I. Pendahuluan
II. Isi
Masa Kolonial Belanda
Pemerintah Kolonial Belanda pertama kali membawa konsep desentralisasi-
sentralisasi di Indonesia pada tahun 1822, yakni dengan dikeluarkannya Regelement op het
Beleid der Regering van Nederlandsch Indie. Yaitu suatu peraturan yang menegaskan bahwa
di Hindia Belanda tidak dikenal adanya desentralisasi karena sistem yang digunakan adalah
sentralisasi. Namun disamping sentralisasi, di kenal juga dekonsentrasi yaitu adanya
wilayah-wilayah administrasi yang diatur secara hierarkis mulai Gewest Residentie,
Afdeling, District , dan Onderdistrict.
Masa Pemerintahan Jepang.
Pada Tanggal 11 September 1943 kekuasaan pemerintah berada pada satu tangan, yaitu
Saikosikikan yang berkedudukan sebagai Gubernur Jenderal. Dibawah Saikosikikan segala
sesuatu dilakukan oleh Kepala Staf (Gunseikan) yang sekaligus sebagai kepala staf angkatan
perangnya. Aturan yang dikeluarkan oleh Saikosikikan disebut Osamuseirei dan yang
dikeluarkan oleh kepala staf disebut Osamukanrei. Osamuseirei nomor 3 yang dkeluarkan
oleh Saikosikikan mengatur pemberian wewenang kepada Walikota yang semula hanya
berhak untuk mengatur rumah tangga, selanjutnya diwajibkan juga untuk menjalankan urusan
Pemerintahan Umum.
Pasca Kemerdekaan
A. Masa Orde lama
Setelah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan UUD 1945,
dibentuklah Panitia Kecil yang ditugaskan untuk mengatur beberapa hal , antara lain : Urusan
Rakyat, Pemerintahan Daerah, Pimpinan Kepolisian, dan Tentara Kebangsaan. Hal ini
terlihat jelas dalam keputusan yang dihasilkan PPKI pada Tangal 19 Agustus 1945 yang
intinya mengusahakan berjalannya pemerintahan dengan menetapkan beberapa ketentuan,
antara lain :
1. Untuk sementara menetapkan pembagian wilayah Negara RI kedalam delapan daerah
administratif yang disebut dengan Provinsi yang dipimpin oleh seorang Gubernur, yang
terdiri dari : Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Sunda Kecil, dan Maluku.
2. Masing-masing propinsi dibagi dalam Karesidenan yang dikepalai oleh seorang
Residen. Gubernur dan Residen dibantu oleh Komite Nasional Daerah.
3. Dibawah Karisidenan, terdapat unit-unit Pemerintahan Administratif Kabupaten,
Daerah Kota, Kawedanan (distrik), Kecamatan, (Onderdistrik), dan Desa.
4. Dalam hal ini Komite Nasional Daerah menjalankan fungsi legislatif yang merupakan
penjelmaan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan
kemerdekaan Indonesia berdasarkan kedaulatan rakyat dan berfungsi dalam
menyatakan kehendak rakyat.
C. Masa Reformasi
3) UU 32 2004
Antara UU 32 tahun 2004 dengan UU No 22 tahun 1999 sebenarnya tidak ada
perbedaan prinsipal dalam kebijakan pengelolaan pemerintahan daerah. Dalam perspektif
desentralisasi masih menerapkan prinsip residual power atau open arrangement karena pusat
masih mengurus 6 urusan yang bersifat konkruent. Pemerintah Daerah berhak mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.
Menurut UU No.32 tahun 2004 ini, negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintah daerah yang bersifat khusus dan istimewa. Sehubungan dengan daerah yang
bersifat khusus dan istimewa ini, kita mengenal adanya beberapa bentuk pemerintahan yang
lain, seperti DKI Jakarta, DI Aceh, DI Yogyakarta, dan provinsi-provinsi di Papua.
4) UU N0 23 Tahun 2014
Pada UU 23 tahun 2014, masih menerapakan pola residual power atau open
arrangement, bahkan urusan pemerintah dibagi menjadi urusan pemerintah absolut, urusan
pemerintah konkruen dan urusan pemerintahan umum (pasal 9) urusan pemerintah absolut
adalah urusan pemerintah yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat (politik
luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, dan agama) urusan
pemerintah konkruen adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan
Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan umum adalah Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Selain itu
dalam UU 23 Tahun 2014 DPRD masih sama kedudukannya dengan UU No 23 Tahun 2004
yakni sebagai bagian dari penyelenggara pemerintahan daerah
III. Penutup
Politik lokal dengan kekuatan yang ada didalamnya membuat desentralisasi semakin
diperhatikan oleh para pemangku jabatan. UU yang membuat partisipasi politik masyarakat
daerah lebih luas akan membentuk blok-blok kekuatan yang beragam didalam pemerintah
daerah. Pengawasan dari masyarakat umum dan LSM pengamat politik diperlukan agar
desentralisasi tidak disalahgunakan oleh beberapa pihak yang mempunyai kekuatan dalam
politik lokal suatu daerah.