Anda di halaman 1dari 7

REVIEW TEORI SOSIOLOGI TENTANG TEORI STRUCTURAL FUNGSIONAL

AMERIKA SERIKAT OLEH ROBERT K. MERTON

A. Pengertian Teori Struktural Fungsional


Dikutip dari portal-ilmu.com (2020), diasumsikan dasar dari teori struktural fungsional
terletak pada konsep keteraturan masyarakat. Teori ini memandang bahwa masyarakat bersifat
statis atau berada dalam perubahan secara berimbang, di mana setiap elemen masyarakatnya
memiliki peran menjaga stabilitas tersebut. Sebagaimana perspektif makro, teori ini mengulas
perilaku manusia dalam konteks organisasi (masyarakat) dan bagaimana perilaku tersebut
berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan organisasi atau masyarakatnya. Teori struktural
fungsional banyak mempengaruhi perkembangan teori sosiologi hingga sekarang. Pusat
pertumbuhan teori sosial sendiri adalah di Amerika Serikat. Negara ini sekaligus menjadi tempat
runtuhnya teori struktural fungsional itu sendiri, yang populer pada dekade 1930an hingga
1960an.
Teori struktural fungsional melihat masyarakat sebagai sebuah keseluruhan sistem yang
bekerja untuk menciptakan tatanan dan stabilitas sosial. Teori ini sering disebut juga perspektif
fungsionalisme, dicetuskan oleh Emile Durkheim. Durkheim banyak mengkaji tentang tatanan
sosial dan bagaimana masyarakat dapat hidup harmonis. Fungsionalisme fokus pada struktur
sosial yang levelnya makro. Beberapa tokoh sosiologi yang terpengaruh oleh teori
fungsionalisme Durkheim diantaranya, Talcott Parsons dan Robert K. Merton.
Budi Siswanto melalui bukunya “Teori Sosial” menyebutkan bahwa akar teori struktural
fungsional terletak pada karya Emile Durkheim dan beberapa antropolog angkatannya seperti
Auguste Comte dan Herbet Spencer. Hal tersebut menawarkan sistem sintesis secara
komprehensif dalam sistem pemikiran sosial (Siswanto, 2016). Asumsi utama dari teori ini
adalah anggapan bahwa masyarakat merupakan organisme biologis yang terdiri dari organ-organ
yang saling mengalami ketergantungan sebagai konsekuensi agar organisme tersebut dapat tetap
bertahan hidup. Organisme tersusun atas beberapa komponen yang memainkan peranannya
masing-masing. Apabila masing-masing komponen bergerak sendiri, organisme akan mengalami
disfungsi atau gagal berfungsi. Melalui pendekatan struktural fungsional ini, para sosiolog
berharap dapat mencapai keteraturan sosial dalam masyarakat.
Dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contohnya yakni pemerintah yang mendirikan
sekolah dalam rangka menyelenggarakan pendidikan untuk warganya (sosiologi.com, 2017).
Murid-murid dipersiapkan untuk mengisi lapangan kerja dan posisi-posisi di pemerintahan
nantinya. Ketika bekerja, tibalah mereka untuk membayar pajak. Uang pajak tersebut digunakan
untuk membiayai pendidikan dan lainnya. Pekerja, juga menyuplai biaya hidup keluarganya agar
tetap eksis. Pada akhirnya, murid-murid yang semula dibiayai dan didik oleh negara akan
membiayai negara agar tetap eksis. Dari sudut pandang teori struktural fungsional, jika sistem
tersebut berjalan sebagaimana mestinya, yakni pemerintah membiayai pendidikan, murid belajar
kemudian bekerja, sistem sosial akan berada pada kondisi yang stabil.

B. Teori Struktural Fungsional Menurut Robert K. Merton


Sebagai pendukung dari teori struktural fungsional, Robert K Marton hanya mengajukan
tuntutan yang lebih terbatas bagi perspektif ini. Merton beranggapan bahwa pendekatan strukural
fungsional ini berpengaruh besar terhadap kemajuan pengetahuan sosiologis. Meski demikian,
fungsionalisme struktural dianggapnya masih tidak akan mampu mengatasi seluruh masalah
sosial (Merton, 1975). Merton sendiri mengajukan model analisa fungsional Merton yang
didapatkannya sebagai hasil dari perkembangan pengetahuan menyeluruh dari teori-teori klasik,
termasuk dari karya Max Weber. Weber sendiri mempengaruhi pemikiran Merton dalam hal
birokrasi sehingga membuat Merton lebih terbatas dalam memandang birokrasi, sama halnya
dengan Weber. Adapun organisasi birokrasi modern, menurut Merton di dalamnya memuat
beberapa konsep berikut:
 Birokrasi adalah bentuk dari struktur sosial yang terorganisir secara rasional dan formal;
 Biroktasi meliputi suatu pola kegiatan dengan adanya batas-batas yang jelas;
 Kegiatan-kegiatan yang berlangsung dalam sistem secara ideal berhubungan dengan tujuan
organisasi;
 Jabatan-jabatan dalam organisasi diintegrasikan dalam keseluruhan struktur birokratis;
 Status-status yang ada dalam birokrasi, tersusun dalam susunan hirarkis;
 Kewajiban serta hak-hak dalam birokrasi dibatasi oleh aturan-aturan yang terperinci;
 Otoritas terletak pada jabatan, bukan terletak pada orang;
 Hubungan-hubungan yang terjalin antara orang-orang dibatasi secara formal.
Model birokrasi seperti yang digambarkan Merton ini dapat diilustrasikan dalam bentuk
organisasi-organisasi yang berskala besar. Contohnya saja seperti perusahaan, universitas atau
akademi. Paradigma analisa fungsional Merton dapat dirangkum dalam tiga postulat sebagai
analisa fungsional yang kemudian disempurnakannya satu demi satu. Postulat ini biasanya
digunakan untuk menunjukkan perposisi yang merupakan titik tolak pencaharian yang bukan
definisi atau pengandaian sementara. Secara ringkas, postulat pertama, adalah postulat kesatuan
fungsional masyarakat yang menunjukkan bahwa kesatuan fungsional masyarakat memiliki
bagian-bagian yang saling bekerja sama dalam tingkat konsistensi internal yang memadai, tanpa
menghasilkan konflik berkepanjangan tidak teratasi (Merton, 1967).
Postulat kedua adalah postulat fungsionalisme universal, beranggapan bahwa seluruh
bentuk sosial dan kebudayaan yang telah baku memiliki fungsi-fungsinya sendiri yang positif,
yang pada akhirnya dapat menetapkan keseimbangan dalam sistem sosial.
Postulat ketiga melengkapi trio postulat fungsionalisme, berupa postulat indispensability,
yakni dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, obyek materil, dan kepercayaan,
seluruhnya memenuhi beberapa fungsi serta tugas penting yang harus dijalankan, sehingga tidak
dapat dipisahkan dalam kegiatan sistem sebagai keseluruhan (Merton, 1967).
Sederhananya, dalam postulat ketiga ini, seluruh aspek standar masyarakat tidak hanya
memiliki fungsi positif saja, melainkan merepresentasikan pula bagian-bagian yang tak
terpisahkan dari keseluruhan. Postulat ini mengarah pada gagasan bahwa seluruh struktur dan
fungsi secara fungsional pada dasarnya diperlukan masyarakat.
Dalam penjelasan lebih lanjut, Merton mengemukakan mengenai fungsi manifest dan
fungsi laten. Fungsi manifest adalah fungsi yang dikehendaki, laten adalah yang tidak
dikehendaki. Tetapi, lebih jauh dari itu konsepnya mengenai fungsi manifest dan laten telah
membuka kekakuan bahwa fungsi selalu berada dalam daftar menu struktur. Merton pun
mengungkap bahwa tidak semua struktur sosial tidak dapat diubah oleh sistem sosial. Tetapi
beberapa sistem sosial dapat dihapuskan. Dengan mengakui bahwa struktur sosial dapat
membuka jalan bagi perubahan sosial. Analisis Merton tentang hubungan antara kebudayaan,
struktur, dan anomi. Budaya didefinisikan sebagai rangkaian nilai normative teratur yang
mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh anggota masyarakat. Stuktur sosial
didefinisikan sebagai serangkaian hubungan sosial teratur dan mempengaruhi anggota
masyarakat atau kelompok tertentu dengan cara lain.
Anomi terjadi jika ketika terdapat disfungsi antara norma-norma dan tujuan kultural yang
terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak menurut norma dan tujuan
tersebut. kebudayaan menghendaki adanya beberapa jenis perilaku yang dicegah oleh struktur
sosial. Merton menghubungkan anomi dengan penyimpangan dan dengan demikian disjungsi
antara kebudayan dengan struktur akan melahirkan konsekuensi disfungsional yakni
penyimpangan dalam masyarakat. Dalam mengatasi anomi tersebut, merton memiliki tingkatan
dalam disfungsi yang terjadi (Merton, 1967)
1. Comformity, tujuan budaya yang terinternalisasi dan memiliki akses untuk memperbaiki
sarana mencapai tujuan.
2. Innovation, memiliki tujuan budaya yang terinternalisasi, tetapi tidak memiliki akses untuk
memperbaiki saran pencapaian tujuan.
3. Ritualism, memiliki akses untuk memperbaiki sarana pencapaian tujuan tetapikehilangan
konteks tujuan kebudayaan.
4. Reatreatism, tujuan budaya yang tidak tercapai demikian juga perbaikan sarana.

C. Kritik Terhadap Teori Struktural Fungsional


Dikutip dari portal-ilmu.com (2020), kritik terhadap teori struktural fungsional banyak
dilontarkan karena teori ini dianggap masih memiliki beberapa kelemahan, seperti :
 Teori ini mengabaikan konflik yang merupakan keniscayaan dalam masyarakat. Penganut
teori ini cenderung menuntut masyarakat berada pada tingaktan yang harmonis dan stabil
sehingga dapat berjalan dengan baik. Padahal, faktanya dalam masyarakat sering kali tidak
terhindarkan dari kejadian kontradiksi yang dapat memicu konflik. Konflik inilah yang pada
akhirnya dapat menimbulkan guncangan dalam sistem.
 Teori ini terlalu kaku terhadap perubahan terutama yang berasal dari luar. Teori ini
cenderung berfokus pada sistem beserta bagian -bagiannya yang bersifat stabil. Faktanya,
kehidupan masyarakat bersifat dinamis sehingga sering harus menghadapi perubahan, baik
ke arah negatif, maupun positif.
 Teori ini terlalu melebih-lebihkan harmonisasi dan meremehkan konflik sosial. Penganut
teori ini cenderung memaksakan segala peraturan dalam masyarakat serta
mempertahankannya, juga menerima perubahan sebagai hal yang konstan, tanpa
membutuhkan penjelasan. Perubahan yang dianggap bermanfaat bagi sistem diterima,
sementara perubahan lain ditolak mentah -mentah.
D. Perbedaan Antara Teori Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton & Talcott
Parsons
Menurut Umanailo (2019) menjelaskan bahwa, Teori Fungsionalisme Struktural yang
dikemukakan oleh Robert K. Merton ternyata memiliki perbedaan apabila dibandingkan dengan
pemikiran pendahulu dan gurunya, yaitu Talcott Parsons. Apabila Talcott Parsons dalam teorinya
lebih menekankan pada orientasi subjektif individu dalam perilaku maka Robert K. Merton
menitikberatkan pada konsekuensi-konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku. Merton
menekankan tindakaan-tindakan yang berulang kali atau yang baku yang berhubungan dengan
bertahannya suatu sistem sosial dimana tindakan itu berakar. Dalam hal ini perhatian Merton
lebih kepada apakah konsekuensi objektif tersebut memperbesar kemampuan sistem sosial untuk
bertahan atau tidak, terlepas dari motif dan tujuan subjektivitas individu. Fungsionalisme
struktural berfokus pada fungsi-fungsi sosial daripada motif-motif individual. Fungsi-fungsi
didefinisikan sebagai konsekuensi-konsekuensi yang diamati yang dibuat untuk adaptasi atau
penyesuaian suatu sistem tertentu. Analisis Merton tentang hubungan antara kebudayaan,
struktur, dan anomi. Budaya didefinisikan sebagai rangkaian nilai normatif teratur yang
mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh anggota masyarakat. Stuktur sosial
didefinisikan sebagai serangkaian hubungan sosial teratur dan mempengaruhi anggota
masyarakat atau kelompok tertentu yang dengan berbagai cara melibatkan anggota masyarakat di
dalamnya. Anomi terjadi jika ketika terdapat keterputusan hubungan ketat antara norma-norma
dan tujuan kultural yang terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak
menurut norma dan tujuan tersebut.
Disfungsi dan nonfungsi adalah ide yang diajukan Merton untuk mengoreksi
penghilangan serius tersebut yang terjadi di dalam fungsionalisme struktural awal. Disfungsi
didefinisikan bahwa sebuah struktur atau lembaga-lembaga dapat berperan dalam memelihara
bagian-bagian sistem sosial, tetapi bisa juga menimbulkan konsekuensi negatif untuknya.
Nonfungsi didefinisikan sebagai konsekuensi konsekuensi yang benar-benar tidak relevan
dengan sistem yang dipertimbangkan. Pendekatan fungsional merupakan salah satu
kemungkinan untuk mempelajari perilaku sosial. Pendekatan yang semula dogmatis dan
eksklusif dilengkapi dengan berbagai kualifikasi, sehingga agak berkurang kekakuan dan
keketatannya. Fungsi nyata (manifest function) dan fungsi tersembunyi (latent function). Fungsi
disebut nyata, apabila konsekuensi tersebut disengaja atau diketahui. Adapun fungsi disebut
sembunyi, apabila konsekuensi tersebut secara objektif ada tetapi tidak (belum) diketahui.
Tindakan-tindakan mempunyai konsekuensi yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Suatu
pranata atau instansi tertentu dapat fungsional terhadap suatu unit sosial tertentu dan sebaliknya
akan disfungsional terhadap unit sosial lain. Pandangan ini dapat memasuki konsepnya yaitu
mengenai sifat dan fungsi. Fungsi manifest dan fungsi laten. Kedua istilah ini memberikan
tambahan penting bagi analisis fungsional.

E. Kelemahan/ Kekurangan Teori


Dikembangkannya Teori Fungsionalisme Struktural sebagian besar merupakan reaksi
terhadap pendekatan evolusioner historis yang dilakukan oleh antropolog tertentu. Khususnya
pada tahun-tahun awal, fungsionalisme struktural melangkah terlampau jauh dalam mengkritik
teori evolusi yang kemudian berfokus pada masyarakat kontemporer maupun abstrak. Akan
tetapi, fungsionalisme struktural tidak pasti historisnya. Nyatanya karya Parsons mengenai
perubahan sosial mencerminkan kemampuan para fungsionalis struktural membahas perubahan
jika mereka mau.
Kaum fungsionalis struktural juga turut diserang karena mereka tidak mampu mebahas
secara efektif proses perubahan sosial Kalau kritik terdahulu terkait dengan ketidakmampuan
fungsionalis struktural untuk mengurusi masa lampau, kritik ini terkait dengan ketidakmampuan
serupa pendekatan itu untuk membahas proses perubahan sosial kontemporer.
Kritik utama lainnya adalah fungsionalisme struktural bersifat tautologis, yaitu argumen
yang kesimpulannya hanya mengeksplisitkan hal yang implisit di dalam pernyataannya atau
hanya merupakan pengulangan pernyataan itu dengan cara yang lain. Di dalam fungsionalisme
struktural, penalaran yang berputar-putar semacam itu sering berupa pendefinisian keseluruhan
di dalam kerangka bagian-bagiannya dan kemudian pendefinisian bagian-bagian di dalam
kerangka keseluruhan. Dengan demikian, diargumenkan bahwa suatu sistem sosial didefinisikan
oleh hubungan antar bagian-bagian yang menyusunnya dan bahwa bagian-bagian yang
menyusun sistem itu didefinisikan oleh tempat mereka di dalam sistem sosial yang lebih besar.

REFERENSI
Durkheim, E. 1990. Pendidikan Moral Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan,
Jakarta:Erlangga.
Merton, R. K. 1967. On Theoretical Sociology. New York: The Free Press.
Parsons, Talcott. 1975. The Present Status of “Structural-Functional” Theory In Sociology.” In
Talcott Parsons, Social System and The Evolution of Action Theory New York: The
Pass Perss.
Siswanto, B. 2016. Handbook Teori Sosial. Malang: Pascasarjana Universitas Merdeka.

Umanailo, M. C. B. 2019. Talcot Parson and Robert K Merton, (October). doi:


10.31219/osf.io/9pmt3.

http://sosiologis.com/teori-struktural-fungsional diakses pada 10 April 2020 (Online)


https://portal-ilmu.com/teori-utama-sosiologi/ diakses pada 10 April 2020 (Online)

Anda mungkin juga menyukai