Anda di halaman 1dari 26

TOKOH PENDIDIKAN YANG BERPENGARUH

DI INDONESIA

A. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa :
1. Mampu membandingkan Tokoh-tokoh Pendidikan yang berpengaruh di
Indonesia
2. Mampu memperhatikan tokoh pendidikan
3. Mampu melaksanakan prinsip setiap tokoh pendidikan yang berpengaruh

B. kator Pencapaian Kompetensi


Untuk mencapai kompetensi yang diharapkan, ditetapkan indikator
sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu membanding pemikiran-pemikiran tokoh pendidikan
2. Mahasiswa mampu memperhatikan inovasi yang dikembangkan oleh
tokoh pendidikan
3. Mahasiswa memiliki prinsip-prinsip terhadap pemikirannya terhadap
pendidikan

C. Pokok – Pokok Materi


Pokok-pokok materi yang akan dibahas pada modul ini adalah :
1. Tokoh Pendidikan yang berpengaruh di Indonesia
a) Ki Hajar Dewantara
b) Mohammad Syafei
c) Kiyai H. Ahmad Dahlan
d) Rahmah El Yunusiah

D. Uraian Materi
1. Ki Hajar Dewantara

Berpikir merupakan kunci utama bagi transformasi hidup seseorang


secara internal dan eksternal. Internal menyangkut refleksi diri, sementara
eksternal menyangkut bagaimana relasi dengan pihak luar diri. Begitulah awal
munculnya apa yang disebut dengan pendidikan itu. Ia lahir dari aktivitas berpikir
manusia tentang hidup yang bermakna, bernilai, bermartabat dan bersahaja.
Dalam konteks itu pula, gagasan-gagasan seorang Ki Hadjar Dewantara tentang
pendidikan pertama-tama merupakan upayanya berpikir untuk menyiasati
perwujudan kondisi kehidupan yang bermakna, bernilai, bermartabat dan
bersahaja. Kehidupan demikian tentu menjadi prioritas penjajah bagi
golongannya, tapi tidaklah demikian bagi golongan bumiputra (terjajah).
Gagasan-gagasan Ki Hadjar Dewantara seputar pendidikan merupakan tanggapan
kritisnya terhadap kebutuhan golongan terjajah pada zamannya. Ia berpikir perihal
bagaimana mencerdaskan orang-orang yang senasib dengan dirinya agar mereka
sadar akan hak-hak hidupnya. Dalam rangka itu pula, Ki Hadjar Dewantara
sebetulnya telah berupaya membuka jalan untuk mengatasi persoalan kesenjangan
sosial dan pelanggaran hak-hak manusia pada masanya.

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan telah menjadi citra


tersendiri bagi sejarah pendidikan di Indonesia. Konsep pendidikannya
menampilkan kekhasan kultural Indonesia dan menekankan pentingnya
pengolahan potensi potensi peserta didik secara terintegratif. Pada titik itu pula,
konsep pendidikannya sungguh kontekstual untuk kebutuhan generasi Indonesia
pada masa itu. Kini gagasan dan konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara, yang
begitu berharga dan humanis pada masa dulu, menjadi terasa begitu klasik dan
nyaris di lupakan. Itu lantaran pendidikan di Indonesia pada masa kini lebih
dominasi kognitif dan jauh dari nuansa terintegratif sehingga reduktif terhadap
hakekat pendidikan dan kemanusiaan. Mengapa demikian? Ada sementara pihak
yang meyakini bahwa hal itu terkait dengan upaya lembaga pendidikan dalam
praksisnya yang terlalu terfokus pada upaya untuk menyiasati ujian sekolah
ataupun Ujian Nasional (UN), dan bukan untuk membentuk manusia yang otentik,
berkepribadian dan peka terhadap dunia di luar sekolah.

Padahal, pendidikan dalam konteks yang sesungguhnya, sebagaimana


diyakini juga oleh Ki Hadjar Dewantara, adalah menyangkut upaya memahami
dan menganyomi kebutuhan peserta didik sebagai subyek pendidikan. Dalam
konteks itu, tugas pendidik adalah mengembangkan potensi-potensi peserta didik,
menawarkan pengetahuan kepada peserta didik dalam suatu dialog. Semuanya itu
dimaksudkan untuk memantik dan mengungkapkan gagasan-gagasan peserta
didik tentang suatu topik tertentu sehingga yang terjadi adalah pengetahuan tidak
ditanamkan secara paksa tetapi ditemukan, diolah dan dipilih oleh murid. Dalam
perspektif itulah Ki Hadjar memaknai pendidikan sebagai aktivitas “mengasuh”.

a) Asas-Asas Pendidikan
Tujuan ketiga ajaran (fatwa) pendidikan Ki Hadjar di atas berkaitan
erat dengan upaya membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang
manusiawi. Citra manusia manusiawi dalam konteks dan perspektif
pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah kedewasaan, kearifan, dan kesehatan
secara jasmani dan rohani. Pendidikan terlaksana secara koheren dalam ranah
kognitif, afektif, spiritual, sosial dan psikologis. Kedewasaan peserta didik
dalam ranah-ranah tersebut merupakan jaminan bagi aspek psikomotoriknya,
menjadi modal bagi peserta didik untuk siap menjalani kehidupan
bermasyarakat secara bertanggung jawab. Terkait dengan upaya
mengimplementasikan ketiga fatwa tentang pendidikan itu, Ki Hadjar
Dewantara mengajukan lima asas pendidikan yang dikenal dengan sebutan
pancadharma (kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan, dan
kemanusiaan). Ajaran-ajaran Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan
dapatlah kita pandang sebagai terapan operatif dari kelima asas tersebut.
Berikut adalah penalaran atas kelima asas tersebut.

Pertama, asas kodrat alam. Asas ini mengandung arti bahwa hakikat
manusia adalah bagian dari alam semesta. Asas ini juga menegaskan bahwa
setiap pribadi peserta didik di satu sisi tunduk pada hukum alam, tapi di sisi
lain dikaruniai akal budi yang potensial baginya untuk mengelola
kehidupannya. Berdasarkan konsep asas kodrat alam ini, Ki Hadjar
Dewantara menegaskan bahwa pelaksanaan pendidikan berasaskan akal-
pikiran manusia yang berkembang dan dapat dikembangkan. Secara kodrati,
akal-pikiran manusia itu dapat berkembang. Namun, sesuai dengan kodrat
alam juga akal pikiran manusia itu dapat dikembangkan melalui perencanaan
yang disengaja sedemikian rupa sistematik. Pengembangan kemampuan
berpikir manusia secara disengaja itulah yang dipahami dan dimengerti
sebagai “pendidikan”. Sesuai dengan kodrat alam, pendidikan adalah
tindakan yang disengaja dan direncanakan dalam rangka mengembangkan
potensi peserta didik yang dibawa sejak lahir.

Kedua, asas kemerdekaan. Asas ini mengandung arti bahwa


kehidupan hendaknya syarat dengan kebahagiaan dan kedamaian. Dalam
khasanah pemikiran Ki Hadjar Dewantara asas kemerdekaan berkaitan
dengan upaya membentuk peserta didik menjadi pribadi yang memiliki
kebebasan yang bertanggung jawab sehingga menciptakan keselarasan
dengan masyarakat. Asas ini bersandar pada keyakinan bahwa setiap manusia
memiliki potensi sebagai andalan dasar untuk menggapai kebebasan yang
mengarah kepada “kemerdekaan”. Pencapaian ke arah pribadi yang mredeka
itu ditempuh melalui proses panjang yang disebut belajar. Proses ini
berjenjang dari tingkat yang paling dasar sampai pada tingkat yang tertinggi.
Namun, perhatian kita hendaknya jangan difokuskan pada tingkatan-
tingatannya semata, tapi juga pada proses kegiatan pendidikan yang
memerdekakan peserta didik. Dalam pengertian itu, pendidikan berarti
memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi-
potensi yang dimilikinya menjadi kemampuan dan keahlian profesional
(wengaktus atau mewujud) yang diemban dan dihayatinya dengan penuh
tanggung jawab. Oleh karena itu, praksis pendidikan harus “luas dan luwes”.
Luas berarti memberikan kesempatan yang selebar lebarnya kepada peserta
didik untuk mengembangkan potensi-potensi dirinya seoptimal mungkin,
sementara luwes berarti tidak kaku dalam pelaksanaan metode dan strategi
pendidikan.

Ketiga, asas kebudayaan. Asas ini bersandar pada keyakinan kodrati


bahwa manusia adalah makhluk berbudaya. Artinya, manusia mengalami
dinamika evolutif dalam khasanah pembentukan diri menjadi pribadi yang
berbudi pekerti. Dalam konteks itu pula, pendidikan perlu dilaksanakan
berdasarkan nilai-nilai budaya sebab kebudayaan merupakan ciri khas
manusia. Bagi Ki Hadjar, kemanusiaan bukanlah suatu pemikiran yang statis.
Kemanusiaan merupakan suatu konsep yang dinamis, evolutif, organis.
Dalam kaitan ini, Ki Hadjar Dewantara memahami kebudayaan selain sebagai
buah budi manusia, juga sebagai kemenangan atau hasil perjuangan hidup
manusia. Namun selaras dengan keyakinan atas manusia sebagai makhluk
dinamis. Kebudayaan selalu berkembang seirama dengan perkembangan dan
kemajuan hidup manusia. Maka, menurut Ki Hadjar Dewantara, kebudayaan
itu tidak pernah mempunyai bentuk yang abadi, tetapi terus-menerus
berganti-ganti wujudnya; ini disebabkan karena berganti-gantinya alam dan
zaman. Kebudayaan yang dalam zaman lampau menggampangkan dan
menguntungkan hidup, boleh jadi dalam zaman sekarang menyukarkan dan
merugikan hidup kita.

Itulah sebabnya kita harus senantiasa menyesuaikan kebudayaan kita


dengan tuntutan alam dan zaman baru. Ditopang oleh pemikiran mengenai
kebudayaan sebagai perkembangan kemanusiaan itu, maka Ki Hadjar
Dewantara melihat secara jernih posisinya kebudayaan bangsa Indonesia di
tengah-tengah kebudayaan bangsa-bangsa lain di dunia ini, yakni sebagai
penunjuk arah dan pedoman untuk mencapai keharmonisan sosial di
Indonesia. Pemikiran Ki Hadjar mengenai kebudayaan ini kemudian secara
konstitusional dimaktubkan dalam Pasal 32 UUD 1945. Dalam konteks itu
pula, asas ini menekankan perlunya memelihara nilai-nilai dan bentuk bentuk
kebudayaan nasional.

Keempat, asas kebangsaan. Asas kebangsaan merupakan ajaran Ki


Hadjar Dewantara yang amat fundamental sebagai bagian dari wawasan
kemanusiaan. Asas ini hendak menegaskan bahwa seseorang harus merasa
satu dengan bangsanya dan di dalam rasa kesatuan tersebut tidak boleh
bertentangan dengan rasa kemanusiaan. Dalam konteks itu pula, asas ini
diperjuangkan Ki Hadjar Dewantara untuk mengatasi segala perbedaan dan
diskriminasi yang dapat tumbuh dan terjadi berdasarkan daerah, suku,
keturunan atau pun keagamaan. Bagi Ki Hadjar kebangsaan tidaklah
mempunyai konotasi, rasial biologis, status sosial ataupun keagamaan. Rasa
kebangsaan adalah sebagaian dari rasa kebatinan kita manusia, yang hidup
dalam jiwa kita dengan disengaja. Asal mulanya rasa kebangsaan itu timbul
dari Rasa Diri, yang terbawa dari keadaan perikehidupan kita, lalu menjalar
menjadi Rasa Keluarga; Rasa ini terus jadi Rasa Hidup bersama (rasa sosial).
Wujudnya rasa kebangsaan itu umumnya ialah dalam mempersatukan
kepentingan bangsa dengan kepentingan diri sendiri; kehormatan bangsa ialah
kehormatan diri, demikianlah seterusnya. Ideologi kebangsaan inilah yang
diterapkan Ki Hadjar secara konsekuen ketika ia bersama dengan Dr. Tjipto
dan Doowes Dekker mendirikan Indische Partij pada tahun 1912. Bahkan
Pancasila dasar negara dan pandangan hidup bangsa, yang juga merupakan
ideologi nasional kita, pada dasarnya adalah suatu formulasi dari ideologi
kebangsaan itu, dari wawasan kebangsaan kita itu.

Kelima, asas kemanusiaan. Asas ini hendak menegaskan pentingnya


persahabatan dengan bangsa-bangsa lain. Dalam konteks Ki Hadjar sebagai
tokoh di Indonesia, asas ini hendak menegaskan bahwa manusia di Indonesia
tidak boleh bermusuhan dengan bangsa-bangsa lain. Manusia di Indonesia
hendaknya menampilkan diri sebagai makhluk bermartabat luhur dan
berdasarkan kesadaran itu pula ia berani menjalin dan memperlakukan
sesama manusia dari bangsa mana pun dalam rasa cinta kasih yang
mendalam. Maka asas ini boleh dipandang sebagai asas yang radikal, dalam
arti konsep kemanusiaan itu merupakan akar yang menjadi titik temu asasi
yang mendamaikan hudup, kehidupan maupun penghidupan umat manusia
yang telah menjadi kompleks, multiplikatif, dan sarat dengan permasalahan.

Manusia merupakan suatu sifat dasar, kodrat alam, yang diciptakan


oleh Tuhan, dan berevolusi disepanjang keadaan alam dan zaman, yang
terungkap di dalam sifat, bentuk, isi dan irama yang berubah-ubah. Dari
manusia inilah tumbuh dan berkembang kebudayaan, terutama karena
manusia itu adalah makhluk yang istimewa, yaitu makhluk yang memiliki
akal budi. Apa yang dinamakan adab kemanusiaan di dalam pemikiran Ki
Hadjar Dewantara merupakan acuan yang amat mendasar, dalam pengertian
bahwa apa pun yang dikembangkan oleh manusia dalam bidang apa pun juga
harus selalu sesuai dengan kodart kemanusiaannya. Dalam pengertian ini,
perkembangan tersebut merupakan manifestasi dari kebudayaan. Tidaklah
mengherankan apabila Ki Hadjar Dewantara lazim dipandang sebagai
seorang humanis. Ini perlu diartikan secara khusus, sebab istilah humanisme
ataupun humanis tersebut mempunyai tafsir dan aliran yang bermacam-
macam. Ki Hadjar Dewantara dapat disebut sebagai seorang humanis, dalam
pengertian bahwa manusia dan kemanusiaan merupakan acuan dasar dalam
ajaran dan pemikirannya. Salah satu naskah yang mengungkapkan ajaran Ki
Hadjar Dewantara tentang kemanusiaan adalah refleksinya mengenai
Pancasila yang ditulisnya pada tahun 1948. Bagi Ki Hadjar Dewantara,
Pancasila melukiskan keluhuran sifat hidup manusia. Pokok dari Pancasila
adalah peri kemanusiaan karena di dalamnya terdapat nilai-nilai yang
mengajarkan kita perihal bagaimana seharusnya kita berpendirian, bersikap
dan bertindak, tidak saja sebagai warga negara yang setia, melainkan juga
sebagai manusia yang jujur dan bijaksana.

2. Mohammad Syafei
a) Sejarah Singkat Berdirinya Pendidikan INS Kayu Tanam
Pendidikan INS Kayu Tanam, nama aslinya adalah Ruang Pendidik
INS. INS singkatan dari Indonesia Nederlandche School. Sekolah ini
didirikan oleh Mohammad Sjafei (lahir di Matan, Kalimantan Baral tahun
1895), pada langgal 31 Oklober 1926 di Kayu Tanam Sumalera Barat (Umar
Tirtarahardja dan La Sula, 2005: 217). INS Kayu Tanam pada mulanya
dipimpin oleh ayahnya, kemudian diambil alih oleh Moh. Sjafei. Sekolah ini
dimulai dengan 75 murid, dibagi dalam dua kelas, serta masuk sekolahnya
berganlian karena gurunya hanya satu, yailu Moh. Sjafei sendiri. Sulari Imam
Barnadib (1983: 49), menjelaskan bahwa sekolah dari Moh. Sjafei sebagai
bentuk reaksi dari sekolah-sekolah Pemerintah Hindia Belanda. Sekolah ini
memang kurang lerkenal karena tidak mempunyai cabang seperti sekolah-
sekolah Muhammadiyah maupun Taman Siswa. Perkembangan sekolah ini
mengalami pasang surut, sesuai dengan keadaan Indonesia saal itu, Pada
bulan Desember 1948 sewaktu Belanda menyerang ke Kayu Tanam, seluruh
gedung INS dihanguskan, termasuk ruang pendidikan, pengajaran, dan
kebudayaan di Padang Panjang. INS bangkil lagi pada bulan Mei 1950,
dengan 30 siswa
1) Riwayat Hidup Muhammad Syafe’i
(a) Muhammad Syafe’i dilahirkan di Mantan, Kalimantan Barat pada
tahun 1893. Ibunya bernama Syafiah sedangkan ayahnya sudah
meninggal semenjak Muhammad Syafe’i masih kecil. Sebenarnya
kelahiran Syafe’i oleh ibunya tidak diketahui hari dan tanggalnya
tetapi dari perhitungan yang dikemukakan oleh Syafiah dan
keluarganya, maka Marah Sutan dapat memperkirakan yakni tahun
1893 sedangkan tanggal 31 Oktober diduga adalah hari pengangkatan
sebagai anak angkat oleh Marah Sutan.
(b) Ia dibesarkan oleh ayah angkatnya bernama Marah Sutan sedangkan
ibu angkatnya bernama Chalidjah.
(c) Setelah tamat sekolah guru di Bukittinggi, ia bekerja sebagai guru di
sekolah Kartini di Jakarta selama 8 tahun.
(d) Pada tanggal 31 Mei 1922 ia pergi ke negeri Belanda untuk
melanjutkan sekolahnya sebagai guru dan sebagai penggemar seni.
Selama 4 tahun di negeri Belanda ia memperoleh ijazah guru Eropa,
menggambar, pekerjaan tangan, dan musik.
(e) Pada tanggal 31 Oktober 1926 ia diserahi tugas memimpin sekolah di
Kayu Tanam, dan akhirnya sekolah tersebut diserahkan seluruhnya
kepadanya.
(f) Muhammad Syafe’i berpedoman pada prinsip berdiri sendiri, tidak
mengharapkan bantuan dari luar yang mengikat. Segala perkakas
sekolah adalah hasil karya murid-muridnya.
(g) Pada tahun 1946 ia diangkat menjadi Menteri PP dan K dalam
Kabinet Syahrir yang kedua, kemudian ia menjadi anggota Dewan
Pertimbangan Agung.
(h) Pada tahun 1950 Muhammad Syafe’i menjadi anggota parlemen.
Akhirnya pada tanggal 5 Maret 1969 ia meninggal dunia di Padang
dalam usia 73 tahun. (Navis, 1996; Ahmadi, 1987)

2) Dasar dan Tujuan Pendidikan INS Kayu Tanam


Pada awal didirikan, Pendidikan INS Kayu Tanam memiliki asas-asas
sebagai berikut: (1) berfikir dan rasional, (2) keaklifan dan kegialan, (3)
pendidikan msyarakat, (4) memperhalikan pembawaan anak, dan (5)
menenlang inleleklualisme (Umar Tirtarahardja dan La Sula, 2005: 218).
Setelah kemerdekaan, asas-asas tersebut dikembangkan menjadi dasar-dasar
pendidikan yang mencakup sebagai berikut.
a) Ketuhanan yang Maha Esa.
b) Kemanusiaan.
c) Kesusilaan.
d) Kerakyatan.
e) Kebangsaan.
Gabungan antara pendidikan ilmu umum dan kejuruan.
a) Percaya diri sendiri juga pada Tuhan.
b) Berakhlak (bersusila) setinggi mungkin.
c) Bertanggung jawab atas keselamatan nusa dan bangsa.Berjiwa aktif
positif dan aktif negatif.
d) Mempunyai daya cipta.
e) Cerdas, logis, dan rasional.
f) Berperasaan tajam, halus, dan estetis.
g) Gigih atau ulet yang sehat.
h) Correct atau tepat.
i) Emosional atau terharu.
j) Jasmani sehat dan kuat.
k) Cakap berbahasa Indonesia, lnggris, dan Arab.
l) Sanggup hidup sederhana dan bersusah payah.
m) Sanggup menqerjakan sesuatu pekerjaan dengan a lat serba kurang.
n) Sebanyak mungkin memakai kebudayaan nasional waktu mendidik.
o) Waktu mengajar, para guru sebanyak mungkin menjadi objek, dan
murid-murid menjadi subjek.
Bila hal ini tidak mungkin barulah para guru menjadi subjek dan murid
menjadi objek.
a) Sebanyak mungkin para guru mencontohkan pelajaran-
pelajarannya, tidak hanya pandai menyuruh saja.
b) Diusahakan supaya pelajar mempunyai darah ksatria; berani karena
benar.
c) Mempunyai jiwa konsentrasi.
d) Pemeliharaan (perawatan) sesuatu usaha.
e) Menepati janji.
(1) Sebelum pekerjaan dimulai dibiasakan menimbangnya dulu
sebaik-baiknya.
(2) Kewajiban harus dipenuhi.
f) Hemat.
Sesuai dengan asas dan dasar pendidikan tersebut di alas, pendidikan
INS Kayu Tanam memiliki tujuan sebagai berikut.
a) Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan.
b) Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
c) Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat.
d) Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani
bertanggung jawab.
e) Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.

3. Asas Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam


a. Tujuan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam
1) Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan
2) Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
3) Mendidik para pemuda agar berguna bagi masyarakat
4) Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung
jawab
5) Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan dengan semboyan “Cari
sendiri dan kerjakan sendiri”
b. Usaha-usaha Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam
1) Pada zaman Belanda INS menyelenggarakan berbagai ruang pendidikan
seperti: ruang rendah (lama pendidikan 7 tahun setara Sekolah Dasar),
ruang antara (lama pendidikan 1 tahun), ruang dewasa (lama pendidikan
4 tahun setara Sekolah Menengah), ruang masyarakat (lama pendidikan
1 tahun). Program pendidikan mengutamakan pendidikan keterampilan.
Semua ruang diberikan 50% mata pelajaran umum dan 50% mata
pelajaran kejuruan.
2) Pada zaman kemerdekaan atas izin pemerintah Belanda INS mendirikan
Ruang Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (RPPK) di Padang
Panjang.
3) Pada tahun 1952, ia mendirikan percetakan dan penerbitan yang diberi
nama “Sridharma” dan menerbitkan majalah bulanan bernama “Sendi”
dan buku bacaan untuk pemberantasan buta huruf yang dikenal dengan
nama “Kunci 13”.
4) Pada tahun 1953 ia mendirikan program khusus untuk menjadi guru
yakni tambahan satu tahun setelah ruang dewasa untuk pembekalan
kemampuan mengajar dan praktek mengajar.
5) Mencetak buku-buku pelajaran dan lain-lain.
Semua usaha di atas dilakukan secara mandiri tanpa mengharapkan bantuan
orang lain yang dapat membatasi kebebasannya(Ahmadi, 1987; Tirtarahardja,
1994).

Munculnya ide pemikiran KH Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan


dilatar belakangi oleh beberapa faktor diantaranya: Pendidikan bagi kaum pribumi
sungguh dipadang sebelah mata oleh pemerintah kolonial Belanda. Abainya
perhatian negara kolonial terhadap pendidikan kaum pribumi hingga paruh
pertama abad ke 19, meski demikian sekolah-sekolah Islam tradisonal mampu
berperan sebagai institusi-istitusi pendidikan yang utama. Hanya saja, dalam
prakteknya sekolah-sekolah Islam tradisional ini sangatlah sulit untuk
mengembangkan sayapnya dalam hal memberikan pengajaran kepada masyarakat.
Banyak mendapat kecaman dari pihak pemerintah Kolonial Belanda. Pada abad ke
19 dan awal abd ke 20 mulai muncul pada cerdik cendikiawan di tanah air, salah
satu dari kaum cerdik pandai itu adalah KH Ahmad Dahlan, beliau menuntut ilmu
bahkan sampai ke negeri Timur Tengah dan Mesir. Berbekal ilmu pengetahuan
yang di dapatnya dari belajar itu maka KH Ahmad Dahlan bermaksud untuk
membangun sekolah yang bernuansa agama Islam yang di dalamnya tidak hanya
belajar baca Al Quran saja, terdapat ilmu-ilmu alam yang diajarkan. Menurut
Latief (2005: 137) “KH Ahmad Dahlan merupakan pelopor pengembangan
madrsah reformis modernis secara lebih serius untuk kalangan orang pribumi di
Jawa khususnya. Dia pernah tinggal di Makkah pertama kali dari 1890 sampai
dengan 1891 untuk memperdalam pengetahuan keagamaannya, terutama di bawah
pengawasan Achmad Khatib.

Setelah pulang untuk sesaat, dia kemudian kembali ke Mekkah pada tahun
1903 untuk tinggal selama sekitar dua tahun pada masa ketika ide-ide reformis
modernis Abduh memperoleh penerimaan yang populer di kalangan jaringan
ulama internasional di Haramain”. KH Ahmad Dahlan mempunyai hati yang
bersih, mukhlis, dan berjuang karena Allah semata-mata, jauh dari sifat takabur,
dan jauh dari kecintaan terhadap kemewahan hidup duniawi. Dengan jiwa yang
demikianlah, KH Ahmad Dahlan mendirikan dan memimpin Muhammadiyah.
Dengan segala usahanya itu Muhammadiyah memang bermaksud untuk
mencerdaskan bangsa, terutama umat Islam, agar mampu berpikir menggunakan
rasio yang sehat dan meninggalkan 10 kebekuan akal yang amat merugikan
perkembangan bangsa, tetapi tetap melandasi perkembangan dari kemajuan itu
dengan ajaran agama serta budi pekerti luhur. Karena itu, pendidikan memegang
posisi penting dalam kegiatan Muhammadiyah Lebih lanjut Kutoyo (1998: 199-
200) memberi pernyataan bahwa, “dalam dunia pendidikan Muhammadiyah telah
mengadakan pembaruan pendidikan agama dengan modernisasi dalam sistem
pendidikan, dengan memperbarui sistem pondok dan pesantren dengan sistem
pendidikan yang modern yang sesuai dengan tuntunan dan kehendak zaman.”

Dua sistem pendidikan yang berkembang saat itu, pertama adalah sistem
pendidikan tradisional pribumi yang diselenggarakan dalam pondok-pondok
pesantren dengan kurikulum seadanya. Pada umumnya seluruh pelajaran di
pondok-pondok adalah pelajaran agama. Proses penanaman pendidikan pada
sistem ini pada umumnya masih diselenggarakan secara tradisional, dan secara
pribadi oleh para guru atau kiai dengan menggunakan metode sorogan (peserta
didik secara individual menghadap kyai satu persatu dengan membawa kitab yang
akan dibacanya, kiai membacakan pelajaran, kemudian menerjemahkan dan
menerangkan maksudnya) dan weton (metode pengajaran secara berkelompok
denganpeserta didik duduk bersimpuh mengelilingi kiai juga duduk bersimpuh
dan sang kiai menerangkan pelajaran dan murid menyimak pada buku masing-
masing atau dalam bahasa Arab disebut metode Halaqah) dalam pengajarannya.
Dengan metode ini aktivitas belajar hanya bersifat pasif, membuat catatan tanpa
pertanyaan, dan membantah terhadap penjelasan sang kiai adalah hal yang tabu.
Selain itu metode ini hanya mementingkan kemampuan daya hafal dan membaca
tanpa pengertian dan memperhitungkan daya nalar. Kedua adalah pendidikan
sekuler yang sepenuhnya dikelola oleh pemerintah kolonial dan pelajaran agama
tidak diberikan.

Atas dasar dua sistem pendidikan di atas KH Ahmad Dahlan kemudian


dalam mendirikan lembaga pendidikan Muhammadiyah coba menggabungkan
hal-hal yang posistif dari dua sistem pendidikan tersebut. KH Ahmad Dahlan
kemudian coba menggabungkan dua aspek yaitu, aspek yang berkenaan secara
idiologis dan praktis. Aspek idiologisnya yaitu mengacu kepada tujuan pendidikan
Muhammadiyah, yaitu utnuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, 11
pengetahuan yang komprihensif, baik umum maupun agama, dan memiliki
keasadaran yang tinggi untuk bekerja membangun masyarakat (perkembangan
filsafat dalam pendidikan Muhmmadiyah, Syhyan rasyidi). Sedangkan aspek
praktisnya adalah mengacu kepada metode belajar, organisasi sekolah mata
pelajaran dan kurikulum yang disesuaikan dengan teori modern. Perihal metode
yang diperkenalkan oleh KH Ahmad Dahlan merupakan gebrakan yang berani.
Memiliki ciri dan gaya yang khas dan berbeda dengan ulama-ulama pada saat itu.
Pendapat ini dipertegas dengan pernyataan Sanusi (2013; 97), “Kebiasaan ini pula
yang menjadikan KH Ahmad Dahlan berbeda dengan kiai lainnya. Metode
mengajar dengan peserta didik bertanya terlebih dahulu kiranya dapat menjadi
jalan baik bagi pemahaman murid terhadap pelajar yang diberikan guru.
Kebiasaan dengan menggunakan metode murid bertanya terlebih dahulu tidak
hanya KH Ahmad Dahlan praktikan pada murid-murid yang masih baru, begitu
pula berlaku bagi murid yang sudah lama berguru padanya.” Ahmad Dahlan
menginginkan umat Islam tidak menutup diri terhadap segala bentuk kemajuan
yang itu datangnya dari pihak luar “bangsa Barat”. Benteng diri kita justru dengan
adanya keimanan, disinilah letaknya keimanan kita sedang diuji, mampukah kita
membedakan yang mana yang baik dan yang mana yang buruk.

Ahmad Dahlan seorang yang pandai, bergaya barat bukan berarti menyerap
semua apa yang dipelajarinya, tentu saja dengan pengetahuan Agamanya, maka
dia mampu mengambil hal baiknya dan yang buruk ia singkirkan. Kiranya inilah
yang ingin diterapkan Dahlan kepada generasi penerus. Kaitan hubungan
pemikiran KH Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan pada pendidikan IPS
sebagai transmisi kewarganegaraan (social studies as social citizen transmission)
yaitu terdapat nilai-nilai luhur yang dapat diteladani bagi para generasi penerus.
Dalam bidang pendidikan maka nilai-nilai luhur yang dapat diteladani
diantaranya: pantang menyerah dalam menimba ilmu pengetahuan, bersikap
terbuka terhadap segala bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan dijadikan sebagai
semangat untuk lebih baik lagi. Hasil penelitian ini memiliki beberapa perbedaan
dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang ada kaitannya dengan KH Ahmad
Dahlan.

Riset pertama yang dijadikan kajian relevan bagi penulis adalah „Pemikiran
KH Hasyim 12 Asy‟ari‟. Penelitian ini mencoba memaparkan terkait dengan
bagaimanakah perjuangan KH Hasyim Asy‟ari‟ serta bagaimanakah
pemikirannya dalam pendidikan. Jika dalam dunia pendidikan KH Hasyim
Asy‟ari‟ masih mempertahankan sistem tradisional atau sistem weton, berbeda
dengan KH Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan justru menggabungkan
antara sistem weton dan sorogan menjadi satu dan terciptalah sistem baru yakni
sistem murid bertanya atau cooperative learning. SIMPULAN 1. Pemikiran KH
Ahmad Dahlan bidang sosial ini tidak terlepas dari kondisi sosial pada saat itu,
selain itu riwayat hidup dari KH Ahmad Dahlan juga merupakan bagian yang
tidak terlepas dari pribadinya. Pemikiran KH Ahmad Dahlan banyak terinspirasi
dari berbagai sumber. Baik yang datangnya dari dalam maupun yang datangnya
dari luar. Pada akhir abad ke 19 kondisi umat Islam khususnya di Kauman
Yogyakarta bisa dikatakan sedang berada dalam titik kejenuhan, dan kegelapan.
Hal ini terbukti dengan masih banyaknya kegiatan masyarakat muslim saat itu
yang masih sarat akan syirik dengan adanya ritual-ritual keagamaan. Pemikiran
KH Ahmad Dahlan dalam bidang sosial dipengaruhi dari kaum pembaru di Timur
Tengah dan para cerdik pandai Indonesia.

Melihat keadaan yang demikian ini, maka KH Ahmad Dahlan tergerak


hatinya untuk mengembalikan atau memurnikan ajaran Agama Islam. Gerak nyata
dari ide pemikiran KH Ahmad Dahlan tertuang di dalam pembentukan organisasi
Muhammadiyah. 2. Bidang pendidikan KH Ahmad Dahlan terinspirasi
gerakannya yaitu oleh salah seorang pemikir terkemuka dari Timur Tengah yaitu
Muhammad Abduh yang juga seorang murid dari Jamaluddin al Afghani. Banyak
karangan-karangan dari Abduh yang dibaca dan dipelajari oleh Dahlan ketika ia
bermukim di Mesir selama 5 tahun untuk memperdalam ilmu Agama Islam. Dari
sinilah, muncul ide-ide revolusioner seorang Ahmad Dahlan untuk memperbaiki
sistem pendidikan Pesantren jaman itu.

4. Rahmah El Yunusiah
Lubuk Mata Kucing, Kanagarian Bukit Surungan, Padang Panjang pada
hari jum'at tanggal 29 Desember 1900 M, bertepatan dengan tanggal 1 Rajab 1318
H," dari keluarga Syekh Muhammad Yunus dan Rafi'ah. Terlahir sebagai anak
terakhir dari lima bersaudara yaitu Zainuddin Labay (1890-1924 M), Mariah
(1893-1972 M), Muhammad Rasyad (1895-1956 M), dan Rihanah (1898-1968
M)." Namun Rahmah masih mempunyai saudara lain ibu, yaitu Abdus Samad,
Hamidah, Pakih Bandaro, Liah, Aminuddin, Safiah, Samihah dan Kamsiah."
Ayah Rahmah el-Yunusiyah, Syekh Muhammad Yunus adalah seorang ulama
besar di zamannya. Syekh Muhammad Yunus (1846-1906 M) menjabat sebagai
seorang Qadli di negeri Pandai Sikat dan pimpinan Tarekat Naqsabandiyah al-
Khalidiyah." Selain itu Syekh Muhammad Yunus juga ahli ilmu falak dan hisab.
Ia pernah menuntut ilmu di tanah suci Mekkah selama 4 tahun. Ulama yang masih
ada darah keturunan dengan pembaharu Islam yang juga seorang tokoh Paderi
Tuanku Rao. Adapun ibunda Rahmah el-Yunusiyah yang biasa disebut Ummi
Rafl'ah, nenek moyangnya berasal dari negeri Langkat, Bukittinggi Kabupaten
Agam dan pindah ke bukit Surungan Padang Panjang pada abad XVIII M yang
lalu. Ummi Rafi'ah masih berdarah keturunan ulama, empat tingkat diatasnya
masih ada hubungan dengan mamak Haji Miskin, sang pembaharu gerakan
Paderi. Ummi Rafi'ah yang bersuku Sikumbang adalah anak keempat dari lima
bersaudara. Ia menikah dengan Syekh Muhammad Yunus saat berusia 16 tahun,
sedangkan Syekh Muhammad Yunus berusia 42 tahun.
Perempuan, dalam pandangan Rahmah el-Yunusiyah, mempunyai peran
penting dalam kehidupan. Perempuan adalah pendidik anak yang akan
mengendalikan jalur kehidupan mereka selanjutnya. Atas dasar itu, untuk
meningkatkan kualitas dan memperbaiki kedudukan perempuan diperlukan
pendidikan khusus kaum perempuan yang diajarkan oleh kaum perempuan
sendiri. Dalam hal ini perlu adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan kaum
perempuan, baik di bldang intelektual, kepribadian ataupun keterampilan. Ketika
Ia mendirikan gedung perguruannya pada tahun 1927 dan mengalami kekurangan
biaya penyelesaian gedung tersebut, ia menolak bantuan yang diulurkan
kepadanya dengan halus dan bijaksana. Ia ingin memperlihatkan kepada kaum
laki-laki bahwa wanita yang selama ini dipandang lemah dan rendah derajatnya
dapat berbuat sebagaimana laki-laki, bahkan bisa melebihinya. Maka secara
diplomatis Rahmah mengatakan: "Usul ini sangat dihargakan oleh pengurus dan
guru-guru sekaliannya, akan tetapi buat sementara golongan perempuan (puteri)
akan mencoba melayarkan sendiri pencalangnya sampai ke tanah tepi dan mana
kala tenaga putri tidak sanggup lagi menyelamatkan pencalang itu, maka dengan
sepenuh hati pengharapan guru-guru dan pengurus akan memohonkan kembali
usul-usui engku-engku sekarang, kepada engku-engku yang menurut kami patut
kami menyerahkan pengharapan kami itu"."Tampaknya pikiran Rahmah el-
Yunusiyah setengah abad yang lalu sejalan dengan pendapat kaum wanita dewasa
ini yaitu: "membangun masyarakat tanpa mengikut sertakan kaum wanita adalah
sebagai seekor burung yang ingin terbang dengan satu sayap saja. Mendidik
seorang wanita berarti mendidik seluruh manusia".
Rahmah Yunusiyah percaya bahwa kaum perempuan membutuhkan model
pendidikan tersendiri yang terpisah dari laki-laki, karena ajaran Islam memberikan
perhatian khusus kepada watak dan peran kaum perempuan dan mereka
membutuhkan lingkungan pendidikan tersendiri di mana topik-topik ini bisa
dibicarakan secara bebas. Rahmah merasa bahwa pendidikan bersama (campuran)
membatasi kemampuan kaum perempuan untuk menerima pendidikan yang cocok
dengan kebutuhan mereka. Rahmah ingin menawarkan kepada anak-anak
perempuan pendidikan sekuler dan agama yang setara dengan pendidikan yang
tersedia bagi kaum laki-laki, lengkap dengan program pelatihan dalam hal
keterampilan yang berguna sehingga kaum perempuan dapat menjadi anggota
masyarakat yang produktif.
Tujuan akhir Rahmah adalah meningkatkan kedudukan kaum perempuan
dalam masyarakat melalui pendidikan modern yang berlandaskan prinsip-prinsip
Islam. Ia percaya bahwa perbaikan posisi kaum perempuan dalam masyarakat
tidak dapat diserahkan kepada pihak lain, hal ini harus dilakukan oleh kaum
perempuan sendiri." Melalui lembaga seperti itu, ia berharap bahwa perempuan
bisa maju, sehingga pandangan lama yang mensubordinasikan peran perempuan
lambat laun akan hilang dan akhirnya kaum perempuan pun akan menemukan
kepribadiannya secara utuh dan mandiri dalam mengemban tugasnya sejalan
dengan petunjuk agama. Berulangkali Rahmah memohon petunjuk kepada Allah
perihal cita-citanya itu, sebagaimana tertuang dalam doanya yang ditulis di buku
catatannya: "Ya Allah Ya Rabbi, bila ada dalam ilmu-Mu apa yang menjadi
citacitaku ini untuk mencerdaskan anak bangsaku terutama anak-anak perempuan
yang masih jauh tercecer dalam bidang pendidikan dan pengetahuan, ada baiknya
Engkau ridhal, maka mudahkanlah Ya Allah jalan menuju cita-citaku itu. Ya
Allah, berikanlah yang terbaik untuk hamba-Mu yang lemah ini. Amin". Adapun
cita-citanya dalam bidang pendidikan ialah sangat ingin melihat kaum wanita
Indonesia memperoleh kesempatan penuh menuntut ilmu pengetahuan yang
sesuai dengan fitrah wanita sehingga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari dan mendidik mereka sanggup berdiri sendiri di atas kekuatan kaki sendiri,
yaitu menjadi ibu pendidik yang cakap dan aktifserta bertanggungjawab kepada
kesejahteraan bangsa dan tanah air, dimana kehidupan agama
5. Pengaruh Tokoh-tokoh Pendidikan terhadap Pengembangan Pendidikan
di Indonesia
a. Ki Hajar Dewantara
Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek
intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan
ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan
daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika
berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi. Ki
Hadjar Dewantara membedakan antara sistem “Pengajaran” dan
“Pendidikan”. Menurutnya pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari
aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih
memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil
keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Dalam arti luas maksud pendidikan
dan pengajaran adalah bagaimana memerdekakan manusia sebagai anggota dari
sebuah persatuan rakyat.
Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang
berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cinta kasih dan penghargaan
terhadap masing-masing anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya
dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka
dan independen secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak
hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang
kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan
antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan
hendaknya memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan hara diri; setiap orang
harus hidup sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-
kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya.
Peserta didik yang dihasilkan adalah yang berkepribadian merdeka, sehat
fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan
bertanggung jawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Metode
yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem Among yaitu metode
pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and
dedication based on love). Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini
sangat tepat yaitu “educate the head, the heart, and the hand”. Kalau selama ini
pendidikan hanya di mengerti sebatas pembentukan intektual, sementara
pembentukan budi pekerti hanya sebatas kata-kata belaka. Maka perlulah kita
kembali melihat tujuan pendidikan yang sebenarnya. Menurut Ki Hajar
Dewantara tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah
pendidikan memanusiawikan manusia atau menjadikan manusia/peserta didik
kian beradab dan memiliki keadaban (humanisasi) saat ini pendidikan hanya
dimengerti sebagai pengajaran sebagaimana telah terjadi selama ini, maka kita
juga tidak akan pernah berubah. Akibatnya kita akan selalu menjadi produk masa
lalu yang tidak beruntung.
Pendidikan menjadi tempat manusia untuk mengungkapkan dirinya secara
lahir dan batin. Proses pendidikan ini akan memperbaharui diri manusia untuk
mencapai nilai-nilai luhur yang ada dalam dirinya, dan menjunjung tinggi nilai-
nilai luhur pendidikan serta peradaban dunia. Mendidik menurut Ki Hajar
Dewantara selalu berada dalam konteks mendidik rakyat. Artinya mendidik
rakyat adalah mendidik anak. Maka keadaan yang kita alami sekarang ini adalah
hasil dari pendidikan zaman dulu. Kalau di zaman lampau orang tua mendidik
anaknya dengan baik dan menanamkan nilai-nilai moral, maka kita sekarang akan
menikmati dan memetik hasilnya, tapi kalau terjadi sebaliknya maka kita juga
yang akan menanggung akibatnya. Dengan demikian dapat diartikan pendidikan
adalah usaha membawa manusia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir
aktual-transenden dari sifat alami manusia (humannes). Jadi, Pemikiran dari tokoh
pendidikan sudah tercantum di dalam kurikulum 2013 pada saat ini yang menitik
beratkan kepada tiga ranah pendidikan yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor
tidak hanya kepada intelektual siswa.
b. Mohammad Syafei
Mohammad Syafei mengenyam pendidikan di Belanda. Pada tahun 1925
beliau kembali ke Indonesia untuk mengabdikan ilmunya. Cita-cita tersebut di
wujudkan dengan mengelola sebuah sekolah yang kemudian dikenal Sekolah INS
Kayutanam. Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, sebab
sekolah ini didirikan di Kayutanam. Akibat kemampuan Syafei mengelola sekolah
ini kemudian tersohor dengan nama Ruang pendidikan Indonesische
Nederlandsche School (RP INS) Kayutanam. Tujuan utama Syafei mendirikan
INS adalah untuk mendidik agar anak-anak dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri
dengan jiwa yang merdeka. Dengan berdirinya sekolah ini, berarti ia menentang
sekolah-sekolah Hindia Belanda yang hanya menyiapkan anak-anak untuk
menjadi pegawai-pegawai mereka saja.
Pecahnya perang dunia ke II, INS diduduki secara paksa oleh Belanda dan
proses pembelajaran terhenti. Setelah Jepang menang tahun 1942 RP INS berubah
terjemahannya menjadi Indonesiche Nippon School. Dijaman ini pembelajaran
merosot tajam yang disebabkan oleh sulitnya memperoleh alat-alat pelajaran dan
digunakan untuk bekerja serta berlatih demi kepentingan perang Jepang.
Berdasarkan pemikiran Mohammad Syafei tentang pembelajaran di
tekankan kepada siswa, sudah tercantum pada kurikulum 2013 pada saat ini.
c. Tokoh Kiyai H. Ahmad Dahlan
Metode pembelajaran yang dikembangkan K.H. Ahmad Dahlan bercorak
kontekstual yaitu melalui proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika Beliau
menjelaskan surat al-Ma’un kepada santri-santrinya secara berulang-ulang sampai
santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita memperhatikan
dan menolong fakir-miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri-santri
itu mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya. Ada semangat yang
musti dikembangkan oleh pendidik Muhammadiyah, yaitu bagaimana
merumuskan sistem pendidikan ala al-Ma’un sebagaimana dipraktekan K.H.
Ahmad Dahlan .
Menurut Kyai Haji Ahmad Dahlan bahwa, sistem pendidikan dan
pengajaran agama Islam di Indonesia yang paling baik adalah sistem pendidikan
yang mengikuti sistem pondok pesantren karena di dalamnya diresapi dengan
suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran mengikuti sistem
madrasah/sekolah. Dalam semangat yang sama, belakangan ini sekolah-sekolah
Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan salah satunya model
sekolah full day school .
Tujuan akhir pendidikan yang dikemukakan oleh Kyai Haji Ahmad
Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai
ulama- intelek atau intelek-ulama yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan
iman dan ilmu yang luas kuat jasmani dan rohani.Jika dikaitkan dengan latar
belakang timbulnya pemikiran pendidikan Islam Kyai Haji Ahmad Dahlan antara
lain disebabkan oleh rasa tidak puas terhadap sistem pendidikan yang ada dan
hanya mengembangkan salah satu bidang pengetahuan saja, dan ini dibuktikan
dengan pandangannnya mengenai tujuan pendidikan adalah untuk menciptakan
manusia yang baik budi, luas pandangan, dan bersedia berjuang untuk kemajuan
masyarakat.
Mengambil beberapa komponen pendidikan yang dipakai oleh lembaga
pendidikan Belanda, Kyai Haji Ahmad Dahlan mampu menyerap untuk kemudian
dengan gagasan dan praktek pendidikannya dapat menerapkan metode pendidikan
yang dianggap baru saat itu ke dalam sekolah-sekolah yang didirikannya dan
madrasah-madrasah tradisional. Metode yang ditawarkannya adalah perpaduan
antara metode pendidikan modern dengan metode pendidikan tradisional.
Pendidikan yang dikembangkan Persyarikatan Muhammadiyah bersifat
kreatif dalam mengintegrasikan tuntutan idealisme, korektif dan modernis. Aspek
idealisme merupakan substansi dari pendidikan persyarikatan Muhammadiyah,
sedangkan aspek korektif, inovatif dan modernis merupakan instrumennya. Aspek
korektif dan inovatif terlihat pada adanya usaha-usaha mengembangkan pondok
pesantren dan dalam memenuhi tuntutan modernisasi, dengan mencangkok sistem
pendidikan yang bersifat sekuler dalam bentuk persekolahan.
d. Rahmah El Yunusiah
Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia sikap apriori terhadap perempuan
yang bersekolah masih merupakan domain utama kehidupan sehari-hari. Lihat
saja, bagaimana istilah dapur- sumur-kasur begitu populer di kalangan
masyarakat. Ungkapan ini ingin menegaskan bahwa sehebat dan secerdas apapun
seorang perempuan, pada akhirnya “kodrat” dan “takdir” perempuan akan
kembali pada kehidupan rumah tangga yang hanya mengurusi urusan memasak,
mencuci dan urusan rumah tangga lainnya.
Anggapan demikian sudah berlangsung sejak ratusan tahun dan bukan
merupakan hal baru. Dalam masyarakat matrilinial sekalipun, seperti Sumatera
Barat tempat kelahiran dan perjuangan Rahmah, asumsi bahwa perempuan tidak
layak belajar kerap diperbincangkan.
Rahmah merupakan satu dari sedikit perempuan yang menolak stereotype
demikian. Baginya, perempuan memiliki hak belajar dan mengajar yang sama
dengan laki-laki. Bahkan, dibanding laki-laki, perempuan juga mampu memiliki
kecerdasan yang tak kalah hebat. Persoalan terletak pada akses pendidikan. Saat
itu, jauh sebelum Indonesia merdeka, sistem pendidikan di Nusantara masih
sangat jauh dari yang diharapkan dan perempuan belum memiliki akses
pendidikan yang sama dengan laki-laki.
Baginya, seorang perempuan sekalipun hanya berperan sebagai ibu rumah
tangga, tetap memiliki tanggung jawab sosial atas kesejahteraan masyarakat,
agama, dan tanah airnya. Tanggung jawab itu dapat diberikan melalui pendidikan,
baik di lingkungan keluarga (domestik) maupun di sekolah (publik). Barangkali,
seandainya Rahmah masih hidup ia akan sepakat dengan gagasan masa kini yang
menyebutkan bahwa membangun masyarakat tanpa melibatkan perempuan
bagaikan seekor burung yang terbang dengan satu sayap. Mendidik seorang
perempuan berarti mendidik semua manusia. Karena, sebagaimana diyakini oleh
banyak orang, pendidikan dapat memberikan sumbangan yang besar bagi upaya
memodernisasi suatu masyarakat. Dan nampaknya Rahmah telah bekerja untuk
itu.

E. Aktivitas Pembelajaran
Untuk menunjang keberhasilan pembelajaran daring dan luring, maka
mahasiswa dapat mengikuti aktifitas pembelajaran sebagai berikut :
Menu Aktifitas Keterangan
Informasi, Kehadiran dan Tatap Maya
1. Informasi Mahasiswa melihat informasi
Perkuliahan terbaru terkait perkuliahan
melalui menu Announcement
2. Presensi Mahasiswa melakukan pengisian
Online presensi online

3. Tatap Mahasiswa melakukan tatap


Maya maya (web conference) sesuai
dengan jadwal yang ditetapkan
oleh dosen (opsional)
Sumber Belajar
3. Modul Ajar Mahasiswa mempelajari materi
kuliah melalui Modul Ajar
4. Slide Mahasiswa mempelajari intisari
materi melalui slide presentasi

5. Video Mahasiswa menyaksikan


Pendukung tayangan video pendukung dan
mencatat poin-poin utama yang
disajikan
Aktifitas Belajar

6. Forum Mahasiswa mengikuti dan


Diskusi berpartisipasi dalam forum
diskusi yang dibuat oleh dosen
Pembina Mata Kuliah

7. Tugas Mahasiswa menjawab dan


menyelesaikan tugas yang
diberikah oleh Dosen

8. Tes Online Mahasiswa mengikuti Tes yang


dilakukan pada akhir topik
bahasan materi (Opsional)

F. Rangkuman
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan tentang aliran-
aliran pendidikan yaitu sebagai berikut.
1. Aliran pendidikan klasik terdiri dari
Aliran empirisme merupakan aliran yang mementingkan stimulasi
eksternal dalam perkembangan manusia. Aliran ini mengatakan bahwa
perkembangan anak tergantung pada lingkungan, sedangkan pembawaan anak
yang dibawa semenjak lahir tidak dianggap penting.
Aliran nativisme percaya bahwa lingkungan pendidikan maupun
lingkungan sekitar yang telah direkayasa oleh orang dewasa tidak akan
berpengaruh terhadap tumbuh kembang pengetahuan manusia.
Aliran naturalisme berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan
pertumbuhan anak pada alam (manusia dan lingkungan). sehingga kebaikan anak-
anak yang diperoleh secara alamiah sejak saat kelahirannya itu dapat tampak
secara spontan dan bebas.
Aliran konvergensi menyatakan bahwa pembawaan tanpa dipengaruhi
oleh faktor lingkungan tidak akan bisa berkembang, demikian juga sebaliknya.
Potensi yang ada pada pembawaan dari seorang anak akan berkembang ketika
mendapat pendidikan dan pengalaman dari lingkungan.
2. Pemikiran Baru tentang Pendidikan
Pendidikan alam sekitar mempercayai bahwa pemahaman, apresiasi,
pemanfaatan lingkungan alami dan sumber-sumber pengetahuan di luar sekolah
yang semuanya penting bagi perkembangan peserta didik sehingga peserta didik
akan mendapatkan kecakapan dan kesanggupan baru dalam menghadapi dunia
nyata. Pengajaran pusat perhatian mendorong berbagai upaya agar dalam kegiatan
belajar mengajar diadakan berbagai variasi (cara mengajar dan lain-lain) agar
perhatian siswa tetap terpusat pada bahan ajaran. Sekolah kerja menambah
pengetahuan anak, yaitu pengetahuan yang didapat dari buku atau orang lain, dan
yang didapat dari pengalaman sendiri, sehingga anak dapat memiliki kemampuan
dan kemahiran tertentu dan agar siswa dapat memiliki pekerjaan sebagai
persiapan jabatan dalam mengabdi Negara.
Pengajaran Projek adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran
yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan
yang kompleks.
Home schooling merupakan pendidikan yang dilakukan secara mandiri oleh
keluarga, dimana materi-materinya dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan
anak. Homeschooling berasumsi bahwa setiap keluarga memiliki hak untuk
bersikap kritis terhadap definisi dan sistem eksternal yang ditawarkan kepada
keluarga. Sekolah alam adalah sekolah non formal dengan konsep utamanya
adalah ditujukan agar para muridnya dapat belajar sambil bermain.
Boarding school efektif untuk mendidik kecerdasan, keterampilan, pembangunan
karakter, dan penanaman nilai-nilai morla peserta didik. Sehingga anak lebih
memiliki kepribadian yang utuh, baik dalam kegiatan kurikuler, kokulrikuler,
ekstrakurikuler di sekolah, asrama, lingkungan masyarakat yng dipantau oleh guru
selama 24 jam.
Pesantren modern berupaya memadukan tradisionalitas dan modernitas
pendidikan. Sistem pengajaran formal ala klasikal (pengajaran di dalam kelas) dan
kurikulum terpadu diadopsi dengan penyesuaian tertentu. Sekolah Inklusi dengan
menyediakan layanan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Sesuai
dengan amanat UU, sekolah dasar harus bersedia menerima siswa berkebutuhan
khusus dan menjadi sekolah inklusi.

G. Latihan/Kasus/Tugas
1. Sebutkan dan jelaskan aliran-aliran pendidikan klasik berdasarkan apa
yang telah kamu pelajari !
2. Jelaskan perbedaan aliran empirisme dengan aliran nativisme !
3. Buatlah suatu laporan analisis penerapan pemikiran pengajaran alam
sekitar,pengajaran pusat perhatian,sekolah kerja,pengajaran proyek pada
mata pelajaran yang pernah dipelajari di sekolah menengah.
4. Jelaskanlah perbedaan Perguruan Muhammadiyah dengan Perguruan
Diniyah Putri

Anda mungkin juga menyukai