Anda di halaman 1dari 2

Merendahlah Karena Allah

Dalam banyak literatur disebutkan bahwa Tawadlu’ adalah diantara sifat – sifat yang
terpuji.
Pengertian Tawadhu Secara Terminologi berarti rendah hati, lawan dari sombong atau
takabur. Menurut imam Al-Ghozali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin adalah mengeluarkan
kedudukanmu atau kita dan menganggap orang lain lebih utama dari pada kita.
Sedangkan Tawadhu menurut Ahmad Athoilah adalah sesuatu yang timbul karena melihat
kebesaran Allah, dan terbukanya sifat-sifat Allah.
awadhu’ adalah ridho jika dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dari yang
sepantasnya. Tawadhu’ merupakan sikap pertengahan antara sombong dan melecehkan
diri. Sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi hingga lebih dari yang semestinya.
Sedangkan melecehkan yang dimaksud adalah menempatkan diri terlalu rendah sehingga
sampai pada pelecehan hak (Lihat Adz Dzari’ah ila Makarim Asy Syari’ah, Ar Roghib Al Ash-
fahani, 299). Ibnu Hajar berkata, “Tawadhu’ adalah menampakkan diri lebih rendah pada
orang yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu’ adalah
memuliakan orang yang lebih mulia darinya.” (Fathul Bari, 11: 341)
Maka tentunya ada nilai lebih pada sifat dan karakter yang bernama tawadhu’ ini, dan
tentunya karena setiap nabi dan Rasul serta para pengikutbmereka para shabah
Radhiyallahu Anhum begitu mengaktualisasikan sifat tawadhu’ ini dalam kehidupan mereka
semua.
Semisal, sebuah perkataan seorang nabi “dan berbakti kepada ibuku”. Kemudian
dialnjutkan beliau, Nabi Isa ‘alaihis salam, ‫( ولم يجعلني جبارا شقيا‬dan Dia tidak menjadikan aku
seorang yang sombong lagi celaka). Qs. Maryam : 19;32.
Apalagi sosok pemilik visi misi sebagai penyempurna akhlak mulia; Rasullah SAW sering
menasehati kita untuk selalu berprilaku menyematkan keindahan budi pekerti dengan
tawadhu’, malafalkan kalimat dengan lisan tanpa nada sombong, serta tidak memunculkan
bahasa tubuh yang meremehkan dan merendahkan orang lain disekitar kita.
Rasullah SAW menyampaikan sebuah efek kebaikan yang ditimbulkan dari sifat
tawadhu’ ini, “dan juga tidaklah seseorang yang memiliki sifat tawadhu’ karena Allah” beliau
melanjutkn akan janji Allah kepada pemilik sifat tawadhu’,”illa rafa’ahullah” (melainkan
Allah akan meninggikannya) (HR. Muslim)
Indah sekali definisi yang disampaikan oleh Ibnu Jarir At Thabari, ‫اظاهر التنزيل عن‬
‫“ المرتبة لمن يرد التعظمه‬menampakkan lebih rendah dari orang yang ingin mengagungkannya”
dan masih banyak kisah penuh berkah yang bisa kita ikuti dalam kehidupan sehari – hari.
“letakkan kakimu di kepalaku” pinta paksa Abu Dzar sambil meletakkan kepalanya di
permukaan pasir panas siang itu. “injaklah kepalaku ini” nada permintaannya penuh dengan
penyesalan yang membuncah, marah pada diri sendiri, namun kesedihan yang berlapis –
lapis. Namun, sosok yang sempat terpanggil dengan kalimat “Wahai budak hitam” ini tetap
diam, ia tak menggerakkan anggota badannya, bahkan kakinya pun tidak terangkat untuk
menginjak wajah Abu Dzar Al Ghifari. Sebuah pemandangan yang mengharu biru jika kita
bisa melihat langsung kejadian tersebut. Apalagi ditambah sebuah pernyataan penutup
yang diucapkan oleh Bilal Bin Rabah, sungguh akan menyebabkan linangan air mata kan
menyeruak dari tiap sudut mata kita. Kalimat penuh ketawahu’ an “aku memaafkan Abu
Dzar, Ya Rasulallah” Ucap Bilal. “dan biarkan urusan ini tersimpan di sisi Allah agar menjadi
kebaikanku kelak” inilah kalimat tawadhu’
Dilain kisah, Rabiah bin Ka’ab sempat bersitegang dengan Abu Bak As Siddiq, “ Hai
Rabi’ah ucapkanlah kata – kata seperti yang kulontarkan kepadamu , sebagai hukuman
bagiku” paksa Abu Bakar kepada Rabi’ah.”tidak, aku tiadak akan mengucapkannya” tolak
Rabi’ah. “kalau begitu aku akan mengadukanmu kepada Rasulullah”, ucap Abu Bakar sambil
berjalan menuju kediaman Rasulullah, dan Rabi’ah pun mengikutinya dari belakang. Nah,
menarikanya kerabat Rabi’ah dari Bani Aslam menasihati dengan nada mencela, “bukankah
dia yang memakimu terlebih dahulu ? kemudian dia yang mengadukanmu kepada
Rasulullah ?” kata mereka
Dan lisan Rabi’ah akhirnya mengucapkan kalimat berkah, sebuah redaksi kata yang
tersusun dengan indah “ apakah kalian tahu siapa beliau?” tegas Rabi’ah kepada
kerabatnya. “ Dia As Shiddiq, sahabat terdekat Rasulullah dan orang tua kaum muslimin,
pergilah kalian dari sini, aku khawatir jika beliau melihat kalian beliau akan marah” kata
Rabi’ah dengan risaunya, sambil melanjutkan kata-katanya “ ‫يائني رسول هللا لغضبه ويغضب هللا عز‬
‫ ) ”وجل لغضب رسوله ويهلك ربيعة‬nanti Rasullah akan marah sebab kemarahan Abu Bakar dan
kemarahan mereka berdua adalah kemarahan Allah, maka aku akan celaka) sebuah kalimat
yang tertutur dengan nilai ketawaduk an, dan kemudian diakhiri oleh ucapan Rabi’ah
kepada Abu Bakar “Semoga Allah mengampunimu wahai Abu Bakar”
Sifat Tawadhu’ adalah karakteristik yang menjadi keniscayaan yang dimiliki oleh
setiap mukmin. Ibarat bola tenis, saatia ditumbuk kebawah, maka ia memantul keatas.
Seperti itulah pemilik sifat tawadhu’ namun jangan gagal pahamtentang sifat tawadhu’.
Memang tawadhu’ teridentikkan ke bawah atau merendah, namun ingat, merendah di
tawadhu’ini tidak untuk menjadi lemah yang berujung diremehkan.
Mari merendah untuk meninggi, bukan merendah untuk diremehkan. Karena
merendah tidak selalu menjadi rendahanituah merendah ala tawadhu. Allahu A’lam

Anda mungkin juga menyukai