Anda di halaman 1dari 30

PERAN ILMU SOSIAL PROFETIK DALAM

MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI


INDONESIA
Makalah disusun guna memenuhi Tugas Akhir Semester Teori Sosial Indonesia
Dosen Pengampu : Dr. Nasiwan, M.Si

Disusun Oleh :
Laila Nur Rohma NIM : 16416241051

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta inayahnya kepada kami sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah tentang Peran Imu Sosial Profetik Dalam
Mengembangkan Pendidikan Karakter di Indonesia ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan di dalamnya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Peran Imu Sosial Profetik Dalam
Mengembangkan Pendidikan Karakter di Indonesia. Kami juga menyadari bahwa
di dalam makalah ini terdapat kekurangan karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman kami. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik dan saran
demi perbaikan makalah ini.

Yogyakarta, Januari 2018


Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB 1 ................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
C. Manfaat penulisan ................................................................................................ 2
BAB II ................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
A. Pengertian Ilmu Sosial Profetik ........................................................................... 3
B. Pengertian Pendidikan Karakter ...................................................................... 10
C. Fenomena Pendidikan Karakter saat ini. ......................................................... 14
D. Peran Ilmu Sosial Profetik dalam mengembangan Pendidikan Karakter. ... 20
BAB III............................................................................................................................. 25
PENUTUP........................................................................................................................ 25
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 25
B. Saran .................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 27

iii
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dewasa ini, Ilmu sosial yang ada di Indonesia lebih banyak

mengadopsi ilmu yang berasal dari Barat. Padahal pemikiran Barat

tersebut memiliki realitas yang berbeda dengan realitas bangsa Indonesia.

Hal ini disebabkan karena kurangnya apresiasi terhadap pemikir nasional

atau pemikir Indonesia. Padahal pemikiran dari para Cendekiawan

Indonesia tidak kalah baik dengan Pemikiran Barat. Oleh sebab itu maka

diperlukannya diskursus alternative ilmu-ilmu sosial diIndonesia.

Dalam pandangannya ilmu sosial di Indonesia mengalami proses

kemandegan bahkan kehilangan kerangka nilai yang mampu mengarahkan

kemana transformasi masyarakat Indonesia digerakan. Dalam kaitan ini

untuk memperbaiki kondisi ilmu-ilmu sosial di Indonesia Kuntowijoyo

mengusulkan perlunya memberikan ruang untuk hadirnya apa yang di

sebut dengan Ilmu Sosial Profetik. Ilmu sosial profetik dengan di terapkan

dan di sebarluaskan di Indonesia sehingga mampu menanggani masalah-

masalah sosial atau masalah lainnya yang terjadi di Indonesia.

Masalah yang sangat nyata yang di hadapi di Indonesia saat ini

adalah masalah pendidikan karakter. Moral atau karakter anak bangsa saat

ini sangat memprihatinkan. Seiring perkembangan zaman dan

perkembangan teknologi yang semakin menglobalisasi di kalangan remaja,

menyebabkan karakter yang ada mulai luntur. Oleh sebab itu pendidikan

1
karakter di Indonesia perlu digalakkan kembali guna menyongsong

kepribadian masyarakat Indonesia menjadi lebih baik.

Ilmu sosial profetik yang merupakan gagasan dari Bapak

Kuntowijoyo diharapkan mampu menyelesaikan dan mengembangkan

pendidikan di Indonesia ini khususnya pendidikan karakter agar mampu di

ajarkan kepada peserta didik yang memiliki karakter yang berbeda-beda

dan menjadikan peserta didik pikirannya terbuka akan budi pekerti yang

hilang akan kembali lagi kedalam kepribadiannya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Ilmu Sosial Profetik?

2. Apakah pengertian dari pendidikan Karakter?

3. Bagaimana fenomena pendidikan karakter di Indonesia saat ini?

4. Bagaimana Peran Ilmu Sosial Profetik dalam mengembangkan

pendidikan karakter di Indonesia?

C. Manfaat penulisan

1. Mengetahui pengertian Ilmu Sosial Profetik.

2. Mengetahui pengertian dan fenomena pendidikan karakter saat ini.

3. Mengetahui peran Ilmu Sosial Profetik dalam mengembangkan

pendidikan karakter di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Sosial Profetik

Kuntowijoyo bukanlah nama yang asing di kalangan dunia

intelektual atau akademik. Dia tidak hanya dikenal sebagai seorang

sejarahwan, sastrawan, dan budayawan tapi juga seorang cendekiawan

muslim yang banyak memberikan sumbangsih bagi dunia pemikiran Islam

di Indonesia. Dari karya-karyanya dalam bentuk tulisan mencerminkan

bahwa Kuntowijoyo layak dijuluki semua itu. Dalam kalangan Islam,

beliau adalah pemikir Islam kontekstual yang sangat Indonesianis,

sehingga konsep Islamnya tepat jika diaplikasikan untuk aksi di bumi

Indonesia ini. Tepatnya, dalam bahasa Islam beliau adalah sosok manusia

alim, yang banyak membaca dan banyak tahu. Tampaknya tidak salah

apabila kita banyak belajar dari beliau, terutama dari ilmu dan pesan-pesan

yang beliau tuliskan dalam berbagai karyanya (Nasiwan, 2016).

Gagasan munculnya ilmu sosial profetik, bermula dan diawali

dengan munculnya perdebatan di sekitar pemikiran Muslim Abdurrahman

mengenai istilah Teologi Transformatif. Istilah ‘teologi’ yang digunakan

di sini, adalah dimaksudkan agar agama diberi tafsir baru dalam rangka

memahami realitas. Selanjutnya, metode yang efektif untuk maksud

tersebut adalah dengan mengelaborasi ajaranajaran agama ke dalam

3
bentuk suatu teori sosial. Lingkup yang menjadi sasaran dari pemikiran ini

adalah lebih pada rekayasa sosial untuk transformasi sosial.

Menurut Kuntowijoyo dalam Nasiwan 2016 dapat diciptakan teori-

teori ‘ilmu sosial profetik’ yang pada dasarnya bersifat transformatif Apa

yang dimaksud transformatif di sini oleh Kuntowijoyo adalah terjadinya

perubahan sosial, baik berkaitan dengan cara berpikir, bersikap, dan

berperilaku, secara individual maupun social.

Salah satu kepentingan besar Islam sebagai sebuah ideologi sosial

adalah bagaimana mengubah masyarakat sesuai dengan citacita dan

visinya mengenai transformasi sosial. Semua ideologi atau filsafat sosial

menghadapai suatu pertanyaan pokok, yaitu bagaimana mengubah

masyarakat dari kondisinya sekarang menuju keadaan yang lebih dekat

dengan tatanan yang lebih ideal. Elaborasi terhadap pertanyaan pokok

tersebut biasanya menghasilkan teori-teori sosial yang berfungsi untuk

menjelaskan kondisi masyarakat yang empiris pada masa kini, dan

sekaligus memberikan insight mengenai perubahan dan transformasinya.

Karena teori-teori yang diderivasi dari ideologi-ideologi sosial sangat

berkepentingan terhadap terjadinya transformasi sosial, maka dapat

dikatakan bahwa hampir semua teori sosial tersebut bersifat transformatif

Kuntowijoyo memberikan sebuah gagasan mengenai ilmu sosial

profetik sebagai solusi atas persoalan ilmu sosial di Indonesia. Ilmu sosial

profetik atau yang biasa disebut dengan ISP ini menrupakan sebuah

4
gagasan dari prinsip integrasi ilmu pengetahuan (sains) dengan agama.

Arti kata profetik sendiri dapat kita pahami sebagai sifat yang sesuai

dengan kenabian. Meski Ilmu Sosial Profetik ini identik dengan islam,

tetapi beliau tidak setuju terhadap wacana “Islamisasi Pengetahuan”.

Karena Kuntowijoyo hanya melakukan saintifikasi Islam, bukan

mengislamkan ilmu pengetahuan.

Menurut Kuntowijoyo (Nasiwan, 2016:111) Kaum cendekiawan

Muslim sesungguhnya harus mengikuti tradisi profetik Nabi, bukan seperti

obsesi kaum mistikus yang berusaha untuk menyatu dengan Tuhan. Iqbal

menyatakan, betapa besar misi kreatif Nabi ketika ia memilih turun

kembali ke bumi untuk terlibat dalam proses sejarah, meskipun ia sudah

sampai ke puncak tertinggi bertemu dengan Allah swt dalam peristiwa

Isra’ Mi’raj.

Secara epistemologis, Ilmu Sosial Profetik berorientasi pada

realitas empiris, rasio, dan wahyu (Nasiwan, 2016). Hal ini tentu

bertentangan dengan paham positivisme yang hanya berorientasi pada

realitas empiris dan menjadikan wahyu sebagai mitos belaka.

Profetik adalah sesuatu yang bersifat atau memiliki ciri seperti

nabi, bersifat prediktif yang dapat meramalkan atau memperkirakan

sesuatu. Keberadaan istilah Ilmu Sosial Profetik, mengharapkan adanya

pembebasan seperti yang pernah dilakukan Nabi dulu dalam menegakkan

keadilan. Dalam menghadapi persoalan yang selalu menghadang, para

5
Nabi melakukan tindakan dengan memahami realitas saat itu, sehingga

jalan keluar yang ditemukan akan tepat dan diterima oleh masyarakat kala

itu.

Ilmu Sosial Profetik merupakan ilmu sosial alternatif. Kata

alternatif tersebut dapat diartikan sebagai ilmu yang membebaskan, ilmu

yang sesuai dengann corak masyarakat Indonesia atau ilmu sosial yang

tidak terkolonisasi (Nasiwan dan Yuyun, 2016). Dikatakan ilmu yang

sesuai dengan corak Bangsa Indonesia karena Ilmu Sosial Profetik ini

mencerminkan budaya – budaya yang ada di Indonesia yang memadukan

nilai – nilai transedental.

Sebenarnya arti profetik ini tidak hanya mengarah pada agama

Islam saja, tetapi pada agama lainnya juga. Pada dasarnya semua agama

itu sama. Mereka sama – sama mengajarkan kebajikan dan mengarahakan

kehidupan manusia ke arah yang lebih baik. Dengan adanya Ilmu Sosial

Profetik ini, diharapkan manusi tidak mengalami terbelenggu terhadap

pengetahuan, karena apa yang mereka alami (realitanya) tidak sama persis

dengan teori yang saat ini berkembang. Sehingga keputusna yang

diambilpun menjadi kurang sesuai bahkan dapat memicu kesenjangan.

Secara epistemologis, Ilmu Sosial Profetik berorientasi pada

realitas empiris, rasio, dan wahyu (Nasiwan, 2016). Hal ini tentu

bertentangan dengan paham positivisme yang hanya berorientasi pada

realitas empiris dan menjadikan wahyu sebagai mitos belaka. Ilmu Sosial

6
yang dikembangkan, tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena

yang terjadi, tetapi juga mengarahkan secara detail sebagaimana mestinya

sebuah ilmu berperan. Dalam Ilmu Sosial Profetik terdapat tiga rumusan

penting yang digunakan sebagai pijakan sekaligus menjadi unsur yang

nantinya akan membentuk karakter paradikmatik.

Humanisasi dalam Ilmu Sosial Profetik berarti memanusiakan

manusia, menjadikan manusia sebagai sosok yang sebenarnya. Pada

konsep ini, manusia tidak lagi sebagai pusat dalam mengangkat martabat

manusia, tetapi manusia yang memusatkan diri pada Tuhan sebagai

kepentingannya. Perlu adanya humanisasi ini karena masyarakat sedang

berada dalam keadaan dehumanisasi, agresivitas, dan loneliness.

Sedangkan liberatsi dapat dipahami sebagai pembebasan manusia dari

segala persoalan yang tengah dihadapi, seperti pembebasan atas

kesenjangan dan penindasan yang selama ini menjadi pokok permasalah di

dunia. Sementara itu, transedensi merupakan dasar dari dua unsur tersebut,

yang menjadikan nilai – nilai keimanan sebagai sesuatu yang penting

dalam membangun peradaban. Transedensi ini menempatkan agama pada

kedudukan yang sentral dalam Ilmu Sosial Profetik.

Sementara itu, secara ontologis profetik berlandaskan pada iman

yang merupakan hakikat dari perjuangan para Nabi seperti yang dijelaskan

dalam kitab Al-Qur’an. Sedangkan pada penekanan aksiologi misi dari

profetik adalah mengangkat derajat manusia dari segala bentuk

penindasan, diskriminasi dan memperjuangkan keadilan.

7
Ilmu Sosial Profetik yang dikembangkan Kuntowijoyo merupakan

Ilmu Sosial yang berlandaskan dimensi transedental, yang dijadikan

sebagai alternatif ilmu pengetahuan yang cenderung berpaham positivism.

Nilai – nilai transedental yang terdapat dalam Ilmu Sosial Profetik ini pada

dasarnya bersumber pada keimanan dan tauhid, sehingga memiliki nilai –

nilai keilahian. Dapat pula dikatakan, bahwa Ilmu Sosial Profetik ini

berorientasi pada mode of thought dan mode of inquiry, yaitu sumber ilmu

pengetahuan berasal dari rasio-empiris dan wahyu.

Gagasan ilmu sosial profetik, dalam pengakuan Kuntowijoyo,

sebenarnya juga diilhami oleh pemikiran Muhammad Iqbal, khususnya

ketika Iqbal berbicara tentang peristiwa mi’raj Nabi Muhammad saw.

Seandainya Nabi Muhammad saw adalah seorang mistikus atau sufi, kata

Iqbal, tentu beliau tidak ingin kembali ke bumi, karena telah merasa

bersatu dengan Tuhan dan berada di sisiNya. Justru, yang terjadi adalah,

Nabi Muhammad saw kembali ke bumi untuk menggerakkan dan

melakukan perubahan sosial, untuk mengubah jalannya sejarah. Nabi

Muhammad saw mulai melakukan transformasi sosial budaya berdasarkan

cita-cita profetik (Kuntowijoyo, 2005: 87). Tiga nilai yang menjadi

muatan ilmu sosial profetik, sebagaimana yang telah disinggung,

humanisasi, liberasi, dan transendensi.

Setelah melakukan kajian dari beberapa literatur, terutama dari

buku-buku hasil pemikiran Kuntowijoyo, maka ada beberapa benang

merah yang dapat diambil. Pertama, dalam bidang sejarah, Kuntowijoyo

8
tergolong sejarawan yang piawai. Kuntowijoyo tidak hanya produktif

dalam menulis sejarah, akan tetapi dia menganjurkan bagaimana

seharusnya sejarah ditulis. Demikian pula, dia juga menganjurkan kepada

orang Indonesia khususnya, bahwa sebagai pelaku sejarah apa yang

seharusnya diperbuat masyarakat Indonesia. Dalam konteks itu semua,

maka dia menorehkan gagasannya, misalnya, dalam buku-buku yang

berjudul: “Pengantar Ilmu Sejarah”, “Metodologi Sejarah”, “Identitas

Politik Umat Islam”, “Selamat Tinggal Mitos Selamat Datang Realitas”,

“Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi”, dan “Islam Sebagai Ilmu:

Epistimologi, Metodologi, dan Etika”.

Kedua, dengan mengacu pada pengertian bahwa cendekiawan

adalah orang-orang yang tidak pernah puas menerima kenyataan

sebagaimana adanya, cendekiawan adalah mereka yang selalu

mempertanyakan kebenaran yang berlaku pada suatu saat dalam

hubungannya dengan kebenaran yang lebih tinggi, lebih luas, dan lebih

ideal, atau kaum cendekiawan adalah orang-orang yang mencari

‘kebenaran’, mencari prinsip-prinsip yang terkandung dalam kejadian-

kejadian serta tindakan-tindakan, maka Kuntowijoyo sudah melakukan

semua itu. Dalam pemikiran-pemikiran yang dituangkan dalam buku-buku

karangan Kuntowijoyo tampak bahwa dia adalah seorang pejuang

kebenaran. Kuntowijoyo adalah orang yang selalu resah melihat perilaku-

perilaku manusia Indonesia yang tidak tepat, misalnya, sehingga dia segera

meluruskan dan mengkritisi lewat tulisan-tulisannya. Demikian pula, dia

9
juga menunjukkan baik kepada manusia Indonesia pada umumnya dan

khususnya kepada umat Islam apa yang seharusnya dilakukan dengan

melihat kondisi objektif di Indonesia.

Ketiga, sebagai seorang cendekiawan, misalnya, Kuntowijoyo

menganjurkan dan menggariskan sebagai landasan kebenaran tindakan

manusia, bahwa pada hakikatnya pergerakan umat manusia adalah dari

etika idealistik ke etika profetik. Oleh karena itu, kerangka pikir atau

paradigma pergerakan prilaku manusia harus meniru para Nabi, dengan

kata lain, mempunyai etika profetik. Dalam QS Ali Imran (3): 110,

misalnya, telah disebutkan: bahwa “kamu adalah umat terbaik yang

dilahirkan di tengah manusia untuk berbuat kebajikan, mencegah

kemungkaran, dan beriman kepada Allah”. Intinya adalah bahwa landasan

pergerakan manusia di dunia ini adalah harus melakukan amar ma’ruf,

nahi munkar (memerintah kepada hal kebaikan dan mencegah perbuatan

yang munkar) dan tu’minuna billahi (yang mengandung nilai-nilai

humanisasi, liberasi, transendensi).

B. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter berasal dari dua kata pendidikan dan karakter,

menurut beberapa ahli, kata pendidikan mempunyai definisi yang berbeda-

beda tergantung pada sudut pandang, paradigma, metodologi dan disiplin

keilmuan yang digunakan salah satunya Ki Hadjar Dewantara yang

menyatakan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi

10
pekerti, pikiran, dan jasmani anak agar selaras dengan alam dan

masyarakatnya.

Sedangkan secara terminologi, pengertian pendidikan Dalam Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam

Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar anak didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan Negara. Intinya pendidikan selain sebagai proses

humanisasi, pendidikan juga merupakan usaha untuk membantu manusia

mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya (olahrasa, raga dan

rasio) untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan dunia dan akhirat (UU

RI th 2005).

Setelah mengetahui pengertian pendidikan maka perlu mengetahui

hakikat karakter sehingga akan mengetahui dari makna pendidikan

karakter. Karakter ialah tabiat, , watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau

budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Batasan itu

menunjukan bahwa karakter sebagai identitas yang dimiliki seseorang atau

sesuatu yang bersifat menetap sehingga seseorang atau sesuatu itu berbeda

dari yang lain ( Taufiq, 2011).

11
Menurut Alwisol (2006), karakter diartikan sebagai gambaran tingkah

laku yang menonjolkan nilai benar salah, baik buruk, baik secara eksplisit

maupun implicit. Karakter berbeda dengan kepribadian karena pengertian

kepribadian dibebaskkan dari nilaii. Namun begitu, kepribadian dan

karakter , berwujud tingkah laku yang ditunjukan ke lingkungan sosial.

Keduanya relative permanen serta menuntun, mengarahkan, dan

mengorganisasikan aktivitas individu.

Dari beberapa pengertian pendidikan dan karakter dapat di artikan

bahwa upaya sadar yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang

(pendidik) untuk menginternalisasikan nilai-nilai karakter pada seseorang

yang lain (peserta didik) sebagai pencerahan agar peserta didik

mengetahui, berfikir dan bertindak secara bermoral dalam menghadapi

setiap situasi.

Pendidikan Karakter adalah proses menyaturasakan sistem nilai

kemanusiaan dan nilai-nilai budaya Indonesia dalam dinamika kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pendidikan karakter merupakan

Suatu proses pembudayaan dan transformasi nilai-nilai kemanusiaan dan

nilai-nilai budaya bangsa (Indonesia) untuk melahirkan insan atau warga

Negara yang berperadaban tinggi, warga Negara yang berkarakter.

Pendidikan karakter juga merupakan proses kegiatan yang mengarah

pada peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan budi harmoni

yang selalu mengajarkan, membimbing, dan membina setiap manusia

12
untuk memiliki kompetensi intelektual, karakter, dan keterampilan

menarik. Nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dihayati dalam

penelitian ini adalah religius, nasionalis, cerdas, tanggung jawab, disiplin,

mandiri, jujur, dan arif, hormat dan santun, dermawan, suka menolong,

gotong-royong, percaya diri, kerja keras, tangguh, kreatif, kepemimpinan,

demokratis, rendah hati, toleransi, solidaritas dan peduli.

Pendidikan karakter juga dapat diartikan sebagai suatu system

penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi

komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk

melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

diri sendiri, sesama, lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi

manusia yang sempurna.

Pada dasarnya Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan

mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada

pencapaian pembentukan karakter atau akhlak mulia peserta didik secara

utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui

pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri

meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan

menginternalisasi serta mempersonalisasi nilainilai karakter dan akhlak

mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Melalui pendidikan

karakter, seorang anak akan menjadi cerdas, tidak hanya otaknya namun

juga cerdas secara emosi. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam

mempersiapkan anak menyongsong masa depan. Dengan kecerdasan

13
emosi, seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam

tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

C. Fenomena Pendidikan Karakter saat ini.

Pendidikan karakter di Indonesia tidak jauh berbeda dengan

pendidikan budi pekerti atau pendidikan akhlak. Sehingga merupakan hal

yang penting didalam berinteraksi dengan lingkungan. Karakter dan budi

pekerti yang baik. Dengan adanya pendidikan karakter, maka peserta didik

mampu membentuk karakternya menjadi yang terbaik.

Bagaimana pendidikan karakter yang ideal? Pendidikan karakter

hendaknya mencakup aspek pembentukan kepribadian yang memuat

dimensi nilai-nilai kebajikan universal dan kesadaran cultural dimana

norma-norma kehidupan itu tumbuh dan berkembang, atau pendidikan

karakter mampu membuat kesadaran transdental individu mampu

terejawantakan dalam perilaku yang konstruktif berdasarkan konteks

kehidupan dimana ia berada yaitu dengan memiliki kesadaran global,

namun mampu bertindak sesuai konteks local ( Samsuri , 2011).

Pengembangan karakter pada individu akan berhasil juka

memperhatikan karakter dasar yang dimiliki individu. Dengan pernyataan

lain bahwa karakter dasar digunakan sebagai pijakan dalam

mengembangkan karakter pada individu tanpa adanya karakter dasar,

pendidikan karakter tidak memiliki tujuan yang pasti.

Pentingnya pendidikan yang memanusiakan manusia sebagai hamba-

hamba Allah Swt (abdullah) calon pemimpin masa depan (khalifah),

14
berakhlak mulia dan dapat menyebarkan kesejahteraan bagi masyarakat

dan lingkungannya (rahmatan lil alamin). Guna mencapai hal tersebut,

harus dicari solusi terhadap persoalan pokok pendidikan, antara lain:

Pertama adalah peran Guru sebagai tenaga fungsional yang profesional

yang diyakini sebagai komponen kunci keberhasilan pelaksanaan

pembelajaran di sekolah/madrasah. Kedua peran kurikulum sebagai ujung

tombak perencanaan pendidikan yang seharusnya mengarahkan kepada

kemampuan (kompetensi) yang berdimensi akhlak mulia yang ditetapkan

dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional Pasal 3 , khususnya pada jenjang PAUD serta Pendidikan Dasar

dan Menengah. Dan, ketiga peran sekolah/madrasah sebagai Pusat

Pembangunan Masyarakat, khususnya sebagai Pusat Pengembangan

Karakter Bangsa.

Seiring perkembangan zaman, di Indonesia sedang mengalami

Penurunan Karakter Generasi Muda. Perkembagan teknologi juga

memberi dampak negatif kepada generasi muda, akibat dari Budaya Barat

yang sangat cepat menyebar dan mempengaruhi mereka. Didalam

kehidupan sekolah, peran guru sangat mempengaruhinya. Beberapa hal

terkait dengan penurunan moral generasi muda adalah sebagai berikut.

1. Menurunnya Rasa Hormat Terhadap Guru

Tidak dapat dipungkiri bahwa peranan guru terhadap masa depan

anak sangatlah besar dan sudah sepantasnya jika Guru

mendapatkan penghargaan atas jasanya dan ditempatkan pada

15
posisi yang terhormat. Namun kenyataan saat ini berbeda.

Keberadaan Guru tidak lagi selamanya dipandang sebagai profesi

yang terhormat. Bahkan, sejumlah kasus perselisihan antara Guru

dengan orang tua siswa menunjukkan bahwa penghormatan

kepada Guru sudah semakin memudar. Kebanyakan perselisihan

terjadi karena orang tua tidak terima terhadap tindakan Guru

dalam memberikan peringatan dan teguran pada siswa. Dalam

interaksi sehari-hari, banyak murid yang bersikap tidak sopan

kepada Guru. Hal ini dapat dilihat dari cara mereka berbicara,

bersikap, atau dari tingkat kepatuhannya. Ketika murid

diingatkan oleh Guru, bukannya menuruti nasihat Guru, tetapi

banyak yang melawan. Fenomena seperti ini terjadi akibat sistem

pendidikan yang mengabaikan pendidikan perilaku dan karakter,

serta terlalu menekankan pada aspek kognitif.

2. Semakin tingginya angka kenakalan Siswa.

Kenakalan siswa antara lain ditunjukkan dengan semakin

maraknya perkelahian antar siswa yang dikenal dengan istilah

tawuran. Tawuran saat ini terjadi tidak saja membahayakan jiwa

mereka sendiri, tetapi juga berdampak terhadap orang-orang di

sekitarnya. Kenakalan lainnya adalah berkembangnya budaya

nyontek dan plagiatisme, penyalahgunaan obat-obatan, kebut-

kebutan, geng motor, membully, dan membolos.

16
Setiap perbuatan yang telah dilakukan pasti memiliki

penyebab kenapa perilaku tersebut terjadi, penyebabnya antara

lain:

a. Pengaruh buruk perkembangan teknologi,

b. Pengaruh buruk lingkungan pergaulan,

c. Peniruan budaya luar yang tidak sesuai,

d. Kurangnya penanaman karakter baik di sekolah maupun di

rumah,

e. Hilangnya keteladanan dari Orang tua dan Guru, dan

sebagainya.

3. Pengaruh teknologi terhadap penurunan karakter

Tidak dapat di pungkiri kemajuan teknologi ternyata

membawa perubahan besar bagi kehidupan manusia di dunia

pada umumnya, dengan teknologi yang sangat modern maka

sangat membantu kelancaran hidup manusia dan lebih

mempermudah dalam melakukan segala sesuatunya. Teknologi

modern yang dikenal adalah munculnya berbagai alat informasi

dan komunikasi yang canggih yang bisa menjadikan suatu yang

jauh menjadi dekat sedangkan yang dekat menjadi jauh.

Terlepas dari beberapa keunggulannya, alat komunikasi dan

informasi yang telah maju memiliki dampak negatif berupa

penyalahgunaan yang mengakibatkan kemerosotan moral

masyarakat. Berikut ini dampak negatif jejaring sosial bagi

17
generasi muda: Tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya,

Minimnya sosialisasi dengan lingkungan, Boros, Mengganggu

kesehatan, Waktu belajar berkurang, Kurangnya perhatian untuk

keluarga, Tersebarnya data pribadi, Mudah menemukan sesuatu

berbau pornografi dan sex, Rawan terjadinya perselisihan,

Rawan penipuan. Sehingga dengan adanya perkembangan IT

perlu adanya pengawasan dari orang tua dan membatasi dalam

menggunakan Teknologi ini.

Kemudian ada nilai-nilai dalam pendirikan karakter,

bahwasannya pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar

manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat

absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai

the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang

pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut.

Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar

tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam

dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih

sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras,

dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan

rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan.

Pendidikan karakter dianggap sebagai pendidikan nilai

moralitas manusia yang disadari dan dilakukan dalam tindakan

nyata. Tampak di sini terdapat unsur pembentukan nilai tersebut

18
dan sikap yang didasari pada pengetahuan untuk melakukannya.

Nilai-nilai itu merupakan nilai yang dapat membantu interaksi

bersama orang lain secara lebih baik (learning to live together).

Nilai tersebut mencakup berbagai bidang kehidupan, seperti

hubungan dengan sesama (orang lain, keluarga), diri sendiri

(learning to be), hidup bernegara, lingkungan dan Tuhan. Tentu

saja dalam penanaman nilai tersebut membutuhkan tiga aspek,

baik kognitif, afektif maupun psikomotorik.

Lebih lanjut, Kemendiknas melansir bahwa berdasarkan

kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan atau

hukum, etika akademik, dan prinsipprinsip HAM, telah

teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang dikelompokkan

menjadi lima, yaitu:

1) Nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan

Tuhan Yang Maha Esa

2) Nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan

diri sendiri

3) Nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan

sesama manusia

4) Nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan

lingkungan

5) Nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan

kebangsaan

19
Setelah diketahui nilai-nilai pendidikan karakter tersebut,

tampak bahwa pendidikan karakter di Indonesia ingin

membangun individu yang berdaya guna secara integratif. Hal

ini dapat terlihat dalam nilai-nilai yang diusung, yakni meliputi

nilai yang berhubungan dengan dimensi ketuhanan, diri sendiri

dan juga orang lain.

D. Peran Ilmu Sosial Profetik dalam mengembangan Pendidikan

Karakter.

Pendidikan karakter adalah pondasi Pembangunan Nasional,

seperti yang diungkap Proklamator Kemerdekaan Indonesia Bung Karno,

bahwa tidak akan ada Pembangunan Nasional tanpa Pembangunan

Karakter. Bagi umat muslim ungkapan tersebut dapat diyakini

kebenarannya karena dilandasi oleh keyakinan atas sabda Rasul

Muhammad Saw, yang artinya : “Sesungguhnya aku di utus untuk

menyempurnakan akhlak yang mulia” [H.R. Muslim dan ahmad]. Yang

kemudian diteladaninya dengan akhlak mulia dan menyebarkan rahmatan

lil’alamin. Akhlak mulia atau karakter baik, merupakan pondasi untuk

meningkatkan kesejahteraan umat dan pembangunan secara menyeluruh.

Dalam kehidupan berbangsa pendidikan karakter merupakan hal

yang amat filosofis dan esensial dalam pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya. Pembangunan politik , sosial, ekonomi, hukum, keamanan,

serta penguasaan IPTEK harus menyatu dengan pembangunan karakter

manusia sebagai pelaku dan penggunanya, sehingga tujuan pembangunan

20
itu mencapai sasaran yakni kesejahteraan, kemaslahatan dan kedamaian

hidup umat manusia itu sendiri.

Didalam diri manusia mengalir kebiasaan-kebiasaan atau perilaku

baik sebagai hasil dari proses internalisasi nilai-nilai utama, atau nilai-nilai

positif seperti keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, jujur, saling

menghormati, peduli, tanggungjawab, dalam kehidupan bermasyarakat.

Pada hakikatnya pendidikan karakter merupakan pendidikan profetik.

Pendidikan profetik tidak lain adalah proses pendidikan yang dilaksanakan

seperti di era kenabian. Pendidikan Karakter yang sesuai dengan gagasan

Kuntowojoyo yaitu Ilmu Sosial Profetik dapat di lihat dari Pendidikan

profetik yang membahas tentang kenabian. Pendidikan Profetik ini yang

dilatar belakangi oleh (a) gagalnya proses pendidikan dalam melahirkan

manusia bermoral dan (b) pentingnya pendidikan sebagai format manusia

berkarakter profetik (penuh dengan moralitas).

Pendidikan Profetik harus disandingkan dengan karakter

kebangsaan, yang sesuai dengan ruang dan waktu kekinian masyarakat

Indonesia, menempatkan konsep keagamaan secara kolaboratif-sinkronis

dengan budaya local, dan harus selalu di integrasikan kedalam semua mata

pelajaran.

Pendidikan profetik sebagai suatu paradigm dekontruksi, yang

bertujuan mewujudkan pendidikan yang mengembangkan misi moral-etis,

untuk memproduk kepribadian yang integral. Kandungan materi pelajaran

21
harus merefleksikan pesan-pesan moralitas, kedisiplinan memegang

prinsip, control diri, serta memiliki sikap terpuji, yang dimanifestasikan

oleh peserta didik dalam proses pembelajaran.

Kerangka Dasar Pendidikan Profetik: terdapat dalam al-Quran

surat Ali ‘Imran ayat 110, yang di dalamnya memuat: (a) humanisasi,

pendidikan harus memanusiakan manusia; (b) liberasi, membebaskan

manusia kemiskinan structural dan keangkuhan teknologi; dan (c)

transendensi, menguatkan dengan nilai-nilai ilahiah.

Pendidikan profetik memiliki fungsi dalam membantu

pembentukan akhlak mulia, mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat,

mempersiapkan mencari rezki dan pemanfaatnya, menumbuhkan roh

ilmiah, dan menyiapkan profesionalitas. Pendidikan Profetik Membentuk

Pribadi Cerdas dan Berkarakter, Munculnya gagasan Pendidikan Karakter

karena kritik terhadap praktik pendidikan formal yang dianggap lebih

didominasi penguasaan aspek kognitif dan kurang memperhatikan

pembentukan karakter siswa.

Proses pendidikan harus diarahkan untuk menuju terbentuknya

insan kamil (manusia ideal). Peserta didik didorong untuk

mengembangkan dirinnya melalui proses pembelajaran tiada henti

(lifelong learning). Pendidikan profetik dilandasi kesadaran tauhid

(ilahiyah), dengan pertimbangan: nilai profetik sebagai arahan nilai, nilai-

22
nilai profetik bersifat universal (syamil), dan nilai profetik bersifat

humanis (insaniyah).

Selain itu Pendidikan Profetik harus komprehensif dan integral

yaitu mampu menyentuh keseluruhan aspek, yang meliputi kognitif,

afektif, dan psikomotorik,menjangkau seluruh mata pelajaran atau mata

kuliah, adanya strategi dan metode yang komprehensif. Strategi

Pembentukan Karakter dengan Pengarahan, habituasi, keteladanan,

penguatan, indoktrinasi karena Karakter tidak bisa dibentuk dalam waktu

yang singkat maka diperulukan strategi dalam pembentukannya.

Di dalam pendidikan karakter atau pendidikan profetik tidak lepas

dari sumber utama yaitu tentang kenabian. Nabi Muhammad saw untuk

seluruh umat manusia dan seluruh alam semesta, memberikan penuntun:

1. Kedudukan manusia di muka bumi ini adalah sebagai

khalifatullah dan Abdullah.

2. Menjelaskan istilah karakter, akhlak, etika, dan moral,

intinya adalah perbuatan baik dan buruk manusia.

Selain itu di Negara Indonesia ,UU Republik Indonesia No. 20

Tahun 2003 menyatakan bahwa “pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.

23
Pendidikan profetik tidak lain adalah proses pendidikan yang

dilaksanakan seperti pada era Nabi, yang memadukan aspek jasmani dan

ruhani, aspek dunia dan akhirat, antara kehambaan dan kekhalifahan.

Dalam konteks persekolahan, pendidikan karakter yang lekat

dengan pendidikan profetik akan mengantarkan peserta didik menjadi

insane-insan yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, hidup tertib, dan

disiplin, santun dan menghormati para guru, orang tua, jujur dan rajin

belajar, menghargai sesama dan peduli terhadap lingkungannya.

Secara historis, pendidikan karakter di Indonesia sudah ada jauh

sebelum proklamasi. Nilai-nilai luhur bangsa seperti keagamaan,

kemanusiaan dan persamaan, persatuan dan kesatuan, kemerdekaan,

demokrasi dan kemandirian, serta keadilan dan kesejahteraan, telah

menjadi habit dalam kehidupan masyarakat.

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ilmu sosial Profetik merupakan gagasan Kuntowijoyo sebagai

seorang cendekiawan Indonesia. Kuntowijoyo adalah orang yang selalu

resah melihat perilaku-perilaku manusia Indonesia yang tidak tepat,

misalnya, sehingga dia segera meluruskan dan mengkritisi lewat tulisan-

tulisannya. Ilmu Sosial Profetik yang dikembangkan Kuntowijoyo

merupakan Ilmu Sosial yang berlandaskan dimensi transedental, yang

dijadikan sebagai alternatif ilmu pengetahuan yang cenderung berpaham

positivism. Nilai – nilai transedental yang terdapat dalam Ilmu Sosial

Profetik ini pada dasarnya bersumber pada keimanan dan tauhid, sehingga

memiliki nilai – nilai keilahian. Dapat pula dikatakan, bahwa Ilmu Sosial

Profetik ini berorientasi pada mode of thought dan mode of inquiry, yaitu

sumber ilmu pengetahuan berasal dari rasio-empiris dan wahyu.

Dalam Ilmu Sosial Profetik terdapat tiga rumusan penting yang

digunakan sebagai pijakan sekaligus menjadi unsur yang nantinya akan

membentuk karakter paradikmatik yaitu humanisasi, liberasi dan

Transdental.

Didalam diri manusia mengalir kebiasaan-kebiasaan atau perilaku

baik sebagai hasil dari proses internalisasi nilai-nilai utama, atau nilai-nilai

positif seperti keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, jujur, saling

25
menghormati, peduli, tanggungjawab, dalam kehidupan bermasyarakat.

Pada hakikatnya pendidikan karakter merupakan pendidikan profetik.

Pendidikan profetik tidak lain adalah proses pendidikan yang dilaksanakan

seperti di era kenabian. Pendidikan Karakter yang sesuai dengan gagasan

Kuntowojoyo yaitu Ilmu Sosial Profetik dapat di lihat dari Pendidikan

profetik yang membahas tentang kenabian.

B. Saran

Sebaiknya dalam menciptakan karakter yang baik dimulai sejak awal

yaitu sejak di dalam keluarga. Karena mengubah karakter seseorang tidak

mudah. Oleh sebab itu Pendidikan karakter dengan pendekatan profetik

sangat dibutuhkan untuk mendidik karakter seseorang menjadi lebih baik.

26
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol.2006.Psikologi Kepribadian.Malang:UMM

Kuntowijoyo.1991.Paradigma Isam Interpretasi UntukAksi.Yogyakarta:

Mizan

Munir Abdullah.2010.Pendidikan Karakter Membangun Karakter Anak


Sejak Dari Rumah.Yogyakarta : PT Bintang Pustaka Abadi
Nasiwan.2014.Filsafat Ilmu Sosial Menuju Ilmu Sosial
Profetik.Yogyakarta: Fistrans Insitute
Nasiwan dan Yuyun.2016.Seri Teori-Teori Sosial Indonesia.Yogyakarta :
UNY Press
Rochmah, Mujilan, dkk.2004.Islam Untuk Disipli Ilmu Teknologi.Jakarta :
Departemen Agama RI Ditjen Bagais Ditpertais
Samsuri.2011.Pendidikan Karakter Warga Negara, Kritik Pembangunan
Karakter Bangsa.Yogyakarta : Diandra Pustaka Indonesia
Sudrajat Ajat.2011.Bedah Buku Pendidikan Profetik :Revolusi Manusia
Abad 21. Diakses pada 5 Januari 2018, dari
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://staff.
uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Bedah%2520Buku%2520-
%2520Pendidikan%2520Karakter%2520Profetik.pdf&ved=2ahUKEwjE68
bHkszYAhWEnZQKHY9SAJcQFjAAegQICRAB&usg=AOvVaw1ROTUivRrqEq
V8MkU1fQfX

Suprayogo Imam.2006.Sosiologi Agama: Tafsir Sosial Fenomena Multi


religious Kontemporer.Malang: UIN Malang Press
Taufiq Adrianto Tahuna.2011.Mengembangkan Karakter Sukses Anak di
Era Cyber.Yogyakarta : AR-Ruzz Media
UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan dosen serta UU RI No 20 tahun 2003
Tentang Sisdiknas.

27

Anda mungkin juga menyukai