Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

‫س ْبعَةٌ يُ ِظلُّ ُه ُم‬


َ : ‫ قَا َل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ أ َ َّن َر‬: َ ‫َع ْن أ َ ِبى ُه َري َْرة‬
‫ َوشَابٌّ نَشَأ َ فِى‬، ‫َّللاُ َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة فِى ِظ ِل ِه َي ْو َم الَ ِظ َّل إِالَّ ِظلُّهُ ِإ َما ٌم َعا ِد ٌل‬
َّ
َ‫ َو َر ُج ٌل َكان‬، ُ‫ت َع ْينَاه‬ ْ ‫ض‬ َّ ‫ َو َر ُج ٌل ذَ َك َر‬، ‫َّللاِ َع َّز َو َج َّل‬
َ ‫َّللاَ فِى َخالَءٍ فَفَا‬ َّ ِ‫ِعبَادَة‬
ُ‫عتْهُ ْام َرأَة ٌ ذَات‬ َّ ‫ َو َر ُجالَ ِن ت َ َحابَّا فِى‬، ‫قَ ْلبُهُ ُمعَلَّقًا فِى ْال َم ْس ِج ِد‬
َ َ‫ َو َر ُج ٌل د‬،ِ‫َّللا‬
‫صدَ َق ٍة‬ َ َ ‫ َو َر ُج ٌل ت‬، َ‫َّللا‬
َ ‫صدَّقَ ِب‬ َّ ‫َاف‬ ُ ‫ ِإ ِنى أَخ‬: ‫ب َو َج َما ٍل ِإ َلى نَ ْف ِس َها فَقَا َل‬ ٍ ‫ص‬ ِ ‫َم ْن‬
. ُ‫ت َي ِمينُه‬ َ ‫فَأ َ ْخ َفاهَا َحتَّى لَ ْم ت َ ْعلَ ْم ِش َمالُهُ َما‬
ْ ‫صنَ َع‬
Artinya :

Bersumber dari Abu Hurairah ra, bahwasanya baginda Rasul SAW bersabda :
“Ada tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tiada
naungan kecuali naungan-Nya, yaitu : pemimpin yang adil, pemuda yang senantiasa
beribadah kepada Allah Ta’ala, seseorang yang mengingat Allah di tempat yang
sepi sampai meneteskan air mata, seseorang yang hatinya senantiasa digantungkan
(dipertautkan) dengan masjid, dua orang saling mencintai karena Allah, yang
keduanya berkumpul dan berpisah karena-Nya, seorang laki-laki yang ketika diajak
[dirayu] oleh seorang wanita bangsawan yang cantik lalu ia menjawab :
“sesungguhnya saya takut kepada Allah”, dan seseorang yang mengeluarkan
sedekah sedang ia merahasiakannya, sampai-sampai tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya”.

Dari hadist diatas dijelaskan oleh baginda Rasul, terdapat tujuh golongan
yang akan mendapatkan naungan dari Allah SWT dihari kiamat, adapun salah satu
dari golongan tersebut adalah para pemimpin yang adil. Ini menandakan bahwa
masalah kepemimpinan adalah masalah yang amat urgen dihadapan Allah SWT.

Perihal kepemimpinan didalam Islam merupakan suatu wacana yang selalu


menarik untuk didiskusikan. Wacana kepemimpinan dalam Islam, sudah ada dan

1
berkembang tepatnya pasca Rasulullah SAW wafat. Wacana kepemimpinan ini
timbul karena sudah tidak ada lagi Rasul atau nabi setelah baginda Nabi
Muhammad SAW wafat.

Islam adalah agama yang sempurna, di antara kesempurnaan Islam ialah


mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah
Swt (‫ )حبل من هللا‬maupun hubungan dengan manusia (‫)حبل من الناس‬, termasuk di
antaranya masalah kepemimpinan di pemerintahan.

Kepemimpinan didalam islam bukanlah kekuasaan, bukan pula jabatan dan


kewenangan yang mesti dibanggakan, lebih-lebih lagi barang dagangan yang dapat
diperjual-belikan. Hakekat kepemimpinan dalam pandangan Islam adalah amanah
yang harus dijalankan dengan baik dan dipertanggung jawabkan bukan saja di dunia
tapi juga di hadapan Allah nanti di akhirat. Dan Allah SWT mengutuk orang-orang
yang tidak menjalankan kepemimpinannya secara professional dan proporsional.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

‫من ولي من أمر المسلمين شيئا فأمر عليهم أحدا محاباة فعليه لعنة هللا ال‬
. ‫جهنمز‬ ‫يقبل هللا منه صرفا و ال عدال حتى يدخله‬
Artinya :

Barang siapa yang memimpin urusan kaum muslimin, lalu ia memberikan tanggung
jawab kepada seseorang disebabkan ia mencintainya, maka Allah SWT
melaknatnya, dan tidak akan diterima Allah semua amal dan semua keadilannya,
sampai ia masuk kedalam neraka.

Sesungguhnya Allah SWT sudah memberikan contoh yang terbaik bagi


manusia dalam kepemimpinan pada diri Rasulullah. Oleh karena itu, bisa dipastikan
bahwa pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang menjalankan kepemimpinan
seperti Rasulullah. Adapun diantara salah seorang pemimpin yang mengikut kepada
jalan kepemimpinan Rasulullah adalah Umar bin Abdul Aziz.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz mendapatkan kesuksesan dan kejayaan pada
masa kepemimpinannya ketika mengikuti apa yang diajarkan oleh Baginda Rasul.

2
Berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh para khalifah dari Bani
Umayyah pada umumnya.

Dinasti Bani Umayyah merupakan sebuah pemerintahan Islam yang berdiri


setelah pemerintahan Khulafa`ur Rasyidin. Dinasti ini berkuasa selama kurang
lebih 90 tahun (661-750).

Ketika pemerintahan Islam memasuki masa kekuasaan Muawiyah bin Abi


Sofyan yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah, pemerintahan Islam yang
sebelumnya bersifat demokratis berubah menjadi monarki, disinilah awal mula
adanya kepemimpinan monarki didalam Islam. Selama pemerintahannya, dinasti
ini telah dipimpin oleh 14 khalifah. Salah satunya adalah Khalifah Umar bin Abd
al-Aziz.

Umar bin Abd al-Aziz menjabat sebagai khalifah dalam kurun waktu kurang
dari tiga tahun (717-720), atau lebih tepatnya dua tahun lima bulan. Walaupun
waktu kepemimpinan beliau bisa dikatakan amat pendek, akan tetapi perubahan
yang beliau lakukan sangat signifikan dampaknya. Berbeda dengan apa yang telah
dilakukan oleh khalifah-khalifah Bani Umayyah sebelumnya, yang hanya lebih
banyak sibuk dengan berfoya-foya dan memperkaya diri sendiri.

Oleh karena, itu untuk mengetahui lebih jelas bagaimana kepemimpinan


Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang sejarah mencatat pada masa kekhalifahan
beliau tidak ada lagi mustahiq zakat, menandakan kehidupan yang amat makmur
pada saat itu, ditetapkanlah rumusan penulisan sebagai berikut :

B. Rumusan masalah
1. Siapakah Khalifah Umar bin Abdul Aziz ?
2. Reformasi apa saja yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam
kepemimpinannya, yang berbeda dengan prinsip-prinsip Bani Umayyah pada
umumnya ?
3. Bagaimana kebijakan-kebijakan kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul
Aziz ?
BAB II

PEMBAHASAN

3
A. KEHIDUPAN UMAR BIN ABDUL AZIZ
1. Biografi singkat Khalifah Umar bin Abdul Aziz
Khalifah Umar bin Abdul Aziz lahir pada tahun 63 H dikota Halwan. Beliau
adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin al-Hakam bin al-Ash bin Umayyah
bin Abdi Syams. Ibunya adalah Laila binti Ashim bin Umar bin al-Khattab atau
lebih dikenal dengan sebutan Ummu Ashim. Diriwayatkan bahwa ketika Abdul
Aziz bin Marwan hendak menikahi Ummu Ashim, Abdul Aziz berkata kepada
pengasuhnya, “kumpulkanlah untuk-ku empat ratus dinar dari hartaku yang paling
bersih, karena aku akan menikahi keluarga yang baik”. Ayah dari Ummu Ashim
adalah Ashim putra Umar bin al-Khattab, yang menikah dengan seorang wanita
mulia dari Bani Hilal.

Diceritakan didalam riwayat, suatu ketika khalifah Umar bin al-Khattab


merasa lelah saat sedang berpatroli kepenjuru madinah, beristirahatlah beliau pada
suatu tembok diperkampungan Bani Hilal. Ketika itu beliau samar-samar
mendengar percakapan antara seorang anak perempuan dengan ibunya tentang
perihal mencampurkan susu dengan air biasa, demi mendapatkan keuntungan lebih.
Akan tetapi si anak menolak perintah dari sang ibu untuk mencampur susu dengan
air dan berkata : “demi Allah, jika Umar tidak melihat kita, maka Allah pasti melihat
kita”. Mengetahui hal ini, maka khalifah Umar bin al-Khattab memerintahkanlah
salah seorang anaknya untuk menikahi anak perempuan itu karena sifat amanah
yang dimilikinya.

Rasulullah pernah bersaksi bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah Penganut
kebaikan di masanya. Tentang hal ini Abbas bin Rasyid berkata : “Umar bin Abdul
Aziz pernah mengunjungi guruku, ketika ia mau pulang, guruku berkata kepadaku”
: “keluarlah kamu bersamanya dan iringilah ia”. Tiba-tiba kami menemukan seekor
ular hitam yang sudah mati. Maka Umar-pun turun dari keledainya kemudian ia
menguburkan ular tersebut. Setelah itu tiba-tiba terdengar ada suara yang berteriak
“ya Kharqa, ya Kharqa, aku pernah mendengar Rasululah saw bersabda kepada ular
ini” : “kamu akan mati di tanah lapang, dan kamu akan dikuburkan oleh penduduk
bumi yang paling baik saat itu”. Maka Umar berkata : “aku memohon kepada-mu,
jika kamu bisa menampakkan dirimu, maka perlihatkanlah dirimu kepadaku”.
Suara itu berkata, “aku adalah salah seorang dari sembilan orang yang membaiat

4
Rasulullah saw di lembah ini. Dan aku pernah mendengar Rasulullah saw
mengatakan perkataan tadi kepada ular ini”. Maka Umar-pun menangis hingga ia
hampir terjatuh dari tunggangannya. Kemudian Ia berkata : “aku memohon kepada-
mu, jangan beritahukan hal ini kepada siapa-pun hingga aku dikuburkan”.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa ia sering sekali mengatakan :


“saya sangat ingin mengetahui siapa dari keturunan Umar yang pada wajahnya
terdapat tanda, karena ia akan memenuhi bumi dengan keadilan”. Begitu juga
diriwayatkan bahwa Umar bin al-Khattab juga pernah berkata : “saya ingin sekali
mengetahui, siapa yang memiliki tanda di mukanya dari keturunanku,yang akan
memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana bumi saat itu telah dipenuhi dengan
kejahatan”.

Diriwayatkan suatu ketika hewan peliharaan ayah Umar bin Abdul Aziz
menendang wajah Umar hingga ia terluka, maka mulai saat itu luka tersebut
menjadi tanda identik diwajahnya. Dan ketika ayahnya mengusap darah dari
wajahnya, ia berkata dengan gembira : “aku sangat bahagia, jika kamu adalah orang
yang terluka wajahnya di antara Bani Umayah”.

2. Keilmuan Umar bin Abdul Aziz


Umar bin Abdul Aziz menuntut ilmu dan banyak bertanya kepada ulama
dan meminta saran dari mereka. Diriwayatkan bahwa bapaknya, Abdul Aziz pernah
mengirim Umar ke Madinah untuk belajar adab. Beliau menulis surat kepada Shalih
bin Kaisan agar memperhatikannya. Maka Shalih-pun memperhatikan shalatnya,
mengajarkannya urusan agama dan dunia. Umar pun pernah belajar kepada
Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah dan banyak mendengarkan ceramah-
ceramahnya. Umar pernah berkata : “dahulu aku telah menyertai orang-orang besar
dan menuntut ilmu yang paling mulia. Ketika aku diberi amanah menjadi
pemimpin, aku merasa butuh untuk belajar ilmu-ilmu yang biasa, karena itu,
pelajarilah ilmu itu semuanya, baik yang bagusnya maupun yang buruknya dan
yang rendahnya”.

Diriwayatkan bahwa Umar pernah menangis ketika masih kecil, saat itu ia
telah hafal al-Qur’an. Maka Ibunya berkata : “apa yang menyebabkanmu

5
menangis?”. Umar berkata : “aku ingat terhadap al-Qur’an, maka aku menangis”.
Ibunyapun menangis karenanya.

Ketika umar telah menjadi seorang pemuda, maka ia diangkat menjadi


kepala daerah (amir) di Madinah. Saat itu ia adalah seorang pemuda yang tegap dan
gagah. Ketika ia ditunjuk menjadi Khalifah, datanglah Muhammad bin Ka’ab al-
Qurzhi menemuinya. Kemudian ia memandangi tubuh Umar, Maka Umar berkata
: “ada apa denganmu?”. Muhammad bin Ka’ab berkata : “aku sangat terkesan warna
kulitmu, lebatnya rambutmu, dan tegapnya badanmu”. Umar berkata : “wahai Ibnu
Ka’ab apa pendapatmu jika engkau melihatku setelah tiga hari dikubur?, yakni
ketika dua bola mataku jatuh dari kelopak mataku, ketika meleleh nanah dan ulat
dari hidung dan mulutku. Saat itu anda akan terheran-heran melihat-ku?”.

Ketika Umar menjadi Khalifah, ia memanggil Salim bin Abdillah,


Muhammad bin Ka’ab al-Qurzhi dan Raja’ bin Haiwah, ia berkata : “aku telah diuji
dengan urusan ini, nasihatilah aku…”, maka Salim berkata : “jika anda ingin
selamat dari adzab Allah, jadikanlah orang yang paling tua di antara kaum muslimin
sebagai bapakmu, yang pertengahan di antara mereka sebagai saudara-mu dan yang
paling muda sebagai anakmu. Maka hormatilah bapak-mu, muliakanlah saudaramu
dan sayangilah anak-mu”. Lalu Raja’ bin Haiwah berkata : “jika anda mau selamat
dari neraka, maka cintailah kaum muslimin sebagaimana anda mencintai diri
sendiri, dan bencilah untuk kaum muslimin apa yang anda benci untuk dirimu
sendiri, kemudian silahkan anda mati sesukamu”.

Di antara ilmu yang berhasil dicapainya adalah ia telah menulis sanad hadits
dan meriwayatkannya dari sekelompok sahabat Nabi dan dari beberapa tabi’in, di
antaranya adalah Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Ja’far, Ibnu
Abi Salamah al-Makhzumi, Saib bin Zaid, Abdullah bin Salam. Ia pun telah
menerima hadits dari beberapa sahabat senior, diantaranya adalah Ubadah bin
Shamit, Tamim ad-Daari, al-Mughiroh bin Syu’bah, Aishah ra, Umi Hani dan
Khaulah binti al-Hakam.

3. Pengangkatan sebagai Khalifah

6
Umar diangkat menjadi khalifah pada tanggal 10 Shafar tahun 99 H, pada
hari wafatnya khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. Khalifah Sulaiman telah
mewasiatkan kekhilafahan kepada Umar ketika ia ditimpa sakit demam. Saat itu
puteranya Ayub masih kanak-kanak, belum baligh. Anaknya yang lain, Daud bin
Sulaiman hilang di konstantinopel. Khalifah Sulaiman tidak menemukan yang lain
sebagai calon khalifah kecuali Umar bin Abdul Aziz. Berikut ini adalah teks surat
pengangkatan Umar sebagai Khalifah, “Dengan menyebut nama Allah yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, ini adalah surat (keputusan) dari hamba Allah
“Sulaiman” sebagai Amirul Mukminin kepada Umar bin Abdil Aziz. Aku telah
mengangkatnya sebagai Khalifah setelahku. Kemudian setelahnya aku angkat
Yazid bin Abdil Malik. Maka dengarlah ia, taatilah, bertakwalah kepada Allah,
jangalah kalian berselisih karena jika berselisih kalian akan jadi mangsa musuh-
musuh kalian”.

Ketika Sulaiman wafat dan sudah dikafani, ia dishalatkan dengan diimami


oleh Umar. Ketika penguburan jenazahnya telah selaesai, dibawalah ke hadapan
Umar bin Abdul Aziz beberapa tunggangan khas khilafah, yakni berupa unta dan
kuda. Maka Umar berkata : “apa ini?”. Orang-orang menjawab : “ini adalah
kendaraan khalifah”. Maka Umar berkata : “jauhkan kendaraan itu dariku, aku tidak
membutuhkannya. Kemarikanlah keledaiku”. Maka ia-pun menaikinya dan pulang
ke rumah dalam keadaan bingung. Pelayannya berkata : “nampaknya anda sedang
bingung, ada apa gerangan?”. Umar-pun berkata : “aku bingung karena urusan
seperti ini (maksudnya kekhilafahan). Sungguh tidak ada satu umat Muhammad-
pun di timur dan barat kecuali ia memiliki hak yang wajib aku tunaikan, tanpa harus
menunggu ia menyuratiku atau menuntutnya dariku”.

4. Khutbah Setelah diangkat menjadi Khalifah


Khulafaur Rasyidin ke lima masuk masjid, kemudian naik mimbar dan
berkata : “Wahai saudara-saudara!, aku telah diuji untuk memegang tugas ini, tanpa
meminta pandanganku terlebih dahulu dan bukan juga permintaanku serta tidak
dibincangkan bersama dengan umat Islam. Sekarang aku membatalkan baiah yang
kalian berikan kepadaku dan pilihlah seorang khalifah yang kalian sukai”. Tiba-tiba
orang-orang serentak berkata : “kami telah memilihmu, wahai Amirul Mukminin

7
dan kami ridho kepadamu. Maka uruslah urusan kami dengan kebaikan dan
keberkatan”.

Diriwayatkan bahwa ketika Umar diangkat sebagai khalifah, ia naik mimbar


dan bekata : “wahai saudara-sauadara sekalian, sungguh aku telah diangkat
memegang tugas ini dan anda semua memiliki pilihan”. Ketika ia turun maka orang-
orang serentak berteriak : “kami telah memilih anda wahai Amirul Mukminin, kami
telah ridho kepada-mu”. Kemudian Umar naik lagi ke mimbar, ia menyampaikan
pujian sanjungan kepada Allah, dan membacakan shalawat kepada nabi SAW dan
berkata : “aku berwasiat kepada anda semua untuk bertaqwa kepada Allah. Karena
takwa kepada Allah adalah pengganti segala perkara, dan tidak bisa diganti dengan
apapun. Beramalah untuk akhirat, karena siapa saja yang beramal untuk akhiratnya,
maka Allah pasti mencukupi dunianya. Bereskanlah keadaan kalian ketika tidak ada
siapa-siapa, niscaya Allah akan membereskan keadaan kalian ketika bersama orang
banyak. Ingatlah kematian dan bersiap-siaplah dengan baik (untuk menyambut
kematian), sebelum benar-benar kematian itu datang, karena kematian akan
menghancurkan segala kenikmatan. Sungguh umat ini tidak akan berselisih karena
Rab-nya, tidak karena nabi-Nya dan tidak karena kitab-Nya, mereka hanya akan
berselisih karena dinar dan dirham (harta). Sungguh demi Allah, aku tidak akan
memberikan kebatilan kepada siapapun, aku tidak akan menghalangi kebenaran
dari siapapun”. Kemudian ia meninggikan suaranya (berteriak): “wahai saudara-
saudar, siapa saja yang taat kepada Allah, maka ia wajib ditaati. Siapa saja yang
maksiat kepada Allah maka tidak boleh ditaati. Karena itu, taatilah aku selama aku
taat kepada Allah. Jika aku maksiat kepada Allah maka anda semua tidak wajib taat
kepadaku”.

Kemudian Umar masuk ke rumah (istana). Ia memerintahkan agar semua


hiasan istana ditanggalkan. Baju-baju kebesaran khalifah di jual dan hasil
penjualannya dimasukan ke baitul mal. Ia memerintahkan agar diumumkan ke
khalayak bahwa : “siapa saja yang telah dizhalimi hendaklah ia melaporkannya”.
Umar tidak membiarkan sedikitpun kekayaan yang ada pada kekuasaan Sulaiman
dan apa yang ada di tangan orang-orang yang zalim kecuali ia kembalikan kepada
pihak-pihak yang terzalimi. Masyarakat-pun merasa senang dengan
kepemimpinannya.

8
B. KEPEMIMPINAN UMAR BIN ABDUL AZIZ
1. Gebrakan reformasi Umar bin Abdul Aziz (Reformasi Ekstrim)
Umar Bin Abdul Aziz muncul di persimpangan sejarah umat Islam di bawah
kepemimpinan dinasti Bani Umayyah. Pada penghujung abad pertama hijriyah,
dinasti ini memasuki usianya yang keenam puluh, atau dua pertiga dari usianya,
dan telah mengalami pembusukan internal yang serius. Umar sendiri adalah
bagian dari dinasti ini, hampir dalam segala hal. Walaupun pada dasarnya ia
seorang ulama yang telah menguasai seluruh ilmu ulama-ulama Madinah, tapi
secara pribadi ia juga merupakan simbol dari gaya hidup dinasti Bani Umayyah
yang korup, mewah dan boros.

Itu membuatnya tidak cukup percaya diri untuk memimpin, ketika keluarga
kerajaan memintanya menggantikan posisi Abdul Malik Bin Marwan setelah
beliau wafat. Bukan saja karena persoalan internal kerajaan yang kompleks, tapi
juga karena ia sendiri merupakan bagian dari persoalan tersebut. Ia adalah bagian
dari masa lalu. Tapi pilihan atas dirinya, bagi keluarga kerajaan, adalah sebuah
keharusan. Karena Umar adalah tokoh yang paling layak untuk posisi ini.

Ketika akhirnya Umar menerima jabatan ini, ia mengatakan kepada seorang


ulama yang duduk di sampingnya, Al-Zuhri, “aku benar-benar takut pada neraka”.
Dan sebuah rangkaian cerita kepahlawanan telah dimulai dari sini, dari ketakutan
pada neraka, saat beliau berumur 37 tahun, dan berakhir dua tahun lima bulan
kemudian, atau ketika beliau berumur 39 tahun, dengan sebuah fakta : reformasi
total telah dilaksanakan, keadilan telah ditegakkan dan kemakmuran telah diraih.

Adapun gerakan-gerakan reformasi ekstrim yang dilakukan Umar adalah :

a. Melakukan pembersihan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan istana .


Umar bin Abdul Aziz menyadari dengan baik bahwa ia adalah bagian dari
masa lalu. Ia tidak mungkin sanggup melakukan perbaikan dalam kehidupan
negara yang luas kecuali kalau ia berani memulainya dari dirinya sendiri,
kemudian melanjutkannya pada keluarga intinya dan selanjutnya pada keluarga
istana yang lebih besar. Maka langkah pertama yang harus ia lakukan adalah
membersihkan dirinya sendiri, keluarga dan istana kerajaan. Dengan tekad itulah
ia memulai sebuah reformasi besar yang abadi dalam sejarah.

9
Begitu selesai dilantik Umar segera memerintahkan mengembalikan
seluruh harta pribadinya, baik berupa uang maupun barang, ke kas negara,
termasuk seluruh pakaiannya yang mewah. Ia juga menolak tinggal di istana, ia
tetap menetap di rumahnya. Pola hidupnya berubah secara total, dari seorang
pencinta dunia menjadi seorang zahid yang hanya mencari kehidupan akhirat yang
abadi. Sejak berkuasa ia tidak pernah lagi tidur siang, mencicipi makanan enak.
Akibatnya, badan yang tadinya padat berisi dan kekar berubah menjadi kurus dan
ceking.

Setelah selesai dengan diri sendiri, ia melangkah kepada keluarga intinya.


Ia memberikan dua pilihan kepada isterinya, “Kembalikan seluruh perhiasan dan
harta pribadimu ke kas negara, atau kita harus bercerai”. Tapi istrinya, Fatimah
Binti Abdul Malik, memilih ikut bersama suaminya dalam kafilah reformasi
tersebut. Langkah itu juga ia lakukan dengan anak-anaknya. Suatu saat anak-
anaknya memprotesnya karena sejak beliau menjadi khalifah mereka tidak pernah
lagi menikmati makanan-makanan enak dan lezat yang biasa mereka nikmati
sebelumnya. Tapi Umar justru menangis tersedu-sedu dan memberikan dua
pilihan kepada anak-anak, “saya beri kalian makanan yang enak dan lezat tapi
kalian harus rela menjebloskan saya ke neraka, atau kalian bersabar dengan
makanan sederhana ini dan kita akan masuk surga bersama”.

Selanjutnya, Umar melangkah ke istana dan keluarga istana. Ia


memerintahkan menjual seluruh barang-barang mewah yang ada di istana dan
mengembalikan harganya ke kas negara. Setelah itu ia mulai mencabut semua
fasilitas kemewahan yang selama ini diberikan ke keluarga istana, satu per satu
dan perlahan-lahan. Keluarga istana melakukan protes keras, tapi Umar tetap tegar
menghadapi mereka. Hingga suatu saat, setelah gagalnya berbagai upaya keluarga
istana menekan Umar, mereka mengutus seorang bibi Umar menghadapnya.
Boleh jadi Umar tegar menghadapi tekanan, tapi ia mungkin bisa terenyuh
menghadapi rengekan seorang perempuan. Umar sudah mengetahui rencana itu,
begitu sang bibi memasuki rumahnya. Umar pun segera memerintahkan
mengambil sebuah uang logam dan sekerat daging. Beliau lalu membakar uang
logam tersebut dan meletakkan daging diatasnya. Daging itu jelas jadi “sate”.
Umar lalu berkata kepada sang bibi : “apakah bibi rela menyaksikan saya dibakar

10
di neraka seperti daging ini hanya untuk memuaskan keserakahan kalian?,
berhentilah menekan atau merayu saya, sebab saya tidak akan pernah mundur dari
jalan reformasi ini”.

Langkah pembersihan diri, keluarga dan istana ini telah meyakinkan publik
akan kuat political will untuk melakukan reformasi dalam kehidupan bernegara,
khususnya dalam pemberihan KKN. Sang pemimpin telah telah menunjukkan
tekadnya, dan memberikan keteladanan yang begitu menakjubkan.

b. Melakukan gerakan penghematan .


Langkah kedua yang dilakukan Umar Bin Abdul Aziz adalah penghematan
total dalam penyelenggaraan negara. Langkah ini jauh lebih mudah dibanding
langkah pertama, karena pada dasarnya pemerintah telah menunjukkan
kredibilitasnya di depan publik melalui langkah pertama. Tapi dampaknya sangat
luas dalam menyelesaikan krisis ekonomi yang terjadi ketika itu.

Sumber pemborosan dalam penyelenggaraan negara biasanya terletak pada


struktur negara yang tambun, birokrasi yang panjang, administrasi yang rumit.
Tentu saja itu disebabkan gaya hidup keseluruhan dari para penyelenggara negara.
Setelah secara pribadi beliau menunjukkan tekad untuk membersihkan KKN dan
hidup sederhana, maka beliau pun mulai membersihkan struktur negara dari
pejabat korup. Selanjutnya beliau merampingkan struktur negara, memangkas
rantai birokrasi yang panjang, menyederhanakan sistem administrasi. Dengan cara
itu negara menjadi sangat efisien dan efektif.

c. Redistribusi kekayaan negara


Langkah ketiga adalah melakukan redistribusi kekayaan negara secara adil.
Dengan melakukan restrukturisasi organisasi negara, pemangkasan birokrasi,
penyederhanaan sistem administrasi, pada dasarnya Umar telah menghemat
belanja negara, dan pada waktu yang sama, mensosialisasikan semangat bisnis
dan kewirausahaan di tengah masyarakat. Dengan cara begitu Umar memperbesar
sumber-sumber pendapatan negara melalui zakat, pajak dan jizyah.

Itulah yang kemudian terjadi di masa Umar Bin Abdul Aziz. Jumlah
pembayar zakat terus meningkat, sementara jumlah penerima zakat terus

11
berkurang, bahkan habis sama sekali. Para amil zakat berkeliling di pelosok-
pelosok Afrika untuk membagikan zakat, tapi tak seorang pun yang mau
menerima zakat. Artinya, para mustahiq zakat benar-benar habis secara absolut.
Sehingga negara mengalami surplus. Maka redistribusi kekayaan negara
selanjutnya diarahkan kepada subsidi pembayaran utang-utang pribadi (swasta),
dan subsidi sosial dalam bentuk pembiayaan kebutuhan dasar yang sebenarnya
tidak menjadi tanggungan negara, seperti biaya perkawinan. Suatu saat akibat
surplus yang berlebih, negara mengumumkan bahwa “negara akan menanggung
seluruh biaya pernikahan bagi setiap pemuda yang hendak menikah di usia muda”.

2. Kebijakan-kebijakan kepemimpinan umar bin Abdul Aziz


Umar bin Abdul Aziz dilantik menjadi khalifah setelah kematian sepupunya
Sulaiman bin Abdul Malik, dan atas wasiat dari Sulaiman pula. Setelah
mengambil alih tampuk pemerintahan, beliau mengubah beberapa kebijakan yang
lebih mirip dengan sistem feodal. Di antara perubahan awal yang dilakukannya
adalah :

a. Menghapuskan cacian terhadap Saidina Ali bin Abu Thalib dan keluarganya
yang disebut dalam khutbah-khutbah Juma’at dan digantikan dengan
beberapa potongan ayat suci al-Quran.
b. Merampas kembali harta-harta yang disalahgunakan oleh keluarga Khalifah
dan mengembalikannya ke Baitulmal.
c. Memecat pegawai-pegawai yang tidak cakap, menyalahgunakan kekuasaan
dan pegawai yang tidak layak yang dilantik atas pengaruh keluarga khalifah.
d. Menghapuskan pengawal pribadi khalifah sebagaimana yang dilakukan oleh
khalifah terdahulu. Hal ini mempermudah beliau untuk bergaul rakyat biasa
tanpa adanya sekat. Berbeda dengan khalifah terdahulu yang mempunyai
pengawal pribadi dan pasukan-pasukan pengawal istana yang menyebabkan
rakyat sulit bertemu.
e. Memperhatikan nasib kalangan menengah kebawah, hal ini dibuktikan
dengan menaikkan gaji buruh sampai sama dengan gaji pejabat.

12
f. Dalam bidang pembinaan umat, beliau lebih menitik beratkan kepada
penghayatan terhadap ajaran agama. Khalifah umar memerintahkan umatnya
untuk mendirikan sholat secara berjamaah dan beliau juga mengadakan
khalaqah-khalaqah dimasjid-masjid sebagaimana yang dilakukan dizaman
Rasulullah SAW dan para sahabat.
g. Dalam bidang ilmu pengetahuan, beliau mengarahkan para cendikiawan
muslim untuk menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari berbagai
bahasa, seperti yunani, latin dan lain-lain kedalam bahasa arab, agar bisa
dipelajari oleh umat islam.
h. Dalam bidang dakwah islamiyah, beliau mengutus 10 orang pakar hukum
islam ke Afrika utara serta mengutus beberapa orang mubaligh kepada raja-
raja India, Turki dan Barbar di Afrika Utara untuk mengajarkan islam.
Disamping itu beliau menghapuskan Jizyah yang dikenakan kepada orang
yang bukan muslim, dengan harapan lebih banyak lagi orang yang memeluk
islam.

13
BAB III

PENUTUP

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan beberapa hal :

1. Umar bin Abdul Aziz adalah salah seorang dari Khalifah dari dinasti Bani
Umayyah, yang bersifat zuhud dan adil, berbeda dengan kebanyakan khalifah
dinasti Bani Umayyah yang lebih senang berfoya-foya.
2. Terdapat tiga kebijakan ekstrim yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul
Aziz ketika beliau diangkat :
a. Melakukan pembersihan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan istana
b. Melakukan gerakan penghematan
c. Redistribusi kekayaan negara
3. Adapun program kerja dari kahlifah Umar bin Abdul Aziz baik yang bersifat
jangka pendek maupun jangka panjang, adalah :
a. Menghapuskan cacian terhadap Saidina Ali bin Abu Thalib dan keluarganya
yang disebut dalam khutbah-khutbah Juma’at dan digantikan dengan
beberapa potongan ayat suci al-Quran.
b. Merampas kembali harta-harta yang disalahgunakan oleh keluarga Khalifah
dan mengembalikannya ke Baitulmal.
c. Memecat pegawai-pegawai yang tidak cakap, menyalahgunakan kekuasaan
dan pegawai yang tidak layak yang dilantik atas pengaruh keluarga khalifah.
d. Menghapuskan pengawal pribadi khalifah sebagaimana yang dilakukan
oleh khalifah terdahulu. Hal ini mempermudah beliau untuk bergaul rakyat
biasa tanpa adanya sekat. Berbeda dengan khalifah terdahulu yang
mempunyai pengawal pribadi dan pasukan-pasukan pengawal istana yang
menyebabkan rakyat sulit bertemu.
e. Memperhatikan nasib kalangan menengah kebawah, hal ini dibuktikan
dengan menaikkan gaji buruh sampai sama dengan gaji pejabat.
f. Dalam bidang pembinaan umat, beliau lebih menitik beratkan kepada
penghayatan terhadap ajaran agama. Khalifah umar memerintahkan
umatnya untuk mendirikan sholat secara berjamaah dan beliau juga

14
mengadakan khalaqah-khalaqah dimasjid-masjid sebagaimana yang
dilakukan dizaman Rasulullah SAW dan para sahabat.
g. Dalam bidang ilmu pengetahuan, beliau mengarahkan para cendikiawan
muslim untuk menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari berbagai
bahasa, seperti yunani, latin dan lain-lain kedalam bahasa arab, agar bisa
dipelajari oleh umat islam.
h. Dalam bidang dakwah islamiyah, beliau mengutus 10 orang pakar hukum
islam ke Afrika utara serta mengutus beberapa orang mubaligh kepada raja-
raja India, Turki dan Barbar di Afrika Utara untuk mengajarkan islam.
Disamping itu beliau menghapuskan Jizyah yang dikenakan kepada orang
yang bukan muslim, dengan harapan lebih banyak lagi orang yang memeluk
islam.

15
Daftar Pustaka

Ahli (al), Abdul Aziz Sayyid. Al-Khalifatu Az-Zahidu Umar ibn


Abdil Aziz, Kairo : Dar an-Nahdah, 2009, cet. I.

Bastoni, Hepi Andi. 101 Kisah Tabi’in. Jakarta : Pustaka al-Kautsar,


2006, cet. I.

Bukhori (al), Muhammad bin Ismail Abu Abdillah. Al-Jami’ As-


Shahih. Beirut : Dar Ibnu Katsir, 1987, cet. 3.

Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Kalam


Mulia, 2001.

Karim, M.Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam.


Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2009.

Naisabury (al), Muhammad bin Abu Abdillah Al-Hakim. Al-


Mustadrak ‘ala Shahihain. Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, juz. 4.

Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta:


UI-Press, 1985, jilid I.

Suyuthi (al), Imam. Tarikh Al-Khulafa’, Mesir : Muthaba’ah as-


Sa’adah, 1952,.

Thohir,Syeikh Muhammad. Tafsir At-Tahrir wa Tanwir. Juz. I.

16

Anda mungkin juga menyukai