Anda di halaman 1dari 8

Sejarah Singkat Konstitusi Indonesia

April 9, 2012
Sejarah Singkat Perubahan Konstitusi Indonesia

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem presidensil. Presidensil


merupakan sistem yang membagi kekuasaan pemerintah antara legeslatif
dan eksekutif dengan payung yudikatif terlepas dari kontrofersi yang ada.
Sebagaimana Jhon Locke serta disempurnakan oleh Montesque dalam teori
TRIAS POLITICA yang telah menjelaskan pemisahan kekuasaan yang lalu
terjabarkan dalam beberapa pengertian. Terdapat dua penafsiran yang
berbeda antara pembagian dan pemisahan dari kata separation yang dapat
dimaknakan terpisah atau terbagi.
Negara dengan model Presidensil biasanya menganut sistem pemisahan
kekuasaan. Pemisahaan kekuasaan ini dikarenakan bertentangan dengan
sistem parlementer yang menganut pembagian kekuasaan. Sistem
Presidensil
merupakan
pemisahaan
secara
jelas
dalam
sistem
pemerintahaan dimana eksekutif tidak dapat membubarkan legeslatif dan

eksekutif dipilih oleh badan pemilih (parlemen). Presiden dalam sistem


Presidensil menjabat Kepala Negara serta Kepala Pemerintah[1], sedangkan
parlemen terdapat pembagian antara Kepala Pemerintahan (Perdana
Menteri) dengan Kepala Negara (Raja). Pemaparan diatas telah menjelaskan
kedudukan Indonesia dalam sistem pemerintahan terdapat pada sistem
pemerintahan Presidensil dengan pola pemisahaan kekuasaan.
Pada prinsipnya suatu negara pasti menginginkan menjadi negara Welfare
State[2] dalam teori Fries Ermesson. Fries Ermesson mengharpkan
sinergisitas instrument negara. Instrument tersebut dapat terdiri dari main
states organ dan auxilaris states organ yang saling melengkapi.[3]
Sejak pertama kali Indonesia mengikrarkan diri menjadi negara yang
merdeka, telah tejadi pelanggaran terhadap konstitusi yang telah terbentuk
dan disetujui pada tanggal 18 Agustus 1945. Sebagai contoh, Presiden dan
Wakil Presiden yang seharusnya di pilih oleh MPR (Majelis Permusyawaran
Rakyat) menurut pasal 6 ayat (2) UUD 1945 ternyata dipilih oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menurut Pasal III Aturan Peralihan.
[4] Pelanggaran tersebut tidak bisa serta-merta di telaah secara mentah
karena banyak alasan pembenar dari pengangkatan Presiden berserta
Wakilnya karena saat itu tekanan begitu banyak dan harus disikapi secara
cepat dan tepat. Penetapan yang dilakukan PPKI terkait Soekarno dan
Mohammad Hatta sebagai orang nomor satu dan dua bangsa Indonesia
adalah benar dan tepat.
Perlu kita ketahui bahwa UUD (Undang-undang Dasar) 1945 merupakan
konstitusi bangsa. Penting diketahu terjadi salah kaprah[5] Konstitusi
(Constitution atau Verfasung[6]) dibedakan dari UUD atau Grundgesetz, hal
ini di akibatkan pengaruh kodifikasi yang harus tertulis sehingga pemaknaan
setiap peraturan hukum karena pentingnya harus ditulis, dan konstitusi yang
ditulis itu adalah UUD.[7] Konstitusi dapat juga bermakna lain dalam kajian
bahasa Indonesia yaitu segala ketentuan dan aturan mengenai
ketatanegaraan.[8] Pada dasarnya konstitusi tersebut bermuatkan sifat
yuridis saja akan tetapi termuat sifat sosiologis dan politis bukan hanya
bermakna UUD yang tertulis.[9]
Perkembangan Rechtverfassung[10] di Indonesia ada lima konstitusi yang
pernah berlaku di Indonesia sampai sekarang;
1. UUD 1945; periode 18 Agustus 1945 27 Desember 1949

2. Konstitusi RIS; periode 27 Desember 1949 17 Agustus 1950


3. UUDS 1950; periode 17 Agustus 1950 5 Juli 1959
4. UUD 1945 yang berlaku lagi sejak Dekrit periode 5 Juli 1959
5. UUD NRI Tahun 1945. Periode 1998 dan terus berubah dengan
amandemen sebanyak 4 (empat) kali hingga saat ini.
Akan tetapi pada prinsipnya hanya ada 4 (empat) Rechtverfassung yang
pernah dimiliki Indonesia hingga kini yaitu UUD 1945, RIS, UUDS 1950, UUD
NRI 1945. Rechtverfassung yang dibuat oleh para tokoh Indonesia sejak
pertama hingga kini, sejarah panjang tersebut dapat diceritakan dengan
singkat dalam beberapa periode, antara lain :
1. Periode Pertama (18 Agustus 1945 27 Desember 1949)
Pada periode ini saat negara kita menyatakan kemerdekaan pada tanggal 17
Agustus 1945 belum mempunyai Rechtverfassung atau UUD. Baru sehari
selepas tanggal 17 Agustus 1945 yaitu pada tangal 18 Agustus 1945 barulah
memiliki UUD yang telah disusun sejak BPUPKI (Badan Penyelidik Usahausaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau dapat disebut juga Dokuritsu
Junbi Cosakai yang dipimpin dr. Radjiman Wediodiningrat. BPUPKI merupakan
badan persiapan kemerdekaan yang tidak terlepas dari intervensi Jepang
dalam pendiriannya.
Sidang pertama BPUPKI (29 Mei 1 Juni 1945) membahas berkenaan tentang
philosofische grondslag, dasar falsafah dari Indonesia merdeka, dan dalam
rangka tersebut Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno dan Dr. Soepomo membuat
konsep.[11]
1. Ir. Soekarno dengan konsep yang jelas menyatakan berjudul Pancasila
dengan konsepsi sila-silanya :[12]
1)

Kebangsaan Indonesia

2)

Internasionalisme atau perikemanusiaan

3)

Mufakat atau demokrasi

4)

Kesejahteraan sosial

5)

Ketuhanan Yang Maha Esa

1. Mr. Muh. Yamin dengan konsep dasar negara :


1)

Peri Kebangsaan

2)

Peri Kemanusiaan

3)

Peri Ketuhanan

4)

Peri Kerakyatan

5)

Kesejahteraan Rakyat
1. Sedangkan konsepsi yang dibuat Dr. Soepomo adalah[13] :

1)

Paham Negara Kesatuan

2)

Perhubungan Negara dengan Agama

3)

Sistem Badan Permusyawaratan

4)

Sosialisasi Negara

5)

Hubungan antar Bangsa

Catatan :
Mr. Soepomo dalam pidatonya selain memberikan rumusan tentang
Pancasila, juga memberikan pemikiran tentang paham integralistik
Indonesia. Hal ini tertuang di dalam salah satu pidatonya
..,bahwa jika kita hendak mendirikan Negara
Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak
masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran
pikiran (staatsidee) negara yang integralistik, negara yang bersatu
dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-

golongannya dalam lapangan apapun.[14]


Sumber : http://mjieschool.multiply.com/journal/item/22
Sejarah terus berlanjut hingga upaya dari pemuda yang terus menekan
untuk mempercepat kemerdekaan sehingga UUD yang telah disahkan
menjadi dasar negara sehari setelah kemerdekaan.
Diskusi panjang mengenai Preambule (pembukaan UUD 1945) dimana
perdebatan tersebut mengenai ideologi bangsa[15], khususnya pada sila
pertama pada Pancasila yang telah menjadi kesepakatan bersama yang
dituangkan dalam Piagam Jakarta. Akan tetapi terjadi pelanggaran konsensus
pada Piagam Jakarta dengan penghapusan 7 (tujuh) kata pada sila pertama
yaitu Menjalankan Syariat Agama Islam Bagi Para Pemeluknya.
Pembatalan atau penghapusan tersebut diplopori oleh masyarakat Indonesia
Timur. Pada prinsipnya mereka merasa di anak tirikan sehingga mengirim
utusan untuk menemui Muh. Hatta sehingga beliau menghapus 7 (tujuh)
kata tanpa persetujuan bersama. Penghapusan oleh Muh. Hatta
dimaksudkan untuk menjaga keutuhan Bangsa dan Negara Indonesia yang
baru merdeka.
Terlepas dari carut marut ideologi bangsa yang lalu, terdapat rasa tidak puas
Soekarno atas konstitusi yang telah ia buat. Ketidakpuasan tersebut
dinyatakan Ir. Soekarno dalam pidatonya pada rapat PPKI 18 Agustus 1945,
yang menyatakan sebagai berikut :
tuan-tuan semuanya tentu mengerti bahwa Undang-Undang Dasar yang
kita buat sekarang ini adalah Undang-Undang Dasar Sementara. Kalau boleh
saya memakai perkataan ini adalah Undang-Undang Dasar Kilat , nanti
kalau kita telah bernegara dalam suasana yang lebih tentram, kita tentu
akan mengumpulkan kembali MPR yang dapat membuat Undang- Undang
Dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna[16]
Ada pelanggaran konstitusi yang lain pada masa ini yaitu pelanggaran pada
pasal 3 ayat (2) UUD 1945 salah satu tugas MPR adalah menetapkan UUD,
sehingga kongklusinya UUD pada masa ini bukan ditetapkan oleh MPR
melainkan PPKI sehingga tidak bisa lain sifatnya adalah sementara.[17]
2. Periode ke dua (27 Desember 1949 17 Agustus 1950)

Pada periode ini Indonesia mengalami agresi militer Belanda[18] yang


mengharuskan mengubah bentuk negara yang bermodel Presidensil menjadi
model pemerintahan Parlementer. Selanjutnya akibat dari berubahnya model
pemerintahan Indonesia sehingga haruslah mengubah konstitusi negara.
Konstitusi negara Indonesia berubah menjadi parlementer yang menjadikan
Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara bukan Kepala Pemerintahan.
UUD 1945 lalu berubah menjadi UUD RIS (Undang-undang Republik
Indonesia Serikat). Pada Konfrensi Meja Bundar (KMB) dalam Konfrensi
tersebut dihasilkan persetujuan pokok yaitu :[19]
1. Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat
2. Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat
3. Didirikan Uni antara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda
Dan seluruhnya disetujui oleh pihak Indonesia sebagai suatu persetujuan
bersama yang mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949. Wilayah
Indonesia yang terbagi-bagi yang diatur dengan pasal UUD RIS dengan 16
negara bagian berdasarkan perjanjian Renvile.
Pada masa ini presiden pertama sekaligus kepala negara merupakan
Soekarno sedangkan Moh. Hatta sebagai perdana menteri yang memiliki
kabinet yang berisi antara lain Sri Sultan HB IX, Ir. Djuanda, Mr. Wilopo, Dr.
Soepomo, dr. Leimina, Arnold Mononutu, Ir Herling Loah dan perwakilan BFO
(Bijeenkomst voor Federal Overleg).
Kabinet RIS merasa tidak puas dengan persetujuan atas KMB (Konfrensi Meja
Bundar) karena tidak sesuai dengan cita-cita bangsa yaitu kesatuan bangsa
Indonesia dalam naungan Negara Kesatuan. Berangkat dari ketidakpuasan
tersebut the founding fathers mencoba mengembalikannya kepada cita-cita
utama, hal ini terlihat dalam perjuangan kabinet Abdul Halim dari Negara
Bagian RI pejuang anti KMB dan RIS dari Yogyakarta. Semangat Abdul Halim
ini terbukti, dalam kurun waktu 1 tahun telah membuat beberapa perjanjian
dengan negara serikat lainya untuk bersatu dengan Negara Republik
Indonesia (Yogyakarta) dan seluruh negara bagian menggabungkan diri
menjadi negara kesatuan. Setelah terbentuknya negara kesatuan tersebut
maka mulailah melakukan perubahan (penggantian) terhadap konstitusi RIS.

1. Periode ke tiga (17 Agustus 1950 5 Juli 1959)


Akibat UUD RIS merupakan paksaan dari Belanda dan bersifat sementara
maka Soekarno dan para Tokoh Bangsa berkumpul kembali untuk
merumuskan kembali secara baik UUD yang terbaik. Proses peralihan ini
mengharuskan mengganti terlebih dahulu UUD RIS dengan UUDS 1950 yang
bersifat sementara dan mengatur tentang pembubaran RIS menjadi RI.
Pembubaran tersebut diproklamirkan oleh Soekarno dihadapan parlemen
(DPRS). Pembubaran yang dilakukan oleh Soekarno memiliki alasan yang
tidak bisa dibantah oleh Belanda dimana berdasarkan UUD RIS pasal 43 yang
menyebutkan :
Dalam penyelesaian susunan federasi RIS maka berlakulah asas pedoman,
bahwa kehendak rakyatlah di daerah-daerah bersangkutan yang dinyatakan
dengan merdeka menurut jalan demokrasi, memutuskan status yang
kesudahnnya akan diduduki oleh daerah-daerah tersebut dalam
federasi.[20]
Selanjutnya naskah UUD baru ini diberlakukan secara resmi mulai 17 agustus
1950, yaitu dengan ditetapkannya UU no 7 tahun 1950.[21]
Berbeda dengan UUD RIS , yang tidak sempat mewujudkan Konstituante,
maka di bawah UUDS 1950 sebagai realisasi dari pasal 134, telah
dilaksanakan pemilu pada bulan Desember 1955 untuk memilih anggota
konstituante.[22] Pemilihan umum ini dilaksanakan pada tanggal 10
November 1956 di Bandung dan diresmikanlah konstituante dengan
legalisasi pemilu berdasarkan UU no 7 tahun 1953.[23]
Masa konstituante inilah yang mengulang sejarah perdebatan alot pada
landasan idiil negara yaitu Pancasila, dalam kurun waktu kurang lebih 2,5
tahun konstituante tidak dapat merumuskan UUD yang sempurna sehigga
pada tanggal 22 April 1959 Sokarno memberikan amanatnya pada rapat
pleno konstituante berisi anjuran penetapan UUD 1945 yang lalu karena
perdebatan antara beberapa kubu yang kuat dan tidak memberikan hasil.
[24] Amanat tersebut dituangkan dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang
diumumkan kepada halayak umum dan kembalinya UUD 1945 sebagai
Konstitusi Indonesia.
1. Periode ke empat (5 Juli 1959 hingga kini)

Setelah runtuhnya rezim Orde lama maka bangkitlah Soeharto sebagai


pahlawan yang menggantikan Soekarno. Soeharto setelah melakukan
penumpasan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30SPKI)
menjadikan UUD 1945 sebagai kitab suci yang selalu harus ditaati.
Penjelasan pada makna pasal-pasal pada UUD 1945 memiliki dua pendapat :
1. UUD 1945 hanya terdiri dari Pembukaan dan Batang Tubuh saja.
Penjelasan bukanlah bagian resmi dari UUD 1945.
2. UUD 1945 terdiri dari Batang Tubuh, Pembukaaan, dan Penjelasan. Jadi
Penjelasan UUD tersebut merupakan bagian resmi dari UUD 1945.[25]
Dengan pendapat kedua yang menyatakan bahwa penjelasan UUD 1945
merupakan bagian dari Konstitusi sehingga dengan begitu Soeharto
menggunakan penjelasan UUD sebagai alat untuk mengkontrol pola pikir
bangsa sehingga menjadi kendaraan kekuasaan rezim ORBA. Singkat cerita
runtuhnya masa ORBA membuat rakyat Indonesia tidak mengsakralkan
kembali UUD 1945 sebagai kitab suci yang lalu terjadi amandemen sebanyak
4 kali setelah runtuhnya rezim soekarno (1998) yaitu :
I.

II.

III.

IV.

Sidang
Umum
MPR
1999,
tanggal 1421
Oktober 1999 Perubahan
Pertama
UUD
1945
(9
penambahan / perubahan pasal)
Sidang
Tahunan
MPR
2000,
tanggal 718
Agustus 2000 Perubahan Kedua UUD 1945 (25 penambahan
/ perubahan pasal)
Sidang
Tahunan
MPR
2001,
tanggal 19
November 2001 Perubahan
Ketiga
UUD
1945
(23
penambahan / perubahan pasal)
Sidang
Tahunan
MPR
2002,
tanggal 111
Agustus 2002 Perubahan
Keempat
UUD
1945
(18
penambahan / perubahan pasal).[26]

Sehingga dapat dikatakan bahwa amandemen UUD 1945 telah mengubah


75% ketentuan pokok yang dulu telah dirumuskan bersama masa ORLA dan
ORBA.

Anda mungkin juga menyukai