Anda di halaman 1dari 13

HAID

Haidh atau haid (dalam ejaan bahasa Indonesia) adalah darah yang keluar dari
rahim seorang wanita pada waktu-waktu tertentu yang bukan karena
disebabkan oleh suatu penyakit atau karena adanya proses persalinan, dimana
keluarnya darah itu merupakan sunnatullah yang telah ditetapkan oleh Allah
kepada seorang wanita. Sifat darah ini berwarna merah kehitaman yang
kental, keluar dalam jangka waktu tertentu, bersifat panas, dan memiliki bau
yang khas atau tidak sedap.
Haid adalah sesuatu yang normal terjadi pada seorang wanita, dan pada setiap
wanita kebiasaannya pun berbeda-beda. Ada yang ketika keluar haid ini
disertai dengan rasa sakit pada bagian pinggul, namun ada yang tidak
merasakan sakit. Ada yang lama haidnya 3 hari, ada pula yang lebih dari 10
hari. Ada yang ketika keluar didahului dengan lendir kuning kecoklatan, ada
pula yang langsung berupa darah merah yang kental. Dan pada setiap kondisi
inilah yang harus dikenali oleh setiap wanita, karena dengan mengenali masa
dan karakteristik darah haid inilah akar dimana seorang wanita dapat
membedakannya dengan darah-darah lain yang keluar kemudian.
 Allah Ta’ala berfirman:
 ْ َ‫ى ي‬
‫ط َُه ْرنََ فَإ َذا‬ َ ‫ساء فَي ْال َمحيضَ َو‬
ََ ‫لَ تَ ْق َربُو ُهنَ َحت‬ َْ ُ‫عنَ ْال َمحيضَ ق‬
َ ِّ‫ل ُه ََو أَذًى فَا ْعتَزلُوَاْ الن‬ ََ ‫َويَ ْسأَلُون‬
َ ‫َك‬
َِّ ‫ْث أَ َم َر ُك َُم‬
ُ‫للا‬ َُ ‫ن َحي‬ َْ ‫طه ْرنََ فَأْتُو ُهنَ م‬َ َ‫ت‬
 “Mereka bertanya kepadamu tentang (darah) haid. Katakanlah, “Dia itu
adalah suatu kotoran (najis)”. Oleh sebab itu hendaklah kalian
menjauhkan diri dari wanita di tempat haidnya (kemaluan). Dan
janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci (dari haid).
Apabila mereka telah bersuci (mandi bersih), maka campurilah mereka
itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian.” (QS. Al-
Baqarah: 222)
 Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
 َ‫ضاءَ الص ََلة‬ ََ ‫ضاءَ الص ْومَ َو‬
َ َ‫ل نُؤْ َم َُر بَق‬ ََ ‫َكانََ يُصيبُنَا َذل‬
َ َ‫ك فَنُؤْ َم َُر بق‬
 “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk
mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha
shalat.” (HR. Al-Bukhari No. 321 dan Muslim No. 335)
 Batasan Haid :
 Menurut Ulama Syafi’iyyah batas minimal masa haid adalah sehari semalam, dan batas
maksimalnya adalah 15 hari. Jika lebih dari 15 hari maka darah itu darah Istihadhah dan
wajib bagi wanita tersebut untuk mandi dan shalat.
 Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa mengatakan bahwa tidak ada
batasan yang pasti mengenai minimal dan maksimal masa haid itu. Dan pendapat inilah
yang paling kuat dan paling masuk akal, dan disepakati oleh sebagian besar ulama,
termasuk juga Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah juga mengambil pendapat ini. Dalil
tidak adanya batasan minimal dan maksimal masa haid :
 Firman Allah Ta’ala.
 ْ َ‫ل َت َ ْق َربُو ُهنَ َحتىَ ي‬
ََ‫ط ُه ْرن‬ ََ ‫سا ََء في ْال َمحيضَ َۖ َو‬ َْ ُ‫عنَ ْال َمحيضَ َۖ ق‬
َ ِّ‫ل ُه ََو أَذًى فَا ْعت َزلُوا الن‬ ََ ‫َويَسْأَلُون‬
َ ‫َك‬
 “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah : “Haid itu adalah suatu
kotoran”. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid,
dan janganlah kamu mendekatkan mereka, sebelum mereka suci…” [QS. Al-Baqarah :
222]
 Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memberikan petunjuk tentang masa haid itu
berakhir setelah suci, yakni setelah kering dan terhentinya darah tersebut. Bukan
tergantung pada jumlah hari tertentu. Sehingga yang dijadikan dasar hukum atau
patokannya adalah keberadaan darah haid itu sendiri. Jika ada darah dan sifatnya dalah
darah haid, maka berlaku hukum haid. Namun jika tidak dijumpai darah, atau sifatnya
bukanlah darah haid, maka tidak berlaku hukum haid padanya
 Berhentinya haid :
 Indikator selesainya masa haid adalah dengan adanya
gumpalan atau lendir putih (seperti keputihan) yang keluar
dari jalan rahim. Namun, bila tidak menjumpai adanya
lendir putih ini, maka bisa dengan mengeceknya
menggunakan kapas putih yang dimasukkan ke dalam
vagina. Jika kapas itu tidak terdapat bercak sedikit pun, dan
benar-benar bersih, maka wajib mandi dan shalat.
 Sebagaimana disebutkan bahwa dahulu para wanita
mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan menunjukkan
kapas yang terdapat cairan kuning, dan kemudian Aisyah
mengatakan :
 َ ‫لَ ت َ ْع َج ْلنََ َحتى ت َ َريْنََ القَص َةَ البَ ْي‬
‫ضا ََء‬ َ
 “Janganlah kalian terburu-buru sampai kalian melihat gumpalan
putih.” (Atsar ini terdapat dalam Shahih Bukhari).
 NIFAS
 Nifas adalah darah yang keluar dari rahim wanita setelah
seorang wanita melahirkan. Darah ini tentu saja paling
mudah untuk dikenali, karena penyebabnya sudah pasti,
yaitu karena adanya proses persalinan. Syaikh Ibnu
Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa darah nifas itu
adalah darah yang keluar karena persalinan, baik itu
bersamaan dengan proses persalinan ataupun sebelum dan
sesudah persalinan tersebut yang umumnya disertai rasa
sakit. Pendapat ini senada dengan pendapat Imam Ibnu
Taimiyah yang mengemukakan bahwa darah yang keluar
dengan rasa sakit dan disertai oleh proses persalinan adalah
darah nifas, sedangkan bila tidak ada proses persalinan,
maka itu bukan nifas.
 Batasan nifas :
 Tidak ada batas minimal masa nifas, jika kurang dari 40 hari darah tersebut berhenti
maka seorang wanita wajib mandi dan bersuci, kemudian shalat dan dihalalkan atasnya
apa-apa yang dihalalkan bagi wanita yang suci. Adapun batasan maksimalnya, para
ulama berbeda pendapat tentangnya.
 Ulama Syafi’iyyah mayoritas berpendapat bahwa umumnya masa nifas adalah 40 hari
sesuai dengan kebiasaan wanita pada umumnya, namun batas maksimalnya adalah 60
hari.
 Mayoritas Sahabat seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Aisyah,
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhum dan para Ulama seperti Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam Ahmad, At-Tirmizi, Ibnu Taimiyah rahimahumullah bersepakat bahwa batas
maksimal keluarnya darah nifas adalah 40 hari, berdasarkan hadits Ummu Salamah dia
berkata, “Para wanita yang nifas di zaman Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-, mereka
duduk (tidak shalat) setelah nifas mereka selama 40 hari atau 40 malam.” (HR. Abu Daud no.
307, At-Tirmizi no. 139 dan Ibnu Majah no. 648). Hadits ini diperselisihkan derajat
kehasanannya. Namun, Syaikh Albani rahimahullah menilai hadits ini Hasan Shahih.
Wallahu a’lam.
 Ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa tidak ada batasan maksimal masa nifas,
bahkan jika lebih dari 50 atau 60 hari pun masih dihukumi nifas.
 Wanita yang nifas juga tidak boleh melakukan hal-hal yang dilakukan oleh wanita haid,
yaitu tidak boleh shalat, puasa, thawaf, menyentuh mushaf, dan berhubungan intim
dengan suaminya pada kemaluannya
 ISTIHADHAH
 Istihadhah adalah darah yang keluar di luar kebiasaan, yaitu tidak pada masa haid dan
bukan pula karena melahirkan, dan umumnya darah ini keluar ketika sakit, sehingga
sering disebut sebagai darah penyakit. Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah
Muslim mengatakan bahwa istihadhah adalah darah yang mengalir dari kemaluan
wanita yang bukan pada waktunya dan keluarnya dari urat.
 Sifat darah istihadhah ini umumnya berwarna merah segar seperti darah pada
umumnya, encer, dan tidak berbau. Darah ini tidak diketahui batasannya, dan ia hanya
akan berhenti setelah keadaan normal atau darahnya mengering.
 Wanita yang mengalami istihadhah ini dihukumi sama seperti wanita suci, sehingga ia
tetap harus shalat, puasa, dan boleh berhubungan intim dengan suami.
 Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha :
 ‫ع الصَلََة َ؟‬ ْ َ ‫َلَ ا‬
َُ ‫ اَفَا َ َد‬،‫ط ُه َُر‬ َ َ‫اض ف‬َُ ‫ل للاَ انِّى ْام َراَةَ ا ُ ْست َ َح‬ َْ َ‫سل ََم َوقَل‬
ُ ‫ت يا َ َر‬
َُ ‫س ْو‬ َ ‫علَيْهَ َو‬
َ ُ‫للا‬
َ ‫صل ى‬ َ َ‫ت فاَط َم َةُ ب ْنتَُ اَبى ُح َبيْشَ الَى النبي‬ ََ ‫َجا َء‬
‫سل ََم‬
َ ‫عليْهَ َو‬َ َ ُ‫للا‬
َ ‫صل ى‬ َ َ‫ل للا‬ ُ ‫ل يا َ َر‬
َُ ‫س ْو‬ ََ ‫فَقَا‬: ‫َب قَد ُْر ََها‬ ْ
ََ ‫ فَا َذا َذه‬،َ ‫ض َة فَات ُركى الصَلََة‬ ُ َ ‫ح ْي‬ ْ َ ْ
ََ ‫ضةَ فَا َذااَقبَلتَ ال‬ ْ
َ ‫ْس بال َح ْي‬ َ ََ ‫ ان َما َذل‬،َ‫ل‬
ََ ‫ك ع ْرقَ َولي‬ َ
‫صل ى‬ ِّ َ ‫عنكَ الد ََم َو‬ ْ َ ‫فاغسلى‬ ْ َ
 Fatimah binti Abi Hubaisy telah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata:
“Ya Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang wania yang mengalami istihadhah, sehingga
aku tidak bisa suci. Haruskah aku meninggalkan shalat?” Maka jawab Rasulullah SAW: “Tidak,
sesungguhnya itu (berasal dari) sebuah otot, dan bukan haid. Jadi, apabila haid itu datang, maka
tinggalkanlah shalat. Lalu apabila ukuran waktunya telah habis, maka cucilah
darah dari tubuhmu lalu shalatlah.”
Menyentuh mushaf Al Quran dan Membawanya
 Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran Al-Kariem tentang menyentuh Al-Quran:
 ‫ل يمسه إل المطهرون‬
 Dan tidak menyentuhnya kecuali orang yang suci
 Jumhur Ulama sepakat bahwa orang yang berhadats besar termasuk juga orang yang haidh
dilarang menyentuh mushaf Al-Quran
Berhubungan Pribadi dengan Suami
 Wanita yang sedang mendapat haid haram melakukan kegiatan pribadi suami dan istri
dengan suaminya. Keharamannya ditetapkan oleh Al-Quran Al-Kariem berikut ini:
 َِّ ‫ْث أ َ ََم َر ُك َُم‬
َِّ َ‫للاُ إن‬
َ‫للا‬ َْ ‫طه ْرنََ فَأْتُو ُهنَ م‬
َُ ‫ن َحي‬ ْ َ‫ى ي‬
َ َ ‫ط ُه ْرنََ فَإ َذا ت‬ ََ ‫لَ ت َ ْق َربُو َُهنَ َحت‬ َ ‫ساء في ْال َمح‬
َ ‫يض َو‬ َْ ُ‫عنَ ْال َمحيضَ ق‬
َ ِّ‫ل ُه ََو أَذًى فَا ْعت َزلُوَاْ الن‬ َ ََ‫َويَسْأَلُونَك‬
َ َ ‫يُحبَ التوابينََ َويُحبَ ْال ُمت‬
ََ‫ط ِّهرين‬
 Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: `Haidh itu adalah suatu kotoran`.
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
 Keharaman meny*tub*hi wanita yang sedang haid ini tetap belangsung sampai wanita
tersebut selesai dari haid dan selesai mandinya. Tidak cukup hanya selesai haid saja tetapi juga
mandinya. Sebab di dalam al-Baqarah ayat 222 itu Allah menyebutkan bahwa wanita haid itu
haram disetubuhi sampai mereka menjadi suci dan menjadi suci itu bukan sekedar
berhentinya darah namun harus dengan mandi janabah, itu adalah pendapat al-Malikiyah dan
as Syafi`iyah serta al-Hanafiyah.
Melafazkan Ayat-ayat Al-Quran
 Kecuali dalam hati atau doa/zikir yang lafznya diambil dari ayat Al-Quran secara tidak
langsung.
 `Rasulullah SAW tidak terhalang dari membaca Al-Quran kecuali dalam keadaan junub`.
 Namun ada pula pendapat yang membolehkan wanita haidh membaca Al-Quran dengan
catatan tidak menyentuh mushaf dan takut lupa akan hafalannya bila masa haidhnya terlalu
lama. Juga dalam membacanya tidak terlalu banyak.
 Pendapat ini adalah pendapat Malik. Demikian disebutkan dalam Bidayatul Mujtahid jilid 1
hal 133.
Masuk masjid.
 Dalam masalah ini ada perselisihan pendapat di kalangan ahli ilmu, ada yang membolehkan
dan ada yang tidak membolehkan.
 Asy-Syaikh Mushthafa al-‘Adawi membawakan dalil dari kedua belah pihak dan kemudian ia
merajihkan/menguatkan pendapat yang membolehkan wanita haid masuk ke masjid. Berikut
ini dalil-dalilnya:
Dalil yang membolehkan:
 a. Al-bara’ah al-ashliyyah, maknanya tidak ada larangan untuk masuk ke masjid.
 b. Bermukimnya wanita hitam yang biasa membersihkan masjid, di dalam masjid, pada masa
Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam-. Tidak ada keterangan bahwasannya Nabi –shallallaahu ‘alahi
wa sallam- memerintahkan dia untuk meninggalkan masjid ketika masa haidnya, dan
haditsnya terdapat dalam Shahih al-Bukhari.
 c. Sabda Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam- kepada ‘Aisyah -radhiallahu ‘anha- yang tertimpa
haid sewaktu melaksanakan ibadah haji bersama beliau –shallallaahu ‘alahi wa sallam- yang
artinya,
 “Lakukanlah apa yang diperbuat oleh seorang yang berhaji kecuali thawaf di Ka’bah.”[12]
 Dalam hadits di atas Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam- tidak melarang ‘Aisyah untuk masuk
ke masjid, sebagaimana jama’ah haji boleh masuk ke masjid.
Dalil yang melarang:
 a. Firman Allah –subhaanahu wa ta’ala-, yang artinya:
 “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendekati shalat sedangkan kalian dalam keadaan
mabuk hingga kalian mengetahui apa yang kalian ucapkan dan jangan pula orang yang junub kecuali
sekedar lewat sampai kalian mandi.” (Qs. an-Nisa’: 43)
 Mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata ‘shalat’ dalam ayat di atas adalah
tempat-tempat shalat, berdalil dengan firman Allah –subhaanahu wa ta’ala-:
 “…niscaya akan runtuh tempat-tempat ibadah ruhban Nasrani, tempat ibadah orang umum dari
Nasrani, shalawat, dan masjid-masjid.” (Qs. Al-Hajj: 40).
 Mereka berkata, “Akan runtuh shalawat maknanya akan runtuh tempat-tempat shalat.”

Shalat dan Puasa.


 Dari Mu’adzah ia bertanya kepada ‘Aisyah, “Mengapa perempuan yang haid hanya
mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?” Maka ‘Aisyah menjawab, “Yang demikian
itu terjadi pada kami (ketika) bersama Rasulullah –shallallaahu ‘alahi wa sallam-, yaitu agar kami
mengganti puasa dan tidak diperintahkan mengqadha’ shalat.”[22]
 Imam an-Nawawi berkata, “Umat muslim bersepakat bahwa wanita yang haid dan nifas tidak
wajib mengerjakan shalat.”[23]
Thawaf
 Sebagaimana penuturan ‘Aisyah -radhiallahu ‘anha-, “Aku datang ke Makkah dalam keadaan
haid. Dan aku belum sempat thawaf di Ka’bah dan sa’i antara Shafa dan Marwah. Maka aku
adukan hal itu kepada Rasulullah –shallallaahu ‘alahi wa sallam-, beliau bersabda,“Perbuatlah
sebagaimana yang dilakukan seorang yang berhaji, kecuali thawaf di sekeliling Ka’bah sampai engkau
suci (dari haid).”[28]
 Membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf,
boleh dengan menggunakan media elektronik
seperti ponsel, tablet, komputer, atau Al-Qur’an
digital lainnya. Jika tidak punya perangkat
elektronik, boleh membaca Al-Qur’an dengan
menggunakan pembatas (seperti sarung tangan,
misalnya) saat menyentuh mushafnya.
 Memperbanyak shadaqah dan infak
 Memperbanyak dzikir dan do’a
 Memperbanyak membaca buku-buku
pengetahuan Islam dan mengikuti kajian Islami
 Berbakti kepada kedua orangtua dan suami

 HUKUM MINUM OBAT PENCEGAH HAID AGAR DAPAT BERPUASA
 Pertama, para ulama berpendapat tentang bolehnya meminum obat pencegah haid dengan syarat obat-obatan ini tidak
membahayakan pemakainya. Baik itu bahaya dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pendapat ini dikeluarkan oleh
beberapa ulama seperti Syaikh Abdullah bin Humaid rahimahullah dan Syaikh Ibnu Baz rahimahullah.
 Syaikh Ibnu Baz berkata :
 .‫ل حرج أن تأخذ المرأة حبوب منع الحيض تمنع الدورة الشهرية أيام رمضان حتى تصوم مع الناس‬. ‫وإن وجد غير الحبوب شئ يمنع الدورة فَل بأس إذا لم يكن فيه محذور شرعَا ً ومضرة‬
 “Tidak masalah bagi wanita untuk menggunakan obat pencegah haid, menghalangi datang bulan selama bulan Ramadhan, sehingga dia bisa
berpuasa bersama kaum muslimin lainnya. Dan jika ada cara lain selain mengkonsumsi obat untuk menghalangi terjadinya haid, hukumnya
boleh, selama tidak ada hal yang dilarang syariat dan tidak berbahaya.”
 Selain itu, hendaknya seorang wanita muslimah meminta ijin atau minimal mendiskusikan hal ini terlebih dahulu dengan suami
atau walinya. Karena bagaimanapun, seorang wanita adalah tanggungan walinya. Bila terjadi apa-apa pada wanita tersebut,
walinya juga akan dimintai pertanggungjawaban.
 Kedua, para ulama berpendapat tentang tidak disarankannya bagi seorang wanita untuk meminum obat-obat pencegah haid.
Obat-obatan, bagaimanapun terbuat dari bahan-bahan kimiawi yang tentu saja memiliki efek samping bagi tubuh. Banyak pula
dokter yang tidak menyarankan konsumsi obat-obatan ini karena dapat mengganggu stabilitas hormon, membahayakan rahim,
dan efek samping lainnya yang dapat membahayakan tubuh. Selain itu, haid atau menstruasi adalah kodrat seorang wanita.
Maka ketika seorang wanita ingin mencegah terjadinya haid, ditakutkan hal tersebut termasuk dalam mengingkari kodrat atau
fitrahnya. Ada banyak hikmah di balik haidnya seorang wanita.
 Pendapat ini dikemukakan oleh beberapa ulama, seperti syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah. Beliau mengemukakan beberapa
dalil, yaitu :
 ‫ فقال ما يبكيك فأخبرته أنها‬، ‫وقد دخل النبي صلى للا عليه وسلم على عائشة وهي معه في حجة الوداع وقد أحرمت بالعمرة فأتاها الحيض قبل أن تصل إلى مكة فدخل عليها وهي تبكي‬
‫حاضت فقال لها إن هذا شيءَ قد كتبه للا على بنات آدم‬
 “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui Aisyah (di kemahnya) ketika Aisyah membersamai Rasulullah pada Haji
Wada’. Ketika itu, Aisyah telah melakukan ihram untuk umrah, namun tiba-tiba datang haid sebelum sampai ke Mekkah. Maka
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui Aisyah, sementara Aisyah sedang menangis. Maka Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertanya, “Apa yang menyebabkan kamu menangis?” Aisyah menjawab bahwa dia sedang haid. Nabi bersabda, “Ini adalah
keadaan yang telah Allah tetapkan untuk para putri Adam,”.
 Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
 ََ ‫لَ ض َر‬
‫ار‬ َ َ‫ل‬
َ ‫ض َر ََر َو‬ َ
 “Tidak boleh melakukan yang berbahaya (kepada diri sendiri) dan tidak boleh menimbulkan bahaya (kepada orang lain),”. (HR.
Ibnu Majah – hadits ini saling memiliki beberapa jalan yang saling menguatkan menurut Imam Nawawi rahimahullah).
 Kedua, para ulama berpendapat tentang tidak disarankannya bagi seorang wanita untuk
meminum obat-obat pencegah haid. Obat-obatan, bagaimanapun terbuat dari bahan-bahan
kimiawi yang tentu saja memiliki efek samping bagi tubuh. Banyak pula dokter yang tidak
menyarankan konsumsi obat-obatan ini karena dapat mengganggu stabilitas hormon,
membahayakan rahim, dan efek samping lainnya yang dapat membahayakan tubuh. Selain
itu, haid atau menstruasi adalah kodrat seorang wanita. Maka ketika seorang wanita ingin
mencegah terjadinya haid, ditakutkan hal tersebut termasuk dalam mengingkari kodrat atau
fitrahnya. Ada banyak hikmah di balik haidnya seorang wanita.
 Pendapat ini dikemukakan oleh beberapa ulama, seperti syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah.
Beliau mengemukakan beberapa dalil, yaitu :
 ‫وقد دخل النبي صلى للا عليه وسلم على عائشة وهي معه في حجة الوداع وقد أحرمت بالعمرة فأتاها الحيض قبل أن تصل إلى مكة فدخل‬
‫ فقال ما يبكيك فأخبرته أنها حاضت فقال لها إن هذا شيءَ قد كتبه للا على بنات آدم‬، ‫عليها وهي تبكي‬
 “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui Aisyah (di kemahnya) ketika Aisyah
membersamai Rasulullah pada Haji Wada’. Ketika itu, Aisyah telah melakukan ihram untuk
umrah, namun tiba-tiba datang haid sebelum sampai ke Mekkah. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menemui Aisyah, sementara Aisyah sedang menangis. Maka Beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam bertanya, “Apa yang menyebabkan kamu menangis?” Aisyah menjawab bahwa dia
sedang haid. Nabi bersabda, “Ini adalah keadaan yang telah Allah tetapkan untuk para putri
Adam,”.
 Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
 ََ ‫لَ ض َر‬
‫ار‬ َ َ‫ل‬
َ ‫ض َر ََر َو‬ َ
 “Tidak boleh melakukan yang berbahaya (kepada diri sendiri) dan tidak boleh menimbulkan
bahaya (kepada orang lain),”. (HR. Ibnu Majah – hadits ini saling memiliki beberapa jalan yang
saling menguatkan menurut Imam Nawawi rahimahullah).

Anda mungkin juga menyukai