Pancasila
A. Sejarah Pancasila
Bpupki dibentuk 1 Maret 1945
Perumusan konseptualisasi Pancasila dimulai pada masa persidangan pertama Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 29 Mei-
1 Juni 1945.
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau
dalam bahasa Jepangnya, yaitu Dokuritsu Junbi Cosakai. BPUPKI beranggotakan 62
orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman
Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden
Pandji Soeroso. Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha
(semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin
oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda
Toyohiko (orang Jepang).
Tugas BPUPKI Mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-
aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha
pembentukan negara Indonesia merdeka.
Pada akhir masa persidangan pertama, Ketua BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang
bertugas untuk mengumpulkan usul-usul para anggota yang akan dibahas pada masa
sidang berikutnya (10 s.d 17 Juli 1945). Panitia Kecil yang resmi ini beranggotakan
delapan orang (Panitia Delapan) di bawah pimpinan Soekarno. Terdiri dari 6 orang
wakil golongan kebangsaan dan 2 orang wakil golongan Islam. Panitia Delapan ini
terdiri Soekarno, M. Hatta, M. Yamin, A. Maramis, M. Sutardjo Kartohadikoesoemo,
Otto Iskandardinata (golongan kebangsaan), Ki Bagoes Hadikoesoemo dan K.H.
Wachid Hasjim (golongan Islam).
Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Panitia Kecil, di masa reses Soekarno
memanfaatkan masa persidangan Chuo Sangi In ke VIII (18 s.d 21 Juni 1945) di
Jakarta untuk mengadakan pertemuan yang terkait dengan tugas Panitia Kecil. Selama
pertemuan itu, Panitia Kecil dapat mengumpulkan dan memeriksa usul-usul
menyangkut beberapa masalah yang dapat digolongkan ke dalam 9 kategori:
1. Indonesia merdeka selekas-selekasnya
2. Dasar (Negara)
3. Bentuk Negara Uni atau Federasi
4. Daerah Negara Indonesia
5. Badan Perwakilan Rakyat
6. Badan Penasihat
7. Bentuk Negara dan Kepala Negara
8. Soal Pembelaan
9. Soal Keuangan
Panitia Sembilan ini terdiri dari Soekarno (ketua), Mohammad Hatta, Muhammad
Yamin, A.A. Maramis, Soebardjo (golongan kebangsaan), K.H. Wachid Hasjim, K.H.
Kahar Moezakir, H. Agoes Salim, dan R. Abikusno Tjokrosoejoso (golongan Islam).
Panitia ini bertugas untuk menyelidiki usul-usul mengenai perumusan dasar negara
yang melahirkan konsep rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Konsep rancangan Pembukaan ini disetujui pada 22
Juni 1945. Oleh Soekarno rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar ini diberi
nama “Mukaddimah”, oleh M. Yamin dinamakan “Piagam Jakarta”, dan oleh Sukiman
Wirjosandjojo disebut “Gentlemen’s Agreement”.
Tanggal 18 Agustus 1945 kesepakatan yang terdapat dalam Piagam Jakarta tersebut
diubah pada bagian akhirnya oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Hal penting yang diubah oleh panitia ini (Muhammad Hatta) adalah tujuh kata setelah
Ke-Tuhanan, yang semula berbunyi “Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Juga diubahnya klausul pasal pada batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 6
ayat (1) mengenai syarat presiden. Semula ayat itu mensyaratkan presiden harus orang
Islam, tetapi kemudian diubah menjadi hanya “harus orang Indonesia asli.”
Secara historis, ada tiga rumusan dasar negara yang diberi nama Pancasila, yaitu
rumusan konsep Ir. Soekarno yang disampaikan pada pidato tanggal 1 Juni 1945 dalam
sidang BPUPKI, rumusan oleh Panitia Sembilan dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni
1945, dan rumusan pada Pembukaan UndangUndangDasar 1945 yang disahkan oleh
PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
B. Rumusan Pancasila
Sila Pertama
Sila ini menekankan fundamen etis-religius dari negara Indonesia yang bersumber
dari moral ketuhanan yang diajarkan agama-agama dan keyakinan yang ada, sekaligus
juga merupakan pengakuan akan adanya berbagai agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa di Tanah Air Indonesia. Kemerdekaan Indonesia dengan rendah
hati diakui ”Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”. Dengan pengakuan ini,
pemenuhan cita-cita kemerdekaan Indonesia, untuk mewujudkan suatu kehidupan
kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, mengandung
kewajiban moral. Kewajiban etis yang harus dipikul dan dipertanggungjawabkan oleh
segenap bangsabukan saja di hadapan sesamanya, melainkan juga dihadapan sesuatu
yang mengatasi semua, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dengan menyertakan moral ketuhanan sebagai dasar negara, Pancasila
memberikan dimensi transendental pada kehidupan politik serta mempertemukan dalam
hubungan simbiosis antara konsepsi ‘daulat Tuhan’ dan ‘daulat rakyat’. Dengan
Pancasila, kehidupan kebangsaan dan kenegaraan terangkat dari tingkat sekular ke
tingkat moral atau sakral. Di sini, terdapat rekonsiliasi antara tendensi ke arah
sekularisasi dan sakralisasi. Dengan wawasan ketuhanan diharapkan dapat memperkuat
etos kerja karena kualitas kerjanya ditransendensikan dari batasan hasil kerja
materialnya. Oleh karena teologi kerja yang transendental memberi nilai tambah
spiritual, maka hal itu memperkuat motivasi di satu pihak dan di pihak lain
memperbesar inspirasi dan aspirasi para warga negara. Dengan wawasan teosentris, kita
dituntut untuk pandai menjangkarkan kepentingan (interest) kepada nilai (value) dalam
politik.
Penjabaran lebih lanjut Sila Pertama dalam UndangUndang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu terdapat pada:
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea
ketiga, yang berbunyi “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Pasal 9 Ayat (1) “Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden
bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat”
Pasal 28E “Hak untuk memilih agama”
Pasal 29 ayat (1) dan (2) “ Negara Berdasar atas Ketuhanan YME” dan “Jaminan
bagia setiap penduduk memilih agamanya”
Sila Kedua
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab dalam Pancasila pada prinsipnya
menegaskan bahwa kita memiliki Indonesia Merdeka yang berada pula lingkungan
kekeluargaan bangsa-bangsa. Prinsip Internasionalisme dan Kebangsaan Indonesia
adalah Internasionalime yang berakar di dalam buminya Nasionalisme, dan
Nasionalisme yang hidup dalam taman sarinya Internasionalisme. Bahwa, akan dihargai
dan dijunjung tinggi hak-hak asasi manusia.
Sila ini menegaskan bahwa kebangsaan Indonesia merupakan bagian dari
kemanusiaan universal, yang dituntut mengembangkan persaudaraan dunia berdasarkan
nilai-nilai kemanusiaan yang berkeadilan dan berkeadaban.
Penjabaran lebih lanjut Sila Kedua dalam UndangUndangDasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu terdapat pada:
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea
pertama, yang berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Pasal 27 “Kesamaan di hadapan hukum” “Pekerjaan yang dan penghidupan yang
layak” “pembelaan negara”
Pasal 28 “Kemerdekaan berserikan dan berkumpul”
Pasal 28 A – Pasal 28 J
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
Sila Ketiga
Sila Persatuan Indonesia (Kebangsaan Indonesia) dalam Pancasila pada prinsipnya
menegaskan bahwa bangsa Indonesia merupakan Negara Kebangsaan. Bangsa yang
memiliki kehendak untuk bersatu, memiliki persatuan perangai karena persatuan nasib,
bangsa yang terikat pada tanah airnya. Bangsa yang akan tetap terjaga dari
kemungkinan mempunya sifat chauvinistis.
Persatuan Indonesia dalam Sila Ketiga ini mencakup persatuan dalam arti
ideologis, politik, ekonomi sosial budaya dan keamanan.
Penjabaran lebih lanjut Sila Kedua dalam UndangUndangDasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu terdapat pada:
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea
keempat, yang berbunyi “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia”.
Pasal 1 ayat (1) – (3)
Pasal 18 ayat (1) – (7)
Pasal 32 ayat (1) – (2)
Pasal 35
Pasal 36A – Pasal 36C
Pasal 37 ayat (5)
Sila Keempat
Sila keempat Pancasila, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan /perwakilan” mengandung beberapa ciri alam pemikiran
demokrasi di Indonesia. Dalam pokok pikiran ketiga dari Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disebutkan bahwa kedaulatan itu
berdasar atas “kerakyatan” dan “permusyawaratan”. Dengan kata lain, demokrasi itu
hendaknya mengandung ciri: (1) kerakyatan (daulat rakyat), dan (2) permusyawaratan
(kekeluargaan).
Dalam demokrasi permusyawaratan, suatu keputusan politik dikatakan benar jika
memenuhi setidaknya empat prasyarat.
Pertama, harus didasarkan pada asas rasionalisme dan keadilan bukan hanya
berdasarkan subjektivitas ideologis dan kepentingan.
Kedua, didedikasikan bagi kepentingan banyak orang, bukan demi
kepentingan perseorangan dan golongan.
Ketiga, berorientasi jauh ke depan, bukan demi kepentingan jangka pendek
melalui akomodasi transaksional yang bersifat destruktif (toleransi negatif).
Keempat, bersifat imparsial, dengan melibatkan dan mempertimbangkan
pendapat semua pihak (minoritas terkecil sekalipun) secara inklusif, yang
dapat menangkal dikte-dikte minoritas elite penguasa dan pengusaha serta
klaim-klaim mayoritas.
Penjabaran lebih lanjut Sila Kedua dalam UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu terdapat pada:
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea
keempat, yang berbunyi “...Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/ Perwakilan...”.
Pasal 1 ayat (1) – (3)
Pasal 2 ayat (1) – (3)
Pasal 3 ayat (1) – (3)
Pasal 5 ayat (1) – (2)
Pasal 20 (1) –(5)
Pasal 22E (1) – (6)
Pasal 28
Pasal 37
Sila Kelima
Sila Keadilan sosial merupakan perwujudan yang paling konkret dari prinsip-
prinsip Pancasila. Satu-satunya sila Pancasila yang dilukiskan dalam Pembukaan UUD
NRI 1945 dengan menggunakan kata kerja mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia’.
Penjabaran lebih lanjut Sila Kedua dalam UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu terdapat pada:
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea
kedua yang berbunyi “Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan
rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”
Pasal 23 ayat (1) – (3)
Pasal 23A – Pasal 23G
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 29
Pasal 31
Pasal 33
Pasal 34
Amandemen Pertama (Sidang Umum MPR 1999 14-21 Oktober) disahkan pada
tanggal 19 Oktober 1999
Pasal-Pasal yang diamandemen : Pasal 5, 7, 9, 13, 14, 15, 17, 20, 21.
Amandemen Kedua (Sidang Umum MPR 7-18 Agustus 2000) Disahkan pada
tanggal 18/08/2000
Pasal-Pasal yang dimanademen : 18, 19, 20, 22, 25, 26, 27, 28, 30, 36
Amandemen Ketiga (Sidang Umum MPR tanggl 1-9 November 2001) Disahkan
pada tanggal 9 November 2001
Pasal-Pasal yang diamandemen: 1,3,6,7,8,11,17,22,23,24
Amandemen Keempat 1-11 Agustus 2002, disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002
Pasal-Pasal yang diamandemen: 2,6,8,11,16,23,24,31,32,33,34,37
Pasal yang tidak mengalami perubahan: 4,10,12,29,35
Perundingan Renville
Disebut sebagai perjanjian Renville karena Perundingan ini dilaksanakan di
atas Geladak Kapal Renville milik Amerika Serikat pada tanggal 17 Januari 1948.
Dalam perundingan Renville tersebut, pemerintah Indonesia diwakili Perdana
Menteri Amir Syarifuddin, Ali Sastroamijoyo, H. Agus Salim, Dr.J. Leimena, Dr.
Coatik Len, dan Nasrun.. Dari pihak Belanda diwakili oleh Abdul Kadir
Widjojoatmodjo, Mr. H..A.L. Van Vredenburg, Dr.P.J. Koets, dan
Mr.Dr.Chr.Soumokil.
Isi Perjanjian:
a. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai
bagian wilayah Republik Indonesia.
b. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia
dan daerah pendudukan Belanda.
c. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah
pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Perundingan Roem Royen 14 April - 7 Mei 1949 hotel Des Indes
Agresi Militer Belanda II yang merupakan bentuk pelanggaran dari isi
perjanjian Renville ini menimbulkan reaksi yang cukup keras dari Amerika
Serikat dan Inggris, dan bahkan PBB. Salah satu diplomat handal Indonesia
tersebut adalah L.N. Palar. PBB kemudian membentuk UNCI (United Nations
Commission for Indonesia) perluasan dari Komisi Tiga Negara.
Dalam perundingan Roem Royen ini, PBB diwakili oleh Merle Cochran
(Amerika Serikat), delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Roem,
sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh van Royen.
Hasil pertemuan ini adalah:
a. Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya
b. Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar
c. Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta
d. Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer
dan membebaskan semua tawanan perang
Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta,
ibukota sementara Republik Indonesia. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan
perjanjian Roem-van Roijen dan Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat
presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari tanggal 22
Desember 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno dan secara
resmi mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli 1949.
Konfrensi Inter Indonesia
Konferensi Inter-Indonesia adalah konferensi antara pemerintah Republik
Indonesia dan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) atau Badan
Permusyawaratan Federal, yaitu suatu badan yang merupakan kumpulan negara-
negara bagian bentukan Belanda. Konferensi ini diselenggarakan pada 19-22 Juli
1949 di Yogyakarta dan 31 Juli-2 Agustus 1949 di Jakarta. Peserta konferensi
Inter-Indonesia adalah wakil-wakil pemerintah RI dan wakil-wakil negara bagian
yang dipimpin van Mook. Delegasi RI ke Konferensi Inter Indonesia, terbentuk
18 Juli 1949 dipimpin oleh Wakil Presiden/PM Moh. Hatta. Sedangkan delegasi
BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak dan Anak Agung dari NIT.
Konfrensi Meja Bundar 23 Agustus-2 November 1949
KMB dihadiri oleh delegasi dari Indonesia, BFO, Belanda, dan perwakilan
UNCI. Berikut adalah para delegasi yang hadir dalam KMB:
a. Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr.
Soepomo.
b. BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
c. Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
d. UNCI diwakili oleh Chritchley.
Isi konfrensi yaitu:
a. Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang
sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi
dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia
Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
b. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-
ketentuan pada Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan
kepada Keradjaan Nederland.
c. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30
Desember 1949
d. Serah terima kedaulatan atas wilayah Hindia Belanda dari pemerintah
kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua
bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda
menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua
bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis.
e. Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan pemimpin
kerajaan Belanda sebagai kepala negara
Pembebasan Irian Barat
Persetujuan New York pada tanggal 15 agustus 1962 dilaksanakan di
Markas Besar PBB di New York. Pada perundingan itu, Indonesia diwakili
oleh Soebandrio, dan Belanda diwakili oleh Jan Herman van Roijen dan
C.W.A. Schurmann.
PEPERA adalah referendum yang diadakan pada tahun 1969 di Papua
Barat yang untuk menentukan status daerah bagian barat Pulau Papua.
1 Mei 1963 Kembalinya Irian Barat ke Indonesia
Presiden Soekarno pada tanggal 19 Desember 1961 di Alun-Alun Utara
Yogyakarta menyampaikan trikora yaitu Gagalkan pembentukan nagara
boneka Papua buatan Belanda, Kibarkan bendera Sang Saka Merah Putih di
Irian Barat, Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan
kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
EYD
Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
o Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai unsur pertama kata pada
awal kalimat.
o Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
o Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang
berhubungan dengan nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata ganti
untuk Tuhan.
o Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan
pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti
nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Misal Wakil
Presiden Adam Malik
o Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan
pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Misal Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
o Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa,
dan bahasa.
o Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari,
hari raya,, dan peristiwa sejarah serta nama geografi (Asia Tenggara,
Khatulistiwa)
o Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama
negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama
dokumen resmi. Misal beberapa badan hukum
o Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua
unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar dan
judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang
tidak terletak pada posisi awal.
o Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar,
pangkat, dan sapaan.
o Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama penunjuk hubungan
kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang
dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Misal “Kapan Bapak
Berangkat?” tanya Harto.
o Huruf capital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk
hubungan kkerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau
penyapaan. Misal Kita semua harus menghormati bapak dan ibu kita.
o Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda. Misal surat
Anda telah kami terima
o Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku,
majalah dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misal buku
Negarakertagama karangan Prapanca,
o Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Misal huruf
pertama kata abad adalah a.
o Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau
ungkapan asing, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Politik devide et
impera
Penulisan Kata
o Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya;
-ku-, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misal Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
o Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya,
kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu
kata seperti kepada dan daripada. Misal Bermalam sajalah di sini.
o Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya. Sedangkan partikel –pun ditulis terpisah dari kata yang
mendahuluinya
o Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari
bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya. Misal harga kain itu
Rp 2000 per helai
o Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara
yang berikut. 5000-an
o Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata
ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai
secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan. Misal Ayah
memesan tiga ratus ekor ayam, Di antara 72 anggota yang hadir, 52
orang setuju, 15 orang tidak setuju,
Pemakaian Tanda Baca
o Tanda titik tidak dipakai pada keterang surat seperti nama pengirim,
alamat, tujuan.
o Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu
dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi.
Misal saya datang, tetaoi hujan
o Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung
antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya
oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
o Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh,
kasihan dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
o Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
dalam kalimat. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan
langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan
langung itu berakhir dengan tanda tanya atau seru.
INTELEGENSI UMUM
Kemampuan Verbal
A. Sinonim
- Cari 2 pilihan jawaban (option) yang paling bertentangan
- Dari 2 pilihan tersebut, manakah option yang tidak ada kesamaan dengan option
yang lain (jika ada)
- Jangan memilih kata yang mempunyai bunyi mirip dengan soal. Sebagian besar
jawaban yang demikian tidak tepat.
Misal : Tentatif : …. (B)
a. Pasti b. Belum Pasti c. Niscaya d. Kekal d. Abadi
B. Hitungan
Hitungan Cepat
Perbandingan
P -P
B S
S B
Contoh
Pernyataan : Jikustik adalah sebuah kelompok band yang berasal dari
Yogyakarta (B)
Ingkaran : Tidak benar bahwa jikustik adalah sebuah kelompok band yang
berasal dari Yogyakarta (S) / Jikustik bukan sebuah kelompok band yang
berasal dari Yogyakarta (S).
3. Konjungsi
Konjungsi adalah pernyataan majemuk yang menggunakan kata hubung
”dan” Kata hubung “dan” disajikan dengan lambang “∧”.
Suatu konjungsi bernilai benar hanya bila ke dua pernyataan tunggalnya
bernilai.
P q p∧q
B B B
S B S
S B S
S S S
4. Disjungsi
Disjungsi adalah pernyataan majemuk yang dibentuk dari dua pernyataan
tunggal yang dihubungkan dengan kata "atau".
Kata atau dilambangkan dengan "⁄". Jika p dan q pernyataan tunggal maka
disjungsi dari p dan q dinyatakan dengan p v q
P q pVq
B B B
S B B
b S B
S S S
P q
pVq
(Alasan) (Kesimpulan)
B B B
B S S
S B B
S S B
P q pq
B B B
S B S
S B S
S S B
Biimplikasi bernilai benar jika kedua pernyataan yang menyusunnya benar
atau kedua pernyataan yang menyusunnya salah.
Ingkaran dari biimplikasi (p ∧ -q) v (q ∧ -p)
7. Konvers, Konvers, dan Kontraposisi
q => p disebut konvers
-p => -q disebut invers
-q => -p disebut kontraposisi
Contoh : Jika hari hujan, maka Rina membawa payung
Pembahasan :
P : hari hujan
q : rina membawa payung
-p : Hari tidak hujan
-q : rina tidak membawa payung
Dengan demikian:
Konvers : Jika rina membawa payung maka hari hujan
Invers : Jika hari tidak hujan maka rina tidak membawa payung
Kontraposisi : Jika rina tidak membawa payung maka hari tidak hujan
8. Kuantor
Kuantor Universal dibaca setiap/semua
Contoh : p : Hewan buas makan daging
Pembahasan : kuantor : semua/setiap hewan buas makan daging
Kuantor Eksistensial dibaca beberapa/sebagian/terdapat
Contoh : p : hewan buas makan daging
Pembahasan : kuantor : sebagian/beberapa/terdapat hewan buas makan
daging
Ingkaran/Negasi kuantor
Ingkaran dari pernyataan berkuantor universal adalah pernyataan
berkuantor eksistensial dan sebaliknya.
9. Silogisme
Silogisme adalah suatu metode penarikan kesimpulan dengan aturan
sebagai berikut. Misalkan p, q, dan r adalah suatu pernyataan.
p => q premis 1
q => r premis 2
jadi p => r Kesimpulan
10. Modus Ponens
Modus ponens adalah suatu metode penarikan kesimpulan dengan aturan
sebagai berikut. Misalkan p dan q adalah suatu pernyataan.
p => q premis 1
p premis 2
jadi q Kesimpulan
11. Modus Tollens
Modus tollens adalah metode penarikan kesimpulan dengan kaidah sebagai
berikut. Misalkan p dan q adalah pernyataan tunggal.
p => q premis 1
-q premis 2
jadi -p Kesimpulan
B. Ukuran dan Satuan
1. Mean (Nilai rata-rata)
Yang dimaksud mean atau nilai rata-rata adalah jumlah seluruh data
dibagi dengan banyaknya data. Cara menghitung mean adalah dengan
menggunakan rumus menghitung nilai rata-rata dari sekumpulan data
sebagai berikut.
Misalkan kita akan menghitung mean dari 10 data berikut: 80, 96, 84, 88, 76,
92, 96, 88, 100, 88.
Jumlah semua data = 80+96+84+88+76+92+96+88+100+88 = 888
Banyaknya data = 10
Mean = jumlah semua data / banyaknya data = 888/10 = 88,8
4. Jangakauan (Range)
Yang dimaksud jangkauan atau range adalah selisih data terbesar dengan
data terkecil dari sekumpulan data. Jangkauan biasanya diberi simbol R. Cara
menghitung jangkauan adalah dengan menggunakan rumus menghitung
jangkauan dari sejumlah data berikut ini.
Misalkan kita akan menghitung jangkauan dari 8 data berikut: 15, 16, 17, 21,
14, 19, 20, 15.
Berdasarkan data tersebut data terbesar adalah 21, dan data terkecil adalah 14
Jangkauan = data terbesar – data terkecil = 21 – 14 = 7
5. Kuartil
Yang dimaksud dengan kuartil adalah data yang membagi posisi
sekumpulan data yang telah diurutkan menjadi empat bagian. Dalam satu urutan
data terdapat 3 kuartil yaitu kuartil bawah, kuartil tengah, dan kuartil atas. Cara
menentukan kuartil adalah sebagai berikut.
Kuartil bawah adalah data pada posisi 1/4 dari kumpulan data yang telah
diurutkan. Kuartil bawah disimbolkan dengan Q1.
Kuartil tengah adalah data pada posisi 2/4 dari kumpulan data yang telah
diurutkan. Kuartil tengah sama dengan median. Kuartil tengah
disimbolkan dengan Q2.
Kuartil atas adalah data pada posisi 3/4 dari kumpulan data yang telah
diurutkan. Kuartil atas disimbolkan dengan Q3.
Posisi ketiga kuartil ditentukan dari rumus berikut.
Posisi Qi = i(n+1)/4
i = indeks kuartil yaitu 1, 2, 3 dan n = banyaknya data
Misalkan kita akan menentukan kuartil bawah, tengah, dan kuartil atas dari 15
data berikut: 11, 24, 12, 15, 12, 18, 22, 25, 26, 27, 17, 22, 24, 19, 12.
Urutan data dari yang terkecil: 11, 12, 12, 12, 15, 17, 18, 19, 22, 22, 24, 24,
25, 26, 27
Posisi ketiga kuartil adalah sebagai berikut
Posisi Q1 = 1.(15+1)/4 = (16)/4 = 4 (data urutan ke 4)
Posisi Q2 = 2. (15+1)/4 = 2(16)/4 = 8 (data urutan ke 4)
Posisi Q3 = 3. (15+1)/4 = 3(16)/4 = 12 (data urutan ke 4)
Berdasarkan posisi kuartil pada urutan data maka dapat ditentukan ketiga
kuartil 11, 12, 12, 12, 15, 17, 18, 19, 22, 22, 24, 24, 25, 26, 27
Jadi
kuartil bawah adalah 12
Kuartil tengah = median = 19
Kuartil atas = 24
6. Jangkauan Antar Kuartil ( Hamparan)
Yang dimaksud jangkauan antar kuartil atau hamparan adalah selisih
antara kuartil atas dengan kuartil bawah. Jangkauan antar kuartil diberi simbol
H.
H = Q3 – Q1
Kemampuan berpikir analitis
Secara umum ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengerjakan tes
penalaran aalitis, yaitu
A. Urutan Kualitas
- Mengurutkan nilai sekelompok/sejmlah siswa
- mengurutkan nilai dari hasil suatu pertandingan atau perlombaan
B. Urutan Kuantitas
- mengurutkan mengenai umur
- mengurutkan mengenai tinggi badan
- mengurutkan mengenai berat badan
C. Implikasi
Berkaitan dengan antar syarat
D. Kombinatorik
- mengenai bagaimana membuat jadwal
- mengenai bagaimana posisi duduk berhadapan
- mengenai posisi duduk melingkar
- mengena antrian presentasi
TES KARAKTERISTIK PRIBADI
Materi Tes Karakteristik Pribadi (TKP) yaitu:
a) Pelayanan publik;
b) Sosial budaya;
c) Teknologi informasi dan komunikasi;
d) Profesionalisme;
e) Jejaring kerja;
f) Integritas diri;
g) Semangat berprestasi;
h) Kreativitas dan inovasi;
i) Orientasi pada pelayanan;
j) Orientasi kepada orang lain;
k) Kemampuan beradaptasi;
l) Kemampuan mengendalikan diri;
m) Kemampuan bekerja mandiri dan tuntas;
n) Kemauan dan kemampuan belajar berkelanjutan;
o) Kemampuan bekerja sama dalam kelompok; dan
p) Kemampuan menggerakkan dan mengkoordinir orang lain
Integritas Diri
Strategi : Pahamilah semakin anda berintegritas, semua pihak pun akan segan dan hormat
pada anda. Namun sebaliknya, jika anda kurang berintegritas atau bahkan tidak memiliki
integritas, maka banyak pihak yang akan menyepelekan dan menghina anda.
Semangat Berprestasi
Strategi:
Pilih jawaban yang menunjukkan optimistis pada suatu pekerjaan
Pilih jawaban yang menunjukkan keinginan berprestasi dan menggapai posisi yang
lebih tinggi
Kreativitas dan Inovasi
Strategi:
Mengerjakan suatu rutinitas dengan cara yang berbeda dari biasanya
Memikirkan suatu ide yang belum pernah terlintas dalam benak
Berani melakukan terobosan guna meningkatkan kinerja
Berani keluar dari zona nyaman
Orientasi pada pelayanan dan orang lain
Strategi:
Pilih jawaban yang menjauhi imbalan atas pelayanan yang telah diberikan
Pilih jawaban yang menunjukkan keikhlasan serta suka cita dalam melayani dan
membantu sesama.
Pilih jawaban yang menunjukkan kepedulian terhadap orang lain, tolong menolong
dan kekompakan
Kemampuan Beradaptasi dan Mengendalikan Diri
Strategi:
Pilih jawaban yang menyukai sebuah perubahan pada lingkungan kerja, baik berupa
suasana, rekan kerja, maupun peraturan baru
Pilih jawaban yang menunjukkan kedewasaan dan kematangan dalam berpikir,
bersikap dan bertindak