidak diperintah, dan persatuan pengajaran.

Sedangkan pada bagian kedua yaitu pendidikan dan kebangsaan terdapat tujuh poin
penting yaitu pendidikan nasional yang selaras dengan kehidupan dan penghidupan
bangsa, pendidikan nasional adalah hak dan kewajiban bangsa, tidak menerima subsidi
pemerintah, tidak terikat lahir dan batin, sistem mengongkosi diri sendiri, adanya badan
pembantu umum,

E. KARYA-KARYA KI HAJAR DEWANTARA

Sebagai seorang pendidik, budayawan serta jurnalis, Ki Hajar Dewantara memiliki


beberapa karya di masa hidupnya. Karya-karya tersebut telah banyak dipublikasikan dan
telah memberikan sumbangsih terhadap perkembangan Pendidikan di Indonesia, karya-
karya tersebut antara lain:

1. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Pertama: Tentang Pendidikan

Buku ini membahas gagasan dan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam bidang
Pendidikan di antaranya mengenai Pendidikan nasional. Pendidikan kanak-kanak,
Pendidikan Sistem Pondok, Adab dan etuka keteladanan, Pendidikan dan kesusilaan.
Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa kemerdekaan bangsa untuk mendapat
kesejahteraan tidak hanya dicapai melalui jalan politik, tetapi juga melalui
pendidikan.

2. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Kedua: tentang Kebudayaan

Dalam buku ini, Ki Hajar Dewantara menulis tentang kebudayaan dan kesenian
antara lain: Pembangunan Kebudayaan Nasional, Kebudayaan Sifat Pribadi Bangsa,
Asosiasi antara Barat dan Timur.

3. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Ketiga: tentang Politik dan Kemasyarakatan

Buku ini berisi tulisan-tulisan mengenai politik antara tahun 1913-1922 yang
membuat ramai dunia imperialis Belanda dan tulisan-tulisan mengenai wanita dan
perjuangannya.

4. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Keempat: tentang Riwayat dan Perjuangan


Hidup Penulis. Pada buku bagian keempat ini, Ki Hajar Dewantara banyak
melukiskan kisah kehidupan dan perjuangan hidup perintis.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pemikiran KHD merupakan pemikiran yang melampaui tempat dan zamannya. Pemikiran-
pemikiran tersebut bukan lahir dari ruang hampa, pemikiran tersebut hadir sebagai respon
terhadap kondisi sosial dimana pemikiran tersebut hadir. Pemikiran KHD mencoba menantang
pemapanan sistem pendidikan pada masanya.

Pemikiran-pemikiran KHD yang kini kita kenal juga tidak lepas dari pengaruhu pemikiran
tokoh-tokoh besar sebelumnya. Keluasan pergaualan dan pengalaman yang ia miliki sangat erat
hubungan dengan buah-buah pikir yang ia sampaikan.

Prinsip kesetaran antara kaum pribumi dan kaum kolonial sangat kenal dalam pemikiran-
pemikiran yang belaiu sampaikan. Namun mengapa pemikiran tersebut masih relevan hingga
saat ini. Hal tersebut tidak lepas dari kondisi bangsa kekinan.

Kemerdekaan fisik yang bangsa Indonesia rebut di tahun 1945 ternyata belum diimbangi dengan
kemerdekaan jiwa dan pikiran. Maka relevasi pemikiran KHD sangat terasa ketika kita
membicarakan realitas ketimpangan sosial, dan permasalahan-permasalahan yang terjadi
belakangan ini.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JUPE/index

https://media.neliti.com/media/publications/85340-ID-filsafat-pendidikan-ki-hadjar-
dewantara.pdf

Biografi Ki Hajar Dewantara: Perjalanan Hidup Bapak Pendidikan Indonesia - Best Seller Gramedia

Wirjoyopranoto, dkk. KI HAJAR DEWANTARA PEMIKIRAN DAN PERJUANGAN. 2017.


Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.

Raharjo Suparto. KI HAJAR DEWANTARA BIOGRAFI SINGKAT 1889-1959. 2012.


Jogjakarta: GARASI.

Rafael, SP. REFLKESI FILOSOFIS PENDIDIKAN NASIONAL KI HAJAR DEWANTARA.


2022. Jakarta : Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Direktorat Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan Direktorat Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah dan Tenaga
Kependidikan.

https://www.scribd.com/doc/191738989/Makalah-Tentang-Ki-Hajar-Dewantara3

http://mengomentaridunia.blogs.uny.ac.id/wp-
content/uploads/sites/15297/2017/10/PEMIKIRAN-PENDIDIKAN-DAN-PENGAJARAN-
OLEH-KI-HAJAR-DEWANTARA-SEBAGAI-LANDASAN-KEBIJAKAN-PENDIDIKAN-
NASIONAL-YANG-SESUAI-DENGAN-JATI-DIRI-BANGSA-.pdf

Anda mungkin juga menyukai