Oleh
َف َو اَّلِذ ْي، َأ َم ا َت ْر َض ى َأ ْن َت ُكْو َن ِم ْث َل َن ِب ِّي اِهلل. َق ِل ْي ٌل ُتَؤ ِّد ْي ُش ْكَر ُه َخ ْي ٌر ِم ْن َكِث ْي ٍر َالُت ِط ْي ُق ُه، َو ْي َح َك َيا َث ْع َلَب ُة
َنْف ِس ْي ِب َي ِد ِه َلْو ِش ْئ ُت َأ ْن َت ِس ْي َل َم ِع َي اْلِج َب اُل ِف َّض ًة َو َذ َه ًب ا َلَس اَلْت.
“Celaka engkau wahai Tsa’labah! Sedikit yang engkau syukuri itu lebih baik dari harta
banyak yang engkau tidak sanggup mensyukurinya. Apakah engkau tidak suka
menjadi seperti Nabi Allah? Demi yang diriku di tangan-Nya, seandainya aku mau
gunung-gunung mengalirkan perak dan emas, niscaya akan mengalir untukku”
TAKHRIJ HADITS.
Hadits ini diriwayatkan oleh : Ibnu Jarir dalam Jami’ul Bayaan (VI/425 no. 17002),
ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir (VIII/218-219, no. 7873), ad-Dailamy, Ibnu
Hazm dalam al-Muhalla (XI/208) dan al-Wahidi dalam Asbaabun Nuzul (hal. 257-
259).
Semuanya telah meriwayatkannya dari jalan Mu’aan bin Rifa’ah as Salamy dari Ali
bin Yazid dari al-Qasim bin Abdur Rahman dari Abu Umamah al-Baahiliy, ia berkata:
“Bahwasanya Tsa’labah bin Hathib al-Anshary datang kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, lalu ia berkata: “Ya Rasulullah, berdo’alah kepada Allah agar aku
dikarunia harta.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: (Ia pun
menyebutkan lafazh hadits di atas).
Sesudah itu, ia menjauh dari Madinah dan tinggal di satu lembah (desa). Karena
kesibukannya, ia hanya berjama’ah pada shalat Zhuhur dan Ashar saja, dan tidak
pada shalat-shalat lainnya. Kemudian kambing itu semakin banyak, maka mulailah ia
meninggalkan shalat berjama’ah sampai shalat Jum’at pun ia tinggalkan.
Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para Shahabat:
“Apa yang dilakukan Tsa’labah?”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam mengutus dua orang untuk mengambil
zakatnya seraya bersabda: “Pergilah kalian ke tempat Tsa’labah dan tempat fulan
dari Bani Sulaiman, ambillah zakat mereka berdua.”
ِم ْن َف ْض ِلِه ﴾َف َلَّم ا آَت اُه ْم٧٥﴿ َو ِم ْنُه ْم َم ْن َع اَهَد اَهَّلل َلِئ ْن آَت اَن ا ِم ْن َف ْض ِلِه َلَن َّص َّد َق َّن َو َلَن ُكوَن َّن ِم َن الَّص اِلِح يَن
ُم ْع ِر ُض وَن َب ِخ ُلوا ِب ِه َو َت َو َّلْو ا َو ُه ْم
“Dan di antara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah: ‘Sesungguhnya jika
Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan
bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih.’ Maka, setelah Allah
mem-berikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan
karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu
membelakangi (kebenaran).” [At-Taubah/9:75-76]
Setelah ayat ini turun, Tsa’labah datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia
mohon agar diterima zakatnya.
Dan Abu Bakar, ‘Umar, serta ‘Utsman pun tidak menerima zakatnya di masa khilafah
mereka.
Karena dalam sanad hadits ini ada dua orang perawi yang lemah:
1. Ali bin Yazid, Abu Abdil Malik, seorang rawi yang sangat lemah.
Imam al-Bukhari dalam kitabnya berkata: “Ali bin Yazid, Abu ‘Abdil Malik al-
Hany ad-Dimasyqy adalah seorang perawi yang Munkarul Hadits.”
[Periksa: Mizaanul I’tidal (III/161, no. 5966), Taqriibut Tahdziib (II/705, no.
4933), al-Jarh wat Ta’dil (VI/208), Lisanul Mizan (VII/ 314), Majmu’uz Zawaaid
(VII/31-32)]
2. Mu’aan bin Rifaa’ah as-Salamy, seorang perawi yang dha’if (lemah).
Ibnu Hajar berkata: “Ia adalah seorang rawi yang lemah dan ia sering
memursalkan hadits.” [Periksa: Taqriibut Tahdziib (II/194, no. 6771)]
Kata Imam adz-Dzahabi: “Ia tidak kuat haditsnya.” [Periksa: Mizaanul I’tidal
(IV/134)]
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Hammad, ia berkata: “Salamah dari Ibnu
Ishaq dari ‘Amr bin ‘Ubaid dari al-Hasan: ‘Bahwa yang dimaksud ayat itu (9: 75)
adalah Tsa’labah bin Haathib Mu’aththib bin Qusyair keduanya dari bani ‘Amr
bin ‘Auf.’” [Periksa: Jami’ul Bayaan fii Ta’-wiilil Qur-aan (IV/ 427, no. 17005)]
Kata Imam an-Nasaa-i: “Matruk, tidak kuat, tidak boleh ditulis haditsnya.”
Kata Imam al-Fallas: “ ‘Amr ditinggalkan haditsnya dan dia adalah ahli bid’ah.”
Di Antaranya ialah:
Tsa’labah bin Haathib adalah seorang Sahabat yang ikut dalam perang Badar
sebagaimana disebutkan oleh:
“Tidak akan masuk Neraka seseorang yang ikut serta dalam perang Badar dan
perjanjian Hudaibiyah”[1]
4. Kata Imam al-Qurthuby (wafat th. 671 H): “Tsa’labah adalah badry (orang yang
ikut perang Badar), Anshary, Shahabat yang Allah dan Rasul-Nya saksikan
tentang keimanannya seperti yang akan datang penjelasannya di awal surat al-
Mumtahanah, adapun yang diriwayatkan tentang dia (tidak bayar zakat) adalah
riwayat yang TIDAK SHAHIH. [Tafsir al-Qurthuby (VIII/133), cet. Darul Kutub
al-‘Ilmiyyah]
SIKAP SEORANG MUSLIM TERHADAP HIKAYAT TSA’LABAH YANG TIDAK BENAR DI ATAS
Sesudah kita mengetahui kelemahan riwayat tersebut, maka tidak halal bagi seorang
muslim pun untuk membawakan riwayat Tsa’labah sebagai permisalan kebakhilan,
karena bila kita bawakan riwayat itu berarti:
Ingat, kita tidak boleh sekali-kali mencela, memaki atau menuduh dengan tuduhan
yang jelek kepada para Shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
َم ْن َس َّب َأ ْص َح اِبْي َف َع َلْي ِه َلْع َن ُة اِهلل َو اْلَم َالِئ َكِة َو الَّن اِس َأ ْج َم ِع ْي َن.
“Barangsiapa mencela Shahabatku, maka ia mendapat laknat dari Allah, Malaikat dan
seluruh manusia.”[2]
1. Tsa’labah bin Haathib ash-Shahaby al-Muftara’ ‘alaihi, oleh ‘Adab Mahmud al-
Humasy, cet. Daarul Amaani, Riyadh, th. 1407 H.
2. Asy-Syihaab ats-Tsaqiib fidz Dzabbi ‘anish Shahabil Jalil Tsa’labah bin Haathib,
oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly, Daarul Hijrah, cet. II, th. 1410 H.
3. Mizaanul I’tidal fii Naqdir Rijal, oleh Imam adz-Dzahaby, tahqiq: ‘Ali Muhammad
al-Bijaawy, cet. Daarul Fikr.
4. Majmu’-uz Zawaa-id wa Mamba-ul Fawaa-id, oleh Imam al-Haitsamy.
5. Al-Muhalla, oleh Ibnu Hazm.
6. Tafsir ath-Thabary, oleh Imam ath-Thabary, cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah.
7. Tafsir al-Qurthuby, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-
Qurthuby.
8. Taqriibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqa-lany, cet. Daarul Kutub
al-‘Ilmiyyah.
9. Al-Jarh wat Ta’dil, oleh Ibnu Abi Hatim ar-Razy, cet. Daarul Fikr.
10. Al-Mu’jamul Kabir, oleh Imam ath-Thabary, tahqiq: Hamdi Abdul Majid as-Salafy.
11. Adh-Dhu’afa’ wal Matrukin, oleh Imam an-Nasa-i, cet. Daarul Fikr.
12. Fai-dhul Qadir, oleh al-Munawy, cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah.
13. Fat-hul Baari, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany, cet. Daarul Fikr.
14. Al-Ishaabah fii Tamyizish Shahabah, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar ‘al-‘Asqalany.
15. Al-Istii’ab bi Ma’rifatil Ash-haab, oleh al-Hafizh Ibnu ‘Abdil Barr (bihaamisy al-
Ishaabah)
16. Lisaanul Miizan, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany.
17. Ihya’ ‘Ulumuddin, oleh Imam al-Ghazaly, (bi Haamisyihi takhrij lil-Hafizh
al-‘Iraaqy.), cet. Daarul Fikr, th. 1418.
18. At-Tashfiyyah wat Tarbiyyah wa Aatsaariha fisti’naafil Hayaatil Islaamiyyah,
oleh Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid al-Atsary.
19. Asbaabun Nuzul, oleh Imam Abul Hasan ‘Ali bin Ahmad al-Wahidy, cet. Daarul
Kutub al-‘Ilmiyyah.
20. Tahdziibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany.
[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit
Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]
_______
Footnote
[1] HR. Ahmad (III/396), lihat Silsilatul Ahaadits ash-Shahihah (no. 2160)
[2] HR. Ath-Thabrani di dalam kitab al-Mu’jamul Kabir (XII/110, no. 12709) dan
hadits ini telah di-hasan-kan oleh Imam al-Albany dalam Silsilatul Ahaadits ash-
Shahihah (no. 2340), Shahih al-Jaami’ush Shaghir (hal. 2685)
🔍 Hadits Tentang Dosa Besar, Ilmu Allah Sangat Luas, Bolehkah Zakat Mal Diberikan
Untuk Pembangunan Masjid, Apa Itu Tarekat Naqsabandiyah, Rukun Shalat Id
🔗 SSD VPS