Joseph Kam lahir pada bulan September 1769. Ayahnya bernama Joost Kam, seorang
pemangkas rambut dan pedagang kulit Belanda. Keluarga Kam sebenarnya berasal dari Swiss,
namun kakek Joseph Kam, Peter Kam pindah ke Belanda dan menikahi seorang gadis
Belanda. Keluarga Kam adalah anggota Gereja Hervormdyang dipengaruhi semangat Herrnhut,
dan mempunyai hubungan dengan kelompok Herrnhut di Zeist. Kelompok Herrnhut ini memiliki
pengaruh yang besar bagi kehidupan Joseph Kam.
Setelah Kam menyelesaikan SD dan SMP, ia membantu ayahnya dalam usaha perdagangan
kulit. Kam sering mengunjungi Zeist dan menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan
komunitas Herrnhut. Akibatnya timbul keinginan dalam diri Kam untuk
memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa yang belum mengenal kekristenan. tetapi, ia harus
menahan keinginannya itu selama bertahun-tahun karena orangtuanya tidak rela ia menjadi
penginjil. Orangtuanya menginginkan Kam tetap membantu usaha perdagangan kulit.
Pada tahun 1802, ayah dan ibu Kam meninggal. Usaha perdagangan kulit semakin merosot, dan
pada akhirnya usaha itu dihentikan. Kam kemudian bekerja sebagai pesuruh di Mahkamah
Nasional. Kam menikah pada tahun 1804. Dua bulan setelah melahirkan anaknya yang pertama,
istri Kam meninggal. Beberapa bulan kemudian anak pertamanya meninggal dunia karena
penyakit kejang-kejang. Pengalaman ini membuat Kam memutuskan untuk menjadi seorang
misionaris.
Pendidikan Persiapan
Kam mengajukan surat untuk menjadi zendeling (Belanda: utusan) kepada NZG. Surat ini
dibahas dalam rapat NZG di Rotterdam pada tanggal 7 Desember 1807. Kam kemudian
diundang untuk mengikuti tes calon zendeling. Setelah diterima di NZG, ia dididik oleh pendeta-
pendeta NZG di Den Haag, karena NZG belum mempunyai sekolah untuk calon penginjil. Ia
belajar sambil tetap bekerja di Mahkamah Nasional. Pada tahun 1811, Mahkamah Nasional
dibubarkan. Kam kemudian pindah ke Rotterdam untuk melanjutkan persiapan calon zendeling
di sana.
Di Rotterdam ia melanjutkan pendidikan calon zendeling, bersama dengan Gottlob
Brückner dan Johann Ch. Supper yang berasal dari Jerman. Pada tahun 1811, pendidikan
persiapan bagi Kam dianggap selesai oleh pihak NZG. Akan tetapi, ia belum dapat
diberangkatkan ke daerah tujuan misi karena perang antara Inggris dan Prancis. Belanda pada
waktu itu menjadi negara bawahan Prancis, sehingga terlibat juga dalam perang
tersebut. Akhirnya, Kam dikirim NZG ke komunitas Herrnhut di Zeist sebagai tenaga pembantu
sementara.
NZG kemudian berusaha untuk dapat mengirimkan Kam ke ladang misi dengan cara
menyelundupkannya ke Inggris. NZG bekerja sama dengan London Missionary Society (LMS)
untuk mengirimkan Kam ke Hindia Belanda. Pada Oktober 1812, Kam dan rekan-rekannya tiba
di London, setelah sebelumnya berkeliling ke Moskow, Hamburg, Kopenhagen,
dan Göteborg. Di London, Kam dan kedua rekannya menghadap pengurus LMS. Mereka
kemudian dikirim ke Gosport, dekat Portsmouth untuk menerima pendidikan persiapan lagi
sambil melayani jemaat-jemaat di sana. Kam, Brückner, dan Supper dinyatakan lulus dalam
ujian calon penginjil yang diadakan di London. Tahun 1813, Kam ditahbiskan menjadi pendeta
di London. Dengan demikian, Kam dapat melayankan sakramen di ladang misi dan siap untuk
diberangkatkan ke Hindia Belanda.
Ke Batavia, Surabaya, dan Ambon
Pada tahun 1814, Kam dalam usia 44 tahun tiba di Batavia bersama kedua rekannya, Brückner
dan Supper. Pada waktu itu, gereja negara Indische Kerk bekerja sama dengan NZG untuk
mendatangkan tenaga pembantu. Kam dan kedua rekannya menjadi utusan NZG sekaligus
menjadi pegawai Indische Kerk. Sebenarnya mereka berniat untuk bekerja di tengah-tengah
masyarakat yang belum Kristen. Namun, Indische Kerk lebih memprioritaskan pemeliharaan
jemaat-jemaat yang sudah ada. Mereka harus mengisi kekosongan di jemaat-jemaat Indische
Kerk yang sudah ada. Supper tetap tinggal di Batavia untuk melayani jemaat di sana, Brückner
ditempatkan di Semarang, dan Kam sendiri ditempatkan di Ambon.
Pertengahan tahun 1814, perjalanan Kam ke Ambon harus dihentikan di Surabaya karena tidak
ada kapal yang berlayar ke Ambon. Selama di Surabaya, Kam bekerja sementera di
jemaat Indische Kerk di sana. Di Surabaya, ia bertemu dengan seorang pedagang arloji asal
Jerman, Johannes Emde, yang sangat peduli dengan penginjilan di kalangan orang Jawa. Kam
turut berjasa menanamkan kesadaran akan panginjilan di dalam diri Emde. Selain itu, Kam juga
membentuk komunitas kecil Orang-orang Saleh Surabaya, yang giat dalam penginjilan.
Pada Maret 1815 Kam tiba di Ambon. Sebelum Kam, sudah ada Jabez Carey, seorang
misionaris Baptis - anak dari William Carey, misionaris di India yang terkenal - yang melayani di
Maluku. Namun, karena perbedaan pemahaman mengenai baptisan Carey akhirnya
meninggalkan Maluku pada tahun 1818. Setibanya di Ambon, Kam langsung memulai
pekerjaannya untuk menghidupkan kembali kekristenan di Ambon yang sudah lama
diterlantarkan. Dalam pelayanannya di Maluku, Kam melakukan semua tugas seorang pendeta,
seperti berkhotbah, mengunjungi jemaat-jemaat di pedalaman, memperdamaikan perselisihan
dan pertengkaran, dan melayankan sakramen-sakramen. Selain itu, ia juga meninjau pekerjaan
para guru jemaat dan membantu mereka dalam mengajar. Ia juga aktif dalam mengembangkan
bacaan-bacaan Kristen, seperti Alkitab, Mazmur, Katekismus, dan khotbah-khotbah untuk
jemaat-jemaat yang tidak memiliki pendeta atau guru jemaat. Ia juga memperjuangkan agar
Kota Ambon menjadi pusat penginjilan di Hindia Belanda bagian Timur. Tak lama setelah Kam
tiba di Ambon, ia menikahi seorang perempuan Indo-Belanda, Sara Maria Timmerman, yang
setia mendampinginya sampai akhir hidupnya. Istri Kam sangat membantunya dalam
pelayanan. Ia mengajarkan Bahasa Melayu kepada para misionaris yang baru datang dari Eropa.
Mereka berdua menjadi pembimbing bagi para tenaga baru ini.
Makam Joseph Kam yang terletak di halaman Gereja Joseph Kam, Ambon.
Akhir Hidup
Kam terus melakukan perjalanan untuk melayani jemaat-jemaat di Maluku. Dalam
perjalanannya ke Maluku Tenggara, ia menderita sakit parah, dan terpaksa kembali ke Ambon.
Setelah 20 tahun bekerja di Maluku, Kam meninggal pada tanggal 18 Juli 1833. Ia dimakamkan
di pekuburan Belakang Soya, Ambon yang sekarang menjadi halaman gedung gereja yang
mengabadikan namanya.