Anda di halaman 1dari 6

Indahnya Tawadhu

Tawadhu merupakan sikap yang sudah tidak asing lagi bagi kaum
Muslimin, ia adalah sikap atau akhlak yang berlawanan dari sikap takabbur
atau sombong. Yang dimana sikap Tawadhu ini merupakan penawar dari
sikap tercela tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Syaikh Al-
Utsaimin:

‫ ِض ُّد الَّتَع ايِل يعيِن َااَّل َيرتِفُع اِاْل نساُن وال َيرتِفُع على َغ ِريه بعلٍم وال نس ٍب وال ماٍل وال‬:‫التواَض ُع‬
‫ٍه ِا‬
‫جا وال مارٍة والِوزارٍة والِغري ذالَك‬
“Tawadhu atau rendah hati adalah lawan dari sikap tinggi hati atau
sombong, yaitu tidak merasa lebih tinggi dari orang lain baik dalam
masalah ilmu, nasab (keturunan), harta, kedudukan, kepemimpinan, dan
yang lainnya” (Al-Utsaimin , 2017).
Bagi seorang santri atau muslim atau lebih khusus Allah ‫ﷻ‬
menyebutnya Ibādurrahman, sikap tawadhu ini merupakan sebuah
kewajiban untuk diwujudkan supaya dari sifat kesombongan dan keangkuhan
yang sangat berbahaya. Karena seorang Ibādurrahman menurut syaikh Ali
Ash-Shabuni dalam tafsirnya ialah orang yang berjalan di muka bumi ini
dengan lembut dan tenang (Ash-Shobuni, 2016). Ketika Rasulullah ‫ﷺ‬
menyatakan bahwa ciri kesombongan itu adalah selalu akan menolak
kebenaran dan merendahkan manusia. Maka dengan sikap tawadhu
seseorang akan jinak terhadap kebenaran dan akan terhindar dari sikap
meremehkan manusiayang lainnya. Hal ini sebagai implementasi dari
perintah Allah ‫ﷻ‬yang tertera dalam Alquran.
‫ِمِن‬ ‫ِم‬ ‫ِل‬ ‫ِف‬
‫۔‬٢١٥‫۔‬ ‫َواْخ ْض َج َناَح َك َم ِن اَّتَبَعَك َن اْلُم ْؤ َنْي‬
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu
orang-orang yang beriman”(QS. Asy-Syu`ara:215).
Dalam ayat ini Syaikh Utsaimin menjelaskan bahwasanya ketika
seseorang memiliki kedudukan yang tinggi atau jabatan yang tinggi, ia
melihat dirinya itu seperti burung yang terbang tinggi menjulang diatas
langit, maka Allah ‫ ﷻ‬memerintahkannya agar merendahkan diri terhadap
orang-orang beriman yaitu orang-orang yang mengikuti Nabi ‫ﷺ‬. Karena
dalam ayat yang lainnya Allah ‫ ﷻ‬menyatakan bahwa orang yang paling
mulia disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa kepadanya, sebagaimana
yang tertera dalam QS. Al-Hujurat: 13. Bahkan dengan sifat tawadhu,
seseorang akan diangkat derajatnya oleh Allah ‫ﷻ‬. Sebagaimana dalam
kutipan Hadist:

‫َوَم ا َزاَد اُهلل َعْب ًد ا‬, ‫ َم ا َنَق َص ْت َص َد َقٌة ِم ْن َم اٍل‬:‫ َق اَل َرُس ْو ُل اِهلل ﷺ‬: ‫َعْن َاْيِب ُه َرْيَرَة َق اَل‬

۲۵۸۸ :‫ َوَم ا َتَواَض َع َاَح ٌد ِلّلِه ِإاَّل َرَفَعُه اُهلل َتَعاىَل ) اخرجه مسلم‬,‫ِبَعْف ٍو ِإاَّل ِعًزا‬
“Dari Abu Hurairah Ra. berkata, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: Sedekah tidak
akan mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambahkan kepada seseorang
yang suka memaafkan kecuali kewibawaan. Tidaklah seseorang yang
bertawadhu karena Allah, kecuali Dia akan meninggikan derajatnya” (HR.
Muslim: 2588).
Dari Hadist ini khususnya dalam konteks tawadhu Abdurrahman Al-
Bassam menjelaskan bahwa ketika seorang hamba menampakkan
kenikmatanya karena Allah, semata-mata karenanya maka Allah akan
mengangkat derajatnya didunia serta ditumbuhkan rasa cinta di dalam
hatinya, dan akan di bangunkan rumah/istana yang tinggi di dalam syurga
(Al-Bassam, 2016). Maka dari itu ketika seorang ibadurrahman memiliki
kekayaan yang lebih, jabatan yang tinggi, dan keturunan yang banyak,
haruslah memiliki sifat tawadhu ini. Karena sudahlah ia memiliki kekayaan
yang lebih, jabatan yang tinggi, dan keturunan yang banyak, kemudian ia
memiliki sifat tawadhu di hadapan manusia maka ia bukan hanya kaya dan
mulia di dunia saja tetapi ia juga akan kaya dan mulia diakhirat kelak.
Dalam sifat tawadhu ini, Rasulullah ‫ ﷺ‬merupakan suri tauladan
yang baik. Beliau sangat rendah hati terhadap orang yang beriman, hidup
sederhana dari kemewahan. Padahal Beliau sangatlah mungkin dengan
pengaruh dan kedudukannya, Beliau adalah seorang protektor bagi umat
muslim juga sebagai orator bahkan lebih dari senator. Sehingga Michael Hart
seorang sarjana barat pernah menggemparkan dunia khususnya
menggegerkan kalangan Yahudi dan Nashrani karena dia menulis 100 orang
yang paling berpengaruh didunia, dan menempatkan Nabi Muhammad
‫ ﷺ‬pada urutan pertama. Namun meskipun Beliau adalah seorang
pemimpin juga sebagai jendral di medan perang yang memiliki jabatan
tertinggi dan strategis, Beliau selalu rendah hati atau tawadhu terhadap
orang-orang yang beriman. Dikala orang sangat mementinhkan urusan dunia,
bahkan berlomba-lomba dalam menumpuk harta kekayaan, pada diri
Rasulullah ‫ ﷺ‬memiliki situasi yang sebaliknya. Beliau sering terlihat
tidak mendapatkan makanan dan harus menahan lapar dan harus menahan
lapar. Sebagaimana dalam Hadist:

‫ َذَك َر ُعَم َر َم ا َأَص اَب الَّناُس ِم َن الُّد ْنَيا‬, ‫ ِمَس ْعُت الُنْع َم اَن ْخَيُطُب َقاَل‬, ‫َعْن َمِساِك ْبِن َح ْرٍب َقاَل‬

‫ أخرجه‬.‫ َم ا ِجَي ُد َدَقاًل ْمَيُأَل ِب ِه َبْطَن ُه‬,‫ َلَق ْد َرَأْيُت َرُس ْو ُل اِهلل ﷺ َيُظُّل الَيْوَم َيْلَت ِوي‬: ‫َفَق اَل‬

۲۹۷۸ :‫مسلم‬
“Dari Simak bin Harb ia berkata: Aku mendengar Nu`man bin Basyir
berkhutbah, Umar menyebut bahwa orang-oramg sangat mementingkan
dunia, laluia berkata: Sungguh aku melihat Rasulullah ‫ ﷺ‬kadang-kadang
sehari penuh tidak mendapatkan makanan walaupun hanya kurma yang
paling buruk untuk mengisi perutnya” (HR. Muslim: 2978).
Juga dalam Hadist lainnya disebutkan dalam riwayat Tirmidzi:
‫ َش َك ْو َنا ِإىَل َرُس ْو ِل اِهلل ﷺ اُجلْوَع َوَرَفْع َن ا َعْن ُبُطْو ِنَن ا َعْن َحَج ٍر‬: ‫َعَن َأ َطْلَح َة َق اَل‬
‫ْيِب‬
۲۳۷١ :‫رواه الرتميذ‬. ‫َحَج ٍر َفَرَفَع َرُسْو ُل اِهلل ﷺ َعْن َحَج َرْيِن‬
“Dari Abu Thalhah ia berkata: Aku mengadukan kepada Rasulullah ‫ﷺ‬
tentang rasa lapar yang kami derita, lalu kami memperlihatkan perut kami
yang di ganjal batu, masing-masing sebuah batu, kemudian Rasulullah ‫ﷺ‬
memperlihatkan perut Beliau yang ternyata di ganjal oleh dua batu” (HR.
Timidzi: 2371).
Dari Hadist ini diceritakan bahwa ketika Abu Thalhah dan bersama
para sahabat lainnya mengadukan kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬rasa lapar yang
mereka derita, kemudian mereka memperlihatkan perut mereka yang
masing-masing di ganjal oleh batu yang menandakan perut mereka kosong
dan lapar belum makan dalam jangka waktu yang lama. Namun ketika
Rasulullah ‫ ﷺ‬memperlihatkan perutnya, ternyata beliau jauh lebih lapar
dibandingkan dengan para sahabat yang di mana perut beliau ternyata
diganjal oleh dua batu. Akan tetapi Rasulullah ‫ ﷺ‬mampu bersabar dan
tidak mengekspresikan kelaparannya di hadapan para sahabat.
Bahkan bukan dalam perihal makanan saja Rasulullah ‫ﷺ‬
sederhana. Dalam perihal tempat tidurpun beliau selalu sederhana.
Sebagaimana dalam riwayat Timidzi lainnya, ada Hadist yang
menggambarkan betapa sederhananya beliau dalam hal tempat tidur:
‫ َيا َرُس ْو َل‬:‫ َناَم َرُسْو ُل اِهلل ﷺ َعَلى َح ِص ٍرْي َفَق اَم َو َقْد َأَّثَر ْيِف َج ْنِبِه َفُق ْلَنا‬: ‫َقاَل‬,‫َعْن َعْبِد اِهلل‬

‫ َم ا ْيِل َو ِلُّد ْنَيا َم ا َأَنا ِفالُّد ْنَيا ِإاَّل َك َرَك ٍب ِإْس َتَظَّل ْحَتَت َش َج َرٍة َّمُث‬: ‫اِهلل َلِوالَّتَخ ْذ َنا َلَك ِوَطاًءا َفَق اَل‬

۲۳۷۷:‫ رواه الرتميذ‬.‫َراَح َو َتَرَك َه ا‬


“Dari Abdullah ia berkata: Rasulullah ‫ ﷺ‬tidur di atas tikar kemudian
ketika beliau bangun tampaklah bekas tikar itu di pinggangnya, kemudian
kami mengajukan usul: Wahai Rasulullah bagaimana jika kami ambilkan
kasur untukmu? Beliau bersabda: Apalah arti dunia ini untukku, sedangkan
aku di dunia ini bagaikan orang yang bepergian dan berteduh di bawah
pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya”(HR. Tirmidzi: 2377).
Dalam kitab Zad El-Ma`ad Imam Ibnu Qoyyim menceritakan
bahwasanya Rasulullah ‫ ﷺ‬terkadang tidur di atas kasur terkadang di atas
hamparan karpet kulit, dan terkadang juga di atas tanah, dan beliau memiliki
kasur yang terbuat dari kulit yang di jejari sabut, juga Beliau memiliki kain
mori yang di mana kain mori itu beliau lipatkan menjadi dua dan pada suatu
hari ia lipat kain itu menjadi empat lipatan agar terasa lebih empuk. Maka
beliau melarang para sahabat untuk melakukan hal demikian dan bersabda
“kembalikanlah seperti semula karena dengan keempukannya, kain itu telah
menghalangiku untuk melaksanakan shalat malam”.
Oleh karena itu sudah sepatutnya kita sebagai orang yang beriman
harus meneladani Rasulullah ‫ ﷺ‬dalam sikap tawadhu ini. Karena dengan
sifat tawadhu ini seseorang akan diangkat derajatnya juga akan dibangunkan
istana di akhirat kelak. Karena dengan sifat ini pula seseorang akan di sukai
juga di sayangi oleh manusia bahkan amat terpuji pada sisi manusia,
terkhususnya pada pandangan Allah ‫ﷻ‬.
Lantaran itu, buanglah sifat takabbur atau sombong itu dan gantilah
dengan perangai yang di ridhoi Allah ‫ﷻ‬, agar Allah ‫ ﷻ‬memasukan
kita semua kedalam syurganya kelak. Sebagaimana firmannya:

)۸۳:‫األية(القصص‬....‫ِتْلَك الَّداُر اأْل ِخ َرُة ْجَنَعُلَه ا ِلَّلِذ ْيَن اَل ُيِرْيُد ْو َن ُعُلًّوا يِف اَألْر ِض َواَل َفَس اًد ا‬
“Negeri akhirat itu kami jadikan bagi orang-orang yang tidak
menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi”(Al-Qasas:
83).

Daftar Pustaka
Al-Bassam, A. (2016). Taudih Al-Ahkam. Jakarta: Dar Al-Alamiyah.
Al-Bukhari, M. (2012). Shahih Al-Bukhari. Kairo: Dar At-Taqwa.
Al-Jauziayah, I. (2015). Zad Al-Ma`ad. Mesir : Dar Ibnu Jauzi.
Al-Utsaimin , M. (2017). Syarah Riyaḍ Al-Ṣalehin. Kairo: Dar Ibnu Al-Jauzi.
Ash-Shobuni, M. A. (2016). Sofwatu At-Tafasir. Jakarta: Dar Al-Alamiyah.
At-Tirmidzi, M. (2020). Sunan At-Tirmidzi. Jakarta: Abdal Al-Nady.
Hassan, A. (2011). Terjemah Bulugul Maram. Bandung: diponegoro.
Hassan, A. (2020). Hai Anak Cucuku. Bangil: Al-Muslimun.
Kementrian Agama RI. (2020). Alquran Hafaazan Perkata. Bandung: Al-
Qur`an Al-Qosbah.
Muslim, A.-H. (2003). Shahih Muslim. Beirut: Dar Al-Kitab Al-ilmiyah.
Yudistira, E. (2016). RPUL. Surabaya: Dua Media.

Anda mungkin juga menyukai