Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KETERLIBATAN NILAI-NILAI PRIBADI KONSELOR DAN KONSELI DALAM


MELAKUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Profesi Keguruan BK

Dosen Pengampu : Hasan Bastomi, M.Pd.I.

Disusun oleh:

1. Alfina Damayani (1911010052)


2. Diana Fitriani (1911010053)
3. Muhammad Sholeh (1911010076)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-
Nya kepada kita sehinggga kita mampu menyelesaikan makalah dengan tema “Keterlibatan
Nilai-Nilai Pribadi Konselor dan Konseli dalam Melakukan Bimbingan dan Konseling.”

Kedua kalinya shalawat serta salam kita haturkan kepada nabi kita Muhammad saw.
yang senantiasa kita mengharap syafaatnya kelak di yaumil qiyamah.

Makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik dan lancar berkat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankan kami mengucapkan terima
kasih kepada:

1. Bapak Hasan Bastomi, M.Pd.I sebagai Dosen pengampu mata kuliah Profesi Keguruan
BK.
2. Kedua orang tua kami yang selalu memberikan kasih sayang dan do’a restunya.
3. Teman-teman senasib dan seperjuangan yang telah bersama-sama melakukan tugas
mulia ini, baik dalam keadaan suka maupun duka.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada kami diterima oleh Allah SWT sebagai
amal shaleh dan mendapatkan pahala berlimpah dari-Nya.

Kami sadar, makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan
masukan perbaikan sangat kami harapkan untuk menyempurnakan tugas serupa pada masa
yang akan datang. Kami berharap, karya tulis sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Kudus, 07 November 2021

Kelompok 8
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A. Konsep Nilai-Nilai Pribadi........................................................................................................5
B. Nilai-Nilai Pribadi Konselor......................................................................................................6
C. Nilai-Nilai Pribadi Konseli........................................................................................................8
BAB III................................................................................................................................................10
PENUTUP...........................................................................................................................................10
A. Kesimpulan..............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan orang lain dalam
kehidupannya dan tanpa sesamanya manusia tidak akan bisa hidup. Pada mulanya
manusia berada dalam satu lingkungan sosial yang kecil, seiring berkembangnya waktu
umat manusia menyebar kemana-mana dengan kondisi fisik yang berbeda pula. Uraian di
atas memberikan deskripsi manusia secara sistematis bahwa manusia berada dan
berhubungan dengan sesamanya dalam pola-pola tertentu sebagai individu yang
berhubungan dengan individu melalui keluarga maupun masyarakat.
Konseli merupakan peserta didik yang mendapatkan bantuan terapiutik dari
konselor sekolah dengan tujuan agar konseli dapat memahami dirinya sendiri dengan
baik. Pemahaman diri yang baik dapat dicapai dengan mengidentifikasi konsep nilai-nilai
yang ada dalam diri manusia, salah satunya pemahaman menganai nilai-nilai kepribadian
yang ada dalam diri konseli.
Agar proses konseling berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan secara efektif
dan efisien, konselor harus menggunakan keterampilan-keterampilan tertentu. Konselor
yang terampil adalah konselor yang mengetahui dan memahami sejumlah keterampilan
tertentu. Agar konseli mau menyampaikan masalah yang dihadapinya, konselor harus
mempunyai sikap dan kepribadian yang baik. Disamping itu, konselor hendaklah
membantu konseli agar ia mampu mengungkapkan diri dengan caranya sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakan konsep nilai-nilai pribadi?
2. Apa saja nilai-nilai pribadi konselor?
3. Apa saja nilai-nilai pribadi konseli?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep nilai-nilai pribadi
2. Untuk mengetahui nilai-nilai pribadi konselor
3. Untuk mengetahui nilai-nilai pribadi konseli
BAB II

PEMBAHASAN
A. Konsep Nilai-Nilai Pribadi
Secara umum hubungan konseling dimaknai sebagai hubungan yang bersifat
membantu, artinya pembimbing berusaha membantu terbimbing agar tumbuh,
berkembang, sejahtera dan mandiri. Shertzer & Stone (1981) mendefinisikan hubungan
konseling sebagai “interaksi antara seorang dengan orang lain yang dapat menunjang dan
memudahkan secara positif bagi perbaikan orang tersebut”. Selanjutnya Rogers
mendefinisikan hubungan konseling sebagai “Hubungan seorang dengan orang lain yang
datang dengan maksud tertentu”. Hubungan itu bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan, perkembangan, kematangan,memperbaiki fungsi dan memperbaiki
kehidupan. Sedangkan sifat dari hubungan konseling adalah menghargai, terbuka,
fungsional untuk menggali aspek-aspek tersembunyi (emosional, ide, sumber-sumber
informasi dan pengalaman dan potensi secara umum). Benyamin (dalam Shertzer &
Stone,1981) mengartikan hubungan konseling adalah interaksi antara seorang profesional
dengan konseli, dengan syarat bahwa profesional itu mempunyai waktu, kemampuan
untuk memahami dan mendengarkan, serta mempunyai minat, pengetahuan dan
keterampilan. Hubungan konseling yang terjadi harus memudahkan dan memungkinkan
orang yang dibantu untuk hidup lebih mawas diri dan harmonis. Sofyan S. Willis (2004)
menjelaskan sejumlah karakteristik dari hubungan konseling, yang dapat membedakan
antara hubungan konseling dengan relasi antarmanusia biasa seperti yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Karakteristik yang dimaksud, antara lain:
1. Sifat bermakna
Maknanya adalah bahwa hubungan konseling mengandung harapan bagi konseli dan
konselor, juga bertujuan, yaitu tercapainya perkembangan konseli.
2. Bersifat efek
Efek adalah perilaku-perilaku emosional, sikap dan kecenderungan-kecenderungan
yang didorong oleh emosi. Efek hadir dalam hubungan konseling karena adanya
keterbukaan diri (self-disclosure) konseli, keterpikatan, keasyikan diri (self-
absorbed) dan saling sensitif satu sama lain.
3. Integrasi pribadi
Integritas pribadi menyangkut sikap yang “genuine” dari kedua belah pihak (konseli
dan konselor), yaitu sikap yang menunjukkan ketulusan, tanpa kepura-puraan,
menampilkan keaslian diri, membuang kesombongan, arogansi dan kebohongan.
Adanya ketulusan, kejujuran keutuhan dan keterbukaan.
4. Persetujuan bersama
Hubungan konseling terjadi atas persetujuan bersama,adanya komitmen bersama,
bukan sebuah paksaan.
5. Kebutuhan
Hubungan konseling yang terjadi didasarkan atas faktor kebutuhan,yaitu kebutuhan
konseli dalam hubungannya dengan persoalan yang tengah dihadapi. Maka hubungan
konseling selalu bercorak pemecahan masalah (problem solving).
6. Perubahan
Tujuan hubungan konseling adalah perubahan positif yang terjadi pada diri konseli.
Misalnya kemampuan konseli dalam mengatasi masalah,mampu melakukan
penyesuaian diri, mampu mengembangkan diri secara optimal.

B. Nilai-Nilai Pribadi Konselor


Sebagai konselor profesional harus memiliki kesadaran dalam melakukan
pekerjaan dengan menampilkan keutuhan pribadi seorang konselor. Dalam menjalankan
tugasnya, seorang konselor harus dalam keadaan sadar dan menampilkan kepribadian
yang sesuai dengan keprofesionalitasnya. Seorang konselor harus mempunyai
kepribadian yang baik. Kepribadian konselor sangat berperan dalam usaha membantu
untuk tumbuh. Beberapa penelitian pakar konseling menemukan bahwa keefektifan
konselor banyak ditentukan oleh kualitas pribadinya. Berangkat dari penelitian tersebut,
secara umum beberapa karakterisistik kepribadian yang perlu dimiliki seorang konselor
adalah sebagai berikut:
1. Beriman dan bertaqwa
2. Menyenangi manusia
3. Komunikator yang terampil
4. Pendengar yang baik
5. Memiliki ilmu yang luas terutama wawasan tentang manusia dan sosial-budaya
6. Menjadi narasumber yang kompeten
7. Fleksibel, tenang dan sabar
8. Menguasi keterampilan atau teknik
9. Memiliki intuisi
10. Memahami etika profesi
11. Respek, jujur, menghargai, dan tidak menilai
12. Empati, memahami, menerima, hangat, dan bersahabat
13. Fasilitator dan motivator
14. Objektif, rasional, dan logis
15. Konsisten dan tanggung jawab

Cavanagh (1982: 73-940 mengemukakan bahwa kualitas pribadi guru bimbingan dan
konseling ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut:

1. Self knowledge (pemahaman diri), artinya konselor harus memahami dirinya dengan
baik, dia memahami secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan hal
itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan.
2. Competence (kompeten), artinya konselor harus memiliki kualifikasi fisik,
intelektual, emosional, sosial,dan moral sebagai pribadi yang berguna.
3. Good psychological health (keadaan psikologis yang baik), konselor dituntut
memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik dari konselinya karena dengan
kesehatan psikologis yang baik secara positif akan menunjang keefektifan
pelaksanaan konseling.
4. Trustworthiness (dapat dipercaya), artinya konselor tidak menjadi ancaman atau
penyebab kecemasan konseli akan masalahnya diketahui orang lain.
5. Honesty (jujur), artinya konselor bersikap transparan, terbuka, autentik, genuine/asli.
6. Strength (kekuatan), konselor harus kuat dan tabah dalam menghadapi masalah,
dapat mendorong konseli untuk mengatasi masalahnya, serta dapat menanggulangi
kebutuhan dan masalah pribadi.
7. Warmth (bersikap hangat), artinya bersikap ramah, penuh perhatian, dan memberikan
kasih sayang. Penerimaan yang hangat adalah salah satu komponen terciptanya
hubungan yang baik.
8. Actives responsiveness (pendengar yang aktif), keterlibatan konselor dalam proses
konseling bersifat dinamis, tidak pasif, mendengarkan secara aktif, dan merespons
secara positif. Hal ini sangat penting karena mendengarkan adalah salah satu
kemampuan dasar yang benar-benar harus dikuasai oleh konselor.
9. Patience (sabar), melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat
membantu konseli untuk mengembangkan dirinya secara alami.
10. Sensitivity (kepekaan), konselor menyadari adanya dinamika psikologis yang
tersembunyi dalam diri konseli. Kepekaan ini meliputi peka terhadap perasaan,
masalah, dan segala perilaku tindakan konseli.
11. Holistic awareness (kesadaran holistik), pendekatan holistik dalam konseling berarti
bahwa konselor memahami konseli secara utuh dan tidak mendekatinya secara
sebagian saja.

C. Nilai-Nilai Pribadi Konseli


Konseli adalah peserta didik yang mendapatkan bantuan terapeutik dari konselor
sekolah dengan tujuan agar konseli dapat memahami dirinya sendiri dengan baik.
Pemahaman diri yang baik dapat dicapai tentunya dengan mengidentifikasi konsep-
konsep nilai yang ada dalam diri manusia, salah satu diantaranya adalah Pemahaman
mengenai nilai-nilai kepribadian yang ada dalam diri konseli, bagaimanakah identifikasi
nilai-nilai pribadi yang baik sehingga konseli dapat memahami dirinya sendiri dan
mencapai tugas perkembangan secara maksimal baik dari segi akademik, sosial, maupun
karir. Secara garis besar sumber nilai seseorang bersumber dari spiritual seseorang,
personal, dan sosial.
1. Spiritual
Sumber nilai yang pertama adalah spiritual atau religious. Keyakinan yang dianut
seseorang memiliki nilai-nilai yang berasal dari kepercayaan yang dianutnya. Bagi
seseorang yang tidak memiliki kepercayaan, mereka tidak mempercayai adanya
Tuhan.
2. Personal
Sumber nilai yang kedua adalah dari diri seseorang. Nilai yang telah diterima
seseorang di internalisasikan dan menjadi dasar tingkah lakunya. Nilai-nilai personal
adalah hasil observasi terhadap tingkah laku dan sikap orang tua atau keluarga dan
interaksi dengan budayanya, agama, dan lingkungan social. Nilai personal ini
merefleksikan pengalaman dan intelegensi seseorang. Nilai personal ini di
internalisasikan secara sebagian maupun keseluruhan dan dibutuhkan oleh individu
itu sendiri.
3. Sosial
Sumber nilai yang terakhir adalah sosial. Individu memperoleh nilai-nilai ini dari
orang tua, teman, dan lingkungan sosial lainnya seperti profesinya. Biasanya nilai
sosial merupakan hasil kesepakatan antara kelompok tertentu. Nilai-nilai sosial
meliputi nilai sopan santun, nilai kesusilaan, nilai pancasila (ideologi), dan nilai
budaya yang bersumber dari budaya.1

Adapun nilai-nilai pribadi konseli sebagai berikut:

1. Diri sebagai dilihat oleh diri sendiri, dapat diwujudkan dalam pernyataan berikut:
“Saya baik hati”
“Saya hangat dan bersahabat”
“Saya agresif”
“Saya tidak cermat”
2. Diri sebagai dilihat oleh orang lain, “Beginilah saya kira orang lain memandang
saya” dapat diwujudkan dalam pernyataan berikut:
“Anda memandang saya sebagai bersifat bersahabat”
“Kakak memandang saya sebagai percaya diri”
“Teman-teman menganggap saya menarik”
3. Diri-idaman, mengacu pada “tipe orang yang saya kehendaki tentang dirisaya”.
Aspirasi-aspirasi, tujuan-tujuan, dan angan-angan, semuanya tercermin melalui diri-
idaman, dapat diwujudkan dalam pernyataan berikut:
“Saya pantasnya seorang guru”
“Saya seperti orang tua yang baik”
“Saya ini sepertinya akan menjadi orang yang baik”2

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum hubungan konseling dimaknai sebagai hubungan yang bersifat
membantu, artinya pembimbing berusaha membantu terbimbing agar tumbuh,
berkembang, sejahtera dan mandiri. Hubungan itu bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan, perkembangan, kematangan,memperbaiki fungsi dan memperbaiki
kehidupan. Sedangkan sifat dari hubungan konseling adalah menghargai, terbuka,
1
Feist, J. & Feist, G.J. 2008. Teori Kepribadian. Terjemahan Smita Prathita Sjahputri. 2011. Jakarta: Salemba
Humanika.
2
Lickona, T. 1991. Educating for Character. Terjemahan Juma Abdu Wamaungo. 2012. Jakarta: Bumi Aksara.
fungsional untuk menggali aspek-aspek tersembunyi (emosional, ide, sumber-sumber
informasi dan pengalaman dan potensi secara umum). Sebagai konselor profesional
harus memiliki kesadaran dalam melakukan pekerjaan dengan menampilkan keutuhan
pribadi seorang konselor. Dalam menjalankan tugasnya, seorang konselor harus dalam
keadaan sadar dan menampilkan kepribadian yang sesuai dengan keprofesionalitasnya.
Seorang konselor harus mempunyai kepribadian yang baik. Kepribadian konselor sangat
berperan dalam usaha membantu untuk tumbuh. Konseli adalah peserta didik yang
mendapatkan bantuan terapeutik dari konselor sekolah dengan tujuan agar konseli dapat
memahami dirinya sendiri dengan baik. Pemahaman diri yang baik dapat dicapai
tentunya dengan mengidentifikasi konsep-konsep nilai yang ada dalam diri manusia,
salah satu diantaranya adalah Pemahaman mengenai nilai-nilai kepribadian yang ada
dalam diri konseli, bagaimanakah identifikasi nilai-nilai pribadi yang baik sehingga
konseli dapat memahami dirinya sendiri dan mencapai tugas perkembangan secara
maksimal baik dari segi akademik, sosial, maupun karir.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zaki Nurul. (2019). Kualitas Pribadi Konselor. Journal Counseling Education. 2(1),
54-65.

Fuad, Muskinul. (2009). Kualitas Pribadi Konselor: Urgensi dan Pengembangannya. Jurnal
Dakwah dan Komunikasi. 3(2), 247-254.
Mudjijanti, Fransisca. (2014). Pengaruh Kualitas Pribadi Konselor Terhadap Efektivitas
Layanan Konseling Di Sekolah. Widya Warta: Jurnal Ilmiah Universitas Katolik Widya
Mandala Madiun, 38(02). pp. 260-280. ISSN 0854-1981

Anda mungkin juga menyukai