DOSEN PENGAMPUH
Dr. LAHMUDDIN ZUHRI S.H.,M.HUM
Di susun oleh :
Teriring salam dan doa semoga Allah S.W.T., senantiasa melimpahkan Rahmat,
Taufik, Hidayah, serta Inayah-nya kepada kita semua dalam menjalankan aktifitas sehari-
hari. Aamiin.
Dalam rangka merealisasikan tugas kelompok yang dibagikan dalam froum group
WA pada tanggal 17 september 2020 oleh Bapak Dr. Lahmuddin Zuhri, S.H.,M.Hum
selaku Dekan FH UNSA pada Mata Kuliah HTN, maka tugas kami dari kelompok 6
ngeresum terkait tentang PRINSIP NKRI yang terdapat didalam buku KONSTITUSI dan
KETATANEGARAAN INDONESIA KONTEMPORER karya Prof. Jimly dan Para Pakar
Hukum dalam bab keempat dan lebih tepatnya pada point kedua ( Hal 267-275 ).
Dimana pada pembahasan kali ini tentang pemikiran A Mukthie Fadjar terkait
problem maupun catatan atas RUU PA yang dikaji melalui pendekatan PRINSIP NKRI,
OTONOMI SELUAS - LUASNYA, OTONOMI KHUSUS, DAERAH ISTIMEWA, Dan
PEMERITAHAN SENDIRI. Berdasarkan hasil revisi draft RUU PA yang di ajukukan oleh
DPRD NAD atas usulan depdagri yang telah dibahas oleh DPR RI sebagai manifestasi
dalam mewujudkan salah satu butir mou RI GAM 15 Agustus 2005 dihelsinki finlandia.
Dalam hal ini para founding father telah sepakat mendesain Indonesia dalam bentuk
Negara kesatuan yang kemudian ditunagkan dalam konstitusi [Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 ]
bahkan bentuk Negara kesatuan tersebut oleh Pasal 37 ayat 5 UUD 1945 (perubahan
keempat) setelah dinyatakan bersifat final, dalam artian tidak dapat dilakukan perubahan.
Konsep NKRI tidak harus bersifat sentralistis sebagaimana tertuang dalam [Pasal 18
UUD 1945] (baik yang asli maupun sesudah perubahan ke dua) dalam hal ini kita menganut
bentuk Negara Kesatuan dengan asas desentralisasi dan dekonsentrasi atau dengan kata
lain kita menganut asas otonomi pada pemerintahan daerah dan lebih lanjut dijelaskan pada
[pasal 18 ayat (5) UUD 1945 jo. UU No.32 Tahun 2004] terkait otonomi seluas-luasnya.
Sedangkan otonomi khusus dan daerah istimewa telah dijelaskan pada [pasal 18 UUD 1945]
sebelum perubahan yang pada subtansinya terkait tentang ketegasan dan penghormatan
Negara atas hak-hak asal usul daerah yang bersifat istimewa dan lebih lanjut dijelaskan
setelah perubahan dalam [pasal 18b ayat (1) UUD 1945] dinyatakan : “Negara mengakui dan
menghormati satuan satuan pemrintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa
yang diatur dengan undang undang.”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meskipun secara formal Negara Republik
Indonesia berbentuk kesatuan (NKRI) tetapi dengan otonomi seluas luasnya dan cara
pembagian wewenang/kekuasaan/urusan seperti ketentuan UU No.32 Tahun 2004,
sesungguhnya telah bernuansa federal terlebih lagi jika diterapkan dengan sungguh
sungguh terkait UU yang mengatur kekhususan dan keistimewaan daerah merupakan lex
specialis dari otonomi seluas luasnya dari pemerintahan daerah pada umumnya di Indonesia
yang merupakan lex generalis maka niscaya nuansa federalis akan lebih terasa.
a. Aceh akan melaksanakan kewenangan dalam semua sector public, yang akan
diselenggarakan bersamaan dengan administrasi sipil dan peradilan, kecuali dalam bidang
hubungan luar negeri, pertahananluar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiscal,
kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama, dimana kebijakan tersebut merupakan
kewenangan pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan konstitusi.