Anda di halaman 1dari 15

i

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI-TEORI FUNGSIONAL, TEORI KONFLIK,


TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK, SERTA TEORI STRUKTURASI

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah : Sosiologi Pendidikan

Dosen Pengampuh :

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I, M.Sos

Disusun Oleh :

Nama : SITI HALISA

NIM : L1C018097

Fakultas&Prodi : Sosiologi

Semester :5

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

UNIVERSITAS MATARAM

T.A. 2020/2021
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya
tugas ulangan tengah semester ini yang berjudul “PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF
TEORI-TEORI FUNGSIONAL, TEORI KONFLIK, TEORI INTERAKSIONISME
SIMBOLIK, SERTA TEORI STRUKTURASI”.

Terimakasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I,
M.Sos sebagai dosen pengampuh Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi pembaca. Saya
menyadari, tulisan ini masih jauh darikata sempurna.

Penyusun, Mataram 16 Oktober 2020

SITI HALISA

L1C018097
iii

Daftar Isi
KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii

Daftar isi...............................................................................................................................................iii

BAB I. Pendidikan dalam Perspektif Teori Fungsional Struktural................................................1

1.1.Pengertian Teori Struktural Fungsinal...................................................................................1

1.2.Teori-Teori Fungsional Struktural..........................................................................................1

1.3.Pendidikan dalam Teori Struktural Fungsional....................................................................3

BAB II PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI KONFLIK...................................................4

2.1. Pengertian................................................................................................................................4

2.2. Teori-Teori Konflik..................................................................................................................4

2.3. Teori Konflik dan Implikasinya Terhadap Pendidikan........................................................5

BAB III PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK...........7

3.1. Pengertian................................................................................................................................7

3.2. Teori-Teori Interaksionisme Simbolik...................................................................................7

3.3. Implikasi Teori Interaksionisme Simbolik dalam Pendidikan............................................9

BAB IV PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI STRUKTURASI....................................10

4.1. Pengertian..............................................................................................................................10

4.2. Impilkasi Teori Strukturasi dalam Pendidikan...................................................................10


1

BAB I. Pendidikan dalam Perspektif Teori Fungsional Struktural

1.1. Pengertian Teori Struktural Fungsinal

Struktural dari kata struktur yang berarti susunan, cara sesuatu yang disusun atau
dibangun, bangunan yang disusun atau dibangun, bangunan yang disusun dengan pola
tertentu, pengaturan unsur-unsur atau bagian-bagian dari suatu benda atau wujud.
Struktural dari kata fungsi yang berarti kegunaan suatu hal atau daya guna, fungsional
adalah sesuatu yang ditinjau dari kegunaannya. Struktural fungsional adalah sebuah
sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan
masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan.

Struktural fungsional dinamakan juga sebagai fungsionalisme struktural. Dalam teori


ini, masyarakat dipandang sebagai kelompok yang bekerja sama secara terorganisir dan
bekerja secara teratur, menurut norma dan teori yang berkembang. Teori fungsional
menggambarakan masyarakat yang merupakan sistem sosial yang kompleks, terdiri dari
bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling keergantungan.

Fungsionalisme melihat individu sebagai bagian dari masyarakat yang berada


dalam sistem sosial yang besar. Sistem sosial ini bekerja untuk menciptakan stabilitas
tatanan sosial. Masyarakat, dengan demikian adalah kumpulan dari individu-individu
yang bekerja dalam sebuah sistem untuk menjaga stabilitas sosial. Durkheim sendiri
melihat masyarakat sebagaimana organisme. Organisme tersusun atas beberapa
komponen yang memainkan peranannya masing-masing. Apabila masing-masing
komponen bergerak sendiri, organisme akan mengalami disfungsi atau gagal berfungsi.
Teori struktural fungsional melihat institusi atau lembaga sosial sebagai komponen dari
sistem sosial. Masing-masing lembaga didesain untuk menjalankan fungsinya.

1.2. Teori-Teori Fungsional Struktural

Teori Fungsionalisme Struktural Merton

Merton adalah seorang ahli sosiologi terkemuka masa kini yang kritis terhadap gaya
berteori Parsons yang abstrak dan agak muluk. Merton menaruh perhatian besar akan
dampak suatu tindakan manusia terhadap masyarakat yang bersifat fungsional, dalam
arti meningkatkan fungsi masyarakat, tetapi dapat pula bersifat disfungsional. Merton
menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian-
2

bagian yang saling berkaitan dan saling berhubungan dalam keseimbangan. Perubahan
yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan terhadap bagian lainnya.
Sebaliknya apabila tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan
sendirinya.

Robert K. Merton memusatkan perhatiannya pada pada struktur sosial. Asumsi-


asumsi teori fungsional Merton adalah : 1) Kesatuan fungsional masyarakat adalah
suatu keadaan dimana semua bagian dari sistem sosial bekerja sama dalam suatu
tingkat keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menimbulkan konflik
yang berkepanjangan yang tidak bisa diatur atau diatasi; 2) Fungsinalisme universal; 3)
Asumsi indispensability. Merton juga mengatakan bahwa struktur yang mempunyai
tujuan dapat melahirkan fungsi manifesdan fungsi laten. Merton mempunyai paradigma
dan analisa fungsional yang mencoba membuat batasan-batasan beberapa konsep
analitis dasar dari segi analisa fungsional dan menjelaskan beberapa ketidakpastian arti
yang terdapat didalam postulat-postulat kaum fungsional. dalam hal ini Merton mengutip
tiga postulat yang terdapat dalam analisa fungsional yang kemudian disempurnakan
satu per satu.

Teori fungsional Emile Durkheim

Emile Durkheim, adalah ahli sosiologi yang lahir pada Tahun 1858 dan meningal
pada tahun 1817. Ia salah seorang tokoh paling penting dalam sejarah sosiologi.
Bahkan dia sendiri diakui atas jasanya menjadikan sosiologi sebagai sebuah ilmu
pengetahuan, ketika ia menerapkan metodologi empiris pada kajiannya.

Teori struktural fungsional menurut Emile Durkheim adalah susunan masyarakat


sebagai bagian tatanan sosial yang mengindikasikan bahwa memiliki hidup harmonis.
Fungsionalisme fokus pada struktur sosial yang levelnya makro dalam masyarakat, hal
ini juga ia tegaskan bahwa masyarakat sebagai kenyataan objektif individu-individu yang
merupakan anggota-anggotanya.

Teori fungsional Talcott Parsons

Talcott Parsons, adalah ahli sosiologi yang memberikan penjelasan mengenai teori
struktural fungsional sebagai bagian keseimbangan dalam institusi sosial, yang
diakuinya akan eksis atau dikenal masyarakat apabila berhasil menjalankan tugas serta
fungsinya dengan baik, tanpa memberikan perbedaan sedikitpun.
3

1.3. Pendidikan dalam Teori Struktural Fungsional

Pendidikan tidak bisa terlepas dari sebuah sistem yang mengaturnya. Sistem
tersebut memiliki struktur dan fungsinya masing-masing. Semakin baik sebah struktur
maka setiap elemen akan berjalan seimbang (fungsional). Indonesia dengan beragam
masalah sosialnya, seringkali yang disalahkan adalah pendidikannya. Karakter bangsa
yang bobrok merupakan bentuk dari ketidakberhasilan pendidikan diindonesia. Meski
demikian sistem pendidikan tetap eksis berada ditengan masyarakat. Apalagi jika
pendidikan dilihat dari sudut pandang struktural fungsioal, pendektan ini cendrung
mengabaikan pertentangan-pertentanagan yang ada di masyarakat.

Pendidikan yang dilakukan pemerintah dalam berbagai jenis lembaga pendidikan


adalah bagian daripada teori struktural fungsional, contoh ini bisa dikemukanakan
karena masyarakat yang ingin hidup denga ketenangan terhadap bentuk perubahan
sosial harus memiliki pendidikan tinggi, adanya pemerintah memberikan fasilitas maka
masyarakat mengisi serta mendorong suksesi kehidupan dengan masuk dalam lembaga
pendidikan tertentu
4

BAB II PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI KONFLIK

2.1. Pengertian

Teori konflik adalah pengkritik teori fungsional, dinyatakan bahwa teori fungsional
tidak mampu memberikan gambaran situas masyarakat yang sebenarnya, teori
fungsional melihat masyarakat secara seimbang, padahal sesungguhnya masyarakat
penuh ketegangan dan selalu berpotensi melakukan konflik. Bagi pendukung teori
konflik, teori fungional tidak lain hanyalah koalisi dari kaum dominan. Tokoh gerakan ini
tidak lain adalah Karl Marx.

Teori konflik memiliki asumsi dasar bahwa perbedaan kepentingan antar kelas
sosial menciptakan relasi sosial yang bersifat konfliktual. Akar dari terciptanya konflik
dalam masyarakat adalah ketidakmerataan distribusi kekuasaan dan kekayaan yang
menciptakan kesenjangan kelas sosial. Kekuasaan meliputi akses terhadap sumber
daya. Level kekuasaan individu atau kelompok berbeda-beda. Perbedaan inilah yang
disebut kesenjangan. Semakin besar kesenjangan, semakin besar potensi timbulnya
konflik sosial. Kesenjangan tidak hanya ditentukan oleh perbedaan kelas, namun bisa
juga ras, gender, kultur, selera, agama, dan lainnya. Prinsip yang mendasari adanya
teori konflik yaitu konflik sosial dan perubahan sosial yang selalu tersedia di dalam
struktur kehidupan masyarakat. Pandangan ini juga di dasari pada sistem sosial
masyarakat pada masa itu yang terdiri dari pembangian, borjuis, dan prolenter.

2.2. Teori-Teori Konflik

Karl Marx

Karl Marx sebagai pencetus awal mula teori ini berpendapat bahwa tujuan dari
masyarakat seutuhnya adalah menciptakan kondisi masyarakat tanpa kelas
(sosialisme), dalam hal ini identik dengan konflik kelas sosial yang merupakan sumber
yang paling penting dan sumber paling berpengaruh dalam semua perubahan sosial.

Asumsi Dasar Teori Marx dan Konsep Main dan Body.

Asumsi dasar dari teori Marx adalah pertama perubahan merupakan gejala yang
melekat dalam gejala masyarakat, kedua bahwa konflik adalah gejala yang melekat
dalam setiap masyarakat, ketiga setiap unsur dalam masyarakat memberikan
5

sumbangan bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan sosial, terakhir setiap


masyarakat terintegrasi di atas pengusaha atau dominasi yang dilakukan sejumlah
orang terhadap sejumlah orang lainnya.

Dalam kaitannya dengan tubuh dan jiwa (Body and Mind) Marx berkeyakinan bahwa
manusia adalah subjek dari sejarah. Itu sebabnya Marx menyimpulkan bahwa
kehidupan masyarakat yang menentukan kesadaran mereka. Dalam arti yang luas “Apa
dan bagaimana manusia itu didasarkan oleh produk yang mereka hasilkan sebagai
objek atau proses”.dengan demikian keberadaan individu bergantung pada objek
material. Maka dapat dinyatakan bahwa sistem ekonomi, sosial, hukum, pendidikan,
budaya, bahasa, seni, dan politik merupakan refleksi kondis material (bangunan bawah).
Sehingga Marx menyebut material (body) lebih menentukan mind.

Ralf Dahrendorf

Ahli lainnya, mengenai pengertian teori konflik ini dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf
yang memiliki penjelasan bahwa semua perubahan sosial yang dialami manusia
merupakan hasil dari konflik kelas di masyarakat. Dahrendorf sangat yakin bahwa
konflik dan pertentangan menjadi bagian-bagian hidup masyarakat.

2.3. Teori Konflik dan Implikasinya Terhadap Pendidikan

Memahami Marx menegani startifikasi sosial tidak lain harus melihat teori klas yaitu
“Sejarah peradaban umat manusia dari dahulu sampai sekarang adalah sejarah
pertikaian dan konflik antar klas.” Marx selalu melihat bahwa hubungan manusia terjadi
dari adanya hubungan posisi masing-masing terhadap sarana produksi. Marx
berkeyakinan bahwa posisi dalam struktur sangat mendorong dalam upaya memperbaiki
nasib mereka dengan ditunjukkan adanya klas borjuis dan klas buruh.

Dari penjelasan tersebut menurut sosiolog pendidikan beraliran Marxian


menawarkan bahwa masalah pertentangan klas menjadi objek kajia (pendidikan). Dari
mereka ada poin-poin yang diajukan, pertama bahwa pendidikan difokuskan pada
perubahan yang dibangun dan tumbuh tanpa adanya tekanan dari klas dominan atau
penguasa, yaitu dengan perubahan akan penyadaran atas klas dominan. Kedua
pendidikan diarahkan sebagai arena perjuangan klas, mengajarkan pembebasan,
kesadaran klas, dan perlawanan terhadap kaum borjuis.

Teori Konflik dan Implikasinya Terhadap Pendidikan


6

Masyarakat Pendidikan Prioritas Kebijakan Strategi Perencanaan

 Konflik dan eksploitasi


 Kekuasaan dan kekuatan untuk memelihara terib social
 Perjuanagan terus menerus antara kelompok dominan dan subordinat
 Pendidikan sebagai kepanjangan kekuatan kelompok dominan
 Pendidikan terciptakan terti social yang hirarkis
 Memutuskan hubungan antara organisasi /struktur sekolah dan kekuatan
ekonomi
 Pengembagan kesadaran dan perlawanan diajarkan di sekolah
 Ubah struktur sekolah/ap kerja/ masyarakat
7

BAB III PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI


INTERAKSIONISME SIMBOLIK

3.1. Pengertian

Teori interaksionisme simbolik merupakan salah satu teori yang


banyak digunakan dalam penelitian sosiologi. Teori ini memiliki akar
keterkaitan dari pemikiran Max Weber yang mengatakan bahwa tindakan
sosial yang dilakukan oleh individu didorong oleh hasil pemaknaan sosial
terhadap lingkungan sekitarnya. Makna sosial diperoleh melalui proses
interpretasi dan komunikasi terhadap simbol-simbol di sekitarnya.

Teori interaksionisme simbolik menganalisis masyarakat berdasarkan makna


subjektif yang diciptakan individu sebagai basis perilaku dan tindakan sosialnya. Individu
diasumsikan bertindak lebih berdasarkan apa yang diyakininya, bukan berdasar pada
apa yang secara objektif benar. Apa yang diyakini benar merupakan produk konstruksi
sosial yang telah diinterpretasikan dalam konteks atau situasi yang spesifik. Hasil
interpretasi ini disebut sebagai definisi situasi.

3.2. Teori-Teori Interaksionisme Simbolik

Teori George Herbert Mead

George Herbert Mead dipandang sebagai ahli utama dari teori interaksionisme
simbolik. Konsep Mead dipaparkan dalam karyanya Mind, Self and Society (1934) dan
Movements of Thought in the 19th Century. George Herbert Mead menyatakan bahwa
komunikasi manusia berlangsung melalui pertukaran simbol serta pemaknaan simbol –
simbol tersebut. Mead menempatkan arti penting komunikasi dalam konsep tentang
perilaku manusia, serta mengembangkan konsep interaksi simbolik bertolak pada
pemikiran Simmel yang melihat persoalan pokok sosiologi adalah masalah sosial. Mead
adalah salah satu pelopor dalam Filsafat Pragmatisme dinama pragmatism menekankan
hubungan yang sangat erat antara pengetahuan dan tindakan untuk mengatasi masalah
sosial. Mead melihat bahwa komunikasi antar individu adalah sebagai inti dari
pembentukan kepribadian manusia itu. Dengan kata lain, kepribadian individu dibentuk
8

melalui komunikasi dengan orang lain serta citra diri dibangun melalui sarana interaksi
dengan orang lain.

Mead mengemukakan bahwa dalam teori Interaksionisme Simbolik, ide dasarnya


adalah sebuah symbol, karena symbol ini adalah suatu konsep mulia yang
membedakan manusia dari binatang. Simbol ini muncul akibat dari kebutuhan setiap
individu untuk berinteraksi dengan orang lain. Dan dalam proses berinteraksi tersebut
pasti ada suatu tindakan atau perbuatan yang diawali dengan pemikiran. Dalam
tinjauannya di buku Mind, Self and Society, Mead berpendapat bahwa bukan pikiran
yang pertama kali muncul, melainkan masyarakatlah yang terlebih dulu muncul dan baru
diikuti pemikiran yang muncul pada dalam diri masyarakat tersebut.

Teori Herbert Blummer

Teori interaksi simbolik disebut juga sebagai teori sosiologi interpretatif. Konsep
teori interaksi simbolik ini diperkenalkan oleh Herbert blumer sekitar tahun 1939. Dalam
lingkup sosiologi, ide ini sebenarnya sudah lebih dahulu dikemukakan George Herbert
Mead, tetapi kemudian dimodifikasi oleh blumer guna mencapai tujuan tertentu.
Menurut blumer, pokok pikiran interaksi simbolik ada 3 yakni bahwa manusia bertindak
(act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning).

Interaksionisme simbolik Blumer merujuk pada suatu karakter interaksi khusus yang
berlangsung antar-manusia. Aktor tidak semata-mata bereaksi terhadap tindakan yang
lain tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain. Respon aktor
selalu didasarkan atas penilaian makna tersebut. Oleh karenanya interaksi pada
manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran atau menemukan
makna tindakan orang lain.

Teori Erving Goffman

Salah satu karya yang cukup penting tentang Self nampak dalam karya Goffman
yang berjudul Presentation of Self in Everyday Life (1959). Konsep Goffman tentang self
sangat dipengaruhi oleh George Mead, khususnya dalam diskusi tentang ketegangan
antara I (sebagai aspek diri yang spontan) dan Me ( sebagai aspek diri yang dibebani
oleh norma-norma sosial). Ketegangan tersebut terjadi karena ada perbedaan antara
apa yang orang lain harapkan supaya kita berbuat dengan apa yang ingin kita lakukan
secara spontan. Terdapat perbedaan antara keinginan pribadi dan keharusan yang
diharapkan oleh orang lain atau masyarakat.
9

Dalam keadaan demikian, maka guna mempertahankan gambaran diri yang stabil,
manusia cenderung melakonkan peran- peran sebagaimana halnya seorang aktris atau
aktor memainkan perannya diatas panggung pertunjukkan. Oleh sebab itu, Goffman
cenderung melihat kehidupan sosial sebagai satu seri drama atau pertunjukkan dimana
para aktor memainkan peran tertentu. Pendekatan sedemikian ini disebutnya dengan
pendekatan dramaturgi. Dalam pendekatan ini, ia membandingkan kehidupan sosial
sebagai sebuah pertunjukkan diatas panggung. Dalam pertunjukkan itu, panggung
berarti lokasi atau tempat dimana kehidupan sosial itu berlangsung, sedangkan aktor
atau aktris adalah posisi- posisi atau status- status di dalam masyarakat.

3.3. Implikasi Teori Interaksionisme Simbolik dalam Pendidikan

Interaksi sosial secara global memberikan gambaran bahwa dalam dunia


pendidikan maupun masyarakat luas diperlukan pemahaman yang baik dalam
pencapaian kehidupan serta kebaikan bersama.Secara global interkasi yang terbangun
dalam dunia pendidikan baik itu guru maupun murid harus serasi sesuai tujuan dari
pendidikan tersebut.Pendidikan merupakan upaya pencerdasan masyarakat serta anak
bangsa, kedepannya dalam pendidikan ditanamakan aspek yang berkaitan dengan ilmu
yang mempelajari makna hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya tidak
melihat pada perbedaan tetapi mengedepankan persamaan.Metode serta strategi harus
tepat digunakan dalam memberikan arahan pada peserta didik.Dalam hubungan
masyarakat luas banyak hal-hal yang tidak jelas diungkapkan secara kata-kata (lisan)
berangkat dari hal tersebut teori interaksionisme simbolik yang ada harus dipahami
sehingga tidak terjadi salah komunikasi atau interaksi terbangun berjalan kurang
baik.Simbol-simbol dari kehidupan harus dijabarkan secara baik sehingga terlihat secara
utuh sehingga terbangunlah hubungan yang harmonis dengan sesama manusia.
10

BAB IV PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI


STRUKTURASI

4.1. Pengertian

Teori strukturasi adalah teori ilmu sosial tentang penciptaan dan reproduksi sistem
sosial yang berbasis pada analisis struktur dan agen (lihat struktur dan agen), tanpa
memberi keunggulan pada keduanya. Teori Strukturasi adalah teori yang memadukan
agen dan struktur. Hubungan antara agen dan struktur tersebut berupa relasi dualitas
yang kedua unsurnya saling menunjang. Dualitas tersebut tejadi dalam praktik sosial
yang berulang dan terpola dalam lintas ruang dan waktu.

Teori Strukturasi Anthony Gidens menyatakan bahwa individu adalah agen-agen


sosial dengan kemampuan dapat merombak struktur sosial yang ada. Individu yang
berperan sebagai agen sosial setidaknya memiliki kepribadian kuat sehingga tidak
hanya memberi warna terhadap struktur sosial yang ada tetapi juga dapat merubah
struktur yang ada.

4.2. Impilkasi Teori Strukturasi dalam Pendidikan

Pendidikan memiliki tujuan untuk membekali individu dengan pengetahuan,


ketrampilan, dan sikap sehingga mampu meningkatkan kualitas dirinya. Pendidikan
yang berkaitan erat dengan anak didik, tentu saja dapat dikategorikan sebagai pencetak
agen-agen sosial dimasa depan. Anak didik yang berperan sebagai agen sosial perlu
untuk dipersiapkan. Tugas keluarga, guru, sekolah, pemerintah, dan masyarakat
berkewajiban untuk melancarkan proses pencapaian tujuan pendidikan. Keunikan setiap
anak didik sudah sepantasnya dipandang sebagai sesuatu kelebihan yang dimiliki dalam
upayanya menjadi seorang agen sosial.
11

DAFTAR PUSTAKA
Handrayani, Veni. 2012. ASUMSI Teori Fungsional Struktural 2. Scribd.

Maunah, Binti. 2016. PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL


FUNGSIONAL. IAIN Tulung agung.

Samudera, Sahara Adjie. 2017. Pendidikan Dan Perspektif Struktural Fungsional.


Scribd.

https://www.google.com/amp/s/djauharul28.wordpress.com/2011/06/18/pendidikan-
dalam-perspektif-struktural-konflik/amp/ Diakses tanggal 14 Oktober 2020.

https://www.google.com/amp/sosiologis.com/teori-struktural-fungsional/amp Diakses
tanggal 14 Oktober 2020

https://dosensosiologi.com/teori-konflik-menurut-para-ahli-dan-contohnya-lengkap
Diakses tanggal 14 Oktober 2020

https://www.google.com/amp/sosiologis.com/teori-interkasionisme-simbolik/amp Diakses
tanggal 15 Oktober 2020

https://masdwihatmoko.blogspot.com/2016/11/melihat-pendidikan-dari-kacamata-
teori.html?m=1 Diakses tanggal 16 Oktober 2020

http://perspektif.ppj.unp.ac.id/index.php/perspektif/article/view/168 Diakses tanggal 16


Oktober 2020

http://dosensosiologi.com/6-teori-struktural-fungsional-menurut-para-ahli-dan-contohnya-
lengkap Diakses tanggal 16 Oktober 2020
12

SURAT PERNYATAAN

Apa yang saya tulisini sebagai jawaban atas pertanyaan (soal) adalah murni hasil
pemikiran saya sendiri, dan jika nanti ditemukan kesamaan dengan tulisan orang lain,
baik dari sumber (web/situs dan referensi tertentu atau tulisan saya memiliki kesamaan
dengan tulisan rekan-rekan saya, maka saya siap menerima sanksi yang diberikan oleh
dosen pengasuh matakuliah ini.

Dengan demikian ini saya buat dengan sebenar-benarnya secara sadar dan
bertanggung jawab.

Anda mungkin juga menyukai