Secara etimologi, matan berarti ( ما ارتفع من األرضtanah yang meninggi), namun ada
pula yang mengartikan segala sesuatu yang keras bagian atasnya, punggung jalan (muka
jalan), tanah keras yang tinggi, kuat, sesuatu yang tampak dan asli.1
1. Muhammad at Tahhan
2. Ajjaj al Khatibb
3. Ath Thibbi
Matan adalah lafadz hadits yang dengan lafadz itu terbentuk makna.
4. Ibnu Jama’ah
Matan adalah sesuatu yang kepadanya berakhir sanad (perkataan yang disebut untuk
mengakhiri sanad).
Dari beberapa rumusan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa matan adalah perkataan
yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW. yang disebut sesudah habis
disebutkan sanadnya.
1
Sejarah dan pengantar ilmu hadits, Prof.Dr.Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, cet kedua Mei 2009,
hal: 148.
B. Sebab-sebab Terjadinya Perbedaan Matan Hadits
1. Al-riwayah bi al-ma’na
Terjadi perbedaan tentang boleh dan tidaknya periwayatan secara makna
tersirat dari suatu hadist. Adanya silang pendapat ini tidak menghalangi kemurnian
hadist yang datang dari Rasulullah Saw, dikarenakan pendapat mayoritas ulama
memperbolehkan periwayatan semacam ini dengan beberapa syarat dan kriteria.
Adanya syarat dan kriteria tersebut mengindikasikan bahwa tidak semua orang bisa
meriwayatkan hadist secara makna. Pendapat mayoritas ulama yang memperbolehkan
al-riwayah bi al-ma’na ini terkesan berhati-hati dengan adanya syarat-syarat tertentu,
yaitu:
· Yang meriwayatkan harus orang yang benar-benar menguasai dan ahli di bidang hadist
dengan mengetahui lafadz, arti, makna, dan tujuan kandungan hadist.
· Yang diriwayatkan secara makna bukan hadist yang sudah di bukukan, bahkan ada
pendapat yang mengatakan hanya sebelum masa kodifikasi.
· Hanya diperbolehkan bagi perowi yang lupa lafadznya atau kesulitan untuk
meriwayatkannya sesuai redaksi asli sehingga tepaksa meriwayatkan secara makna.
· Karena adanya perbedaan matan maka bisa jadi karena perowinya banyak sehingga
dari apa yang disampaikan Rasulullah sudah berubah ke perowinya karena banyaknya
perawi.
· Banyaknya pemalsuan hadits setelah Rasul wafat yang terjadi pada zaman Khalifah Ali
bin Abi Muthalib.
· Proses penghimpunan hadits ke dalam kitab-kitab hadits yang memakan waktu cukup
lama setelah Rasul wafat.
· Jumlah kitab hadits yang sangat banyak dengan metode penyusunan yang sangat
beragam.Terjadinya periwayatan hadits secara makna.
4) Perbandingan antara matan suatu hadis dengan berbagai kejadian yang dapat dieterima
akal sehat, pengamatan panca indera atau berbagai peristiwa sejarah