Anda di halaman 1dari 21

PENDIDIKAN MENURUT

KI HADJAR DEWANTARA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Pendidikan


Dosen Pengampu: Riana Nurhayati

Disusun Oleh :
Framasta Helen Yuliana

(14505241041)

Agum Anugrah Ugama Hendra

(14505241049)

Akmala Fauziyah

(14505241060)

PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL


DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

PENDIDIKAN MENURUT

KI HADJAR DEWANTARA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Pendidikan


Dosen Pengampu: Riana Nurhayati

Disusun Oleh :
Framasta Helen Yuliana

(14505241041)

Agum Anugrah Ugama Hendra

(14505241049)

Akmala Fauziyah

(14505241060)

PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL


DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

KATA PENGANTAR
2

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya shingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul Pendidikan Menurut Ki Hadjar Dewantara tepat pada waktunya.
Makalah ini berisikan tentang hasil diskusi dan rangkuman kami dari
berbagai sumber mengenai pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara. Dengan
adanya makalah ini, semoga kita mendapatkan berbagai ilmu pengetahuan tentang
pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara serta dapat meningkatkan kesadaran
mengenai pentingnya pendidikan dan kebudayaan nasional.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah swt senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Yogyakarta, 7 Oktober 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
I.1 Latar Belakang...............................................................................................1
I.2 Tujuan.............................................................................................................2
I.3 Rumusan Masalah..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
II.1 Ki Hadjar Dewantara Peletak Dasar Pendidikan...........................................3
II.2 Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara...........................................................4
II.3 Semboyan dan Metode Pendidikan Ki Hadjar Dewantara............................6
II.4 Konsep Taman Siswa...................................................................................10
BAB III PENUTUP................................................................................................12
III.1 Kesimpulan.................................................................................................12
III.2 Saran...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................13

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sejarah

pendidikan

di

Indonesia

dimulai

sejak

tercapainya

kemerdekaan dengan menyusun kembali sistem pengajaran kita. Yang mulamula sekali dilakukan ialah memilih tokoh pendidik yang telah terbukti dalam
zaman penjajahan dengan cita-cita pendidikan nasional serta ikut mendirikan
sekolahnya sendiri, seperti Ki Hadjar Dewantara dan Moh. Sjafei. Sebuah
panitia pendidikan yang diketuai oleh Ki Hadjar Dewantara telah
menghasilkan Undang-Undang Pendidikan nomor 4 tahun 1950 yang
kemudian diperluas berlakunya untuk seluruh Indonesia dengan nomor 12
tahun 1954.
Rumusan pendidikan yang dirumuskan oleh Ki Hadjar Dewantara,
Bapak Pendidikan Nasional, di dalam Taman Siswa dapat kita lihat dengan
jelas tergambar di dalam asas-asas Taman Siswa yang dikenal sebagai
Pancadharma yaitu kodrat alam, kemerdekaan, kebangsaan, kebudayaan, dan
kemanusiawian. Taman Siswa bukan hanya lembaga pendidikan, namun juga
lembaga kebudayaan yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang
tertib dan damai.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat
erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama ialah nilai-

nilai. Di dalam rumusan-rumusan mengenai kebudayaan telah menjalin ketiga


pengertian: manusia, masyarakat, budaya, sebagai dimensi dari hal
bersamaan. Pendidikan sebenarnya adalah suatu proses pembudayaan.
Dengan demikian tidak ada suatu proses pendidikan tanpa kebudayaan dan
tanpa masyarakat, dan sebaliknya tidak ada suatu kebudayaan dalam
pengertian suatu proses tanpa pendidikan, dan proses kebudayaan dan
pendidikan hanya dapat terjadi di dalam hubungan antarmanusia di dalam
suatu masyarakat tertentu.
Perguruan Taman Siswa merupakan perwujudan dari hakikat
kebudayaan menurut konsep Ki Hadjar Dewantara. Perguruan Taman Siswa
adalah perguruan yang baik dalam proses pendidikannya karena Ki Hadjar
Dewantara telah memikirkannya dengan matang dan Ki Hadjar Dewantara
adalah seorang patriot paripurna yang perkataan-kataannya, sikap hidupnya,
tindak-tanduknya, kesetiaan terhadap nusa dan bangsanya tidak pernah
bertentangan satu sama lain.

I.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui arti pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara.

2. Untuk mengetahui cara mendidik menurut metode pendidikan Ki Hadjar


Dewantara.

3. Untuk mengetahui konsep pendidikan di perguruan Taman Siswa?

I.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pendidikan dan visi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara?

2. Bagaimana cara mendidik menurut metode pendidikan Ki Hadjar


Dewantara?

3. Bagaimana konsep pendidikan di perguruan Taman Siswa?

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Ki Hadjar Dewantara Peletak Dasar Pendidikan

Mendidik anak itulah mendidik rakyat. Keadaan dalam hidup dan


kehidupan kita pada zaman sekarang, itulah buahnya pendidikan yang kita
terima dari orangtua pada waktu kita masih anak-anak. (Ki Hadjar
Dewantara)

Raden Mas Suwardi Suryaningrat dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1889,


dan wafat pada tanggal 26 April 1959. Beliau dikenal sebagi tokoh jurnalistik,
tokoh perintis kemerdekaan, dan Bapak Pendidikan Nasional. Sebagai tokoh
pendidikan dengan sebutan Bapak Pendidikan Nasional, beliau mendirikan
lembaga pendidikan Taman Siswa pada tahun 1922. Sistem pendidikan yang
beliau kembangkan adalah sistem among. Tujuan pendidikan yang akan
dicapai adalah (1) meningkatkan kemandirian, (2) menumbuhkan semangat
dan rasa kebangsaan, dan (3) berakar pada kebudayaan nasional. Untuk
menghargai usaha keras beliau dalam mencerdaskan kehidupan bangsa
Indonesia, beliau telah mewariskan ajaran sistem among dan konsep
tentang ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani. Hari kelahiran beliau, setiap tanggal 2 Mei selalu diperingati
sebagai hari pendidikan nasional. Ki Hadjar Dewantara berpesan kepada kita
4

bahwa Cinta kasih merupakan dasar utama dan dasar fundamental


pendidikan. Hal ini senada seirama dengan yang dikemukakan oleh Jan
Light Hart bahwa seluruh pendidikan merupakan masalah cinta kasih,
kesabaran, dan hikmah. Kesabaran dan hikmah tumbuh di mana kasih
berkuasa. Jalan Tuhan sempurna adanya.

Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan umumnya berarti


daya-upaya untuk memajukan perkembangan budipekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intellect), dan jasamani anak-anak. Maksudnya ialah
supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan
penghidupan anak-anak, selaras dengan alamnya dan masyarakatnya. Berikut
pasal-pasal pendidikan menururt Ki Hadjar Dewantara:

1. Segala syarat, usaha dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya.

2. Kodratnya keadaan tersimpan dalam adat-istiadat masing-masing rakyat.

3. Adat-istiadat itu tidak tetap, tetapi senantiasa berubah, bentuk isi dan
iramanya.

4. Akan mengetahui garis hidup yang tetap dari sesuatu bangsa.

5. Pengaruh baru terjadi dari bergaulnya bangsa yang satu dengan yang lain.
Kita harus dapat memilih mana yang baik untuk menambah kemuliaan
hidup kita, mana yang merugikan pada kita, dengan selalu mengingat

bahwa semua kemajuan ilmu dan pengetahuan dan segala perikehidupan


itu adalah kemurahan Tuhan untuk segenap umat manusia di seluruh
dunia, meskipun hidupnya masing-masing menurut garis sendiri yang
tetap.

II.2 Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan dan pengajaran adalah


daya upaya yang disengaja secara terpadu dalam rangka memerdekakan aspek
lahiriah dan batiniah manusia. Pengajaran adalah salah satu bagian dari
pendidikan. Artinya, pengajaran ialah pendidikan dengan cara memberi ilmu
atau pengetahuan dan memberi kecakapakan, pengertian serta pelatihan
kepandaian kepada anak anak, yang dapat berfaedah buat hidup anak anak,
baik lahir maupun batin.

Dalam konteks pengajaran budi pekerti, misalnya pendidikan adalah


upaya menyokong perkembangan hidup anak-anak, lahir dan batin, dari sifat
kodratinya menuju ke arah peradaban dalam sifatnya yang umum. Upaya
yang dimaksudkan itu dapat berupa anjuran-anjuran, perintah-perintah kepada
anak-anak untuk melakukan berbagai perilaku yang baik dengan cara
disengaja. Syarat-syaratnya adalah mereka menyadari, menginsyafi dan
melakukan anjuran atau perintah gurunya. Sementara pengajar atau pamong
adalah penuntun yang memberi keteladanan bagi para peserta didiknya dalam

berperilaku baik agar mereka mencapai keluhuran budi atau kebijaksanaan


dan mengalami keselamatan dan kebahagiaan.

Sementara itu, citra seseorang yang memiliki kecerdasan budi pekerti


(watak atau pikiran), menurut Ki Hadjar Dewantara adalah orang yang
senantiasa memikir-mikirkan, merasa-rasakan dan selalu memakai ukuran,
timbangan, dan dasar-dasar yang pasti dan tetap (dalam perkataan dan
tindakannya) yang pantas dan terpuji terhadap sesama dan lingkungannya.
Ketika budi (pikiran) dan pekerti (tenaga) seseorang bersatu, maka bersatu
jualah gerak, pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauannya, yang lalu
menimbulkan tenaga padanya (untuk bertindak yang selaras dengan nilai nilai
dan menimbulkan relasi yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan
sosialnya).

II.3 Semboyan dan Metode Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Menurut Ki Hadjar Dewantara, metode pendidikan yang cocok


dengan karakter dan budaya Indonesia tidak memakai syarat paksaan, karena
orang Indonesia adalah orang timur, bangsa yang hidup dalam khazanah nilainilai tradisional berupa kehalusan rasa, hidup dalam kasih sayang, cinta akan
kedamain, persaudaraan, ketertiban, kejujuran dan sopan dalam tutur kata dan
tindakan, serta menghargai kesetaraan derajat kemanusiaan dengan sesama.

Dalam praksis penyemaian nilai-nilai itu, pendidik menempatkan


peserta didiknya sebagai subjek bukan objek pendidikan. Artinya, peserta
didik diberi ruang seluasnya untuk melakukan eksplorasi potensi-potensi
dirinya dan kemudian berekspresi secara kreatif, mandiri dan bertanggung
jawab.

Berangkat dari keyakinan akan nilai nilai-tradisional itu, Ki Hadjar


Dewantara yakin bahwa, pendidikan yang khas Indonesia haruslah
berdasarkan citra nilai kultural Indonesia juga. Maka ia menerapkan tiga
semboyan pendidikan yang menunjukan kekhasan Indonesia, yakni pertama,
Ing Ngarsa Sung Tuladha, artinya seorang pendidik selalu berada di depan
untuk memberi teladan. Kedua, Ing Madya Mangun Karsa, artinya seorang
pendidik selalu berada di tengah tengah para muridnya dan terus menerus
memprakarsai/memotivasi peserta didiknya untuk berkarya, membangun niat,
semangat, dan menumbuhkan ide-ide agar peserta didiknya produktif dalam
berkarya. Ketiga, Tut Wuri Handayani, artinya seorang pendidik selalu
mendukung dan menopang (mendorong) para muridnya berkarya ke arah
yang benar bagi hidup masyarakat.

Senada dengan ketiga semboyan pendidikan di atas, metode


pendidikan yang cocok untuk membentuk kepribadian generasi muda di
Indonesia adalah yang sepadan dengan makna paedagogig, yakni momong,
among, dan ngemong, yang berarti bahwa pendidikan itu bersifat mengasah.
Mendidikan adalah mengasuh anak dalam dunia nilai-nilai. Dalam sistem
among ini, pengajaran berarti mendidik anak menjadi manusia yang merdeka
8

batinnya, merdeka pikirannya, dan merdeka tenaganya. Mengemong anak


berarti memberi kebebasan anak bergerak menurut kemauannya, tetapi
pamong akan bertindak, kalau perlu dengan paksaan, apabila keinginan anakanak berpotensi membahayakan keselamatannya. Sementara alat atau cara
mendidik dalam metode among terdiri dari 6 yakni:

1. Memberi contoh: pamong memberi contoh atau teladan yang baik dan
bermoral kepada peserta didiknya.

2. Pembiasaan: setiap peserta didik dibiasakan untuk melaksanakan


kewajibannya sebagai pelajar, sebagai anggota komunitas Taman Siswa,
dan sebagi anggota masyarakat secara selaras dengan aturan hidup
bersama.

3. Pengajaran:

guru

atau

pamong

memberikan

pengajaran

yang

menambahkan pengetahuan peserta didik sehingga mereka menjadi


generasi yang pintar, cerdas, benar dan bermoral baik.

4. Perintah, paksaan, dan hukuman: diberikan kepada peserta didik bila


dipandang

perlu

atau

manakala

peserta

didik

menyalahgunakan

kebebasannya yang dapat berakibat membahayakan kehidupannya.

5. Laku atau perilaku: berkaitan dengan sikap rendah hati, jujur, dan taat pada
peraturan yang terekspresi dalam perkataan dan tindakan.

6. Pengalaman lahir dan batin: pengalaman kehidupan sehari-hari yang


diresapi dan direfleksikan sehingga mencapai tataran rasa dan menjadi
kekayaan serta sumber inspirasi untuk menata kehidupan yang
membahagiakan diri dan sesama.

Ki Hadjar Dewantara mengatakan pula, bahwa pendidikan nasional


ialah pendidikan yang berdasarkan garis hidup bangsanya dan ditujukan
untuk keperluan perikehidupan yang dapat mengangkat derajat negeri dan
rakyatnya, sehingga bersamaan kedudukan dan pantas bekerja sama dengan
lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia diseluruh dunia. Berikut
poin-poin pendidikan nasional menurut Ki Hadjar Dewantara:

1. Pendidikan budiperkerti harus mempergunakan syarat-syarat yang selaras


dengan jiwa kebangsaan kita.

2. Kita harus memperhatikan pangkal kehidupan kita yang terus hidup dalam
kesenian, peradaban, syarat-syarat agama, atau terdapat dalam kitab-kitab
cerita (dongeng, myten, legenda, babat, dan lain-lain).

3. Anak-anak perlu didekatkan hidupnya dengan perikehidupan rakyat, agar


mereka tidak hanya memiliki pengetahuan saja tentang hidup rakyatnya,
akan tetapi juga dapat mengalaminya sendiri, dan kemudian tidak hidup
berpisahan dengan rakyatnya.

10

4. Mengutamakan cara pondok system, berdasarkan hidup kekeluargaan,


untuk mempersatukan pengajaran-pengetahuan dengan pengajaran budi
pekerti.

5. Pengajaran (onderwijs) ialah suatu bagian dari pendidikan. Pengajaran itu


tidak lain ialah pendidikan dengan memberi ilmu atau pengetahuan, serta
juga memberi kecakapan kepada anak-anak, baik lahir maupun batin.

6. Pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anakanak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

7. Pendidikan adalah suatu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak.

8. Perlunya menguasai diri dalam pendidikan budi pekerti. Yang dinamakan


budipekerti atau watak atau karakter yaitu bulatnya jiwa manusia.

9. Dalam pendidikan, kemerdekaan itu sifatnya tiga macam: berdiri sendiri,


tidak tergantung pada orang lain, dan dapat mengatur dirinya sendiri.

10. Pendidikan adalah usaha pembangunan.

11. Di dalam hidupnya anak-anak terdapat tiga tempat pergaulan yang menjadi
pusat pendidikan (tri pusat pendidikan) yang amat penting baginya, yaitu:

11

alam-keluarga,

alam-perguruan

dan

alam

pergerakan

pemuda

(masyarakat).

12. Tri nga (ngerti, ngrasa, nglakoni atau mengerti, merasa, melakukan).

13. Tri pantangan (jangan menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan,


jangan melakukan manipulasi di bidang keuangan, jangan melanggar
kesusilaan).

14. Amongsysteem: (Sistem Among) yaitu: menyokong kodrat alamnya


anak-anak yang kita didik, agar dapat mengembangkan hidup lahir dan
batin menurut kodratnya sendiri-sendiri.

15. Azas Tri-kon yang dikemukakan Ki Hadjar, yaitu:

a. Kontinuitet, yang berarti hidup di zaman sekarang harus merupakan


lanjutan dari hidup di zaman silam, jangan tiruan hidup bangsa lain.

b. Konvergensi, yaitu keharusan untuk menghindari hidup menyendiri.

c. Konsentritet, yang berarti kita tidak boleh kehilangan kepribadian


kita sendiri.

12

II.4 Konsep Taman Siswa


Pendidikan beralaskan garis hidup dari bangsanya yang ditujukan
untuk perikehidupan yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya
agar dapat bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk kemulyaan segenap
manusia di seluruh dunia. Dari rumusan tersebut dapat kita lihat butir-butir
yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantara:
1. Bahwa kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, bahkan
kebudayaan merupakan alas atau dasar pendidikan
2. Kebudayaan yang menjadi alas pendidikan haruslah bersifat kebangsaan
yaitu kebudayaan riil yang hidup di dalam masyarakat kebangsaan
Indonesia.
3. Pendidikan mempunyai arah yaitu untuk mewujudkan keperluan
perikehidupan. Yang dimaksud perikehidupan bukan hanya suatu aspek
daripada kehidupan manusia tetapi seluruh kehidupan manusia.
4. Arah tujuan pendidikan ialah untuk mengangkat derajat negara dan rakyat.
Pendidikan nasional bukan diarahkan kepada kepentingan pemerintah atau
kepentingan suatu golongan yang kaya saja tetapi untuk kepentingan
rakyat yang hormat yang mempunyai derajat kehidupan yang memadai.
5. Pendidikan yang visioner. Pendidikan nasional tidak terlepas dari upaya
untuk kerjasama dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini untuk
meningkatkan derajat kemanusiaan. Hak asasi manusia dan tanggung
jawab bersama merupakan tugas dari pendidikan nasioanal.
Kebudayaan merupakan praksis pendidikan maka bukan saja seluruh
proses pendidikan berjiwakan kebudayaan nasional, tetapi juga seluruh unsur
kebudayaan harus diperkenalkan dalam proses pendidikan. Hal ini berati
kesenian, budi pekerti, syarat-syarat agama (nilai-nilai agama), sastra
13

(dongeng, babat, cerita-cerita rakyat dan sebagainya), juga pendidikan


jasmani. Program pendidikan yang komprehensif tersebut menuntut suatu
suasana pendidikan berbudaya yang hanya dapat diwujudkan secara efektif di
dalam sistem pondok. Dengan sistem tersebut para calon pendidik akan dapat
menghayati dan kelak dapat melaksanakan prinsip-prinsip kebudayaan di
dalam praksis pendidikan. Para guru profesional masa depan menuntut
kesatuan

di dalam kepribadiaannya

bukan

hanya

menguasai

ilmu

pengetahuan dan bagaimana mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta


dididk, tetapi juga para guru tersebut merupakan resi modern yaitu seorang
intelektual, profesional, dan pemimpin yang perlu dan dapat digugu.

14

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, disimpulkan bahwa pendidikan menurut Ki


Hadjar Dewantara adalah usaha pembangunan dalam upaya menyokong
perkembangan hidup anak-anak, lahir dan batin, dari sifat kodratinya
menuju ke arah peradaban dalam sifatnya yang umum. Pendidikan tidak
dapat lepas dari kebudayaan karena kebudayan merupakan dasar
pendidikan, dalam proses pendidikan perlu adanya kebudayaan dan
masyarakat. Untuk memperoleh proses pendidikan yang benar dapat diraih
dengan sistem among di mana peserta didik sebagai subjek bukan objek
pendidikan. Dan untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kondusif
dapat dilakukan dengan sistem pondok.

III.2 Saran

Dengan bekal pengetahuan secara kognitif dan sistem pengajaran


menurut Ki Hadjar Dewanatara diharapkan pamong atau guru dapat
menguasai materi secara mendalam disertai adanya keterampilan tinggi
dalam menyampaikannya kepada siswa sehingga pada akhirnya tercapai
hasil pembelajaran yang optimal.
15

16

DAFTAR PUSTAKA

Said, H.M. 1989. Ilmu Pendidikan. Bandung: Penerbit Alumni.

Samho, Bartolomeus. 2013. Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Tantangan


dan Relevansi. Yogyakarta: Kanisius.

Siswoyo, Dwi, dkk. 2013. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Uny Press.

Suparlan. 2004. Mencerdaskan kehidupan bangsa dari konsepsi sampai


dengan implementasi. Yogyakarta: HIKAYAT Publishing.

Tilaar, H.A.R. 2002. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani


Indonesia Strategi Reformasi Pendidikan Nasional. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

17

Anda mungkin juga menyukai