Anda di halaman 1dari 12

Masa Iddah Wanita Hamil karena Zina dalam Kajian Hadis

Karima Nurul Huda


Institut Agama Islam Negeri Kediri
Karimanurulhuda31@gmail.com

M.Aqilul Hakim Al-Ilyasi


Institut Agama Islam Negeri Kediri
maqilulhakimalilyasi@gmail.com

Akhmad Hasan Saleh


Institut Agama Islam Negeri Kediri

Keywords : Abstract
Hadith; Iddah; This research ais to discuss the iddah period of pregnant women due to adultery in
pregnant the study of hadith. This research uses a qualitative approach by applying
descriptive methods. The result of the research and discussion show that there are
several hadiths that can be used as references in the problem of women becoming
pregnant due to adultery. To analyze the understanding of the hadith regarding
the iddag period of pregnant women due to adultery. This research uses data
analysis techniques on psychological and sociological aspects.

Kata Kunci : Abstrak


Hadis; Penelitian ini bertujuan untuk membahas masa iddah wanita hamil karena zina
Hamil ;Iddah dalam kajian hadis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
menerapkan metode deskriptif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan
bahwa ada beberapa hadis yang dapat dijadikan rujukan dalam masalah masa
iddah wanita hamil karena zina. Untuk menganalisis pemahaman hadis tentang
masa iddah wanita hamil karena zina. Penelitian ini menggunakan teknik
analisis data pada aspek psikologis dan sosiologis.

Article History : Received : Accepted :

PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang sempurna, mengatur segala aspek kehidupan manusia
dan menawarkan konsep rahmatan lil ‘alamin yakni memberi kerahmatan bagi seluruh
alam. Syariat Islam berupa perintah maupun larangan dapat diketahui pada dua sumber

1
utama ajaran Islam yakni Al-Qur’an dan hadis. Al-Qur’an sebagai sumber pedoman
utama sedangkan hadis sebagai bayan tafsir, bayan tafsil bagi Al-Qur’an.1

Dalam kacamata Islam, pernikahan merupakan syariat Allah dan sunnah


Rasulullah saw. Ia merupakan hubungan antara dua insan yang menjalin suatu status
dimulai dari sekadar mengenal nama, kemudian menuju pemahaman karakter,
memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga membangun keluarga
yang baru melalui ikatan pernikahan.2 Oleh karena itu pernikahan merupakan hal yang
suci dan dijunjung tinggi oleh agama karena ia adalah peraturan Allah untuk menjamin
keberadaan manusia di bumi.3 Suatu pernikahan dapat berakhir disebabkan karena
beberapa hal, di antaranya karena tejadinya talak yang dijatuhkan seorang suami
kepada istrinya atau karena sebab-sebab lain. Seorang wanita yang telah bercerai, baik
cerai hidup maupun cerai mati maka ia wajib menjalani masa iddah.

Iddah merupakan satu masa tunggu yang ditetapkan bagi seorang wanita ketika
ikatan pernikahannya telah hilang yakni setelah berpisah dengan suaminya atau setelah
kematian suaminya.4 Selama masa tersebut, seorang wanita tidak diperbolehkan untuk
menikah dengan laki-laki lain. Menurut Al-Jaziri, seorang ahli fikih menyatakan bahwa
iddah dalam syariah memiliki makna yang luas yakni masa tunggu seorang wanita yang
tidak hanya dihitung berdasarkan masa haid atau sucinya, akan tetapi terkadang juga
dinisbatkan pada bilangan, bulan atau sampai dengan melahirkan.5

Iddah disebabkan oleh dua faktor, yakni karena ditinggal mati suami dank arena
dicerai suami. Pada hukum syariat Islam telah menetapkan bahwa lama masa iddah
berdasar pada kondisi seorang wanita ketika terjadinya perceraian. Apakah wanita
yang dicerai tersebut suaminya masih hidup, atau karena suaminya meninggal, apakah
seorang wanita dicerai itu rutinitas haidnya, atau telah berhenti, dan apakah wanita
yang dicerai tersebut dalam kondisi hamil atau tidak. 6 Bagi wanita hamil, iddahnya akan
selesai dengan sebab melahirkan, baik melalui persalinan normal atau sesar, karena
tujuan utamanya adalah keluarnya bayi.

Sebenarnya masalah iddah adalah masalah yang sudah lazim ditemui di


masyarakat, akan tetapi ia menjadi problematika ketika berhadapan dengan sesuatu
yang tidak biasa seperti seorang wanita yang hamil karena zina maka iddahnya menjadi
suatu masalah yang membutuhkan pengkajian secara akurat. Hal ini yang menjadi
ketertarikan penulis dalam mengangkat topik tentang masa iddah wanita hamil karena

1
Imam Supriyadi, ‘Kajian Hadis Missoginis Tentang Iddah’, Al-Qānūn: Jurnal Pemikiran Dan Pembaharuan
Hukum Islam, 23.2 (2020). h 198.
2
Samsul Arifin, ‘Konsep ‘Iddah Wanita Hamil Karena Zina Menurut Para Imam Madzhab Dan Kompilasi
Hukum Islam’, Progresif: Media Publlikasi Ilmiah, 7.1 (2019).
3
Henderi Kusmidi, ‘Reaktualisasi Konsep Iddah Dalam Pernikahan’, MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi
Dan Keagamaan, 4.1 (2017).
4
Moh. Nafik, ‘Problematika Iddah Wanita Hamil Di Luar Nikah’, Mahakim, 2.2 (2018).
5
Yusroh dan Haniiyatur Roosydah, Iddah Dan Ihdad Dalam Mazhab Syafi’i Dan Hanafi, 2020.
6
Fathurrahman Azhari, ‘Pandangan Para Ulama Terhadap Iddah Perempuan Hamil Di Luar Nikah’, AL-
BANJARI, 6.11 (2007). h 139.

2
zina dan bagaimana relevansinya hadis menjawab problematika yang hadir di tengah
masyarakat,

METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian: penelitian ini merupakan jenis penelitian pustaka atau library
research, yakni suatu jenis penelitian yang melakukan pengumpulan bahan
penelitian dengan cara menelusuri bahan-bahan pustaka baik berupa buku,
kitab-kitab hadis, jurnal-jurnal maupun artikel yang membahas tentang tema
yang diangkat.
b. Sifat Penelitian: penelitian ini bersifat deskriptif-analitis yakni dengan
mendeskripsikan data yang telah terkumpul untuk kemudian dianalisis. Pada
penelitian ini terlebih dahulu mendeskripsikan seputar maslah ‘iddah secara
umum. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan pokok tentang ‘iddah wanita
hamil dan hadis yang terkait. Selanjutnya yang terakhir yaitu menganalisis
ketentuan yang terdapat dalam pandangan imam mazhab berkaitan dengan
‘iddah tersebut.
c. Pengumpulan Data: data-data penelitian ini dikumpulkan dengan cara
menelusuri buku, kitab-kitab hadis, jurnal-jurnal maupun artikel yang memiliki
kesesuaian dengan tema yang diangkat.

PEMBAHASAN
HADIS TENTANG MASA IDDAH WANITA HAMIL KARENA ZINA
Ada beberapa hadis yang dapat dijadikan rujukan dalam masalah masa iddah
wanita hamil karena zina, di sini kami akan membahas hadis yang memberikan
ketentuan terkait adanya iddah dan tidak diwajibkannya iddah wanita hami karena
zina, hadis yang pertama menerangkan tentang tidak diwajibkannya iddah wanita hamil
karena zina yag diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar dan yang kedua hadis yang
diriwayatkan oleh Ruwaifi’i bin Tsabit tentang penghitungan iddah wanita hamil karena
zina.

Pertama; Hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dalam kitab sunannya,

‫َح َّد َثَنا َيْحَيى ْبُن ُمَعَّلى ْبِن َم ْنُصوٍر َح َّد َثَنا ِإْسَح ُق ْبُن ُمَح َّم ٍد اْلَف ْر ِو ُّي َح َّد َثَنا َعْبُد الَّلِه ْبُن ُعَمَر َعْن َناِفٍع َعْن اْبِن ُعَمَر َأَّن‬
‫الَّنِبَّي َص َّلى الَّلُه َعَلْيِه َو َس َّلَم َقاَل اَل ُيَح ِّر ُم اْلَح َر اُم اْلَح اَل َل‬7

“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Mu'alla bin Manshur berkata, telah
menceritakan kepada kami Ishaq bin Muhammad Al Farwi berkata, telah menceritakan

7
Abu Abdillah Muhammad Ibn Yazid Ibn Majah al-Rab’i Al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah. Kitab: Nikah. Bab:
Sesuatu yang haram tidak mengharamkan sesuatu yang halal.(Software Ensiklopedi Hadis).

3
kepada kami Abdullah bin Umar dari Nafi' dari Ibnu Umar bahwa Nabi saw bersabda,
"Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal." (H.R Ibnu Majah)

Kedua; Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi sebagai berikut:

‫َح َّد َثَنا ُعَمُر ْبُن َح ْف ٍص الَّش ْيَباِنُّي اْلَبْص ِر ُّي َح َّد َثَنا َعْبُد الَّلِه ْبُن َو ْه ٍب َح َّد َثَنا َيْحَيى ْبُن َأُّيوَب َعْن َر ِبيَعَة ْبِن ُس َلْيٍم َعْن ُبْس ِر ْبِن‬
‫ِم‬
‫ُعَبْيِد الَّلِه َعْن ُرَو ْيِف ِع ْبِن َثاِبٍت َعْن الَّنِبِّي َص َّلى الَّلُه َعَلْيِه َو َس َّلَم َقاَل َمْن َك اَن ُيْؤ ِم ُن ِبالَّلِه َو اْلَيْو اآْل ِخ ِر َفاَل َيْس ِق َم اَءُه َو َلَد‬
‫َغْيِر ِه َقاَل َأُبو ِع يَس ى َه َذ ا َح ِد يٌث َح َس ٌن َو َقْد ُر ِو َي ِم ْن َغْيِر َو ْج ٍه َعْن ُرَو ْيِف ِع ْبِن َثاِبٍت َو اْلَعَم ُل َعَلى َه َذ ا ِع ْنَد َأْه ِل اْلِعْلِم اَل‬
‫َيَر ْو َن ِللَّر ُج ِل ِإَذا اْش َتَر ى َج اِر َيًة َو ِه َي َح اِم ٌل َأْن َيَطَأَه ا َح َّتى َتَض َع َو ِفي اْلَباب َعْن َأِبي الَّد ْر َداِء َو اْبِن َعَّباٍس َو اْلِعْر َباِض ْبِن‬
‫ اِر َة َأِبي ِعيٍد‬8
‫َس َي َو َس‬
“Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh Asy Syaibani Al Bashri, telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahb, telah menceritakan kepada kami Yahya
bin Ayyub dari Rabi'ah bin Sulaim dari Busr bin 'Ubaidullah dari Ruwaifi' bin Tsabit dari
Nabi saw, bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, janganlah
memasukkan air maninya ke dalam rahim wanita (yang telah disetubuhi orang lain)."
Abu Isa berkata, "Ini merupakan hadits hasan. Telah diriwayatkan dari Ruwaifi' melalui
banyak jalur. Hadits ini diamalkan oleh para ulama. Mereka tidak membolehkan seorang
lelaki yang membeli budak wanita yang sedang hamil untuk menyetubuhinya hingga dia
melahirkan anaknya. Hadits semakna diriwayatkan dari Abu Darda`, Ibnu Abbas, Al
'Irbad bin Sariyah dan Abu Sa'id. (H.R Tirmidzi)

Jalur periwayatan dari hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah tercermin
dalam bagan sebagai berikut:

‫الَّنِبَّي‬

‫اْبِن ُعَمَر‬

‫َناِفٍع‬

‫ْبُن ُعَمَر‬

‫ِإْسَح ُق ْبُن ُمَح َّم ٍد اْلَف ْر ِو ُّي‬

‫َيْحَيى ْبُن ُمَعَّلى ْبِن َم ْنُصوٍر‬


(Bagan I Skema Sanad Riwayat Ibnu Majah)
8
Imam Al-Hafiz Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak as-Sulami At-Tirmidzi,
Sunan Al-Tirmidzi . Kitab: Nikah. Bab: Membeli hamba sahaya ternyata sedang hamil. (Software
Ensiklopedi Hadis).

4
Dengan melihat dari segi sanad dapat diketahui kualitas dan keshahihan hadis
tersebut dengan merujuk pada kitab al-Tahdzib al-Kamal fi Asma’ al-Rijal karya
Jamaluddin Abu Al-Hajjaj Yusuf al-Mazzi bahwa beberapa para rawi dalam hadis
tersebut ternilai dlaif .

Profil singkat dari masing-masing perawi hadis riwayat Ibnu Majah adalah
sebagai berikut:

1. Perawi pertama, Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khaththab nin Nufail yang memiliki
nama kuniyah Abu ‘Abdur Rahman. Beliau seorang sahabat yang hidup di kota
Madinah dan wafat pada tahun 73 Hijriyah.9
2. Perawi kedua, Nafi’, maula Ibnu Umar seorang kalangan tabi’in biasa yang hidup di
kota Madinah dan wafat pada ahun 117. Penilaian ulama tentang beliau antara lain
Yahya bin Ma’in dan an-Nasa’i menilai tsiqah.10
3. Perawi ketiga, Abdullah bin ‘Umar bin Hafsh bin ‘Ashim bin ‘Umar memiliki nama
kuniyah Abu ‘Abdurrahman dan wafat pada tahun 171 Hijriyah. Ulama memberikan
penilaian tsiqah shaduq, akan tetapi banyak pula yang menilai dla’if yakni penilaian
oleh Ibnul Madini, an-Nasa’I dan Ibnu Hajar al-Asqalani.11
4. Perawi keempat, Ishaq bin Muhammad bin Isma’il bin Abdullah, memiliki nama
kuniyah Abu Ya’qub. Tinggal di kota Madinah dan wafat paa tahun 226 Hijriyah.
Penilaian ulama’ terhadap beliau adalah an-Nasa’I menilai matruk dan ad-
Daruquthni menilai dla’if.12
5. Perawi kelima, Yahya bin Mu’allaa bin Manshur, ulama banyak menilai tsiqah dan
shaduq.13

Dalam hadis tersebut menerangkan bahwa wanita yang hamil karena zina tidak
dijatuhkan iddah apabila ia dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya karena
mencampuri dalam bentuk zina tidak mengakibatkan hubungan nasab maka tidak
haram pula menikahi wanita tersebut tanpa harus menunggu iddah. Dan apabila yang
menikahi bukanlah laki-laki yang menghamilinya maka wanita tersebut boleh dinikahi.
Hadis ini menjadi landasan hukum bagi ulama fiqih mazhab Hanafi dan Syafi’i dalam
menyatakan hukum iddah wanita karena zina.14

Sementara pada hadis yang diriwayatkan oleh Ruwaifi’i tergambarkan dalam


bagan sebagai berikut:

‫الَّنِبِّي‬
9
jamaluddin Abu Al-Hajjaj Al-Mizzi, Tahdzib Al-Kamal Fii Asmaa’ Al-Rijal (Dar Al-Fikr, 1994). Jilid 15. h
332.
10
Al-Mizzi. Jilid 29 h 298.
11
Al-Mizzi. Jilid 15. h 327.
12
Al-Mizzi. Jilid 2. h 380.
13
Al-Mizzi. Jilid 31. h 541.
14
Rizqa Febry Ayu, ‘‘Iddah Wanita Hamil Karena Zina (Analisis Menurut Hukum Islam Dan Hukum
Positif)’, in Fakultas Syari’ah Dan Hukum, UIN Ar-Raniry, 2018. h 50.

5
‫ْيِف ِع ْبِن َثاِبٍت‬
‫ُرَو‬

‫ِر ِن ُع ِد الَّلِه‬
‫ُبْس ْب َبْي‬

‫َر ِبيَعَة ْبِن ُس َلْيٍم‬

‫َيْحَيى ْبُن َأُّيوَب‬

‫َعْبُد الَّلِه ْبُن َو ْه ٍب‬

‫ُعَمُر ْبُن َح ْف ٍص الَّش ْيَباِنُّي‬


(Bagan II Skema Sanad ‫َبْص ِر ُّي‬Riwayat
‫اْل‬ Tirmidzi)

Untuk mengetahui kualitas hadis tersebut maka perlu dilakukan penelitian


terhdap sanad, karena setiap hadis mempunyai kriteria tersendiri. Berdasarkan jarh wa
ta’dil masing-masing perawi yang dikomentari oleh para kritikus hadis, maka dapat
disimpulkan bahwa hadis yang diriwayatkan Imam Tirmidzi adalah hasan dari segi
sanad dan matan.

Profil singkat dari masing-masing perawi hadis riwayat Tirmidzi adalah sebagai
berikut:

1. Perawi pertama, Ruwaifi’i, yang memiliki nama lengkap Ruwaifi’I bin tsabit bin As-
Sakan. Beliau merupakan seorang dari kalangan sahabat dan wafat pada tahun 56
Hijriyah.15
2. Perawi kedua, Busri bin Ubaidillah. Penilaian ulama terhadap beliau banyak yang
menilai tsiqah yakni penilaian oleh an-Nasa’I, Ibnu Hajar al-Asqalani dan Al- ‘Ajli.16
3. Perawi ketiga, Rabi’ah bin Sulaim yang memiliki nama kuniyah Abu Abdurrahman.
Ibnu Hibban dan Adz-Dzahabi menilai tsiqah.17
4. Perawi keempat, Yahya bin Ayyub. Beliau dinilai tsiqah akan tetapi Ahmad bin
Hambal menilai buruk hafalannya.18

15
Al-Mizzi. Jilid 9. h 254.
16
Al-Mizzi. Jilid 2. h 133.
17
Al-Mizzi. Jilid 9. h 112.
18
Al-Mizzi. Jilid 31. h 231.

6
5. Perawi kelima, Abdullah bin Wahab bin Muslim memiliki nama kuniyah abu
Muhammad, banyak ulama yang menilai tsiqah.19
6. Perawi keenam, Umar bin Hafsh bin Shubaih. Beliau dinilai shaduq oleh Ibnu Hajar
al-Asqalani.20

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi menerangkan bahwa Rasulullah


melarang para sahabat membeli budak wanita yang sedang hamil untuk
menyetubuhinya hingga dia melahirkan anaknya. Tujuan yang terdapat dalam hadis ini
adalah, agar sperma laki-laki yang sah tidak bercampur dengan suami sebelumnya. Hal
ini agar tidak terjadi percampuran nasab. Hadis ini juga menjadi penguat dasar hukum
firman Allah dalam Qur’an Surah Ath-Thalaq ayat 4, yang berbunyi:

‫ِل‬ ‫ِح َۗن ٰل‬ ‫ّٰۤل‬ ‫ِع‬ ‫ِاِن‬ ‫ِح ِم‬ ‫ِم‬ ‫ّٰۤل‬
‫َو ا ِٔـْي َيِٕى ْسَن َن اْلَم ْيِض ْن ِّنَس ۤإِىُك ْم اْر َتْبُتْم َف َّد ُتُه َّن َثٰل َثُة َاْش ُه ٍۙر َّو ا ِٔـْي َلْم َي ْض َو ُاو ُت اَاْلْح َم ا َاَج ُلُه َّن َاْن َّيَض ْع َن‬
‫َحْم َلُه َّۗن َو َمْن َّيَّتِق الّٰل َه َيْجَعْل َّله ِم ْن َاْم ِر ه ُيْسًر ا‬

Terjemahnya:
“dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuanperempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa
iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak
haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya. dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah,
niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”.
Ayat ini berlaku umum bahwa diwajibkannya iddah baik bagi wanita yang hamil
bersama suaminya sendiri atau bersama orang lain. Dengan cara melahirkan maka
dapat diketahui kebersihan dan kekosongan rahim bagi perempuan hamil. Apabila
seorang wanita tidak melaksanakan iddah maka sperma laki-laki yang akan menikahi
wanita hamil tersebut akan menyirami rahim wanita yang sedang mengandung benih
seseorang.21

ASPEK HUKUM DARI HADIS MASA IDDAH WANITA HAMIL KARENA ZINA

Islam tidak menghendaki pria muslim menikah dengan wanita hamil karena
zina, begitupun sebaliknya Islam juga tidak menginginkan wanita muslim menikah
dengan pria yang pernah berzina. Apabila seorang wanita telah melakukan zina,
kemudian wanita tersebut hamil dan ingin menikah, maka pada kasus ini terdapat
perbedaan pendapat di antara ulama tentang masa iddah wanita karena zina. Pendapat
ahli fiqih terhadap kasus ini adalah sebagai berikut:

a. Pendapat ulama mazhab Hanafi

19
Al-Mizzi. Jilid 16. h 277.
20
Al-Mizzi. Jilid 21. h 301.
21
Fathurrahman Azhari, ‘Pandangan Para Ulama Terhadap Iddah Perempuan Hamil Di Luar Nikah’, AL-
BANJARI, 6.11 (2007). h 147.

7
Ulama hanafi berpendapat bahwa boleh menikahi wanita hamil karena zina
karena tidak mewajibkan adanya iddah. Apabila yang menikahi adalah seorang laki-
laki yang bukan menghamilinya tetap diperbolehkan karena wanita hamil karena
zina bukanlah termasuk golongan wanita-wanita yang haram dinikahi. 22 Iddah
sendiri bertujuan menjaga nasab sedangkan persetubuhan dalam bentuk zina tidak
mengakibatkan hubungan nasab dengan laki-laki yang menghamili. Pendapat ini
memiliki alasan bahwa tidak ada kehormatan bagi air mani dalam hubungan zina
karena ia tidak dapat menetapkan nasab. Akan tetapi, sebagian ulama Hanafi juga
menerangkan bahwa masih ada pelarangan terkait suami dalam menggauli istrinya,
yakni diharuskan sampai istrinya dalam keadaan melahirkan.23
b. Pendapat ulama mazhab Maliki
Ulama mazhab Malikiyyah memiliki pendapat bahwa wanita yang digauli dalam
keadaan zina sama hukumnya dengan wanita yang digauli secara syubhat, maka ia
diwajibkan untuk menyucikan dirinya dengan satu kali haid dan untuk wanita hamil
di luar nikah maka masa iddahnya adalah tiga kali haid atau sama dengan dalam
masa tiga bulan. Hal ini bertujuan agar tidak ada percampuran keturunan.
c. Pendapat ulama mazhab Syafi’i

Ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa wanita yang digauli karena zina maka
ia tidak dijatuhi kewajiban melaksanakan iddah dan diperbolehkan apabila ingin
menikahi wanita hamil karena zina. Karena menggauli seorang wanita dalam
keadaan zina tidak mengakibatkan hubungan nasab maka tidak ada larangan
menikahi wanita tersebut.

d. Pendapat ulama mazhab Hambali

Menurut Imam Hambali bahwa wanita yang hamil karena zina memiliki iddah,
sementara dalam penentuannya yakni dengan satu kali haid dan sampai melahirkan.
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi percampuran nasab sang anak dalam kandungan.
Sehingga jelas yang memiliki kewajiban untuk menanggungnya serta menjaga
kehormatan keluarga.24

Dalam Kompilasi Hukum Islam, pada PP No. 9 Tahun 1975, telah diterangkan
tentang masa tunggu atau iddah yaitu pada pasal 39 yang berbunyi: “waktu tunggu
seorang janda sebagai dimaksud dalam pasal 11 ayat (2) undang-undang dijelaskan
sebagai berikut:
a. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 hari.

22
Rizqa Febry Ayu, ‘‘Iddah Wanita Hamil Karena Zina (Analisis Menurut Hukum Islam Dan Hukum
Positif)’, in Fakultas Syari’ah Dan Hukum, UIN Ar-Raniry, 2018. h 30..
23
Arifin. Konsep ‘Iddah Wanita Hamil Karena Zina Menurut Para Imam Madzhab Dan Kompilasi Hukum
Islam’, Progresif: Media Publlikasi Ilmiah, 7.1 (2019).
24
Susanti, ‘Iddah Wanita Hamil Karena Zina Menurut Imam Hanbali’, in Fakultas Syari’ah Dan Ekonomi
Islam IAIN Curup, 2019. h 87.

8
b. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih
berdatang bulan maka ditetapkan 3 kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari.
c. Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu
tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

Peraturan hukum di atas tidak diterangkan secara khusus mengenai hukum iddah
wanita hamil karena zina, sementara Secara khusus ketentuan iddah wanita hamil
karena zina apabila ingin menikah dengan laki-laki yang mnghamilinya telah
diterangkan dalam Pasal 53 ayat 1 sampai 3 25. Adapun bunyi pasal 53 Kompilasi Hukum
Islam adalah sebagai berikut:

(1) Seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya.
(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
(3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan
perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Pada Pasal 53 ayat 1 sampai 3 di atas dapat diketahui penjelasan secara jelas bahwa
apabila wanita hamil karena zina menikah dengan pria menghamilinya, maka tidak ada
keharusan untuk menjalankan iddah yakni sampai melahirkan. Seemntara terkait
wanita menikah dengan pria yang tidak menghamilinya di dalam Kompilasi Hukum
Islam tidak dijelaskan scara khusus karena keterangan yang ada hanya menyebutkan
apabila menikah dengan pria yang menghamilinya. 26 Akan tetapi, dengan melihat Pasal
53 ayat (2) tersebut membuka kesempatan bagi kebolehan wanita hamil karena zina
menikah dengan pria yang tidak menghamili.

IMPLIKASI HADIS MASA IDDAH WANITA HAMIL KARENA ZINA

a. Aspek psikologis
Kehamilan tanpa adanya ikatan pernikahan merupakan suatu bentuk kerugian
bagi seorang wanita, karena bagaimanapun syariat agama dan norma-norma adat
merupakan perkara yang terus dijunjung tinggi. Jadi, siapapun yang melanggar
aturan dan norma tersebut maka ia terjerumus dalam tindakan tercela dan dianggap
sebuah aib. Wanita yang telah hamil di luar nikah sering kali mengalami tekanan
mental yang begitu berat, pikirannya buntu, terkadang dia hanya mempunyai dua
kemungkinan yakni bunuh diri atau menggugurkan kandungan.
Perbuatan hamil di luar nikah ini banyak mendekati kepada kemudharatan,
sehingga hadis pada riwayat Ibnu Majah yang menerangkan atas ketidakwajiban
iddah bagi wanita hamil karena zina merupakan keuntungan bagi wanita karena

25
Ayu.
Umi Hasunah dan Susanto, ‘Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal
26

53’, Hukum Keluarga Islam, 1.1 (2016). h 9.

9
dapat menutup aibnya dan sesuai dengan kondisi saat ini bahwa tindakan tersebut
dikhawatirkan dapat mendekati kepada kemudharatan.27

b. Aspek sosiologis

Kita ketahui bersama bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang


pola pikirnya mudah terpengaruh oleh kasus-kasus yang beredar di tengah masyarakat.
Sehingga kehadiran hadis dalam riwayat Tirmidzi yang mengharuskan iddah wanita
hamil karena zina hingga melahirkan, maka yang akan terjadi adalah adanya keresahan
masyarakat yang mungkin akan menanyakan siapa ayah biologis dari bayi yang
dilahirkan. Dalam kehidupan sosial juga akan mengalami kesenjangan diakibatkan
hadirnya anak hasil perbuatan zina tersebut. Selain itu pertumbuhan anak akan
terganggu apabila tidak terjadi pernikahan, karena ke depan sang anak akan terus
beristeraksi dengan masyarakat dan dikhawatirkan anak tersebut akan mendapat
celaan serta hinaan oleh teman-temannya atau lingkungan sekitar.28

PENUTUP

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peniliti terkait masa iddah wanita hamil
karena zina dalam kajian hadis. Menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Iddah merupakan satu masa tunggu yang ditetapkan bagi seorang wanita ketika
ikatan pernikahannya telah hilang yakni setelah berpisah dengan suaminya atau
setelah kematian suaminya. Selama masa tersebut, seorang wanita tidak
diperbolehkan untuk menikah dengan laki-laki lain.
2. Ada beberapa hadis yang dapat dijadikan rujukan dalam masalah masa iddah
wanita hamil karena zina, di sini kami akan membahas hadis yang memberikan
ketentuan terkait adanya iddah dan tidak diwajibkannya iddah wanita hami
karena zina, hadis yang pertama menerangkan tentang tidak diwajibkannya
iddah wanita hamil karena zina yag diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar dan
yang kedua hadis yang diriwayatkan oleh Ruwaifi’i bin Tsabit tentang
penghitungan iddah wanita hamil karena zina.
3. Apabila seorang wanita telah melakukan zina, kemudian wanita tersebut hamil
dan ingin menikah, maka pada kasus ini terdapat perbedaan pendapat di antara
ulama mazhab tentang masa iddah wanita karena zina.
4. Dalam Kompilasi Hukum Islam tidak diterangkan secara khusus mengenai
hukum iddah wanita hamil karena zina, sementara secara khusus ketentuan
iddah wanita hamil karena zina apabila ingin menikah dengan laki-laki yang
mnghamilinya telah diterangkan dalam Pasal 53 ayat 1 sampai 3.
5. Pada aspek psikologis, perbuatan hamil di luar nikah ini banyak mendekati
kepada kemudharatan, sehingga hadis pada riwayat Ibnu Majah yang

27
Khairiyatin, ‘Ihdad Perspektif Hadis Dan Eksistensinya Di Era Society 4.0 (Kajian Hadis Tematik)’, El-
Nubuwwah: Jurnal Studi Hadis, 18.1 (2023). h 110.
28
Umi Hasunah dan Susanto, ‘Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal
53’, Hukum Keluarga Islam, 1.1 (2016). h 99.

10
menerangkan atas ketidakwajiban iddah bagi wanita hamil karena zina
merupakan keuntungan bagi wanita karena dapat menutup aibnya dan sesuai
dengan kondisi saat ini.
6. Pada aspek sosiologis, kehadiran hadis dalam riwayat Tirmidzi yang
mengharuskan iddah wanita hamil karena zina hingga melahirkan, maka yang
akan terjadi adalah adanya keresahan masyarakat yang mungkin akan
menanyakan siapa ayah biologis dari bayi yang dilahirkan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Mizzi, jamaluddin Abu Al-Hajjaj, Tahdzib Al-Kamal Fii Asmaa’ Al-Rijal (Dar Al-Fikr,
1994)

Al-Qazwini, Abu Abdillah Muhammad Ibn Yazid Ibn Majah al-Rab’i, Sunan Ibnu Majah
(Software Ensiklopedi Hadis)

Arifin, Samsul, ‘Konsep ‘Iddah Wanita Hamil Karena Zina Menurut Para Imam Madzhab
Dan Kompilasi Hukum Islam’, Progresif: Media Publlikasi Ilmiah, 7.1 (2019)

At-Tirmidzi, Imam Al-Hafiz Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin ad-
Dahhak as-Sulami, Sunan Al-Tirmidzi (Mesir: Addarul Alamiyyah)

Ayu, Rizqa Febry, ‘‘Iddah Wanita Hamil Karena Zina (Analisis Menurut Hukum Islam
Dan Hukum Positif)’, in Fakultas Syari’ah Dan Hukum, UIN Ar-Raniry, 2018

Azhari, Fathurrahman, ‘Pandangan Para Ulama Terhadap Iddah Perempuan Hamil Di


Luar Nikah’, AL-BANJARI, 6.11 (2007)

Khairiyatin, ‘Ihdad Perspektif Hadis Dan Eksistensinya Di Era Society 4.0 (Kajian Hadis
Tematik)’, El-Nubuwwah: Jurnal Studi Hadis, 18.1 (2023)

Kusmidi, Henderi, ‘Reaktualisasi Konsep Iddah Dalam Pernikahan’, MIZANI: Wacana


Hukum, Ekonomi Dan Keagamaan, 4.1 (2017)

Nafik, Moh., ‘Problematika Iddah Wanita Hamil Di Luar Nikah’, Mahakim, 2.2 (2018)

Supriyadi, Imam, ‘Kajian Hadis Missoginis Tentang Iddah’, Al-Qānūn: Jurnal Pemikiran
Dan Pembaharuan Hukum Islam, 23.2 (2020)

Susanti, ‘Iddah Wanita Hamil Karena Zina Menurut Imam Hanbali’, in Fakultas Syari’ah
Dan Ekonomi Islam IAIN Curup, 2019

Umi Hasunah dan Susanto, ‘Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Dalam Kompilasi
Hukum Islam Pasal 53’, Hukum Keluarga Islam, 1.1 (2016)

Yusroh dan Haniiyatur Roosydah, Iddah Dan Ihdad Dalam Mazhab Syafi’i Dan Hanafi,
2020

12

Anda mungkin juga menyukai