Anda di halaman 1dari 6

NAMA : RAHAF FAUZIAH

NIM : 1834031012

RUANG :202

SEJARAH OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

Otonomi daerah merupakan kewenangan untuk mengatur sendiri kepentingan masyarakat atau
kepentingan untuk membuat aturan guna mengurus daerahnya sendiri. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, definisi otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dilansir dari situs resmi Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, otonomi
daerah menjadi permasalahan yang hidup dan berkembang sepanjang masa. Sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan masyarakatnya. Adanya sistem otonomi daerah ternyata sudah
terbentuk bahkan sebelum Indonesia merdeka. Berikut sejarah otonomi daerah dari masa ke
masa:
Era kolonial Dalam buku Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan (2002) karya Syaukani dkk,
pada Pemerintahan Hindia Belanda sudah mengeluarkan peraturan mengenai otonomi daerah,
yaitu Reglement op het Beleid der Regering van Nederlandsch Indie (Peraturan tentang
administrasi Negara Hindia Belanda). Baca juga: Pengertian Otonomi Daerah dan Dasar
Hukumnya Kemudian pada 1903, belanda mengeluarkan Decentralisatiewet yang memberi
peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang memiliki keuangan sendiri. Penyelenggaraan
pemerintahan diserahkan pada dewan di masing-masing daerah. Namun kenyataannya,
pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan.

Bahkan hanya setengah anggota dewan daerah yang diangkat dari daerah dan sebagian lainnya
pejabat pemerintah. Dewan daerah hanya berhak membentuk peraturan setempat yang
menyangkut hal-hal yang belum diatur oleh pemerintah kolonial. Dewan daerah mendapatkan
pengawasan sepenuhnya dari Gouverneur-General Hindia Belanda yang berkedudukan di
Batavia. Kemudian pada 1922 pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru mengenai
administrasi.

Dari ketentuan S 1922 No 216 munculah sebutan provincie (provinsi), regentschap (kabupaten),
stadsgemeente (kota) dan groepmeneenschap (kelompok masyarakat).

Sistem otonomi di era Belanda hanya untuk kepentingan penjajah saja, agar daerah tidak
mengganggu koloni dalam meraup kekayaan di Indonesia.

Namun ada beberapa yang bisa dipelajari dari sistem otoni daerah era Belanda, yaitu
kecenderungan sentralisasi kekuasaan dan pola penyelenggaraan pemerintah daerah yang
bertingkat. Hal inilah yang masih dipraktikkan dalam penyelenggaraan pemerintah Indonesia
dari masa ke masa.

Era Jepang

Meski hanya dalam waktu 3,5 tahun (1941-1945) ternyata Pemerintah Jepang banyak
melakukan perubahan yang cukup fundamental. Pembagian daerah pada masa Jepang jauh lebih
terperinci ketimbang pembagian di era Belanda. Awal mula masuk ke Indonesia, Jepang
membagi daerah bekas jajahan Belanda menjadi tiga wilayah kekuasaan. Wilayah tersebut yaitu
Sumatera di Bukittinggi, Jawa dan Madura dengan kedudukan di Jakarta, serta wilayah timur,
seperti Sulawesi, Kalimantan, Sunda Kecil, dan Maluku. Di Jawa, Jepang mengatur
penyelenggaraan pemerintah daerah dalam beberapa bagian, dikenal dengan sebutan Syuu (tiga
wilayah kekuasaan Jepang) dibagi dalam Ken (kabupaten) dan Si (kota).

Jepang tidak mengenal provinsi dan sistem dewan. Pemerintah daerah hampir sama sekali tidak
memiliki kewenangan. Penyebutan otonomi daerah pada masa itu bersifat menyesatkan. Namun,
struktur administrasi lebih lengkap bila dibandingkan dengan pemerintah Belanda.

Orde Lama

Untuk menyusun kembali Pemerintahan Daerah di Indonesia, sementara pemerintah


mengeluarkan Penetapan Presiden No 6 Tahun 1959 dan Penetapan Presiden tahun 1960.
Peraturan tersebut mengatur tentang Pemerintahan Daerah. Di Era Orde Lama, Indonesia hanya
mengenal satu jenis daerah otonomi.

Orde Baru

Pada era ini secara tegas menyebutkan ada dua tingkat daerah Otonom, yaitu Daerah Tingkat I
dan Darah Tingkat II. Selama Orde Baru berlangsung, pemerintah pusat memperketat
pengawasan atas pemerintah daerah sebagai pengejawantahan dari pelaksanaan tanggung jawab
pemerintah pusat. Dalam era tersebut dikenal tiga jenis pengawasan, yaitu pengawasan preventif,
pengawasan represif, dan pengawasan umum. Era Reformasi Era awal reformasi pemerintah
telah mengeluarkan dua kebijakan tentang otonomi daerah, yaitu:

 UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

 UU No 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Kuangan antara Pemerintah Pusat dan


Daerah

Dalam perkembangannya, kebijakan otonomi melalui undang-undang tersebut dinilai baik dari
segi kebijakan maupun implementasinya. Otonomi daerah di Era Reformasi menjadi jawaban
dari persoalan otonomi daerah di Era Orde Baru. Seperti masalah Desentralisasi Politik,
Desentralisasi Administrasif, dan Desentralisasi Ekonomi.

Agar pelaksanaan otonomi daerah tidak kebablasan, pemerintah melakukan beberapa revisi pada
UU No 22 Tahun 1999 yang kemudian dikenal dengan UU No 32 Tahun 2004. Untuk mengatur
keuangan di daerah, pemerintah mengeluarkan UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dari situlah yang dimaksud dengan otonomi
seluas-luasnya adalah daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintah di luar yang menjadi urusan pemerintah. Daerah memiliki kewenangan untuk
membuat kebijakan dalam memberikan pelayanan, peningkatan peran serta prakarsa, dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Perkembangan Otonomi Daerah Masa Kini


Kita akan merayakan Hari Otonomi Daerah pada tanggal 25 April  2015, menarik untuk kita kaji
atas perkembangan otonomi daerah saat ini.

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sudah diselenggarakan lebih dari satu  dasawarsa.
Otonomi daerah untuk pertama kalinya mulai diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang hingga saat ini telah mengalami
beberapa kali perubahan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tersebut telah mengakibatkan
perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia yang kemudian juga membawa pengaruh
terhadap kehidupan masyarakat di berbagai bidang.

Artikel ini dimaksudkan untuk mengurai sedikit dari sekian banyak hal yang perlu didiskusikan
lebih lanjut terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. 

Konsepsi Pelaksanaan Otonomi Daerah

Secara konseptual, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama
yang meliputi tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang ingin
diwujudkan melalui tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah diantaranya adalah upaya
untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Perwujudan tujuan administratif yang ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah
adalah adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber
keuangan serta pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan
ekonomi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah terwujudnya
peningkatan Indeks pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan kesejahteraan
masyarakat Indonesia. 
Dalam konsep otonomi daerah, pemerintah dan masyarakat di suatu daerah memiliki peranan
yang penting dalam peningkatan kualitas pembangunan di daerahnya masing-masing. Hal ini 
terutama disebabkan karena dalam otonomi daerah terjadi peralihan kewenangan yang pada
awalnya diselenggarakan oleh pemerintah pusat kini menjadi urusan pemerintahan daerah
masing-masing. 

Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah, terdapat beberapa faktor penting
yang perlu diperhatikan, antara lain : faktor manusia yang meliputi kepala daerah beserta jajaran
dan pegawai, seluruh anggota lembaga legislatif dan partisipasi masyarakatnya. Faktor keuangan
daerah, baik itu dana perimbangan dan pendapatan asli daerah, yang akan mendukung
pelaksanaan pogram dan kegiatan pembangunan daerah. Faktor manajemen organisasi atau
birokrasi yang ditata secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan
pengembangan daerah.

 Tantangan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah

Gagasan pelaksanaan otonomi daerah adalah gagasan yang luar biasa yang menjanjikan berbagai
kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Namun dalam realitasnya
gagasan tersebut berjalan tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan. Pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia pada gilirannya harus berhadapan dengan sejumlah tantangan yang berat
untuk mewujudkan cita-citanya. Tantangan dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut datang
dari berbagai aspek kehidupan masyarakat. Diantaranya adalah tantangan di bidang hukum dan
sosial budaya. 

Pelaksanaan  otonomi daerah di Indonesia dimulai segera setelah angin sejuk reformasi
berhembus di Indonesia. Masih dalam suasana euphoria reformasi dan dalam situasi dimana
krisis ekonomi sedang mencekik tingkat kesejahteraan rakyat, Negara Indonesia membuat suatu
keputusan pemberlakuan dan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Selanjutnya UU No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai dasar pelaksanaan otonomi daerah di
Indonesia di Judicial Review dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Judicial review ini dilakukan setelah timbulnya berbagai kritik dan tanggapan terhadap
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Judicial review tersebut dilaksanakan dengan
mendasarkannya pada logika hukum. 

Pada gilirannya, pemerintahan daerah berhadapan dengan keadaan dimana mereka harus
memahami peraturan perundang-undangan hasil judicial review. Tanpa adanya pemahaman yang
baik dari aparatur, maka bisa dipastikan pelaksanaan otonomi daerah di Kab/Kota di Indonesia
menjadi kehilangan maknanya. Hal ini merupakan persoalan hukum yang sering terjadi dimana
peraturan perundang-undangan tidak sesuai dengan realitas hukum masyarakat sehingga
kehilangan nilai sosialnya dan tidak dapat dilaksanakan.
 

 Aspek-aspek apa saja yang menyebabkan belum optimalnya pelaksanaan otonomi daerah?

Dari berbagai hasil kajian dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah
kelemahan aspek regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan
implementasi regulasinya. UU Nomor 32 Tahun 2004 telah berhasil menyelesaikan beberapa
masalah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, namun dalam pelaksanaannya,
ketidakjelasan pengaturan dalam UU ini sering menimbulkan permasalahan baru yang dapat
menjadi sumber konflik antarsusunan pemerintahan dan aparaturnya yang pada akhirnya
menyebabkan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah tidak dapat berjalan secara efektif
dan efisien. Sehingga kita memandang perlu UU ini perlu diubah atau diganti.

Untuk itu, RUU tentang Pemerintahan Daerah (RUU Pemerintahan Daerah) sebagai pengganti
UU Nomor 32 Tahun 2004 yang saat ini sedang dibahas dengan DPR, pada dasarnya mencoba
memperbaiki kelemahan UU Nomor 32 Tahun 2004. RUU Pemerintahan Daerah dimaksudkan
untuk memperjelas konsep desentralisasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
memperjelas pengaturan dalam berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Selain itu, RUU ini juga menambah pengaturan baru sesuai dengan kebutuhan hukum untuk
mengakomodir dinamika pelaksanaan desentralisasi, antara lain pengaturan tentang hak warga
untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, adanya jaminan
terselenggaranya pelayanan publik dan inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Diambil dari berbagai media. (Iin/program)

Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia

Seperti yang telah kita tahu, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia
memiliki lebih dari 17.000 pulau yang tersebar serta dibagi menjadi 33 provinsi yang ada. Akan
sangat tidak efektif apabila negara kepulauan seperti Indonesia memiliki pemerintahan yang
hanya terpusat pada pemerintah pusat saja. Maka dibuatlah sistem otonomi daerah supaya
jalannya pemerintaha di Indonesia dapat berjalan lebih efektif lagi.

Dengan adanya otomi daerah, maka setiap daerah yang ada di Indonesia dapat membuat
kebijakan masing-masing daerah mereka sendiri, tetapi tidak bertentangan dengan UUD 1945
serta tetap berdasar pada Pancasila. Walaupun diadakan sistem otonomi, tetapi pemerintahan
Indonesia tetaplah terpusat pada pemerintah pusat yang berkedudukan di ibukota.

Otonomi daerah sendiri adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Undang-undang yang mengatur pelaksanaan otonomi daerah  di
Indonesia adalah UUD 1945 Pasal 18 Ayat 1-7, 18A Ayat 1 dan 2, serta 18B ayat 1 dan 2.
Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia melalui UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Otonomi daerah dilaksanakan dalam rangka memperbaiki serta
mengusahakan kesejahteraan rakyat. Otonomi daerah memiliki tujuan peningkatan pelayanan
masyarakat yang semakin baik serta pengembangan kehidupan demokrasi di Indonesia.

https://www.kompasiana.com/kevinry00/58384b065eafbd2909e87f73/pelaksanaan-otonomi-
daerah-di-indonesia

https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/134500469/sejarah-otonomi-daerah-di-
indonesia?page=all

http://bkd.jogjaprov.go.id/informasi-publik/artikel/perkembangan-otonomi-daerah-masa-kini

Anda mungkin juga menyukai