PENDAHULUAN
Pernikahan atau biasa disebut juga perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
ada unsur kafah antara suami dan istri, yaitu persesuaian keadaan antara
calon suami dan istri atau antara keduanya itu sederajat.3 Hal itu dikarenakan
faktor kebahagiaan hidup suami dan istri dan lebih menjamin keselamatan
1
Undang-Undang Perkawinan di Indonesia (Surabaya: Arkola, t.t.), 5.
2
Ibid., 180.
3
Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: PT. Midnes Surya Grafindo, 1988), 167.
1
2
ibadah. Dari sini bisa dipahami bahwa ukuran kafah bukan melihat pada
yang menjadi ukuran maka akan terbentuklah kasta, sedangkan Islam tidak
membenarkan adanya kasta karena hakekat manusia di sisi Allah adalah sama,
Dalam hak kafah, jumhur ulama berpendapat kafah itu hak bagi
bersama, dan apabila tidak ada keridlaan masing-masing maka mereka berhak
kalangan ulama ini selain dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dimana ulama
dalil dan cara berijtihad diantara mereka, sehingga perbedaan dalam berijtihad
4
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, vol. 2 (Beirut: Dr al-Fikr, t.t.), 126.
5
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1994), 390-391.
6
A. Djazuli, Ilmu Fiqh: Sebuah Pengantar (Bandung: Orta Sakti, 1992), 102.
7
Muhammad Ab Zahrah, al-Ahwl al-Syakhsiyyah (Kairo: Dr al-Fikr, 1957), 156.
3
adanya kesepadanan, kecuali dalam hal agama dan akhlak saja.8 Ulama
menurut pendapat lain menetapkan bahwa kriteria kafah hanya dalam hal
menggunakan standar bobot, bibit, bebet. Bobot yaitu suatu tinjauan untuk
memilih jodoh dari segi harta (kekayaan) dan status sosialnya. Bibit adalah
suatu tinjauan dari segi nasab (keturunan) dan bebet merupakan tinjauan dari
segi akhlaknya.11
pekerjaan yang kasar.12 Untuk menilai pekerjaan terhormat atau tidak itu
yaitu kemampuan laki-laki dalam membelanjai istrinya, karena orang fakir akan
8
Muhammad Jawwad Mughniah, Fiqh Lima Madzhab: Jafari, Hanf, Mlik, Syfi,
Hanbal, terj. Maskur AB. dkk., vol. 7 (Jakarta: Lentera, 2000),
9
Wahbah al-Zuhayl, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, vol. 7 (Damaskus: Dr al-Fikr, 1989),
240.
10
Ibn Qudmah, al-Mughn, vol. 6 (Mesir: Maktabah al-Jumhriyah al-Arabiyah, t.t.), 42.
11
Umar Hasyim, Cara Mendidik Anak dalam Islam (Surabaya: Bina Ilmu, t.t.), 42.
12
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, 45.
4
membelanjai istrinya di bawah ukuran laki-laki kaya,13 maka orang kaya tidak
kafah dengan orang miskin. Adapun akhlak yaitu kemuliaan akhlak orang
tersebut. Dari sebagian kriteria kafah yang telah disebutkan ini tidak akan
terwujud kecuali adanya dukungan dari ilmu pengetahuan yang dia miliki. Dari
sini dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan bagian dari kafah yang
hanya berlaku dalam masalah keimanan, karena pada hakekatnya orang Islam
mukmin satu dengan lainnya,14 walaupun secara tidak langsung unsur kafah
juga ada dalam madzhab ini tetapi hanya dari segi agama saja. Dengan kata
13
Ibid., 46.
14
Ab Muhammad Al bin Ahmad Sad bin Hazm, al-Muhall, vol. 10 (Beirut: Dr al-Fikr,
t.t.), 24.
15
Djamaah Nur, Fiqh Munakahat (Semarang: Dina Utama, 1993), 77.
5
Hasyim dan orang yang sangat fasik tetap kufu dengan wanita yang taat.
Begitu juga orang laki-laki yang mulia juga kufu dengan wanita yang
sangat fasik sekalipun. Kesemua dari mereka itu asal tidak berzina,16
Pendapat ini didasarkan pada firman Allah surat al-Nr ayat 3:18
QXP QaW
c L d QP e f R XYP e U i
M e f R QXP j c L d QP kRYX P
(3 : HLP ).l fLM NO P mno p
P Us t U i
M
Artinya: Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan
yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan
yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang
berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan
atas orang-orang yang mu'min. (an-Nur: 3)
16
Muhammad Ali bin Ahmad Said bin Hazm, al-Muhall, vol. 10 (Bairut: Dar al-Fikr,
t.t.), 24.
17
Ibn Hazm, al-Muhall, vol. 9, 474.
18
al-Quran al-Karm dan Terjemah Bahasa Indonesia (Kudus: Menara Kudus, t.t.), 350.
19
Sebagai mujtahid mutlak, yang mana ia bukan pengikut atau muntasib Dawud. Oleh
karenanya, Ibn Hazm tidak dapat dikatakan bahwa Ibn Hazm seorang mujtahid muntasib atau
mujtahid fi al-madzhab, hanya saja minhaj yang dipakai Ibn Hazm dengan yang dipakai Dawud
ada kesamaan secara garis besarnya saja. Dalam menentukan minhaj itu mereka mengambil
langsung dari Nur Muhammadi atau nur yang dilimpahkan kepada Nabi Muhammad. Lihat
Teungku Muhammad Hasbiy Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Madzhab (Semarang:
PT. Pustaka Riski Putra, 1997), 318.
6
membahas lebih mendalam dari pemikiran Ibn Hazm dalam hal kafah, dan
akan penulis sajikan dalam bentuk skripsi dengan judul KAFAH DALAM
B. Penegasan Istilah
2. Ibn Hazm: Ibn Hazm adalah seorang ulama besar dari Spanyol. Beliau
adalah seorang ahli fiqh, ushul fiqh, hadts, serta ilmu kalam. Beliau
C. Rumusan Masalah
dalam pernikahan?
20
Alhamdani, Risalah Nikah (Jakarta: Pustaka Amani, 1989), 15.
7
Hukum Islam?
D. Tujuan Penelitian
berikut:
Islam di Indonesia.
E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini meliputi dua hal, yaitu kegunaan
hukum Islam.
F. Telaah Pustaka
pendapat diantara madzhab fiqh dalam lingkup kafah baik tentang kriteria
keseimbangan antara suami dan istri mengenai beberapa hal tertentu supaya
riwayat dari Imm Ahmad. Pertama, sama dengan pendapat Imam al-Syfi
kecuali bebas dari cacat; Kedua, tidak adanya kafah kecuali dalam hak
ketakwaan dan nasab. Dalam hal ini Ab Zahrah tidak menjelaskan secara
lebih lanjut.
bahwa kafah adalah kesesuaian antara suami istri dalam hal kemasyarakatan
supaya keberlangsungan hidup berumah tangga dapat terjaga. Dalam kitab ini
21
Abu Zahrah, al-Ahwl al-Syakhsiyyah, 156-168.
22
Ibid., 157-163.
9
perempuan tetap sah walaupun keduanya tidak kufu. Pendapat kedua adalah
lazim bukan syarat sah nikah. Menurut pendapat ini apabila seorang
merdeka, nasab, harta (kekayaan), pekerjaan (profesi), dan bebas dari cacat.
kesepadanan, atau kafah maksudnya antara calon suami dan istri harus sama
dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan sederajat dalam akhlak
23
Wahbah, al-Fiqh al-Islam, vol. 7, 248.
24
Abu Zahrah, al-Ahwl al-Syakhsiyyah, 240.
10
dan agama sehingga tidak diragukan lagi jika kedudukan antara laki-laki dan
suami istri dalam perkawinan ini meliputi: Islam, merdeka, keahlian, dan
masalah kafah pada madzhab ini.27 Penelitian juga dilakukan Ziara Syufi
25
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, 128.
26
Jawwad, Fiqh Lima Madzhab, 350.
27
Siti Muniroh, Kriteria Kafah dalam Perkawinan Menurut Madzhab Hanbal dan
Relevansinya dengan Kompilasi Hukum Islam, (Skripsi, STAIN, Ponorogo, 2007).
11
terhadap istri. Ia mengatakan bahwa istri yang kaya wajib menafkahi suami
yang miskin.
Hazm, di sana dibahas pendapat jumhur dan Ibn Hazm tentang status hukum
wasiat, yang mana Ibn Hazm memandang kewajiban wasiat serta faktor-faktor
Dalam skripsi Yayuk Winarni yang juga membahas tokoh ini, dalam
istinbat hukumnya. Lain dari itu, Adon juga membahas tokoh Zahiri ini. Ia
mengambil tema tentang wasiat wajibah yang mana menurut Ibn Hazm
antara Imam al-Syfi dengan Ibn Hazm tentang nafkah terhadap istri yang
nusyuz. Tidak hanya dalam hal fiqh, penelitian terhadap tokoh ini juga
28
Ziara Syufi Rasmawati, Tinjauan Hukum Islam terhadap Kafah dalam Memilih Jodoh
di Kecamatan Ngledok Kabupaten Blitar, (Skripsi, STAIN, Ponorogo, 1999).
12
sumber hukum Islam yang dipakai Ibn Hazm dalam kitab al-Ihkm fi Ushl
tersebut. Ijtihad bi al-ray menurut Ibn Hazm, juga diteliti. Hasyim Asari
ijtihad yang ditolak oleh ulama ini serta memaparkan ijtihad yang digunakan
Ibn Hazm.
kafah menurut Ibn Hazm, maka penulis memandang penelitian ini masih
layak dilakukan.
terdapat kontroversi di kalangan ulama, seperti yang telah terpapar pada latar
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
13
literatur lainnya.
2. Sifat Penelitian
3. Data Penelitian
Dalam penulisan ini literatur atau data yang akan diteliti meliputi
tentang pemikiran Ibn Hazm dalam masalah kafah, istinbth hukum Ibn
4. Sumber data
yaitu:
29
Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Gajah Mada, 1980), 3.
14
segi kesesuaian dan keselarasan antara yang satu dengan yang lainnya
serta realitanya dan keseragamannya kelompok data itu. Dalam hal ini,
penulis memeriksa data itu, dan mengambil data yang sesuai guna
30
Muhammad Teguh, Metodologi Penelitian Ekonomi Teori dan Aplikasi (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2001), 173.
15
6. Analisis Data
a. Induksi, yaitu suatu metode yang dipakai untuk menganalisa data yang
31
Ibid., 178.
16
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari bab dan sub bab
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis mengenalkan lebih dekat tentang obyek dari
tokoh yang diangkat dalam skripsi ini berikut pemikiran dan dasar
hukumnya.
BAB V : PENUTUP
BAB II
Pengertian
calon suami dan istri guna memperoleh keserasian hubungan suami istri dan
32
M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam (Jakarta: Prenada Media,
2003), 33.
33
Sayyid Sbiq, Fiqh al-Sunnah, vol. 2 (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), 126.
34
Wahbah al-Zuhayl, al-Fiqh al-Islm wa Adillatuh, vol. 7 (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), 229.
19
LP k eHM H k UOnP UP QM
.QOP eRQdP edUWP eUWP
Artinya: Persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam perkara
tertentu, yaitu: keturunan, Islam, pekerjaan, sifat merdeka,
keberagaman, dan kekayaan.36
dengan keseimbangan dan keserasian antara calon istri dan calon suami
melangsungkan perkawinan.37
persamaan atau keserasian antara calon istri dan suami untuk melangsungkan
sehingga antara calon suami dan istri tidak merasa keberatan untuk
melangsungkan pernikahan.
35
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islami: Hukum Fiqh Islam (Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo,
20-01), 390.
36
Abd al-Rahman al-Jazr, Kitab al-Fiqh al al-Madzhib al-Arbaah, vol. 4 (Beirut: Dar
al-Fikr, t.t.), 54.
37
Departemen Agama RI, Ilmu Fiqh (Jakarta: t.p.: 1982/1983), 95.
20
Kafah merupakan suatu yang disyariatkan oleh Islam hanya saja al-
menetapkan bahwa seorang laki-laki kaya hanya boleh kawin dengan orang
kaya, orang Arab tidak boleh kawin dengan orang Indonesia, atau yang
Dalam hal kafah ini Islam tidak membuat aturan, tetapi manusialah yang
kafah tidak bisa diabaikan begitu saja, melainkan harus diperhatikan guna
mencapai tujuan pernikahan. Islam memberi pedoman bagi orang yang ingin
menikah guna memilih jodoh yang baik sebagaimana firman Allah surat al-
Q QH
QLn
mR U lM QL nI QXR QXLP Qad Qd
(13 :UVWP UfI fno
nXP X Q nXP L o
c M U
X H Q P
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (al-Hujurt: 13)
38
Al-Hamdani, Risalah Nikah (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), 15.
39
Al-Quran al-Karim dan Terjemah Bahasa Indonesia (Kudus: Menara Kudus, t.t.), 517.
21
Dalam ayat ini Allah tidak membedakan manusia satu dengan yang
lainnya, kecuali ketakwaan mereka pada Allah. Dengan kata lain bahwa
semua manusia di mata Allah adalah sama, asal mereka bertakwa pada-Nya.
Dalam ayat lain Allah juga memberi pedoman bagi manusia untuk memilih
demikian, bukan berarti kriteria kafah yang lain ditinggalkan, terutama juga
terdapat pada firman Allah surat al-Baqarah ayat 221 yang berbunyi:40
HP e U i M lM Uf I e L M NM e M P l
X M Nd mXt QU i O P HWc L QP
HP U i
M lM Uf I lM NM P HLM Nd mXt l fU i
O P HWc L QP c V
o
l
fs d R U O P e LX V
P mP Hod nXP QXLP mP Hod p P c V o
(221 :UP ). UX d a nX P
QXLnP Qd
Artinya: Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih
baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-
wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak
yang mu'min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik
hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke
surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-
ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran. (al-Baqarah: 221)
Ayat ini turun berkaitan dengan permohonan izin Ibn Ab Mursyid al-
cantik dan terpandang. Dan dalam riwayat lain ayat ini turun berkaitan dengan
Abdullh bin Ruwhah yang mempunyai hamba sahaya yang hitam. Pada
wuatu waktu ia marah dan menamparnya, namun setelah itu ia menyesal dan
40
Ibid., 35.
22
telah jelas bahwa mengawini hamba sahaya yang muslimah lebih baik dari
pernikahan yang harmonis dan bahagia.42 Lebih lanjut Muhammad Nasib ar-
bercampur dan bergaul dengan mereka akan membangkitkan cinta pada dunia
dan ridho-Nya.43
orang zina. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah surat al-Nr ayat 3 yang
berbunyi:44
QXP QaW c L d QP e f R XYP e U i
M e f R QXP j
c L d QP kRXYP
(3 :HLP ).l fLM NO P mno p P Us t U i
M
41
K.H.Q. Shaleh, dkk., Asbbun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat al-
Quran (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2004), 72-73.
42
Ahmad Musthaf al-Margh, Tafsr Margh, terj. Ansor Umar Sitonggal, dkk., vol. 2
(Semarang: Toha Putra, 1993), 263.
43
Muhammad Nasib ar-Rifai, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsr Ibn Katsr, terj.
Syihabudin, vol. 1 (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 359.
44
Al-Quran al-Karim, 350.
23
Dengan tegas ayat ini melarang pernikahan antara orang pezina (yang
kotor dan biasa berzina) dengan orang mumin. Dalam ayat ini pezina hanya
bertaubat.45
suka berzina itu enggan untuk menikah. Sedangkan antara kesalehan dengan
perzinaan bertolak belakang, maka tidak mungkin rumah tangga akan tentram
dengan orang fasik terdapat dalam al-Quran surat al-Sajdah ayat 18 yang
berbunyi:
(18 :VP ).
H
d QP Q
Q
Q lO QLM NM
Q lO
Artinya: Maka apakah orang yang beriman seperti orang yang fasik (kafir)?
Mereka tidak sama.46
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa orang fasik tidak sama atau
arah yang dapat membawa dampak yang buruk terhadap kelangsungan hidup
berumah tangga.
seperti:47
anaknya. Lebih jauh lagi hadts ini memerintahkan wali untuk menikahkan
47
Ibn Mjah, Sunan Ibn Mjah (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), 618.
48
Abi Isa Muhammad Ibn sa Ibn Saurah, Sunan al-Tirmdz, vol. 1 (Libanon: Dar al-Fikr,
t.t.), 217.
25
Hadts di atas walaupun ditujukan bagi janda, namun hadts itu juga
mengisyaratkan harus adanya kafah dalam pernikahan. Jika dilihat lebih
jauh, hadts di atas bisa dipahami dengan tidak tergesa-gesa menikah apabila
belum menemukan orang yang sepadan (kufu). Dr al-Quthni
meriwayatkan hadts yang senada, yaitu:
lM Q :n fno mn H Q :Q UdU k lo
.dUo Q k eL lc Hn H k Ld nI HU
50
bila sudah menemukan orang yang se-kufu atau sepadan. Dalam hadts ini
lebih menggambarkan kriteria kafah dari segi akhlak dan agama, yang mana
dengan akhlak dan agama akan lebih menjamin seseorang dalam berkeluarga
49
Muwfiq al-Dn Ab Muhammad Abdillah bin Ahmad bin Qudmah, al-Mughn (Bairut:
Dar al-Fikr, t.t.), 26.
50
John Wensinc dkk., Al-Mujam al-Mufahras li Alfz al-Hadth al-Nabaw.
26
pasangan hidup sebagaimana yang diharapkan dalam Islam adalah agama dan
Dalam hal ini penulis lebih setuju apabila kriteria yang menyangkut duniawi
seperti kekayaan, pekerjaan, dan lainnya juga dimasukkan dalam dalam unsur
keduniawian.
Dalam menentukan kriteria kafah, para ulama berbeda pendapat dalam masalah
tersebut, walaupun dari mereka juga banyak terjadi persamaan dalam
memandang kriteria kafah sebagai modal untuk menuju kehidupan rumah
tangga yang aman dan tentram sesuai dengan tujuan pernikahan.
Untuk lebih rinci, akan penulis sebutkan satu persatu dari masing-masing ulama.
Ulama Hanafiah memandang kafah hanya berkisar dalam enam hal:
51
Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqh Muslimah: Ibadat, Muamalat (Jakarta: Pustaka
Amani, 1999), 269.
52
Ibid.
27
dua masalah saja: 1) masalah agama (ldP), 2) dan masalah bebas dari cacat
(HfP lM eM).53
dalam dua hal yaitu keturunan (LP )dan agama (ldP), dan sebagian yang
lain berpendapat kafah mencakup lima hal, yang dua telah disebutkan di atas
(QfP ).55
ulama lain yaitu Ibn Hazm, yang mana beliau mengatakan tidak ada kafah
dalam Islam, karena semua orang mumin satu sama lain bersaudara, dan
persatu.
53
Wahbah al-Zuhayl, al-Fiqh al-Islm wa Adillatuh, vol. 7 (Damaskus: Dar al-Fikr,
1989), 229.
54
Ab Abd al-Muthi Muhammad Ibn Umar IbnAli Naww, Nihyah al-Zyn (Beirut:
Dar al-Fikr, 1995), 285.
55
Ibn Qudmah, al-Mughn, vol. 6 (Beirut: t.p.: 1984), 27.
56
Ibn Hazm, al-Muhall, 24.
28
1. Keturunan (LP)
bangsa Arab dan bangsa ajam. Kemudian madzhab Hanf dan Syfi
Syfi membagi lagi bangsa Quraisy antara Bani Hasyim dan non Bani
Hasyim. Bani Hasyim pun dibagi lagi kepada Bani Hasyim dari keturunan
2. Keagamaan (eRQdP)
keistiqamahan wanita dalam beragama. Maka, jika wanita itu telah taat
dan istiqomah dalam beragama maka ia tidak se-kufu dengan orang fasik
selagi bapak perempuan tadi juga shalih, dan ketika bapaknya fasik atau
wanita itu fasik dan bapaknya shalih maka seorang fasik se-kufu dengan
wanita itu.58
3. Islam ()
57
M. Hasyim Assegaf, Derita Putri-Putri Nabi: Studi Historis Kafaah Syarfah (Bandung:
Remaja Rosdakarya: 2000), 58.
58
Badran Ab al-Ainan Badran, al-Zawj wa al-Thalq f al-Islm (Beirut: Dar al-Fikr,
t.t.), 170.
29
4. Kekayaan (QOP)
namun harta merupakan salah satu faktor dalam kafah, karena pada
kufu dengan perempuan kaya. Hal ini didasarkan pada hadts yang
59
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam: Menurut Madzhab Syafii, Hanafi,
Maliki, dan Hanbali (Jakarta: Hidayah Karya Agung, 1983), 76.
60
Ibid.
30
5. Tidak cacat
menolaknya.
cacat tidak mengakibatkan hak khiar baik khiar untuk terus menikah
itu hanya pada empat macam, yaitu: gila, lepra, kusta, dan penyakit
61
Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, vol. 8, 46.
62
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, terj. M.A. Abdurrohman dan A. Haris Abdulloh, vol. 2
(Semarang: Asy-Syifa: 1990), 454.
31
tulang bagi perempuan dan impoten atau terpotong penisnya (kebiri) bagi
cacat di atas, yaitu robeknya lubang farji dengan lubang kencing hingga
bahwa cacat yang dapat untuk menolak pernikahan hanya tumbuh tulang
6. Pekerjaan (eUWP)
7. Kemerdekaan (edUWP)
bahwa orang laki-laki atau perempuan yang menjadi budak tidak kufu
dengan orang laki-laki dan perempuan yang tidak menjadi budak. Begitu
pula tidak kufu orang yang tadinya budak lalu dimerdekakan dengan
63
Ibid.
64
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 1997), 247.
65
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, vol. 2, 455.
66
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, vol. 8, 45.
32
orang yang pada asalnya sudah merdeka. Begitu juga tidak kufu orang
yang merdeka yang keturunan budak dengan orang merdeka yang asalnya
sudah merdeka. Hal ini dikarenakan orang merdeka merasa aib kalau
satu ini jelas sudah tidak relevan dengan masa sekarang, sebab sudah tidak
Dalam menentukan hak terhadap kafah ini akan penulis bagi menjadi dua, yaitu
hak Allah dan hak sesama manusia:
Hak Allah
merupakan hak Allah yang mana dengan tidak adanya hukum ini,
pernikahan menjadi tidak sah (batal) dan apabila perkawinan (batal) tetap
e U i
M lM Uf I e L M NM e M P l X M Nd mXt QU i O P HWc L QP
lM Uf I lM NM P HLM Nd mXt lfU i O P HWc L QP c V o HP
U O P e LX V P mP Hod nXP QXLP mP Hod p P c V
o HP
U i M
(221 :UP ). UX d a nX P
QXLnP Qd l
fs d R
67
Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, t.t.), 175.
68
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan (Jakarta: Bulan Bintang:
1993), 73.
33
walinya. Dalam masalah ini hak fuqoha sepakat bahwa hak kafah
terdapat pada wanita dan walinya. Dan bagi keduanya mempunyai hak
yang mana dengan agama semakin hari semakin bertambah baik dan
kebahagiaan yang tidak terbatas,69 berbeda dengan harta benda yang malah
terkadang membuat susah, dan pernikahan dengan orang yang berbeda agama
Tahun 1974 pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila
69
Abdul Qadir Ahmad Atha, Adabun Nabi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), 296.
34
itu.70
Tidak hanya agama Islam, namun kepercayaan lain juga menghendaki yang
demikian.
haram dan menyalurkan syahwat secara halal. Hubungan seksual yang sah
70
UU Perkawinan, 6.
71
Ahmad Zacky, Fikih Seksual (t.t.p.: Jawara, t.t.), 90.
72
Ibid., 92.
73
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama (Jakarta: Dian Rakyat, 1986), 29.
35
merupakan buah hati dan belahan jiwa, banyak rumah tangga kandas
laki yang tidak kufu dengannya. Hal ini apabila tidak dengan izin walinya.76
Dalam menentukan kufu ini, yang menjadi pedoman ialah pada waktu
kemudian hari terdapat tidak adanya kufu antara suami dan istri maka
74
Abd Rahman, Fiqh Munakahat (Jakarta: Prenada Media, 2003), 25.
75
Ibid., 28.
76
Wahbah al-Zuhayl, al-Fiqh al-Islm, 237.
77
Ab Bakar bin Muhammad Shath al-Dimyth, Inah al-Thlibn, vol. 3 (Beirut: Dar
Ihya al-Turth al-Arabi, 2001), 515.
36
pernikahan dalam keadaan seperti ini tidak bisa dibatalkan,78 karena alasan
Demikian juga ketika akad nikah keduanya kufu dan di kemudian hari
keduanya, semisal yang awalnya kaya kemudian jatuh miskin atau tadinya
mempunyai pekerjaan yang terhormat kemudian hilang maka dalam hal ini
hal agama.
Oleh sebab itu, hendaklah pihak yang mempunyai hak dalam sejodoh
persetujuan itu dicatat oleh pihak-pihak yang berhak, sehingga dapat dijadikan
78
Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, 49.
79
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, 75.
37
BAB III
Nama lengkap Ibn Hazm adalah Al bin Ahmad Sad bin Hazm bin
Ghlib bin Syahb bin Khalf bin Madan Sufyn bin Yazd bin Ab Sufyn
bin Harb bin Umayyah bin Abd Sym al-Umaw. Yazd adalah kakek Ibn
Hazm, salah satu orang dari kakek Ibn Hazm yang pertama kali masuk Islam.
Ia berasal dari Persia. Sedangkan Khalf adalah kakek Ibn Hazm yang
bulan akhir Ramadhan tahun 384 H setelah terbit fajar dini hari. Dan sebelum
keluar matahari di kota itu (Kordova Andalusia), namun negara itu kini
bernama Ahmad Ibn Sad ketika itu menjabat sebagai wazir (menteri) dan
mencari ilmu, bukan mencari harta benda layaknya orang. Ia menghafal al-
Quran di istana sendiri. Ini diajarkan oleh pengasuhnya. Selain dari itu, ayah
80
Ali Himaya, Ibn Hazm: Biografi, Karya, dan Kajian Agama-Agama, terj. Khalid al-Kaf
(Jakarta: Lentera, 2001), 55.
81
Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam (Bandung: Rusda, 2000), 149.
82
Hasbiy Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Madzhab (Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 1997), 546.
38
gemar membaca. Beliau menerima ilmu dari Ahmad bin Jass dan dari situlah
Ibn Hazm yang menjabat sebagai menteri meninggal dunia, dan pergolakan
politik pun tidak bisa dihindarkan, dan dengan memanasnya politik sehingga
Peristiwa itu merupakan periode awal dari kehidupan Ibn Hazm, yaitu
dimulai dari kehidupan dari rumah ayahnya yang timbul akibat faktor politik
masa itu.84
83
Ali Himaya, Ibn Hazm, 58-59.
84
Abdurrahman Ash Sharqawi, Riwayat Sembilan Imam Fiqh (Jogjakarta: Logos, 1997),
156.
85
Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam (Jogjakarta: Intermasa, 1996), 608.
39
Ibn Hazm adalah seorang yang cerdas, kuat hafalannya, dan luas
mendatangi halaqah-halaqah yang diadakan oleh para ulama ahli tafsir, ahli
Dalam bidang fiqh, Ibn Hazm pertama kali mempelajari fiqh madzhab
Imm Mlik, oleh karena itu kemudian Ibn Hazm mempelajari madzhab
Mlik itu juga manusia biasa, sehingga pendapatnya bukan suatu yang
mutlak.87
hanya sekedar beralih saja, tetapi Ibn Hazm mempelajari setiap madzhab
86
Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab (Yogyakarta: Logos,
1997), 156.
87
Ibid., 556.
40
Syfi, Syfi ke Zhhir adalah karena ia tidak mau terikat dengan madzhab
tertentu, ia hanya terikat pada al-Quran dan al-hadts dan ijma sahabat.88
Azdi (w 420 H), untuk belajar bahasa Arab Ahmad Ibn Muhammad al-Jasur
(w 401 H), belajar hadts pada Ab Bakar Muhammad Ibn Ishq, dan belajar
fiqh pada Abdullah bin Yahy Ibn Ahmad Ibn Dakhun (w 403 H), serta
mempelajari fiqh Mlik lalu pindah mempelajari fiqh Syfi, dan akhirnya
2. Ab al-Husayn
Selain Ibn Hazm mempunyai guru, Ibn Hazm juga mempunyai murid,
antara lain:
88
Ali Hasan, Perbandingan Madzhab (Jakarta: Rajawali Press, 1996), 237.
89
Hasbiy, Pegangan Imam Madzhab 556.
90
Ajat Sudrajat, Epistemologi Hukum Islam Versi Ibn Hazm (Ponorogo: STAIN Ponorogo
Press, 2005), 22.
41
Hazm
3. Abu Rofi al-Fadl bin Ali, Abu Usamah Yaqub bin Ali, dan Abu
Sulaiman al-Musaab bin Ali, ketiganya itu putranya dari Ibn Hazm
manusia mulia dan berilmu dimana banyak dikaji dan didiskusikan karya-
3. Mempunyai sifat ikhlas terhadap agama, para kerabat, guru, serta orang
Ibn Hazm wafat pada hari Ahad, hari terakhir bulan Syaban 456 H di
padang Lablah (pendapat Ibn Khalikan). Dan ada juga yang menyebut bahwa
91
Ensiklopedi Hukum Islam, 608.
92
Ali Himaya, Ibn Hazm, 73-75.
42
Ibn Hazm wafat di Muntu Laisyim, desa kelahiran Ibn Hazm. Beliau
Mengenai karya-karya Ibn Hazm terbagi menjadi dua, yaitu: karya yang
masing-masing 4 juz.
memungkinkan takwil).
kitab al-Fashl.
93
Ibid, 75.
94
Ibid., 83-96.
43
perawi).
jumlah terbanyak).
wal al-Qiyas (Kebingungan dan keraguan para ahli ray dan qiyas).
10. Al-Tauqif ala Syari al-Najah Bikhtishar al-Tariq (Bersikap pada zat
pemberi keselamatan).
14. Jumal Futuh al-Ihsan bada Rasulullah SAW (Jumlah penaklukan Islam
18. Ar-Radd ala Ibn al-Nughrilah al-Yahudi (Penolakan atas Ibn al-
20. Risalah fi Hukm Man Qalana, Inna Ahl al-Syaqa Mujibun ila Yaum al-
kiamat).
21. Risalah fi Alam al-Maut wa Ibt Halah (Risalah tentang sakitnya kematian
Muminin).
24. Risalah fi al-Radd ala al-Kindi al-Falusuf (Penolakan atas filusuf al-
Kindi).
dilarang?)
sendiri).
belahan kota).
(Melatih jiwa dan akhlak serta cara menjauhi hal-hal yang hina).
Tall (Intisari pembatalan atas qiyas ray, istihsn, taqld, dan tall).
46
fiqh Zhhir).
az-Zhhir).
95
Ali Himayah, Ibn Hazm: Biografi, Karya, dan Kajian Agama-Agama, 97-104.
47
fiqh).
7. Al-Istijab (Dakwaan).
8. Al-Istiqsha (Investigasi).
shahihain).
tidak terlacak, sebetulnya kitab yang tidak terlacak ada 85 nama kitab dalam
Ibn Hazm
hanya mengakui empat macam dalil hukum yang dijadikan sumber dan
sebagai berikut:
96
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2002), 148.
49
99
.f lM QcP k QLU QM
Ibn Hazm menetapkan bahwa al-Quran adalah kalamullah.
Semuanya telah jelas dan nyata bagi umat Islam. Maka, barangsiapa
hendak mengetahui syariat Allah akan menemukan terang dan nyata baik
diterangkan oleh Allah melalui al-Quran itu sendiri atau oleh keterangan
c L M U M P kP
HUX P Hf nXP Hf
97
Ab Muhammad Al bin Ahmad Said bin Hazm, al-Ihkm fi Ushl al-Ahkm, vol. 1
(Beirut: Dar a;-Kutub al-Alamiyah, t.t.), 70.
98
Ibn Hazm, al-Ihkm, 94.
99
An-Nisa: 38.
100
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Madzhab
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), 319.
50
al-Quran yang merupakan asal, yang kedua adalah hadts Rasulullah, dan
berikut:
f QO OP U QLMYP P QLfP ao H UP
k HcOP H UP f pinP QVM P eQcP L j
H Qc f QOP QfR Qan Q k HaiOP tQOP
102
.fP HUOP
Artinya: Sesungguhnya al-Quran yaitu janji Allah pada kita dan sesuatu
yang Allah telah mengharuskan pada kita mengakuinya dan
mengamalkan apa yang ada di dalamnya dan diperbolehkan
memindah sesuatu yang tidak ada keraguan sama sekali di
dalamnya. Sesungguhnya al-Quran suatu yang ditulis dalam
beberapa mushaf yang terkenal di seluruh penjuru seluruhnya
dan wajib mengikuti apa yang ada di dalamnya dan ia
merupakan suatu pokok yang dibuat rujukan.
a. Nas yang jelas dengan sendirinya, baik dari al-Quran atau as-Sunnah.
101
Ibn Hazm, al- Ihkm, 95.
102
Ibid., 94.
103
Ibid.
104
Hasbiy Ash Shiddieqy, Pegangan Imam Madzhab, 320.
51
khabar termasuk wahyu Allah, yang datang dari-Nya, dan sesuai dengan
R k I H k QOnM nd P UI )( kLP n mt eQ eQ nR QM
.fo mno HM t 106
Artinya: Hadts yang dinukil oleh kebanyakan orang secara menyeluruh
yang sampai ke Nabi dan merupakan khabar yang tidak
bertentangan dengan muslimin dalam menjadikannya sebagai
landasan, dan itu merupakan hak yang terbebas dari cacat.
masyrik dan maghrib. Selain itu, ada yang mengatakan jumlahnya tidak
105
Ibn Hazm, al-Ihkm, 95.
106
Ibid., 102.
52
terhitung, tiga ratus orang, tiga puluh orang, empat puluh orang, dua puluh
orang, dua belas orang, lima, empat, atau tiga orang. Pendapat-pendapat
jumlah orang muslim pada perang Badar tiga ratus, lima puluh karena
banyaknya pembagian, empat puluh karena jumlah umat Islam pada masa-
Menurut Ibn Hazm semua pendapat itu tidak benar, tanpa ada
bukti yang jelas, setiap yang memberi batasan tertentu tidak ada jaminan
untuk memberi keyakinan benar secara zhahir, baik mulai tujuh puluh
rasional tidak ada perbedaan antara yang diriwayatkan oleh dua belas,
107
Ibid., 102-103.
108
Ibid., 103-104.
109
Ibid., 106.
53
a M H L f P l dsP k HaX f P e Q a L M e U
s lM U R QPHn e X Q U L f P
HLM NO P
Q QM
. W d a nX P a f P H
Artinya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-
tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
bahasa Arab kata thifah adalah mutlak bisa pada jama dan juga
mufrad.
suatu wilayah oleh Nabi merupakan dalil atas diterimanya hadts ahad.
110
Ibid.
54
dengan jumhur ulama. Akan tetapi, menurut Ibn Hazm yang menunjukkan
Secara singkat, bahwa tiga bagian hadts di atas yang bisa menjadi
daripada perintah.113
Sumber hukum menurut Ibn Hazm yang ketiga adalah ijma. Ijma
menyaksikan tauqf dari Rasul dan ijma sahabat adalah ijma seluruh
umat Islam. Adapun ijma sesudah sahabat hanyalah ijma sebagian umat,
bukan ijma seluruh umat Islam. Dari sini ijma yang bisa dijadikan hujjah
umat Islam tetap dikatakan ijma, namun ijma yang satu ini tidak bisa
dijadikan hujjah.
111
Hasbiy Ash Shiddieqy, Pegangan Imam Madzhab, 332.
112
Ibid., 327.
113
Ibid., 328.
114
Ibid., 346.
55
nash,115 maka tidak boleh terjadi suatu ijma tanpa disandarkan pada
nash.116
Islam.117
Dalam masalah ijma Ibn Hazm menolak ijma ahli Madinah yang
115
Nash adalah lafadh yang diambil dari al-Quran atau as-sunnah yang dijadikan dasar
dalam menghukumi sesuatu, dan nash yang diambil hanyalah dari zhahirnya saja (Ibn Hazm, al-
Ihkm, 42).
116
Ibid., 545.
117
Ibid., 555.
118
Ibid.
56
dapat dijadikan hujjah hanyalah nash, ijma, dan dalil yang diambil dari
keduanya. Ijma ahli Madinah bukan nash, bukan pula ijma yang hakiki
itu.119
Ibn Hazm seorang faqih yang berfikir bebas, merdeka, tidak terikat
dan selanjutnya ke madzhab Zhhir. Lebih lanjut Ibn Hazm menolak ray
bahwa hasil ijtihad itu hukum Allah. Hukum yang diperoleh dengan jalan
ray setatusnya adalah hukum kita sendiri bukan hukum Allah. Oleh
karena itu, Ibn Hazm tidak membenarkan ray, maka ia menutup pintu
Hazm adalah:
119
Hasbiy Ash Shiddieqy, Pegangan Imam Madzhab, 348.
120
Ibid., 360.
121
Ibn Hazm, al-Ihkm, 40.
57
sesuatu yang memiliki illat yang sama, sedangkan dalil langsung diambil
dari nash.122
dallah dan dall masih satu alur. Selanjutnya Ibn Hazm membagi dalil
kepada dua bagian, yaitu yang diturunkan dari nash dan yang diturunkan
dari ijma.123
Dari kedua premis di atas dapat dipahami dengan kuat bahwa segala
122
Hasbiy Ash Shiddieqy, Pegangan Imam Madzhab, 350.
123
Ajat Sudrajat, Epistemologi Hukum Islam, 72.
124
Ibid.
125
Hasbiy Ash Shiddieqy, Pegangan Imam Madzhab, 350.
58
syarat dan syarat pasti adanya akibat dan apabila syarat sudah
siapa saja yang berhenti dari kekafiran yang ditunjuk langsung oleh
Allah dalam ayat tersebut127 maupun selain mereka. Dan akibat dari
syarat nash tersebut kita dapat memahami bahwa setiap yang bertaubat
.fnt X 129
X P fU
Artinya: Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut
hatinya lagi penyantun.
126
Al-Sulam al-Munawwaraq fi Ilm al-Manthiq (Ponorogo: Madrasah Miftahul Huda al-
Salafiyah,t.t.), 21.
127
Kalau dilihat dari asbabun nuzulnya, ayat di atas ditujukan pada Abu Sufyan dan
sahabat-sahabatnya. Lihat al-Quran dan Terjemahnya: Catatan kaki nomor 609.
128
Ibn Hazm, al-Ihkm, vol. 2, 100.
129
Al-Quran, at-Taubah: 114.
59
.QL
t d PH X 131
QR P QLf
Artinya: Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua
orang tuanya.
bahwa kita wajib berbuat baik kepada ibu bapak. Oleh karena itu,
Dan ada kalanya mubah (bukan fardhu atau haram) maka boleh
bahwa hukum syariat itu dibagi pada tiga bagian, yaitu: wajib, haram,
mubah. Dan apabila tidak masuk dalam kriteria wajib atau haram bias
bahwa derajat tertinggi itu dipastikan berada di atas derajat lain yang
130
Ibn Hazm, al-Ihkm, 101.
131
Al-Ankabut: 8.
132
Hasbiy Ash Shiddieqy, Pegangan Imam Madzhab, 351.
60
menyatakan bahwa Abu Bakar lebih utama dari pada Umar, dan Umar
lebih utama daripada Utsman, maka yang bisa diambil dari pernyataan
umat Islam zaman Nabi dan sahabat, murid sahabat tabiin, dan murid
tabiin disebut tabiit tabiin. jadi, umat Islam yang terbaik secara
seterusnya.
juziyyt, seperti natjah yang diperoleh dari dua proposisi yang telah
133
Ibn Hazm, al-Ihkm, vol. 2, 101.
61
Maka bisa dipahami bahwa Zaid, Hindun, Ali, mati dan yang
lainnya juga mati, walaupun tidak disebut satu persatu. Atau ungkapan
Empat macam dall yang diambil dari ijma adalah sebagai berikut:
a. Istishb al-hl
134
Ibid.
135
Ibid.
136
al-Quran, Ali Imran: 180.
62
tidak didasarkan pada akal, tetapi pada nash al-Quran yang bersifat
.l
ft mP QM U P k c P 138
M
Artinya: Dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan
kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.
masalah tidak diatur oleh dalil dari nash atau ijma maka ia tetapkan
kaidah:
1) piPQ Yd nO Yd lff QM
137
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Masdar Helmy (Bandung: Gema Risalah
Press, 1996), 152.
138
Al-Quran, al-Baqarah: 36.
63
dengan keraguan.
mengubah zatnya.
3) O R f d U o c L YP
YP R QP Ynd .QMYPQ
Tidak ada sesuatu yang mengharuskan kita memenuhi sesuatu
b. Aqallu m qla
139
Hasbiy Ash Shiddieqy, Pegangan Imam Madzhab, 359-360.
140
Ibn Hazm, al-Ihkam, vol. 2, 47.
64
kuantitas itu maksimal bila bertentangan dengan nash, maka ijma itu
tetap batal.
lughawiyah) yaitu beliau tidak keluar sedikitpun dari maksud bahasa yang
telah ada. Menurut beliau nash itu ada yang telah jelas dan ada yang tidak
jelas. Untuk menjelaskan nash yang tidak jelas tersebut Ibn Hazm
141
Ibid.
142
Ibid., 41.
65
macam daripada bayn, sebab dalam suatu jumlah (ungkapan) ada kalanya
dengan tata cara (eff )dan menyebutkan kuantitas tertentu, dan dalam
secara umum tidak ada kalimat, tidak ada ketentuan waktu seperti larangan
waktu.144
hadts terhadap al-Quran, dan ijma terkadang juga terjadi antara al-
.a f P
Ys R QM
QXLnP l f P QLP Y R 146
fs P U s P p
Rasulullah SAW hanya menjelaskan dengan wahyu yang tidak bisa dibaca
(hadts) tetapi menurut Ibn Hazm ayat tersebut terdapat bayn yang jaliy
dan nash yang zhahir dan Allah menurunkan (UP )agar dijelaskan pada
143
Ibid., 79.
144
Ibid.
145
Ibid., 79-90.
146
An-Nahl: 44
66
mujmal yang maknanya tidak bisa dipahami maka ketika keadaan seperti
memperkuat pendapat yang mengatakan ayat satu dengan yang lain bisa
menjadi bayn.148
Ibn Hazm dengan metode bayn ini membagi menjadi tiga metode,
yaitu:
a. Istitsn (QL)
Definisi istitsn menurut Ibn Hazm adalah:
.UI f nI QOM QM UI nO lM iP f H QL
149
147
Ibn Hazm, al-Ihkm, 80-81.
148
Ajat Sudrajat, Epistemologi Hukum Islam: Versi Ibn Hazm al-Andalusiy (Ponorogo:
STAIN Ponorogo Press, 2005), 38-39.
149
Ibn Hazm, al-Ihkm, 429.
67
(istitsn) yang lebih besar dan menetapkan jumlah yang sedikit. Hal
ini bisa dijadikan hujjah dalam hal yang tidak ada nashnya.151 Namun
dalam kalimat itu tidak ada nash yang jelas yang menunjukkan bahwa
b. Nasakh (LP)
150
Ibid.
151
Ibid., 434.
152
Ibid., 438.
153
Al-Dukhn: 56.
154
Ibn Hazm, al-Ihkm, 440.
68
. UM Ld n Q UM UM 155
Artinya: Datangnya suatu perintah yang berbeda dengan perintah
sebelumnya yang merusakkan perintah yang pertama.
QYP H P HOf
Maka ketika datang waktu taklf, maka Allah menjelaskan pada
kita apa hukum yang dimaksud dalam lafadz yang mujmal dengan
perintah, dan larangan. Kalam oleh Ibn Hazm dibagi menjadi kalam
155
Ibid., 45.
156
Ibid., 45.
157
Ibid.
69
Dari keempat di atas tiga bagian yang akhir ini yang disebut
nasakh.
yang menjadi janji Allah dan peringatan Allah sebab jika hal itu
158
Ibid., 486.
159
Ibid., 477.
160
Ibid., 491.
161
Hasbiy Ash Shiddieqy, Pegangan Imam Madzhab, 337.
70
l
fU P l
d PHn P e fX
H P Uf I
U .....
Dinasakh dengan hadts:
... HP ef ...
Dalam hal ini Ibn Hazm menyangkal pendapat jumhur ulama
ayat mawarits tidak ada perkara yang mencegah wasiat terhadap kedua
162
Ibn Hazm, al-Ihkm, vol. 1, 524.
163
Ibid., 530.
164
Ibid.
71
seluruh makna berdasarkan apa yang dimaksud oleh lafadz itu. Hal
.UOP QP fP
Dan (dia telah menciptakan) kuda dan keledai.
keledai.
165
Ibn Hazm, al-Ihkm, 43.
166
Ibid.
167
Ibid., 388.
72
dan status sosial sebenarnya tidak ada dalam Islam. Seorang se-kufu dengan
tidak dilarang orang-orang kulit hitam (walaupun tidak diketahui asal usul
168
Ibid., 389.
169
p
P Us t
U i
M
QXP QaW
c Ld QP e f R XYP e U i
M e f R QXP j
c L d QP kRXYP
l
fLM NO P mno
170
Ibn Hazm, al-Ihkm, 365.
171
Ibid., 373.
73
laki-laki muslim yang mulia, se-kufu dengan perempuan muslimah yang fasiq
Ibn Hazm berpegangan pada masalah keagamaan semata, begitu juga dalam
masalah akhlaknya, Ibn Hazm tidak menjadikan derajat status sosial sebagai
mulia tetap kufu dengan orang laki-laki yang paling fasik asalkan tidak
berzina.
orang pezina dengan orang yang bukan pezina, baik laki-laki pezina dengan
wanita bukan pezina, atau wanita pezina dengan laki-laki bukan pezina.
Larangan tersebut menurut Ibn Hazm akan berakhir apabila pezina itu
TERJAGA KESUCIANNYA)
172
Ab Muhammad Ali bin Ahmad Said bin Hazm, al-Muhall, vol. 10 (Beirut: Dr al-
Fikr, t.t.), 24.
173
Ibid., vol. 9, 414.
74
1. Keturunan (an-nasab)
seterusnya.174
demikian orang Arab yang bersuku Qurays begitu juga orang Arab selain
Dalam masalah ini, para ulama terjadi selisih pendapat dengan Ibn
Sufyn as-Tsaur, Ibn Jurej, Hasan bin Hay, Ibn Ab Lail, Mughrah bin
174
Wahbah al-Zuhayli, Fiqh Islam, vol. 7, 243.
175
Ibn Hazm, al-Muhall, vol. 10, 24.
75
Qurays dengan maula dengan cara membayar mahar mitsil dan keridaan
perempuan Qurays dengan maula (bekas budak). Maka dalam hal ini wali
Hasyim dan Bani Abdu Syam. Asar ini oleh Ibn Hazm dipandang gugur
karena ada hujjah dari firman Allah yang lebih kuat untuk dijadikan dasar
.
HOt
U c nX P nXP HX c d H I
l
f HWn
H I HLM NO P QORX 177
Artinya: Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena
itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah
kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.
semua orang muslim adalah bersaudara. Oleh karena itu, ayat ini
176
Ibid.
177
al-Hujurat: 10.
76
sosial dalam masyarakat. Dengan kata lain sepanjang beriman maka orang
itu boleh untuk dinikahi, maka bagi Ibn Hazm tetap dipandang kufu.
menikahkan Zainab (berasal dari Bani Hasyim) dengan Zaid (bekas budak
pokok dalam memilih jodoh adalah keagamaan. Jadi, orang yang sangat
kaya dengan orang yang sangat miskin di mata Allah adalah sama.
2. Agama
merupakan unsur dari kafah. Begitu juga Ibn Hazm yang mengatakan
dengan Ibn Hazm mengatakan maksud agama adalah sikap bagus dan
istiqomah terhadap agama, maka orang yang berakhlak jelek dan orang
fasik tidak kufu dengan orang yang terjaga dari perbuatan buruk atau
77
wanita yang sholihah dan bapaknya juga sholih.178 Sedangkan Ibn Hazm
orang yang sangat fasik sekalipun asal ia muslim dan tidak berzina, maka
ia tetap kufu dengan orang yang berakhlak baik.179 Dari ungkapan di atas
yang bagaimanapun.
boleh menikah kecuali dengan wanita yang fasik, dan wanita fasik tidak
boleh menikah kecuali dengan laki-laki yang fasik. Namun hal ini tidak
.
HOt
U c nX P nXP HX c d H I
l
f HWn
H I HLM NO P QORX 180
Artinya: Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena
itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah
kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.
firman Allah:
.ed ...
QfP a
QLM NO P
HLM NO P 181
178
Wahbah al-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islam, 241.
179
Ibn Hazm, al-Muhall, 24.
180
Al-Hujurat: 10.
181
At-Taubah: 71.
78
Zhhir berpendapat bahwa kafah tidak ada dalam Islam, karena orang
ada, kafah hanya berlaku dalam masalah agama saja. Identitas agama
BAB IV
IBN HAZM
Pernikahan
suami dengan istri diharapkan dapat membawa ke arah rumah tangga yang
seseorang.
HOt
U c nX P nXP HX c d H I
l
f HWn
H I
HLM NO P QOXR
(10 :UVWP)
Artinya: Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada
Allah supaya kamu mendapat rahmat.
80
Sebagai nash al-Quran ayat di atas jelas qati al-tsubuth, yakni jelas
ketetapannya sehingga dapat dijadikan hujjah. Bila melihat dari zhhir nash,
muslim, semua manusia adalah sama dan bersaudara. Nampaknya Ibn Hazm
itu.
Dari asumsi tersebut ulama (Ibn Hazm) menetapkan bahwa tidak ada
larangan pernikahan yang dilakukan antara orang miskin dengan orang kaya.
Orang yang bernasab rendah boleh menikahi dengan orang yang bernasab
dengan:
1. Keturunan: sehingga orang Arab kufu satu dengan yang lainnya, begitu
3. Beragama Islam: dengan agama ini maka orang Islam kufu dengan yang
lainnya. Ini berlaku bagi non Arab. Sedangkan orang Arab kufu berlaku
yang tinggi dan untuk menilai tingkatan itu dilihat dari adat setempat.
dengan non Arab. Dengan kata lain hadts ini mengindikasikan adanya
persamaan di antara suku satu dengan yang lainnya dan lebih menjauh lagi
yang diungkapkan oleh Ibn Hazm dalam hal persamaan derajat di antara
manusia.
182
Imam Ahmad Ibn Hanbal, Musnad Imam Ahmad (Dar al-Fikr: 1991), 571.
82
yang bersifat pelengkap (kLfWP),183 yaitu sesuatu yang dituntut oleh norma
dan tatanan hidup serta berperilaku menurut jalan yang lurus dengan maksud
tentu saja tidak lepas dari koridor kemaslahatan. Secara teoritis, faktor agama
merupakan faktor yang dominan dalam menentukan kriteria kafah. Hal ini
senada dengan pendapat Ibn Hazm yang mengatakan seandainya ada kafah
itu hanya berkisar pada masalah agama. Dalam memandang agama Ibn Hazm
beriman (muslim) seperti apapun kualitas agamanya tetap kufu satu dengan
yang lain.
(bahwa putri bangsawan tidak boleh menikah dengan rakyat jelata) Nabi SAW
menikahkan Zainab binti Jahsyi (berasal dari Bani Hasyim) dengan Zaid bin
menikahkan Miqdad dengan Dabaah binti Zubair bin Abdul Muthalib (putri
jelaslah bahwa tidak ada kafah dalam masalah nasab dan tidak ada
183
Abdul Wahab Kholaf, Ilmu Ushulul Fiqh (t.t.: Dar al-Ilmi, 1978), 197.
83
Bayadhah atau sebaliknya. Padahal Abu Hind tukang bekam (status pekerjaan
Melihat hadts di atas, tidak heran jika Ibn Hazm berpendapat kafah
putri-putri mereka kepada tukang bekam yaitu Abu Hind. Seandainya kafah
berdasarkan pekerjaan ada dalam Islam, tentu Nabi tidak melakukan hal itu,
Bila dilihat dari sanad, hadts di atas diriwayatkan oleh Abu Dawud
dari Abu Hurairah dengan sanad jayyid, oleh karenanya hadts di atas bisa
dijadikan hujjah.184
Islam. Karena itu, orang yang sangat fasik, tetap kufu dengan muslimah
184
Al-Sayyid al-Imam Muhammad bin Ismil al-Kahlani, Subulus Salam (Semarang: Toha
Putra, t.t.), 130.
84
yang berbeda, namun tetap kufu dalam keimanan. Pendapat Ibn Hazm ini
didasarkan pada firman Allah surat al-Hujurat ayat 10 dan at-Taubat ayat 71.
Hazm, menurut hemat penulis, pendapat Ibn Hazm yang tidak mengakui
adanya kafah dalam hal keduniawian bisa diterima, tetapi dalam hal
keagamaan istinbath hukumnya kurang tepat, karena dalil yang dipakai tidak
Ibn Hazm sendiri yang notabene seorang ahli dhahir. Dengan kata lain, Ibn
Hazm tidak konsisten dalam menggunakan dalil dalam istinbath hukum dalam
melarang pernikahan yang dilakukan oleh seorang pezina dengan non pezina.
perkawinan yang dilakukan antar pezina itu sendiri. Larangan ini berakhir jika
Ibn Hazm terdapat persamaan dan perbedaan. Dalam masalah agama sebagai
aplikasinya yang berbeda. Karena Ibn Hazm memandang agama tidak pada
keagamaan). Jadi tidak heran jika Ibn Hazm membolehkan pernikahan antara
kecuali ada persetujuan dari wanita itu atau walinya sementara dalam masalah
85
perbedaan jelas-jelas terjadi sebab Ibn Hazm tidak mengakui adanya kafah
tidak adanya kafah pernikahan itu tidak batal, namun hal itu akan
tentang suatu masalah selalu berpegang pada al-Quran, al-hadts, ijma ulama,
dan dalil. Hal ini sebagaimana beliau ungkapkan dalam kitab al-Ihkm fi
Ushl al-Ahkm yang menjadi salah satu karya terpopuler dalam masalah
Usul Fiqh. Dalam istinbth hukum Islam Ibn Hazm menolak ray sebagai alat
istinbth dalam hukum Islam. Begitu juga dalam kafah beliau mendasarkan
HOt
U c nX P nXP HX c d H I
l
f HWn
H I
HLM NO P QOXR
(10 :UVWP)
(11 :eHP )QfP a
QLM NO P
HLM NO P
Ayat di atas dijadikan dalil oleh Ibn Hazm untuk istinbat hukum dalam
kafah. Sebagai nash al-Quran ayat di atas jelas qati tsubth, yakni jelas
menunjukkan bahwa orang yang beriman yang satu dengan yang lain
bersaudara.
sesama orang mumin satu dengan yang lainnya bersaudara baik dari
keturunan yang mulia atau orang yang rendah keturunannya atau status
Dasar lain yang digunakan Ibn Hazm dalam menetapkan kafah yaitu
..
Q
Qn mL M QLs P l
M c P Q QM HWc R Q..
Ayat di atas mengindikasikan kebolehan menikahi semua wanita yang
kita senangi tanpa melihat status sosial maupun keturunannya. Selain itu,
l
fW QM U f
l
fL
W
M c PHM H c P QM c P
Xt ..
..
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa kafah sama sekali tidak
Hazm ayat di atas dilihat berdasarkan zhhir nash yang menjadi pegangan
dengan pemahaman zhhir nash dan dalam berijtihad menolak ijtihad dengan
al-Quran, al-hadits mutawatir, ijma sahabat, dan ijtihad yang disebut dengan
al-dalil.
ijtihad dengan menggunakan bayn, yaitu keadaan sesuatu dalam zatnya serta
kriteria kafah termasuk bagian dari bayn, sehingga dengan mengacu pada
penjelasan al-Quran surat al-Hujurat (49): 10, at-Taubah (9): 71, Ibn Hazm
Selain itu, Ibn Hazm juga berpegang pada zhhir nash, sehingga al-
Quran dan al-hadts telah memuat semua persoalan hukum, baik perintah
dijadikan dasar oleh yang kontra dengannya dianggap gugur,185 karena ada
firman Allah:
cP QM cP t
Mengenai metode istinbth dari tokoh Zhhir ini penulis sepakat
bahwa semua persoalan telah ada solusinya di dalam nash, namun menurut
penulis tidak semua orang dapat menemukan atau menggali sumber hukum
kalau diamati bahwa antara jumhur dan Ibn Hazm ada dua kemungkinan.
Pertama, kalau mengikuti pandangan Ibn Hazm yaitu dengan apa adanya atau
dzahir nash, manusia akan lebih selamat dan aman dari perubahan, akan tetapi
Kedua, menurut hemat penulis, bahwa hukum Islam itu elastis, dengan
manusia. Jadi, intinya, bahwa saat sekarang zaman yang serba canggih sangat
Hukum Islam
kitab fiqh sebagai rujukan dalam menentukan bagaimana hukum Islam, baik
pengadilan agama. KHI dibentuk dari kumpulan berbagai kitab dan madzhab
dijelaskan sekilas pada pasal 44187 dan 61 dalam permasalahan kafah adalah
suatu hal yang penting dalam perkawinan, karena dengan adanya kafah
antara kedua mempelai akan lebih mudah untuk mencapai tujuan perkawinan
186
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Akademika Pressindo,
1992), 17.
187
Pasal 44 KHI berbunyi: Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan
dengan seorang yang tidak beragama Islam. Pasal 61 KHI: Tidak se-kufu tidak dapat dijadikan
alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak kufu karena perbedaan agama atau ikhtilf al-
dn.
90
keagamaan.
Faktor agama ini bagi calon suami harus dijadikan faktor utama dan
faktor nomor satu dalam kriteria kafah demi terwujudnya rumah tangga
yang sakinah mawaddah dan rahmah dan diridhai Allah. Telah disepakati
seluruh ulama (ijma) bahwa wanita Islam tidak diperkenankan kawin dengan
laki-laki yang tidak beragama Islam, baik laki-laki itu seorang musyrik atau
kalau dirinya seorang mukmin adalah lebih baik dan lebih bagus untuk dipilih
sebagai calon suami daripada seorang laki-laki musyrik sekalipun orang itu
pejantan, bagus, menawan, lagi simpatik. Hal ini berdasarkan firman Allah
dipandang tidak kufu dengan laki-laki muslim yang ayah dan kakeknya tidak
188
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Prenada,
Rawamangun, 2006), 144.
91
Setelah penulis melihat adanya pendapat Ibn Hazm yang sama dengan
senantiasa mengacu pada tiga sistem hukum: hukum positif, hukum Islam, dan
hukum adat189 yang dipakai adalah hukum adat yang terdapat di daerah
dan lain-lain. Sementara hukum Islam yang dijadikan acuan adalah kitab-kitab
fiqh dan KHI. Hukum positif yang diambil dari Kompilasi Hukum Islam
Melihat pendapat Ibn Hazm yang mengatakan tidak ada kafah dalam
Islam selain keimanan dan tidak adanya larangan pernikahan yang dilakukan
oleh orang miskin dengan orang kaya atau orang orang yang mempunyai
derajat rendah dengan yang mempunyai derajat mulia dan apa yang tertulis
189
Hukum adat yang dimaksud yaitu hukum adat perkawinan tidak tertulis dalam bentuk
perundang-undangan negara. Hukum ini juga bisa dikatakan hukum rakyat. Jika terjadi suatu
pelanggaran dalam hukum ini, peradilan adatlah yang menyelesaikan dalam peradilan masyarakat
keluarga atau kerabat yang bersangkutan, dan ini terasa lebih adil dibandingkan dengan peradilan
resmi. (Hilman Hadikusumo, Hukum Perkawinan Adat (Bandung: Alumni, 1983), 14.
92
dari sudut keislaman seseorang saja. Jika keduanya dikaitkan maka keduanya
itu dikatakan relevan walaupun tidak secara tegas Ibn Hazm mengatakan
kafah hanya dalam keislaman seseorang saja. Sebab, dalam KHI pasal 44190
Secara implisit pasal ini mengisyaratkan bahwa KHI sebagai pedoman untuk umat
Islam Indonesia juga menentukan kriteria kafah ini, tetapi dalam hal agama saja.
Lebih jelas lagi pasal 6 KHI menyebutkan Tidak se-kufu tidak dapat
perbedaan agama atau ikhtilf al-dn. Ini berarti secara explisit KHI tidak
menentukan ukuran kufu selain agama. Dengan kata lain, menurut pasal ini
yang mutlak harus ada dalam pernikahan. Walaupun demikian seyogyanya hal
agama saja. Adapun agama yang dimaksud adalah agama Islam dalam arti
merumuskan hal-hal baru yang tidak terdapat dalam nash, yaitu dengan jalan
190
Pasal 44 ini sebenarnya merupakan syarat bagi calon mempelai, walau diungkapkan
dalam sebutan larangan dan bukan rukun, kendati kedua calon mempelai itu sendiri adalah rukun
nikah. (M. Karsayuda, Perkawinan Beda Agama (Yogyakarta: Total Media, 2006), 137.)
93
kebaikan maka dalam KHI dirumuskan ketentuan hukum baru. Bila teori ini
dikorelasikan dengan masalah kafah dalam KHI dan Ibn Hazm dalam
penetapan ini ada unsur mashlahah, karena kalau kita melihat kafah-nya
Kalau dilihat, antara Ibn Hazm dengan KHI lebih maslahat KHI
kita melihat dari segi keimanan mereka (dua kalimat syahadat) bukan pada
KTP seseorang.
94
BAB V
PENUTUP
I. Kesimpulan
Ibn Hazm mengakui adanya kafah dalam pernikahan hanya saja, kriterianya
rendah, asal mereka beriman dan tidak berzina satu sama lain tetap kufu,
namun hanya secara implisit Ibn Hazm mengakui kafah dari segi agama.
Tentang dasar dan metode istinbth hukum tentang kafaah dalam pernikahan,
Ibn Hazm mendasarkan pada zhhir nash al-Quran surat al-Hujurt (49):
10, surat al-Nr (24): 3, al-Baqarah (2): 221, serta hadts Nabi dan metode
seorang muslim.
Tentang relevansi pemikiran Ibn Hazm dengan KHI bisa dikatakan masih
walaupun tidak secara tegas menetapkan kafaah dari segi agama, namun
95
seseorang.
2. Saran
kesepakatan antara wali dan wanita itu, dan diadakan pencatatan tentang
hal itu, dengan tujuan jika di kemudian hari terdapat sesuatu yang tidak
DAFTAR PUSTAKA
Al-Margh, Ahmad Musthaf. Tafsr Margh, terj. Ansor Umar Sitonggal, dkk.,
vol. 2. Semarang: Toha Putra, 1993.
Ash Sharqawi, Abdurrahman. Riwayat Sembilan Imam Fiqh. Jogjakarta: Logos, 1997.
Atha, Abdul Qadir Ahmad. Adabun Nabi. Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.
Daly, Peunoh. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: PT. Midnes Surya Grafindo, 1988.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2002.
Hasan, M. Ali. Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam. Jakarta: Prenada
Media, 2003.
Hasyim, Umar. Cara Mendidik Anak dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu, t.t.
Himaya, Ali. Ibn Hazm: Biografi, Karya, dan Kajian Agama-Agama, terj. Khalid
al-Kaf. Jakarta: Lentera, 2001.
Ibn Hanbal, Imam Ahmad. Musnad Imam Ahmad. Dar al-Fikr: 1991.
Ibn Saurah, Abi Isa Muhammad bin Isa. Sunan at-Tirmidzi. Libanon: Dar al-
Fikr, t.t.
Kholaf, Abdul Wahab. Ilmu Ushulul Fiqh. t.t.: Dar al-Ilmi, 1978.
Mubarok, Jaih. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung: Rusda, 2000.
Naww, Ab Ahdi al-Muthi Muhammad bin Umar bin Ali. Nihyah al-Zyn.
Beirut: Dar al-Fikr, 1995.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islami: Hukum Fiqh Islam. Bandung: PT. Sinar Baru
Algesindo, 2001.
Shaleh, K.H.Q. dkk. Asbbun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-
Ayat al-Quran. Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2004.