Anda di halaman 1dari 19

PENGEMBANGAN PRODUK MEDIA PEMBELAJARAN AUGMENTED

REALITY POCKET BOOK (ARPOOK) UNTUK MATA PELAJARAN


KIMIA PADA POKOK BAHASAN IKATAN KIMIA
(Studi Pengembangan Media Pembelajaran Berdasarkan Metode Research and
Development)

Proposal Skripsi

diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia


untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan

oleh
Mega Cahya Pratiwi
NIM. 1300662

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Mega Cahya Pratiwi


NIM : 1300662

STUDI TENTANG PENGEMBANGAN PRODUK MEDIA


PEMBELAJARAN AUGMENTED REALITY POCKET BOOK (ARPOOK)
UNTUK MATA PELAJARAN KIMIA PADA POKOK BAHASAN
IKATAN KIMIA

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

PEMBIMBING AKADEMIK

Dr. Zainal Arifin, M.Pd

NIP. 196105011986011003

DEWAN SKRIPSI

Dr. Deni Darmawan, M.Si

NIP. 197111281998021001

KETUA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Dr. Cepi Riyana, M.Pd

NIP. 197512302001121001

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 5
D. Kajian Pustaka ................................................................................................. 5
E. Pendekatan dan Metode Penelitian ................................................................ 10
F. Populasi dan Sampel ...................................................................................... 11
G. Instrumen Penelitian ...................................................................................... 11
H. Analisis Data .................................................................................................. 12
I. Prosedur Penelitian ........................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

ii
A. Latar Belakang Masalah
Kimia merupakan salah satu jenis mata pelajaran yang wajib diambil oleh
siswa tingkat sekolah menengah atas, terutama bagi siswa yang memilih
peminatan Matematika dan IPA. Banyak manfaat yang didapat dengan
mempelajari kimia. Depdiknas dalam Ardiansyah dkk. (2014, hlm. 1)
menyebutkan bahwa ‘salah satu tujuan pembelajaran kimia adalah untuk
mewujudkan siswa yang menguasai konsep-konsep kimia dan menerapkannya
dalam upaya memecahkan masalah-masalah pada kehidupan sehari-hari dan
Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).’
Penelitian-penelitian terdahulu menemukan bahwa masih banyak siswa
yang kesulitan dalam memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip kimia.
Menurut Effendy dalam Ardiansah dkk. (2014, hlm. 2) mengatakan bahwa
‘...konsep yang terdapat dalam kimia pada umumnya adalah konsep yang
abstrak, sehingga membutuhkan pemahaman yang baik dalam belajar kimia.’
Penelitian yang dilakukan di SMA Sangau Ledo tahun ajaran 2012/2013 oleh
Aprianata & Suyanta menunjukkan bahwa tingkat kesulitan peserta didik dalam
memahami materi ikatan kimia adalah 55,04% (sedang). Faktor-faktor yang
menyebabkan kesulitan belajar peserta didik salah satunya kurangnya
penggunaan media pembelajaran serta banyaknya materi ajar. Paul Suparno
dalam Ardiansah dkk. (2014, hlm. 3) memaparkan bahwa ‘penyebab kesalahan
pemahaman konsep siswa disebabkan oleh siswa sendiri, guru, buku teks,
konteks dan metode belajar.’
SMA Negeri 4 Bandung adalah salah satu SMA Negeri yang berlokasi di
jalan Gardujati, kota Bandung. Pada tahun ajaran 2016/2017 terdapat 301 siswa
kelas X IPA yang terbagi menjadi sembilan kelas. Tidak jauh berbeda dengan
hasil penelitian diatas, di SMA Negeri 4 Bandung juga masih terdapat siswa
yang masih kurang kemampuannya dalam menguasai materi ikatan kimia.
Meskipun terdapat media pembelajaran berbasis komputer yang diberikan oleh
guru kepada siswa, media tersebut tidak memuat pokok bahasan ikatan kimia
sehingga siswa hanya mempelajari materi tersebut melalui buku cetak dan
presentasi dari guru.

1
Teknologi pendidikan hadir untuk memecahkan berbagai permasalahan
dalam bidang pendidikan. “Teknologi pendidikan merupakan suatu disiplin
terapan, artinya ia berkembang karena adanya kebutuhan di lapangan, yaitu
kebutuhan untuk belajar, belajar lebih efektif dan efisien, lebih luas dan lebih
cepat, dan seterusnya.” (Abdulhak dan Darmawan, 2013, hlm. 111). Kebutuhan
untuk meminimalkan tingkat kesulitan siswa dalam memahami suatu materi
dapat dipenuhi dengan adanya teknologi pendidikan. Karena pada dasarnya,
teknologi pendidikan memuat lima kawasan yang salah satunya adalah kawasan
pengembangan. Abdulhak dan Darmawan (2013, hlm. 184) mengkategorikan
kawasan pengembangan menjadi empat yaitu “teknologi cetak (yang
menyediakan landasan untuk kategori yang lain), teknologi audiovisual,
teknologi berasaskan komputer, dan teknologi terpadu.”.
Teknologi terpadu adalah salah satu yang paling menarik diantara
keempat kategori di atas. Karena teknologi terpadu memiliki karakteristik “...
dapat digunakan sesuai dengan keinginan pembelajar, di samping menurut cara
seperti yang dirancang oleh pengembangnya; bahan belajar menunjukkan
interaktivitas pembelajar yang tinggi; ...” (Abdulhak dan Darmawan, 2013, hlm.
189). Bahan belajar dengan interaktivitas yang tinggi mempermudah siswa
untuk menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam mata pelajaran
sehingga dapat mengembangkan pola-pola perilaku yang sesuai. Seperti
perspektif J.S. Bruner, dkk. mengenai komunikasi dalam pembelajaran yaitu
bahwa “pola-pola perilaku atau tindakan peserta didik dikembangkan melalui
metode “problem solving” dan “inquiry/discovery” sehingga mereka dapat
menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, generalisasi-generalisasi baru
dalam bidang kajian mereka.” (Abdulhak dan Darmawan, 2013, hlm. 52).
Perkembangan teknologi yang semakin cepat melahirkan berbagai
inovasi-inovasi yang dapat memudahkan pekerjaan manusia, terlebihnya lagi
di bidang pendidikan. Para pengembang media dapat menyusun materi ajar ke
dalam media yang menarik dan menyenangkan serta mudah untuk dicerna oleh
siswa dengan adanya perkembangan teknologi. Bukanlah hal yang sulit untuk
mengembangkan teknologi terpadu dengan merujuk pada perkembangan
teknologi saat ini yang semakin canggih. Salah satu teknologi yang menjadi tren

2
saat ini adalah Augmented Reality yang berbasis Android Smartphone.
Augmented Reality, atau yang populer disebut sebagai AR, menjadikan benda
virtual seolah-olah terlihat nyata. Selain itu AR juga memungkinkan pengguna
untuk berinteraksi dengan benda virtual yang berbentuk 3D.
Augmented Reality diterapkan dalam “bidang pendidikan, kedokteran,
retail, militer, permainan, dan hiburan” (gepi.co, diakses pada 25 Januari 2017).
Salah satu teknologi Augmented Reality yang paling populer di tahun 2016
adalah game mobile Pokemon Go. Game yang menggunakan teknologi
Markerless Augmented Reality dengan teknik GPS Based Tracking ini menuntut
para pemain untuk berjalan-jalan menangkap tokoh-tokoh fiksi yang disebut
Pokemon. Game Pokemon Go ini menjadi viral karena inovasinya yang menarik
perhatian masyarakat mulai dari anak-anak hingga orang dewasa di berbagai
belahan dunia. Bahkan game ini menjadi “salah satu game yang fenomenal di
tahun 2016” (id.techasia.com, diakses pada 22 Januari 2017).
Teknologi Augmented Reality juga dapat diterapkan dalam bidang
pendidikan, terutama bidang studi yang memerlukan visualisasi. Edgar Dale
mengembangkan kerucut pengalaman yang mengurutkan deretan pengalaman
dengan berbagai metode belajar. “Dale berkeyakinan bahwa simbol dan
gagasan yang abstrak dapat lebih mudah dipahami dan diserap manakala
diberikan dalam bentuk pengalaman yang konkret.” (Abdulhak dan Darmawan,
2013, hlm. 113). Kerucut pengalaman Edgar Dale memaparkan bahwa peserta
didik dapat mengingat sebanyak 50% jika belajar dari apa yang mereka lihat
dan dengar. Terlebih jika dilengkapi dengan teks-teks narasi ringan sebagai
penjelasan dari visual tersebut akan menambah 10% materi yang diingat oleh
peserta didik. Selain itu pemanfaatan aplikasi mobile menjadikan peserta didik
dapat belajar dimana saja dan kapan saja.
Peneliti terdahulu yang meneliti penerapan teknologi Augmented Reality
dalam mata kuliah kimia dasar mengemukakan bahwa “penggunaan teknologi
AR merupakan teknologi yang menguntungkan dalam proses belajar mengajar.
Teknologi AR bisa dikembangkan untuk menggantikan praktikum kimia dasar
yang saat ini dianggap menghabiskan banyak biaya dan waktu” (Kamelia, 2015,
hlm. 252). Penggunaan Augmented Reality dalam bidang pendidikan yang saat

3
ini sedang populer adalah produk Augmented Reality 4D+ cards yang
diproduksi oleh Octagon Studio asal kota Bandung. Produk ini merupakan “seri
kartu pengingat (flashcard) yang dirancang untuk mengajarkan alfabet, bahasa
Inggris, serta pengetahuan tentang dunia satwa, profesi, angkasa luar, hingga
makhluk prasejarah.” (swa.co.id, diakses pada 22 Januari 2017). Kepopuleran
produk ini bahkan sudah merambah dunia internasional dengan adanya
beberapa negara yang bersedia menjadi reseller.
Penggunaan bahan ajar yang menarik dan mudah dipahami merupakan
alternatif untuk memotivasi dan memfasilitasi siswa dalam menguasai materi
pelajaran dengan baik ketika pembelajaran, baik pembelajaran dengan
bimbingan guru di dalam kelas maupun pembelajaran yang dilakukan secara
mandiri di luar kelas. Pocket Book atau buku saku menyajikan materi secara
ringkas dan langsung ke poin inti, sehingga memberikan kemudahan bagi siswa
untuk memahaminya. Ditambah konsep materi ikatan kimia yang abstrak dapat
divisualisasikan secara nyata melalui visualisasi 3D oleh aplikasi Augmented
Reality. Pocket Book yang bisa disimpan di dalam saku dan aplikasi Augmented
Reality yang dapat dipasang pada smartphone menjadikan gabungan antara
kedua media ini dapat memunculkan sebuah media pembelajaran yang fleksibel
karena dapat digunakan oleh siswa di manapun dan kapanpun. Sehingga siswa
dapat mengulang pembelajaran secara mandiri di luar kelas agar tujuan
pembelajaran pada aspek kognitif tercapai.
Media pembelajaran ini kemungkinan akan dapat dengan mudah diterima
oleh siswa, khususnya oleh siswa SMA Negeri 4 Bandung, karena pada saat ini
hampir seluruh siswa menengah atas memiliki smartphone pribadi. Hal ini
didukung dengan adanya fakta bahwa “Indonesia adalah salah satu negara yang
mempunyai pertumbuhan pengguna smartphone aktif terbesar, di bawah China
dan India, yaitu lebih dari 100 juta pengguna” (id.techasia.com, diakses pada 22
Januari 2017). Berdasarkan permasalahan di atas, dalam penelitian ini akan
dibahas mengenai PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN
AUGMENTED REALITY POCKET BOOK (ARPOOK) UNTUK MATA
PELAJARAN KIMIA PADA POKOK BAHASAN IKATAN KIMIA untuk
siswa kelas X SMA.

4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat
disimpulkan rumusan permasalahan yang timbul adalah sebagai berikut: Commented [Office1]: RUMUSAN MASALAHNYA
APA?
1. Bagaimana kondisi pembelajaran Kimia di SMA Negeri 4 Bandung?
2. Desain produk media Augmented Reality Pocket Book yang bagaimana
yang dapat diterapkan pada materi ikatan kimia di SMA Negeri 4
Bandung?
3. Bagaimana tanggapan siswa setelah menggunakan media Augmented
Reality Pocket Book pada materi ikatan kimia di SMA Negeri 4 Bandung?
4. Bagaimana tanggapan guru setelah menggunakan media Augmented
Reality Pocket Book pada materi ikatan kimia di SMA Negeri 4 Bandung?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan media Augmented
Reality Pocket Book untuk mata pelajaran kimia pada pokok bahasan ikatan
kimia yang dapat dimanfaatkan oleh siswa kelas X SMA. Adapun tujuan
khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan dan menganalisis kondisi pembelajaran Kimia di SMA
Negeri 4 Bandung.
2. Mendeskripsikan dan menganalisis desain produk media Augmented
Reality Pocket Book pada materi ikatan kimia.
3. Mendeskripsikan menganalisis tanggapan siswa setelah menggunakan
media Augmented Reality Pocket Book pada materi ikatan kimia.dan
4. Mendeskripsikan dan menganalisis tanggapan guru setelah menggunakan
media Augmented Reality Pocket Book pada materi ikatan kimia.
D. Kajian Pustaka
1. Mata Pelajaran Kimia dan Materi Ikatan Kimia
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mengenalkan
berbagai fenomena alam yang terjadi di sekitar kita dalam kehidupan
sehari-hari, salah satunya cabangnya yaitu ilmu kimia. “Kimia adalah
cabang dari ilmu fisik yang mempelajari tentang struktur, sifat dan
perubahan materi. Materi tersebut meliputi struktur, susunan, sifat, dan

5
perubahan materi serta yang menyertainya.” (wikipedia.com, diakses pada
22 Januari 2017).
Kimia seringkali disebut sebagai “ilmu pengetahuan pusat karena
menjembatani ilmu-ilmu pengetahuan alam, termasuk fisika, geologi, dan
biologi.” (wikipedia.com, diakses pada 22 Januari 2017). Kimia memiliki
banyak cabang ilmu yang diantaranya yaitu “kimia analitik, biokimia,
kimia anorganik, kimia organik, kimia fisik, kimia farmasi, kimia
lingkungan, kimia inti (radiokimia), dan kimia pangan” (manfaat.co.id,
diakses pada 22 Januari 2017).
Kimia memiliki peranan besar dalam berbagai bidang di kehidupan
sehari-hari. Contohnya dalam bidang kedokteran, dengan ilmu kimia
farmasi dapat memproduksi obat-obatan yang sesuai kebutuhan pasien.
Contoh lainnya dalam bidang pangan, dengan kimia seseorang dapat
memahami tentang bahan pangan yang baik bagi tubuh melalui penelitian
secara kimiawi untuk memastikan bahan pangan boleh diedarkan ke
pasaran. Bahkan kimia pun berperan dalam bidang hukum, yaitu dalam tes
forensik dibutuhkan ilmu kimia ketika tes urin atau tes DNA pelaku atau
tersangka. Masih banyak lagi peran ilmu kimia dalam bidang lainnya.
Ilmu kimia sudah dikenalkan kepada siswa sejak tingkat sekolah
dasar. Menjadi pilihan untuk terus mempelajarinya atau tidak ketika siswa
sudah memasuki tingkat sekolah menengah, terutama pada jenjang Sekolah
Menengah Atas (SMA), karena “… dalam kurikulum 2013 peminatan pada
jenjang SMA dimulai sejak kelas satu.” (news.okezone.com, diakses pada
22 Januari 2017).
Salah satu materi dasar dalam mata pelajaran kimia tingkat sekolah
menengah atas diantaranya yaitu mengenai ikatan kimia. “Ikatan kimia
adalah sebuah proses fisika yang bertanggung jawab dalam interaksi gaya
tarik menarik antara dua atom atau molekul yang menyebabkan suatu
senyawa diatomik atau poliatomik menjadi stabil.” (wikipedia.com,
diakses pada 22 Januari 2017). “Ikatan kimia yang kuat merupakan transfer
elektron antara dua atom yang terlibat untuk menjaga molekul-molekul,
kristal, dan gas-gas diatomik untuk tetap bersama. Ikatan kimia juga

6
menentukan struktur suatu zat.” (wikipedia.com, diakses pada 22 Januari
2017). Ikatan kimia memiliki beberapa variasi yang diantaranya terbagi
menjadi “ikatan kovalen dan ikatan ion dianggap sebagai ikatan kuat,
sedangkan ikatan hidrogen dan ikatan van der Waals dianggap sebagai
ikatan lemah.” (wikipedia.com, diakses pada 22 Januari 2017).
2. Pembelajaran
Pembelajaran merupakan usaha secara sadar dan terencana yang
dilakukan untuk mengubah perilaku ke arah yang lebih baik. Miarso (2011,
hlm. 457) memaparkan bahwa “istilah pembelajaran digunakan untuk
menunjukkan usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan
tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta
pelaksanaannya terkendali.”.
Dune & Wragg (1996, hlm. 12) mendefinisikan efektivitas
pembelajaran ke dalam beberapa karakteristik, yaitu diantaranya:
a. Pembelajaran efektif memudahkan murid belajar sesuatu yang
bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep dan
bagaimana hidup serasi dengan sesama atau sesuatu hasil belajar
yang diinginkan.
b. Pembelajaran efektif adalah bahwa keterampilan tersebut diakui
oleh mereka yang berkompeten menilai, seperti guru-guru,
pelatih guru-guru, pengawas, tutor, dan pemandu mata pelajaran
atau murid-murid itu sendiri.
Ketercapaian tujuan pembelajaran akan terwujud dengan terciptanya
pembelajaran yang efektif. Sedangkan pembelajaran yang efektif akan
tercapai jika guru berhasil menciptakan suasana yang kondusif di kelas.
“Atmosfer akan terbangun dengan baik manakala guru/instruktur merujuk
kaidah dan prinsip sehingga secara didaktis pembelajaran akan
berlangsung dengan baik” (Supriadie & Darmawan, 2012, hlm. 131).
Prinsip-prinsip pembelajaran tersebut diantaranya “apersepsi, motivasi,
aktivitas, korelasi, individualisasi, pengulangan, kerja sama, lingkungan,
dan evaluasi” (Supriadie & Darmawan, 2012, hlm. 132).

3. Media Pembelajaran
Media merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan kehidupan
manusia. Proses komunikasi menjadi lebih mudah dan efisien dalam

7
pelaksanaannya dengan adanya bantuan media. Media merupakan istilah
jamak dari medium yang secara harfiah memiliki arti perantara atau
pengantar. AECT dalam Miarso: (2011, hlm. 457) mendefinisikan ‘media
adalah segala bentuk dan saluran untuk proses transmisi informasi.’.
Gagne dalam Miarso (2011, hlm. 457) mendefinisikan media
pembelajaran sebagai ‘berbagai jenis komponen dalam lingkungan
mahasiswa yang dapat merangsang mahasiswa untuk belajar.’.
Commission on Instructional Technology dalam Miarso (2011, hlm. 457)
juga mengartikan media pembelajaran sebagai ‘media yang lahir akibat dari
revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk tujuan pembelajaran di
samping guru, buku teks, dan papan tulis.’. Berdasarkan keseluruhan
pemaparan definisi media pembelajaran di atas, Miarso (2011, hlm. 458)
menyimpulkan bahwa “media pembelajaran adalah segala sesuatu yang
digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan, dan terkendali.”
Kegunaan media dalam pembelajaran menurut Miarso (2011, hlm.
458) adalah sebagai berikut:
a. Media mampu memberikan rangsangan yang bervariasi kepada
otak kita, sehingga otak kita dapat berfungsi secara optimal.
b. Media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki
oleh para mahasiswa.
c. Media dapat melampaui batas ruang kelas.
d. Media memungkinkan adanya interaksi langsung antara
mahasiswa dan lingkungannya.
e. Media menghasilkan keseragaman pengamatan.
f. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
g. Media membangkitkan motivasi dan merangasang untuk
belajar.
h. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari
sesuatu yang konkret maupun abstrak.
i. Media memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
belajar mandiri, pada waktu dan kecepatan yang ditentukan
sendiri.
j. Media meningkatkan kemampuan keterbacaan baru (new
literacy), yaitu kemampuan untuk membedakan dan
menafsirkan objek, tindakan, dan lambang yang tampak, baik
yang dialami maupun buatan manusia, yang terdapat dalam
lingkungan.

8
k. Media mampu meningkatkan efek sosialisasi, yaitu dengan
meningkatkan kesaran akan dunia sekitar.
l. Media dapat meningkatkan kemampuan ekspresi diri dosen
maupun mahasiswa.
Haney dan Ullmer dalam Miarso (2011, hlm. 462) mengkategorikan
media pembelajaran menjadi tiga bentuk, yaitu ‘media penyaji yang
mampu menyajikan informasi, media objek yang mengandung informasi,
dan media interaktif yang memungkinkan untuk berinteraksi.’. Media
penyaji terbagi lagi menjadi tujuh kelompok, yaitu diantaranya:
a. Kelompok satu: grafis, bahan cetak, dan gambar diam.
b. Kelomok dua: media proyeksi diam.
c. Kelompok tiga: media audio.
d. Kelomok empat: audio ditambah media visual diam.
e. Kelompok lima: gambar hidup (film).
f. Kelompok enam: televisi.
g. Kelompok tujuh: multimedia.
4. Augmented Reality Pocket Book
Augmented Reality, atau yang populernya disebut dengan AR,
merupakan salah satu inovasi yang dapat diintegrasikan dengan
pendidikan. Zulham dan Budihartini (2016, hlm.122) mendefinisikan
Augmented Reality sebagai jenis teknologi interaktif berbasis 3D. Mereka
mengatakan bahwa:
Augmented Reality (AR) adalah jenis teknologi interaktif
menggabungkan benda nyata dan virtual yang akan menghasilkan
objek 3D yang akan ditampilkan pada layar. Augmented Reality yang
telah diaplikasikan memiliki cara kerja berdasarkan deteksi citra atau
gambar dan biasa disebut marker, dengan menggunakan kamera
smartphone kemudian mendeteksi marker yang telah di dicetak.
Teknologi Augmented Reality saat ini terbagi menjadi dua jenis
dalam metode pengembangannya, yaitu “Marker Based Tracking yang
mengandalkan citra atau gambar 2D untuk memunculkan objek 3D di
layar ponsel”, dan “Markerless Augmented Reality yang penggunaannya
tidak memerlukan lagi marker, melainkan dengan berbagai macam teknik
seperti face tracking, 3D object tracking, motion tracking, dan GPS based
tracking” (it-jurnal.com, diakses pada 22 Januari 2017). Aplikasi
Augmented Reality (AR) dapat dipasang pada smartphone, tablet, laptop,
maupun perangkat lainnya.

9
Pocket Book atau Buku saku adalah buku dengan ukuran yang lebih
kecil sehingga muat disimpan di dalam saku. Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) mendefinisikan buku saku adalah “buku berukuran kecil
yang dapat dimasukkan ke dalam saku dan mudah di bawa kemana-mana”.
Buku saku hampir sama dengan booklet, hanya saja booklet
berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan buku saku. BPTP Jambi
mendefinisikan bahwa “booklet adalah buku berukuran kecil (setengah
kuarto) dan tipis, tidak lebih dari 30 halaman bolak balik. Struktur isinya
seperti buku (terdapat pendahuluan, isi, dan penutup) hanya saja cara
penyajian isinya jauh lebih singkat daripada sebuah buku.”
(jambi.litbang.pertanian.go.id, diakses pada 22 Januari 2017).
Augmented Reality Pocket Book merupakan penggabungan antara
buku saku dengan teknologi Augmented Reality. Marker disisipkan ke
dalam buku saku dan dilengkapi dengan ringkasan materi yang susunan
bahasanya dapat dimengerti siswa secara lebih mudah. Desain buku saku
dibuat menarik agar menambah motivasi siswa untuk menggunakannya
dimana saja dan kapan saja.
E. Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu “menggunakan
data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang
ingin kita ketahui.” (Darmawan, 2013, hlm. 37). Sedangkan model penelitian
yang digunakan adalah research and development (R&D) atau penelitian dan Commented [Office2]: SEBAIKNYA TIDAK
MENGGUNAKAN R & D TAPI GUNAKAN DESAIN
pengembangan, yaitu “suatu penelitian untuk mengatasi kesenjangan antara AND DEVELOPMENT

penelitian dasar dan penelitian terapan.” (Arifin, 2014, hlm. 126). Putra (2011,
hlm. 67) mendefinisikan bahwa R&D adalah “penelitian yang secara sengaja,
sistematis, bertujuan/diarahkan untuk mencaritemukan, merumuskan,
memperbaiki, mengembangkan, menghasilkan, menguji kefektifan produk,
model, metode/strategi/cara, jasa, prosedur tertentu yang lebih unggul, baru,
efektif, efisien, produktif, dan bermakna.”. Arifin (2014, hlm. 126)
memaparkan bahwa dalam pelaksanaannya penelitian dan pengembangan
menggunakan tiga metode yaitu “metode deskriptif, evaluatif, dan
eksperimental.”.

10
F. Populasi dan Sampel
Arifin (2014, hlm. 215) mendefinisikan bahwa “populasi atau universe
adalah keseluruhan objek yang diteliti, baik berupa orang, benda, kejadian,
nilai maupun hal-hal yang terjadi” sedangkan “sampel adalah sebagian dari
populasi yang akan diselidiki atau juga dapat dikatakan bahwa sampel adalah
populasi dalam bentuk mini (miniatur population).”.
Penelitian ini menggambil seluruh siswa SMA kelas X di SMA Negeri 4
Bandung sebagai populasi. Sampel ditentukan dengan teknik cluster sampling
(sampel berkas) yaitu “sampel yang terbentuk dari beberapa strata yang dipilih
secara random, kemudian sebagian besar dari anggota strata yang terpilih itu
dijadikan sampel” (Arifin, 2014, hlm. 224).
Sampel yang didapat adalah sebanyak tiga kelas dengan rata-rata total
siswa pada tiap kelas sebanyak 34 orang. Sampel tersebut diambil dari populasi
siswa kelas X di SMA Negeri 4 Bandung yang berjumlah sebanyak 301 siswa.
G. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua jenis instrument yaitu instrumen
pedoman wawancara dan instrumen angket.
1. Pedoman wawancara
Arifin (2014, hlm. 233) mendefinisikan wawancara sebagai “teknik
pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan dan tanya-jawab,
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan responden untuk
mencapai tujuan tertentu.” Wawancara dilakukan dalam penelitian awal
untuk mengumpulkan data tentang kondisi yang ada.
Wawancara dilakukan secara langsung dengan narasumber, yaitu guru
mata pelajaran kimia kelas X, dengan pedoman wawancara yang memuat
bentuk pertanyaan campuran yakni berstruktur dan juga bebas.
2. Angket
Menurut Arifin (2014, hlm. 228) “angket adalah instrumen penelitian
yang berisi serangkaian pertanyaan atau pernyataan untuk menjaring data
atau informasi yang harus dijawab responden secara bebas sesuai dengan
pendapatnya.”. Angket bertujuan sebagai penghimpun data untuk
mengevaluasi media Augmented Reality Pocket Book (ARPOOK) yang

11
dikembangkan melalui expert judgement (dari ahli materi dan ahli media),
juga untuk mengetahui tanggapan dari pengguna (siswa dan guru) setelah
menggunakan media tersebut. Jenis angket yang digunakan dalam
penelitian ini adalah angket terstruktur, yaitu angket yang menyediakan
beberapa kemungkinan jawaban.
H. Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan melalui angket selanjutnya diolah dengan
melakukan analisis data. Sebelum angket diberikan kepada responden, terlebih
dahulu divalidasi melalui expert judgement untuk diuji keshahihannya.
Validasi yang digunakan untuk angket penelitian ini adalah validasi konstruk.
Validasi konstruk menurut Arifin (2014, hlm. 247) berkenaan dengan
“pertanyaan hinggamana suatu tes betul-betul dapat mengobservasi dan
mengukur fungsi psikologi yang merupakan deskripsi perilaku peserta didik
yang akan diukur oleh tes tersebut”.
Instrument angket yang sudah tervalidasi diberikan kepada responden.
Data yang didapat dari responden inilah yang kemudian dianalisis dengan
teknik analisis varians (anava). Arikunto (2013, hlm. 401) mendefinisikan
analisis varians sebagai “teknik inferensial yang digunakan untuk menguji
perbedaan rerata nilai.”. Terdapat dua macam analisis varians, yaitu meliputi
“anava kelasifikasi tunggal (anava tunggal) dan anava kelasifikasi ganda
(anava ganda)” (Arikunto, 2013, hlm. 409). Penelitian ini menggunakan teknik
analisis varians tunggal. Arikunto (2013, hlm. 413) mengemukakan bahwa
“yang dimaksud dengan analisis varians satu jalan adalah analisis varians yang
digunakan untuk mengolah data yang hanya mengenal satu variabel
pembanding.”. Pengujian hipotesis dilakukan terhadap varian, yaitu varian
antara kelompok dengan varian dalam kelompok:
2
𝑆𝐴
F= 2
𝑆𝐷

Keterangan:
SA2 = varian antar kelompok
SD2 = varian dalam kelompok
Berikut adalah rumus dari tabel sumber varian:
dkT = n – 1

12
dkA = k – 1
dkD = dkT - dkA
(∑𝑥)2
JKT = ∑𝑥 2 -
𝑛
(∑𝑥1 )2 (∑𝑥2 )2 (∑𝑥3 )2 (∑𝑥)2
JK A = + + -
𝑛1 𝑛2 𝑛3 𝑛

JKD = JKT - JKA


Tabel 1. Sumber Varian
Sumber Varian dk JK RJK F
Antar kelompok
Dalam kelompok
Total
Keterangan:
dkT = derajat kebebasan total
dkA = derajat kebebasan antara kelompok
dkD = derajat kebebasan dalam kelompok
JKD = jumlah kuadrat dalam kelompok
JKT = jumlah kuadrat total
JKA = jumlah kuadrat antara kelompok
I. Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan model penelitian dan pengembangan atau
yang populer dengan istilah Research and Development (R&D). Borg dan Gall
dalam Arifin (2014, hlm. 127) mengemukakan ‘research and development is a
powerfull strategy for improving practice. It is a process used to develop and
validate educational products.’. Prosedur R&D yang dikembangkan oleh Borg
and Gall terdiri dari sepuluh langkah, yaitu diantaranya:
1. Research and Informating Collecting
2. Planning
3. Develop Preliminary Form of Product
4. Preliminary Field Testing
5. Main Product Revision
6. Main Filed Testing
7. Operational Product Revision
8. Operational Field Testing
9. Final Product Revision
10. Dissemination and Implementation

13
Research and Develop
Preliminary
information Planning preliminary
field testing
collecting form of product

Operational
Main product Main field Operational
product
revision testing field testing
revision

Dissemination
Final product
and
revision
implementation

Gambar 1. Tahapan prosedur R&D menurut Borg dan Gall (1989).

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I. & Darmawan, D. (2013). Teknologi Pendidikan. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya.

Aprinata & Suyanta. (2013). Analisis Kesulitan Belajar Peserta Didik dalam
Memahami Materi Kimia Kelas XI Semester 1. Jurnal Pendidikan Kimia –
S1. 4(2).

Ardiansah, dkk. (2014). Miskonsepsi guru sma negeri pada materi ikatan kimia
menggunakan certainty of response index (CRI). Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran. 3(9).

Arifin, Z. (2014). Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, cetakan


ketiga. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S. (2013). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Darmawan, D. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Dian, A. (2016). Manfaat Mempelajari Ilmu Kimia. Diakses dari:


http://manfaat.co.id/manfaat-mempelajari-ilmu-kimia. Diakses pada 22
Januari 2017.

Dunne, R. & Wragg, T. (1996). Pembelajaran Efektif (Terjemahan). Jakarta: PT.


Grasindo.

Efendi, I. (t.t.). Pengertian Augmented Reality (AR). Diakses dari: https://www.it-


jurnal.com/pengertian-augmented-realityar/. Diakses pada 22 Januari 2017.

Kamelia, L. (2015). Pengembangan Teknologi Augmented Reality sebagai Media


Pembelajaran Interaktif pada Mata Kuliah Kimia Dasar. Jurnal ISTEK. 9(1),
hlm. 238-253.

Maulana, R. (2016). Game Android dan IOS Terbaik 2016 Versi Tech In Asia
Games. Diakses dari: https://id.techinasia.com/game-android-terbaik-2016.
Diakses pada 22 Januari 2017.

Millward, S. (2014). Indonesia Diproyeksi Lampau 100 Juta Pengguna


Smartphone di 2018, Keempat di Dunia. Diakses dari:
https://id.techinasia.com/jumlah-pengguna-smartphone-di-indonesia-2018.
Diakses pada 22 Januari 2017.

Miarso, Y. (2011). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Puspitarini, M. (2014, 14 Maret). Peminatan Sejak Kelas X Bikin Sekolah Bingung.


Diakses dari:

15
http://news.okezone.com/read/2014/03/14/560/955348/peminatan-sejak-
kelas-x-bikin-sekolah-bingung. Diakses pada 22 Januari 2017.

Putra, N. (2011). Research and Development. Penelitian dan Pengembangan:


Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Supriadie, D. & Darmawan, D. Komunikasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Suryadi, Dede, dkk. (2017). Octagon Studio, Spesialis Virtual Reality dan
Augmented Reality dari Bandung. Diakses dari: http://swa.co.id/youngster-
inc/youngsterinc-startup/octagon-studio-spesialis-virtual-reality-dan-
augmented-reality-dari-bandung. Diakses pada 22 Januari 2017.

Susetyo, B. (2010). Statistika untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: PT. Refika
Aditama.

Zulham, F. & Budihartanti, C.. (2016). Penerapan Teknologi Augmented Reality


pada Media Pembelajaran Sistem Pencernaan Berbasis Android. Jurnal
Teknik Komputer AMIK BSI, 2(1), hlm. 122-131.

http://jambi.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/publikasi/media-cetak/booklet-
a-buku-saku. Booklet & Buku Saku. Diakses pada 22 Januari 2017.

http://tinyurl.com/staff-uny-ac-id-media-sumber. Klasifikasi Media Pembelajaran.


Diakses pada 22 Januari 2017.

https://id.wikipedia.org/wiki/Ikatan_kimia. Ikatan Kimia. Diakses pada 22 Januari


2017.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kimia. Kimia. Diakses pada 22 Januari 2017.

CATATAN UMUM :

1) LANGSUNG BUAT BAB1


2) TAMBAH RUMUSAN UMUM
3) PERBAIKI METODE RISET Commented [Office3]: PERHATIKAN

16

Anda mungkin juga menyukai