Siti Rodiyah
Octavia Chotimah
Anisya Agustina
Rizki Putri Khoiri Sipahutar
Windi Arningsih Naingolan
Wahyu Alwi Nasution
FIQIH DAN USHUL FIQIH SEBAGAI DISIPLIN ILMU
1. Pengertian fiqih
Kata fiqih arti dasarnya “fahm” berarti “paham yang mendalam” (al-fahmu
al-amiq). Secara terminologi fikih selalu diartikan para ulama : Ilmu tentang
hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang digali
melakui dalil yang tafshil. Menurut al-Amidi, fikih adalah : ilmu tentang
hukum syara’ yang bersifat furuiyah didapatkan melalui penalaran dan istidlal.
Ilmu fiqih menurut syara’ adalah pengetahuan tentang hukum syariah yang
sebangsa perbuatan yang diambil dari dalilnya secara detail. Atau kumpulan
hukum-hukum syariat yang sebangsa perbuatan yang diambil dari dalil-
dalilnya secara detail.
2. Defenisi Ushul Fiqh
Ilmu ushul fiqih menurut istilah syara’ adalah pengetahuan tentang
kaidah dan pembahasannya yang digunakan untuk menetapkan hukum
hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan manusia dari dalil-
dalilnya yang terperinci. Atau,kumpulan kaidah dan pembahasannya
yang digunakan untuk mentapkan hukum-hukum syara’ yang
berhubungan dengan perbuatan manusia dari dalil-dalilnya yang
terperinci.
RUANG LINGKUP FIQH DAN USHUL FIQH
Secara umum, pembahasan fiqh ini mencakup dua bidang, yaitu fiqh
ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti
shalat, zakat, haji, memenuhi nazar, dan membayar kafarat terhadap
pelanggaran sumpah. Kedua, fiqh muamalah yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia lainnya. Kajiannya mencakup seluruh bidang
fiqih selain persoalan ubudiyah, seperti ketentuan-ketentuan jual beli,
sewa menyewa, perkawinan, jinayah, dan lain-lain.
2. Ruang lingkup Ushul fiqih
Sejarah fiqih
Pada abad I Hijriyah ilmu Ushul Fiqh belum tumbuh menjadi suatu disiplin ilmu.
Kemunculannya terjadi pada abad II Hijriyah dengan kondisinya yang masih bercampur
dengan pembahasan ilmu fiqh. Hal ini disebabkan karena Rasulullah SAW dalam
menentukan hukum selalu mengandalkan turunnya wahyu dan ilham dari Tuhan.
Sepeninggalan Rasulullah SAW, para sahabat berfatwa dan memberikan keputusan suatu
masalah menurut nash yang mereka pahami melalui penguasannya dalam bahasa arab.
Mereka tidak memerlukan kaidah-kaidah bahasa (qaidah al-lugawiyah). Mereka
menerapkan penghayatan terhadap asbab al-nuzul dan asbab al-wurud dan memanfaatkan
pengamatannya dari tujuan-tujuan syar’i dalam memberikan beban hukum kepada
mukalaf.