Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman

Gambar 2.1 Tanaman daun benalu

kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.)

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Daun Benalu Kopi (Loranthus ferrugineus


Roxb.)
Klasifikasi tanaman daun benalu kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.)

(Tjitrosoepomo, 2010) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Santalales

Famili : Loranthaceae

Genus : Loranthus

6
2

Spesies : Loranthus Ferrugineus Roxb.

2.1.2 Nama Daerah

Salah satu tanaman yang sudah lama diketahui masyarakat umum memiliki

banyak khasiat adalah daun benalu kopi.

2.1.3 Morfologi dan Karakteristik Daun Benalu Kopi (Loranthus


ferrugineus Roxb.)

Bentuk dari tumbuhan benalu kopi yaitu akar berbentuk ramping, menjalar

pada inangnya dan berwarna kusam. Batang tumbuhan panjang tegak berwarna

hijau kusam. Daun bentuk lonjong kecil – kecil yang memiliki warna hijau tua

sedikit kasar permukaannya. Terdapat biji kecil – kecil disela – sela tangkai daun

dan batang, biji berbentuk kecil seperti isi pensil, memiliki sungut pendek.

Habitus dari tumbuhan ini sangat besar, cukup besar (Pitojo,1996).

Pertumbuhan benalu tidak secepat tanaman yang hidup dan mengambil

makanan langsung dari tanah. Pertumbuhan benalu tersebut sangat dipengaruhi

oleh ketersediaan hara yang dapat dimanfaatkan benalu dari tanaman yang

dihinggapinya. Pertumbuhan benalu mengeluarkan haustoria, menjalar kebagian

lain tanaman inang, mengadakan penetrasi kejaringan, dan menghisap hara garam

mineral, serta air dari tanaman inang. Benalu memiliki hijau daun sehingga dapat

berasimilasi membentuk karbohidrat untuk men cukupi kebutuhan hidupnya.

Oleh karena itu, benalu termasuk kedalam kategori tumbuhan hemiparasit.

Benalu kopi (Loranthus Ferrugineus Roxb.) merupakan jenis tumbuhan

yang hidupnya tidak memerlukan media tanah. Ia hidup sebagai parasit, melekat

pada sel inang, dan menghisap nutrisi yang dimilikinya sehingga menyebabkan

kematian pada sel inang tersebut. Adanya klorofil menyebabkan tanaman benalu
3

memiliki kemampuan melakukan proses fotosintesis. Akan tetapi, tanaman ini

tidak mampu mengambil air dan unsur hara secara langsung dari tanah yang

menjadikannya sebagai tanaman parasit (Pitojo,1996).

2.1.4 Morfologi Daun Benalu Kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.)

Bentuk dari benalu kopi yaitu akar berbentuk ramping, menjalar pada

inangnya dan berwarna kusam. Batang tumbuhan panjang tegak berwarna hijau

kusam. Daun bentuk lonjong kecil – kecil yang memiliki warna hijau tua sedikit

kasar permukaannya. Terdapat biji kecil – kecil disela – sela tangkai daun dan

batang, biji berbentuk kecil seperti isi pensil, memiliki sungut pendek. Habitus

dari tumbuhan ini sangat besar, cukup besar (Pitojo,1996).

2.1.5 Manfaat Daun Benalu Kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.)

Benalu kopi adalah salah satu tanaman parasit yang biasa digunakan dalam

pengobatan tradisional. Sebagai tanaman parasit benalu tidak banyak

dimanfaatkan, hal ini berkaitan dengan sifat parasit benalu yang dapat merusak

tanaman inangnya,sementara sebagai salah satu tanaman obat, benalu mempunyai

peranan yang penting. Secara tradisional benalu digunakan antara lain sebagai

obat batuk, amandel, campak, diabetes dan kanker (Pitojo, 1996).

2.1.6 Kandungan Kimia Daun Benalu Kopi (Loranthus ferrugineus

Roxb.)

Kandungan kimia yang terdapat dalam benalu adalah flavonoid, tanin, asam

amino, karbohidrat, alkaloid, dan saponin. Berdasarkan berbagai penelitian,

senyawa dalam benalu yang diduga memiliki aktivitas antikanker adalah

flavonoid, yaitu kuersetin yang bersifat inhibitor terhadap enzim DNA

topoisomerase sel kanker. Berdasarkan berbagai penelitian yang ada senyawa


4

flavonoid pada benalu yang berperan dalam melawan kanker adalah kuersetin.

Kuersetin memiliki aktivitas antioksidan yang dimungkinkan oleh komponen

fenoliknya yang sangat reaktif. Kuersetin akan mengikat radikal bebas sehingga

dapat mengurangi reaktifitas radikal bebas tersebut (Purnomo, 2010).

2.2 Golongan Senyawa Kimia

2.2.1 Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder yang mengandung unsur nitrogen

biasanya pada cincin heterosiklis dan bersifat basa.Senyawa alkaloid kebanyakan

berbentuk padatan dan berwarna putih, tetapi ada yang berupa cairan yaitu

nikotin, ada yang berwarna kuning, seperti berberin dan serpentin, kolkosin, dan

risinin merupakan alkaloid yang bersifat tidak basa.

Alkaloid dalam tumbuhan umumnya berbentuk garam, yautu berikatan dengan

asam-asam organic yang terdapat dalam tumbuhan, seperti asam suksinat, maleat,

mekonat, kinat, dan bersifat larut dalam pelarut polar etanol ataupun air. Alkaloid

lebih larut dalam pelarut nonpolar seperti eter, benzena, toluen dan kloroform

(Robinson, 1995).

2.2.2 Terpenoida

Terpenoid merupakan senyawa kimia yang terdiri dari beberapa unit

isopren. Kebanyakan terpenoid mempunyai struktur siklik dan mempunyai satu

gugus fungsi atau lebih. Terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat

dalam sitoplasma sel tumbuhan. Senyawa terpenoid terdiri atas beberapa

kelompok. Senyawa terpenoid ini adalah salah satu senyawa kimia bahan alam

yang banyak digunakan sebagai obat. Sudah banyak peran terpenoid dari tumbuh-

tumbuhan yang diketahui seperti menghambat pertumbuhan tumbuhan pesaingnya


5

dan sebagai insektisida terhadap hewan tinggi. Untuk mengetahui lebih jelas

tentang senyawa terpenoid maka dibahas tentang tinjauan umum terpenoid,

klasifikasi dan fungsi terpenoid, biosintesa terpenoid, identifikasi terpenoid,

isolasi terpenoid (Robinson, 1995).

2.2.3 Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang memiliki struktur inti

yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan dengan tiga atom C, biasanya dengan

ikatan atom O yang berupa ikatan oksigen heterosiklik.Senyawa merupakan

senyawa polifernol karena mengandung dua atau lebih gugus hidroksil, bersifat

agak asam sehingga dapat larut dalam basa.

Umumnya flavonoid dalam keadaan terikat dengan gula sehingga

membentuk glikosida dan akan lebih mudah larut dalam pelarut polar, seperti

methanol, etanol, butano, dan etil asetat. Flavonoid dalam bentuk glukosida akan

mengalami dekomposisi oleh enzim jika dalam bentuk masih segar atau belum

dikeringkan. Untuk mengekstraksi flavonoid harus di perhatikan polaritas dan

tujuan yang dikehendaki. Beberapa flavonoid yang bersifat kurang polar

(isoflavon, flavonon, flavonol) dapat diekstraksi menggunakan pelarut dengan

polaritas rendah, seperti kloroform dan eter

Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun,

akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah dan biji.Flavonoid merupakan senyawa

metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan berwarna hijau, kecuali

alga.Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu

angiospermae, klorofita, fungi, briofita (Robinson,1995).


6

Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi

(Angiospermae) adalah flavon, flavonol, flavonon, isoflavon dan khalkon juga

sering ditemukan dalam bentuk non glikon. Flavonoid terutama berupa senyawa

larut dalam air dan dapat diekstraksi dengan etanol 70% (Robinson,1995).

2.2.4 Tanin

Tannin merupan senyawa polifenol yang tersebar luas dalam tumbuhan, dan

pada beberapa tanaman terdapat terutama dalam jaringan kayu seperti kulit batang

dan jaringan lain, yaitu daun dan buah.Tannin berbentuk amorf membentuk koloid

dalam air, memiliki rasa sepat, dengan protein membentuk endapan menghambat

kerja enzim proteolitik, dan dapat digunakan dalam industry sebagai

penyamakkulit hewan.Sifat tannin sebagai astringen dapat dimanfaatkan sebagai

antidiare, menghentikan pendarahan, dan mencegah peradangan terutama pada

mukosa mulut, serta digunakan sebagai antidotum pada keracunan loga berat dan

alkaloid. Tannin juga digunakan sebagai antiseptic karena mempunyai gugus

fenol (Robinson,1995).

2.2.5 Saponin

Saponin adalah suatu senyawa yang memiliki bobot molekul tinggi atau

besar, tersebar dalam beberapa tumbuhan, merupakan bentuk glikosida dengan

molekul gula yang terikat dengan aglikon triterpen atau steroid.Saponin

dikelompokkan menjadi saponin steroid dan saponin triterpen. Saponin steroid

merupakan senyawa yang bersifat racun karena dapat menyebabkan terjadinya

hemolysis darah (Subowo,2009).


7

Beberapa Saponin bersifat antimikroba juga. Saponin menjadi penting karena

dapat digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormone steroid yang

digunakan dalam bidang kesehatan (Robinson,1995).

Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau

waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti adanya saponin. Paling

sederhana untuk membuktikan adanya unsur saponin dalam simplisia adalah

dengan cara mengocoknya dan perhatikan akan berbentuk busa tahan lama pada

permukaan cairan (Harbone,1998).

2.3 Defenisi dan Macam-macam Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu

pelarut cair. Simplisia yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat

larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat,karbohidrat,protein dan lain-

lain (Ditjen POM, 1995).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai,kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Ditjen POM,1995).

2.3.1 Ekstraksi dengan cara dingin

Ekstraksi dengan cara dingin terdiri dari:

1. Maserasi

Maserasi merupakan proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengadukan pada suhu ruangan(kamar). Prosedurnya dilakukan


8

dengan merendam simplisia dalam pelarut yang sesuai dalam wadah

tertutup.Pengadukan dilakukan dapat meningkatkan kecepatan ekstraksi.Secara

teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada

keseimbangan.Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu

(terus-menerus).Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut

setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

Kelemahan dari maserasi adalah prosesnya membutuhkan waktu yang cukup

lama.Ekstraksi secara menyeluruh juga dapat menghabiskan sejumlah besar

volume pelarut yang dapat berpotensi hilangnya metabolit.Beberapa senyawa juga

tidak terekstraksi secara efisien jika kurang terlarut pada suhu kamar

(270C).Ekstraksi secara maserasi dilakukan pada suhu kamar (270C), sehingga

tidak menyebabkan degradasi metabolit yang tidak tahan panas (Departemen

Kesehatan RI, 2006).

2. Perkolasi

Perkolasi merupakan proses mengekstraksi senyawa terlarut dari jaringan

selular simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umunya

dilakukan pada suhu ruangan. Perkolasi cukup sesuai, baik untuk ekstraksi

pendahuluan maupun dalam jumlah besar (Departemen Kesehatan RI, 2006 ).

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna

(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruang. Proses

terdiri dari tahapan pengembangan bahan,tahap maserasi antara, tahap perkolasi

sebenarnya (penetesan/pengapungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh

ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2.3.2 Ekstraksi dengan cara panas


9

1. Soxhlet

Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi dengan prinsip pemanasan

dan perendaman sampel.Soxhlet merupakan ekstraksi yang menggunakan pelarut

yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi

ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin

balik. Hal itu menyebabkan terjadinya pemecahan dinding dan membran sel

akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel. Dengan demikian,

metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut ke dalam pelarut

organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan melewati pendingin udara

yang akan mengembun uap tersebut menjadi tetesan yang akan terkumpul

kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa samping soxhlet maka akan

terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah yang menghasilkan ekstrak yang

baik (Departemen Kesehatan RI, 2006).

2. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama

waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya

pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama

sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi berkesinambungan.

Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam labu alas

bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai

mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan diembunkan dengan

pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut.
10

Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam

(Departemen Kesehatan RI, 2006).

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada suhu yang

lebih tinggi dari suhu ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada suhu 40-500C

(Departemen Kesehatan RI, 2006).

4. Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada suhu penangas air (bejana

infus tercelup dalam penangas air mendidih), suhu terukur (96-980C) selama

waktu tertentu (15-20 menit (Departemen Kesehatan RI, 2006).

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan suhu sampai titik didh

air, yaitu pada suhu 90-1000C selama 30 menit (Departemen Kesehatan RI, 2006).

2.4 Sistem Imun

Sistem imun merupakan kumpulan mekanisme dalam suatu mahlukhidup

yang melindunginya terhadap infeksi dengan mengidentifikasi dan membunuh

substansi patogen. Pertahanan merupakan suatu hal yang rumit karena bahan

patogen mampu beradaptasi dan melakukan cara-cara baru untuk menginfeksi

tubuh dengan sukses(Subowo, 2009).

Sistem imun dirancang untuk melindungi inang (host) dari patogen

penginvasi yang dapat menyebabkan penyakit. Bila sistem imun bekerja dengan

baik, selain merespon secara halus pada patogen-patogen penginvasi, juga


11

mempertahankan kemampuannya untuk mengenali antigen spesifik yang

ditoleransi. Bila respon imun bawaan tidak memadai untuk mengatasi infeksi,

sistem imun adaptif dimobilisasi lewat tanda-tanda dari respon bawaan (Subowo,

2009).

2.4.1 Klasifikasi Sistem Imun

Komponen sistem imun terdiri dari sistem imun humoral dan sistem imun

seluler.

2.4.1 Sistem imun humoral

Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan pada pertahanan humoral, yaitu

dalam pertahanan non spesifik berupa komplemen, sitokin dan C-Reactive protein

(CRP) dan pertahanan spesifik berupa pembentukan antibodi. Komplemen

merupakan molekul dari sistem imun yang ditemukan di sirkulasi dalam keadaan

tidak aktif, tetapi setiap waktu dapat diaktifkan oleh berbagai bahan seperti

antigen (Subowo, 2009).

a. komplemen

Komplemen merupakan molekul dari sistem imun yang ditemukan di

sirkulasi darah dalam keadaan tidak aktif tetapi setiap waktu dapat diaktifkan oleh

berbagai bahan seperti antigen. Beberapa kelas antibodi berupa IgG, IgM, dan IgA

dapat mengaktifkan sistem komplemen. Komponen komplemen (C3b dan C4b)

memiliki sifat opsonin sehingga mengaktifkan fagosit dan membantu

menghancurkan zat-zat asing dengan cara opsonisasi (Baratawidjaja, 2012).

b. sitokin

Sitokin merupakan protein yang dibentuk oleh sel yang berfungsi sebagai

isyarat antara sel-sel untuk mengatur respon dari sistem imun. Terutama dibentuk
12

oleh makrofag tetapi dapat juga dihasilkan oleh limfosit (limfokin). Sitokin terdiri

dari Interferon, Interleukin, dan Tumor Necrosis Factor (TNF) (Subowo, 2009).

c. antibodi

Antibodi merupakan protein imunoglobilin (Ig) yang dibentuk oleh sel

plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen.

Antibodi mengikat antigen yang menimbulkannya secara spesifik. Menurut

perbedaan struktur dan aktivitasnya, antibodi dibedakan menjadi 5 yaitu IgM,

IgG, IgE, IgA, dan IgD (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.4.2 Sistem imun seluler

Sel-sel yang terlibat dalam komponen seluler sistem imun terdiri dari sel

limfoid dan sel fagosit (Subowo, 2009).

a. sel Limfoid

Limfosit menduduki 20% dari leukosit yang ada dalam darah. Kelompok

limfoid terutama bertugas untuk mengenali antigen. Sel limfoid terdiri dari

limfosit T dan sel natural killer (sel NK). Kecuali sel NK, limfosit dilengkapi

dengan molekul reseptor yang bertugas untuk mengenali antigen (Subowo, 2009).

b. sel Fagosit

Sel Fagosit terbagi atas fagosit mononuklear dan fagosit

polimorfonuklear. Sel fagosit mononuklear dan fagosit polimorfonuklear berperan

sebagai sel efektor dalam respon imun nonspesifik. Sel fagosit terdiri dari fagosit

mononuklear dan fagosit polimorfonuklear (Subowo, 2009).


13

2.5 Respon Imun

Respon imun merupakan tanggapan sistem imun terhadap benda atau zat

yang dianggap asing. Maka ada dua jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu

respon imun nonspesifik dan respon imun spesifik (Kresno, 2001).

2.5.1 Respon imun nonspesifik

Tanggapan pertama oleh tubuh terhadap benda asing pada umumnya

berbentuk sebagai respon imun nonspesifik. Salah satu upaya tubuh untuk

mempertahankan diri terhadap masuknya antigen adalah dengan menghancurkan

antigen bersangkutan secara nonspesifik dengan proses fagositosis. Mekanisme

seluler yang dilangsungkan oleh fagosit mononuklear dan fagosit

polimorfonuklear akan berusaha merusak atau membunuh antigen dengan cara

fagositosis (Kresno, 2001).

Fagositosis merupakan peristiwa penelanan suatu antigen melalui reseptor

pada permukaan membran sel makrofag dengan cara membentuk gelembung yang

berasal dari membran sel tersebut. Proses fagositosis terjadi jika sel-sel fagosit

tersebut berada dalam jarak dekat dengan antigen, atau lebih tepat lagi bahwa

antigen tersebut harus mampu bergerak dan melekat pada permukaan fagosit. Hal

ini dimungkinkan akibat dilepaskannya mediator kemotaktik yang dilepaskan oleh

makrofag dan netrofil yang sebelumnya telah berada di lokasi antigen

2.5.2 Respon imun spesifik

Respon imun spesifik merupakan imunitas yang didapat (adaptive

immunity). Respon imun spesifik mampu mengenali kembali antigen yang pernah

terpapar sebelumnya, sehingga paparan selanjutnya dengan antigen yang sama

akan meningkatkan efektifitas mekanisme pertahanan tubuh. Dalam respon imun


14

spesifik, limfosit merupakan sel yang memainkan peranan penting karena sel ini

mampu mengenali setiap antigen yang masuk ke dalam tubuh. Secara umum,

limfosit dibedakan menjadi dua jenis yaitu limfosit T dan limfosit B (Subowo,

2010). Limfosit T dan B (sel T dan B) berasal dari sel induk yang sama yaitu

sumsum tulang belakang. Pada masa janin dan anak-anak, limfosit imatur

bermigrasi ke timus dan mengalami pengolahan lebih lanjut menjadi limfosit T.

Limfosit yang matang di tempat lain selain di timus akan menjadi limfosit B.

2.6 Imunomodulator

Imunomodulator merupakan substansi ataupun obat yang dapat memodulasi

fungsi dan aktivitas sistem imun baik dengan cara merangsang ataupun

memperbaiki fungsi sistem imun (Baratawidjaja, 2012). Mekanisme pertahanan

spesifik maupun nonspesifik umumnya saling berpengaruh. Imunomodulator

dapat dibagi menjadi dua, yaitu imunostimulator dan imunosupresor.

2.6.1 Imunostimulator

Imunostimulator merupakan senyawa yang dapat meningkatkan respon imun.

Imunostimulator dapat mereaktivasi sistem imun dengan berbagai cara seperti

meningkatkan jumlah dan aktivitas sel T, NK-cells dan makrofag serta

melepaskan interferon dan interleukin. Imunostimulator banyak digunakan untuk

menjaga kondisi tubuh saat terjadinya defisiensi imunitas, pada terapi AIDS,

infeksi kronik dan keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Nafrialdi,

2007).

Imunostimulasi merupakan kemampuan untuk meningkatkan perlawanan

terhadap infeksi penyakit terutama oleh sistem fagositik, mengurangi infeksi,


15

imunodefisiensi dan merangsang pertumbuhan sel pertahanan tubuh secara alami

seperti: levamisole, isoprenosin, imboost® dan Stimuno® (Subowo, 2009).

2.6.2 Imunosupresor

Imunosupresor adalah senyawa yang dapat menurunkan respon imun

yang berlebihan. Imunosupresor mampu menghambat transkripsi dari sitokin dan

memusnahkan sel T. Kegunaannya secara klinis terutama pada transplantasi

dalam usaha mencegah reaksi penolakan dan berbagai penyakit inflamasi yang

menimbulkan kerusakan jaringan, mengatasi penyakit autoimun, mencegah

hemolisis rhesus dan neonatus (Nafrialdi, 2007). Obat-obat imunosupresi

digunakan pada penderita yang akan menjalani transplantasi dan penyakit

autoimun oleh karena kemampuannya yang dapat menekan respon imun seperti

azatioprin, dan siklofosfamid (Baratawidjaja, 2012).

2.6 Metode Pengujian Efek Imunomodulator

Ada beberapa metode yang digunakan dalam pengujian efek

imunomodulator. Diantaranya adalah uji bersihan karbon, uji respon

hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi (Roit, 1989).

2.6.1 Uji bersihan karbon

Uji bersihan karbon merupakan standar uji eliminasi partikel asing di dalam

darah dan merupakan gambaran umum yang terjadi pada proses fagositosis

terhadap partikel asing di dalam darah. Uji bersihan karbon dilakukan dengan cara

menyuntikkan tinta karbon dalam aliran darah untuk mengukur mekanisme


16

fagositosis sel-sel fagositik. Pada saat karbon tinta diinjeksikan secara intravena

maka karbon akan difagositosis oleh makrofag (Wagner, 1993).

2.6.2 Uji hipersensitivitas tipe lambat

Uji respon hipersensitivitas merupakan pengujian efek imunomodulator

terkait dengan respon imun spesifik. Respon hipersensitivitas tipe lambat

merupakan respon imun seluler yang melibatkan aktivasi sel Th yang akan

melepaskan sitokin yang bersifat proinflamasi dan meningkatkan aktivitas

makrofag yang ditandai dengan pembengkakan kaki hewan (Roit, 1989).

Penelitian Oktianti, dkk. (2015) menggunakan daun cermai (Phyllanthus

acidus L. Skeells) yang mengandung senyawa flavonoid dan saponin yang

memiliki aktivitas imunostimulan diuji aktivitas imunostimulan dengan

menggunakan metode hipersensitivitas tipe lambat untuk mengetahui aktivitas

imunostimulan daun cermai pada tikus Sprague Dawley yang diinduksi sel darah

merah domba.

2.6.3 Titer antibodi

Respon imun spesifik dapat berupa respon imun seluler dan respon imun

humoral. Penilaian titer antibodi merupakan pengujian terhadap respon imun

humoral yang melibatkan pembentukan antibodi. Peningkatan nilai titer antibodi

terjadi karena peningkatan aktivasi sel Th yang menstimulasi sel B untuk

pembentukan antibodi dan peningkatan aktivasi sel B dalam pembentukan

antibodi (Roit, 1989).

2.7 Stimuno

Stimuno merupakan produk herbal fitofarmaka yang terbukti berkhasiat dan

aman untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan mencegah sakit serta


17

mempercepat penyembuhan. timuno Forte terdaftar sebagai fitofarmaka karena

dibuat dari ekstak tanaman Phyllanthus niruri (Meniran) yang terstandarisasi dan

telah melalui berbagai uji pre-klinik dan klinik. Sebagai imunomodulator

(memperbaiki sistem imun), Stimuno membantu merangsang tubuh memproduksi

lebih banyak antibodi dan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh agar daya tahan

tubuh bekerja optimal.

Stimuno Forte adalah satu-satunya produk imunomodulator yang telah teruji

klinis kemanusia, sehingga mendapatkan sertifikat produk herbal tertinggi,

FITOFARMAKA dari BPOM sehingga sangat aman dan memiliki uji kinis.
2.8 Kerangka Teori Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Daun benalu kopi Makroskopik

1. Alkaloid
2. Flavonoid
Serbuk Simplisia Skrining Fitokimia 3. Tanin
benalu kopi 4. Saponin
5. Glikosida

Ekstrak Etanol Aktivitas Volume


imunostimulator pembengkakan kaki
benalu kopi
tikus

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian

2.9 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis: ekstrak etanol

benalu kopi menurunkan volume pembengkakan kaki tikus jantan

22

Anda mungkin juga menyukai