Anda di halaman 1dari 8

ZIARAH KUBUR

A. Definisi Ziarah Kubur


Ziarah kubur secara etimologi berasal dari kata zaro yang berarti hendak bepergian ke suatu
tempat. 1Adapun definisi ziarah kubur menurut ustadz Anwar Syadad dalam salah satu
karangannya yaitu kitab p ialah mengunjungi kuburan dengan tujuan mengingat mati, mengingat
akhirat, mencari barakah orang sholih atau mendo'akan ahli kubur.2
Sehingga jika hanya ingin bermain-main saja dikuburan maka itu tidak bisa dinamakan dengan
ziarah kubur."3
B. Pensyariatan Ziarah Kubur
Seperti yang dikenal dalam catatan sejarah, kondisi masyarakat Arab pra-Islam dalam keadaan
yang memprihatinkan. Baik dalam etika kemasyarakatan maupun keberagama-annya. Tidak
mengherankan bila pada masa awal dakwah Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh Rasulullah
SAW.
Pertimbangan akan timbulnya fitnah syirk di tengah-tengah umat menjadi faktor terlarangnya
ziarah kubur. Seiring berkembangnya agama islam, dan aqidah umat Islam diyakini telah kuat
serta tidak ada kekhawatiran untuk berbuat syirik, Rasulullah SAW membolehkan para
sahabatnya untuk melakukan ziarah kubur guna untuk mengambil pelajaran diantaranya
mengingat mati agar senantiasa teringat pada akhirat.
Seperti sabda Nabi SAW:
‫ا‬..‫ا فيه‬..‫من بريدة قال رسول الوصيل هلل ظهور تلكم قد كنت منكم من ربات والنور فقد أدن بکشد بی دنارو قبر َفِإَّنَها ار و فروده‬
‫تنظر اآلخرة ورواء الفرماي‬
Dari Buraidah, Rasulullah SAW bersabda:
Saya pernah melarang kamu berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad telah diberi izin untuk
berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang berziarahlah! Karna perbuatan itu dapat
mengingatkan kamu pada akhirat". (HR. Tirmidzi)
C. Hukum Ziarah Kubur
Sabda Nabi SAW

Dahulu melarang kalian untuk sarah kubur, maka sekarang berzumahlah kalian ke kuburan (HR.
Muslim)
Dalil ini menjelaskan bahwa Nabi SAW memerintahkan umatnya untuk melaksanakan ziarahi
kubur yang sebelumnya dilarang oleh beliau.

1
Misbahul Munir juz 4 hal 119
2
Anwar Syadad, Al-Jawahirussunniyyah hal 47
3
M.Ma'ruf Khozin, Risalah Ziarah Kubur hal 2
Tidak hanya berhenti disini saja, bahkan Nabi SAW memberi tauladan dengan melakukan ziarah
ke makam syuhada' yang kemudian diikuti oleh para sahabatnya. Dalam kesempatan lain, yaitu
pada saat peristiwa fath al-Makkah, beliau juga menziarahi kuburan ibunya. Begitu juga dengan
"Aisyah RA yang berziarah ke kuburan saudaranya. Abdurrahman bin Abu bakar. Ibn Umar
berziarah ke makam ayahnya, Sayyidina Umar bin Khaththab. Bahkan setiap hari jum'at
Fathimah binti Muhammad SAW nutin berziarah ke makam pamaunya, Hamzah."4
Lalu, apakah perintah beliau ini menunjukan hukum wajib atau sunnah?
Menurut qaul al-ashah versi syaikh Zakariya al-Anshari dalam Ghayah al-Wahid nya, telah
menjadi hal maklum, bila suatu redaksi perintah dalam hadits Nabi SAW disampaikan setelah
larangan, maka maksud dari perintah tersebut adalah hahah (diperbolehkan) 5 Dari konsep ini bisa
dimengesti bahwa perintah Nabi Muhammad SAW dalam hadist tersebut bukanlah sebuah
perintah mewajibkan ataupun menyunnahkan ziarah kubur Akan tetapi perintah dengan maksud
memperbolehkannya, yang dalam ushul fiqh dikenal dengan istilah amr ibahah.
Lalu, bagaimana dengan pendapat ulama yang menyatakan bahwa ziarah kubur itu hukumnya
sunnah, seperti pendapat syaikh Zainuddin al- Malibari dalam Fath al-Mu'in nya?"6
Ada dua kemungkinan Pertama, pendapat itu berdasar pada pola pikir.
bahwa sebuah perintah setelah larangan merupakan perintah sunnah. Ke dua, memandang
redaksi hadits lain yang mencantumkan berbagai hikmah ziarah kubur, sebagaimana hadits
berikut:
‫عن ابن مسعود ان رسول هللا قال انت اعالم كرد و امور مروروكا لونها بره في السالم اكثراألخير‬
Dari Ibn Maxud, singgah Rasulullah SAW bersabda, "Aku lah megah kalian dari ziarah kubur,
kemudian sarahilah, karena dapat membuat aku di dunia dan mengingatkan akhirat" (HR. Ibn
Majah):
Menina al-Mundzini, status sanad hadits ini mencapai derajat shahih, sebagaimana keterangan
al-Munawi dalam Faidh al-Qadir nya.7 Sementara dalam riwayat lain disebutkan:
‫رى‬..‫بزره فانه ي‬.‫عن انس بن مالك قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم إني نهيتكم عن زيارة القبور فمن شاء أن تزور فرم ال‬
‫القلب وتدمع العين وينكر اآلخرة‬
"Dari Anas bin Malik ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda: Sungguh aku telah mencegah
kalian dari ziarah kubur, kemudian siapa saja sung menginginkan menziarahi suatu kuburan,
ziarahilah, karena sungguh tarah akan melembutkan jiwa, meneteskan air mata dan
mengingatkan akhirat" (HR.Hakim)

4
Ibnu Baththal, op cit., juz 3, hal 277
5
Zakariya al-Anshan, Ghayah al-Wushul, Surabaya: al-Haramain,tt, hal 65
6
Zainuddin al-Malbar, Fath al-Mu'in. Surabaya: al-Hidayah, tt, hal 48
7
Al-Munaw Faidh al-Qodir, Juz 5, hat 71 CD of Maktabah asy Syamilah
Dengan hadits-hadits hikmah ziarah semacam ini wajar saja jika Syaikh Zainuddin merumuskan
hukum sunnah bagi ziarah kubur. Begitu pula madzhab Syafi'iyah yang lain Karena dengan
ziarah kita dapat membeningkan jiwa, menyikapi urusan dunia dengan bijak dan mengingat
akhirat. Karena mau tidak mau kita pun akan menyusul mereka yang telah mendahului kita.
Ziarah Kubur Bagi Perempuan
)‫محنت منكم من برة الصور لدورها (رواه مسلم‬
Secara eksplisit hadits tersebut hanya menunjukkan perintah ziarah kubur bagi laki-laki saja,
karena dhomir yang dipakai adalah dhamir mudzakkar. Jika demikian, lalu bagaimana hukum
ziarah kubur bagi perempuan?
Rasulullah SAW dalam hadits tersebut tidak menjelaskan lebih detail, apakah perintah beliau ini
untuk laki-laki dan perempuan atau hanya untuk laki-laki saja. Sehingga dapat kita pahami
bahwa perintah tersebut bersifat umum, mencakup laki-laki dan perempuan. Demikian sesuai
dengan goud al- Ashah Syaikh Zakariya al-Anshari. 8 Selain itu, sebagaimana telah disinggung
dalam pembahasaan yang telah lewat, bahwa Sayyidah 'Aisyah RA dan Sayyidah Fathimah pun
melakukan ziarah kubur. Diantara riwayat tersebut adalah:
‫عن ابن عطيه قال كانت فاطمة بنت رسول هللا تزور فر حمزة كل جمعة‬
Dimyatkan dari Uyatnah, dari la far bin Muhammad dari ayahnya, herkata Fathimah binti
Rasulullah SAW menziarahi kuburan Hamizah setiap Jumor (HR Abdurrazzaq)
Maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa hukum ziarah kubur adalah diperbolehkan, bahkan
sunnah, baik laki-laki maupun perempuan
D. Dalil Ziarah Kubur Dan Analisisnya
Terdapat sekian banyak hadits yang menganjurkan ziarah ke makam Nabi SAW, diantaranya
adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, Nabi SAW bersabda:
‫من زار قبري وجيت له شفاعتي‬
"Barang siapa berziarah ke kuburku, maka dia wajib mendapat svafa’atku
Dalam riwayat yang sama Nabi SAW bersabda
‫ و من مات في احدى الحرمين بعثه القيامة‬،‫ هللا مناالمتين يوم من زار قبري كنت له شفيها او شهيدا‬:
"Barang siapa berziarah ke kuburku, maka aku akan menjadi penolong atau saksinya. Dan
barang siapa meninggal disalah satu tanah suci, maka Allah akan membangkitkankelak di hari
kiamat diantara orang-orang yang aman”

Demikian pula hadits dibawah ini:


8
Zakariya al-Anshari op. cit, hal 74
‫من حج فزار قبري بعد وفات كان كمن زارني في حياتي‬
"Barang siapa yang melakukan ibadah haji, tahu dia berziarah ke kuburku setelah aku meninggal,
maka dia seperti menziarahiku semasa aku masih hidup"
Terkait hadits diatas, Al Faqih Ibnu Hajar Al Haitami berkata:
"Hadits ini mencangkup ziarah terhadap Nabi SAW baik pada waktu beliau masih hidup ataupun
sudah wafat, serta mencangkup pula laki-laki dan perempuan. Hadist ini dijadikan dasar
keutamaan bepergian ke Kota Madinah dan disunahkan ziarah, karena perantara tergantung
tujuannya" 9
Maka, berdasarkan tiga hadits diatas dapat disimpulkan bahwa hadits-hadits yang menjelaskan
ziarah kubur diriwayatkan dari banyak jalur, dimana antara satu dengan yang lain saling
menguatkan. Bahkan sebagian pakar menganggap hadis-hadits diatas berkapasitas sebagai hadits
shohih, seperti Ibnu Sakar, Al Subuki. Al Qodhli lyadh, dil Semua serempak dan menentukan
kata "sepakat” bahwa ziarah kubur itu dianjurkan Demikian pula hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim, Nabi SAW bersabda:
‫كنت نهيتكم عن زيارة الصور فزوروها‬
Dalain hadits tersebut Rasulullah SAW secara tegas menyatakan bahwa ziarah kubur pada
awalnya dilarang. Beliau meredaksinya pada lafadz Se (aku telah melarang kalian semua) dalam
qoidah ushul fiqh redaksi ini termasuk sighot nahi ghoiri asliyyah yakni suatu larangan yang
tidak menggunakan redaksi fi'il nahi, melainkan kalam khobar yang bermakna larangan, sighot
nahi ini menunjukkan hukum haram selama tidak ditemukan qorinah atau dalil lam yang
merubahnya, oleh karna itu para ulama sepakat bahwa ziarah kubur pada awal permulaan islam
hukumnya haram.
Namun kemudian Rasulullah SAW juga secara tegas memerintahkan umatnya untuk melakukan
ziarah kubur. Beliau meredaksinya dengan kata (maka berziarahlah kalian ke kuburan) redaksi
ini dalam ushul figh termasuk shigot amar asliyyah karena berupa redaksi fi'il amar. Sehingga
pada dasarnya amar pada hadits ini menunjukkan hukum wajib, namun karena ada qorinah yang
merubahnya yakni jatuh setelah fi'il nahi maka perintah Ziarah tersebut hukumnya hanya
berartikan boleh melaksakan
Di sisi lain ada hadits yang menunjukkan perintah anjuran untuk memperbanyak mengingat mati.
Rasulullah SAW bersabda
‫اكثروا ذكر هادم اللذات‬
"Perbanyaklah mengingat sesuatu yang menghancurkan berbagai keni matan (kematian)”.
Dan akhirnya dapat disimpulkan bahwa ziarah kubur itu boleh bahkan sunnah dalam
hal mengingat mati.

9
Al-Faqih Ibnu Hajar al-Haitam Hasyiyah al-dhah, hal 214
E. Membongkar Kesalahan Kelompok Anti Ziarah
Sabda nabi SAW:
‫ذا و‬.‫جدي ه‬.‫دس ومس‬.‫رام المق‬.‫جد الح‬.‫عن ابن عمر عن النبي صلى هللا عليه والسالم قال ال تشد الرحال إال إلى ثالثة مساجد مس‬
‫مسجد بيت المقدس‬
Dari sahabat Abdullah bin Umar, Nabi SAW bersabda.
"tidak dianjurkan bepergian kecuali ke tiga masjid: Masjid Al Haram, Masjidku ini
(Masjid Nabawi), dan Masjid Al Aqsha"
Hadits diatas menerangkan bahwa seorang mukmin di anjurkan bepergian ke tiga masjid
tersebut karena keutamaan ke tiga masjid tersebut Sedangkan kaum Wahabi menjadikan hadits di
atas sebagai dasar di haramkannya ziarah ke makam nabi SAW. Untuk mengungkap kekeliruan
pemahaman kaum Wahabi ini, kami akan paparkan beberapa pernyataan ulama ahli terkait hadits
tersebut.
Sabda nabi SAW pada lafadz "5", mustatsna minhu-nya terbuang. Apabila di kira-kirakan
dengan lafadz umum (seperti lafadz 5). maka artinya menjadi "janganlah kamu bepergian ke
suatu tempat dalam urusan apapun kecuali ke tiga tempat". Sehingga tidak bisa diartikan
menggunakan lafadz tersebut, karena berakibat tertutupnya seluruh pintu untuk bepergian baik
dalam urusan dagang, silaturahmi, mencari ilmu.dll. Maka yang dijadikan pijakan adalah yang ke
dua, yaitu lafadz khusus dan disini diperkirakan dengan lafadz "", dan diperkiraan inilah yang
paling tepat dan sesuai dengan gramatika arab, sebab memang ada kesesuaian antara mustatsna
dan mustatsna minhu.
Al Subuki Al Kabir berpendapat "tidak ada tempat yang mempunyai keutamaan diatas
bumi ini ditinjau dari dzatiah tempat tersebut, sehingga diharuskan untuk pergi kesana, selain
tiga negeri diatas. Adapun selain tiga tempat diatas, maka kita tidak diharuskan untuk pergi
kesana". Kemudian Al- subuki berkata: "Telah menjadi simpang siur dikalangan umum dan
mereka mengira bahwa berziarah ke tempat manapun selain ke tiga tempat diatas tidak
terbolehkan. Dan anggapan seperti ini adalah salah, kama pengecualian (istisna") itu harus
sejenis antara mustasna' dan mustasna' minhunya. Oleh karena itu, maksud sabda Nabi SAW
menurut para pakar adalah "Janganlah kamu bepergian ke suatu masjid atau ke suatu tempat
karena sebab atau tempat tersebut, kecuali ke tiga tempat (yang telah disebut)". Adapun
perjalanan untuk ziarah atau mencari ilmu, bukan bertujuan pada tempatnya, akan tetapi
bertujuan pada orang yang ada di tempat.10
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa bepergian untuk ziarah ke
makam Nabi SAW stau untuk mencari ilmu, tidak mencakup dalam larangan hadits diatas, sebab
bepergian untuk ziarah bukan bertujuan pada tempatnya, akan tetapi bertujuan pada orang yang
ada di tempat tersebut.

10
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari Syarh Sahih al-Bukhari 3/66.
Adapun menurut tinjauan Maqashidus tasyri larangan yang terjadi pada awal islam
dikarenakan untuk mencegah rusaknya aqidah umat islam karena Rasulullah mengerti kondisi
umat islam pada saat itu imannya masih lemah dan dikhawatirkan kembali kepada kesyirikan.
Kemudian, beliau memerintahkannya karena untuk menumbuhkan kekuatan dzikir dan
ingat kematian dan Rasulullah melakukan ini karena telah mengetahui kondisi umat islam sudah
kuat sehingga tidak dikhawatirkan kembali kepada kesyirikan. Hasil analisa kami, menurut
Maqashidus Tasyri hukum larangan ziarah kubur (pada awal islam) dan perintah ziarah kubur
(pada masa selanjutnya) semuanya adalah untuk menjaga agama.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ziarah kubur berasal dari kata Zaro yang artinya hendak bepergian ke suatu tempat.
Secara istilah ziarah kubur adalah berkunjung ke kuburan dengan niat mendo'akan para penghuni
kubur serta mengambil ibrah sehingga teringat akhirat.
Hukum ziarah kubur ulama serempak dan menetukan kata "sepakat" bahwa ziarah kubur
itu diperbolehkan bahkan disunnahkan dalam hal mengingat kematian.
Adapun larangan untuk melakukan ziarah kubur (pada masa awal islam), dan perintah
ziarah kubur (pada masa selanjutnya) semuanya adalah untuk menjaga agama.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini tentu masih banyak terselip kesalahan, karena
keterbatasan kami. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca akan sangat
berharga bagi kami, demi tersusunnya makalah-makalah yang lebih baik dan berkualitas
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Khozin Ma'ruf Muhammad.2017 Risalah Ziarah Kubur Surabaya: Muara Progesif

Syadad Anwar 2021 Al-Jawahirussunniyyah. Kencong LTN Assunniyyah

Kail Mas '14.Potret Ajaran Nabi Muhammad dalam Sikap Santun Tradisi & Amaliah
NU.Sumedang Kediri
An'im Abu 2014.Tahlil Dan Ziarah Kubur Mu'jizat Group

Atho'ilah ibnu dan Musta in 2015.Aswaja Lahir Batin.Kediri Lirboyo Press

Abdusshomad Muhyiddin Hujjah Nu: Akidah-Amaliah- Tradisi Surabaya:Khalista,2008

Ramli Idrus Muhammad, Alydrus Syafiq Muhammad Kiai NU Atau Wahabi Yang Sesat
Tanpa Sadar? Jawaban Terhadap Buku-Buku Mahrus Ali Surabaya:Bina Aswaja,2013

Muntaha Ahmad,dkk.Menjawab Vonis Bid'ah Kediri Pustaka Gerbang Lama.2010

Imam Haromain,Al Waroqot

Ibn Baththal,Syarh Ibn Baththal,Beirut Dar al-Kutub al-'Ilmiyah,2003

Zakariya al-Anshari,Ghayah al-Wushud, Surabaya:al-Hidayah.tt

Zainuddin al-Malibari,Fath al-Mu'in Surabaya al-Hidayah,tt

Al-Munawi,Faidh al-Qadir.Beirut Dar al-Fikr,tt

Anda mungkin juga menyukai