Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara demokrasi. Demokrasi adalah prinsip bangsa atau negara dalam menjalankan
pemerintahannya. Semenjak awal bergulirnya era reformasi, demokrasi semakin sering menjadi
perbincangan seluruh lapisan bangsa ini. Demokrasi menjadi kosa kata umum yang digunakan
masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya. Hal ini didasarkan pada pengertian demokrasi menurut
Abraham Lincoln. Demokrasi menurut Abraham Lincoln adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat.

Salah satu perwujudan dari sistem demokrasi di Indonesia adalah otonomi daerah. Otonomi daerah
adalah hal, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal ini otonomi daerah diatur menurut UU No. 32 Tahun 2004, peraturan ini merupakan revisi
dari peraturan sebelumnya tentang otonomi daerah. Dengan demikian, masyarakat suatu daerah
memperoleh kebebasan dalam mengatur dan membangun daerahnya. Dengan adanya otonomi daerah,
pemerintahan indonesia di era reformasi ini berbanding terbalik dengan orde baru. Jika orde baru
menerapkan sistem pemerintahannya secara sentralisasi kepada pemerintah pusat, maka pada era
reformasi ini dengan adanya otonomi daerah, sistem pemerintahannya menjadi desentralisasi. Tujuan
diberlakukannya otonomi daerah secara umum yakni agar pembangunan dan pembagian kekayaan alam
di setiap daerah merata,kesenjangan sosial antar daerah tidak mencolok, dan tidak adanya ketimpangan
sosial (Arianto, 2006).

Peraturan perundang – undangan yang pertama kali mengatur tentang pemerintahan daearah
pascaproklasmasi kemerdekaan adalah UU No. 1 Tahun 1945. Undang – undang ini menekankan aspek
cita – cita kedaulatan rakyat melalaui pengaturan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Di
dalam undang – undang ini ditetapkan tiga jenis daerah otonom, yaitu keresidenan, kabupaten, dan
kota. Periode berlakunya undang – undang ini sangat terbatas. Sehingga dalam kurun waktu tiga tahun
belumada peraturan pemerintah yang mengatur mengenai penyerahan urusan (desentralisasi) kepada
daerah. Undang – undang ini kemudian diganti dengn Undang – Undang No. 22 Tahun 1948. Undang –
Undang No. 22 Tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahab daerah yang
demokratis. Di dalam undang – undang ini ditetapkan dua jenis daerah otonom, yaitu daerah otonom
biasa dan daerah otonom istimewa.

Perjalanan sejarah otonomi daerah di Indonesia selalu ditandai dengan lahirnya suatu prosuk perundang
– undangan yang menggantikan produk sebelumnya. Perubahan tersebut pada suatu sisi menandai
dinamika orientasi pembangunan daerah di Indonesia dari masa ke masa. Periode otonomi daerah di
Indonesia pasca UU No. 22 Tahun 1948 diisi dnegan munculnya bebrerapa UU tentang pemerintahan
daerah, yaitu UU Nomor 1 Tahun 1957 (sebagai pengaturan tunggal pertama yang berlaku seragam
untuk seluruh Indonesia), UU No. 18 Tahun 1965 (yang menganut sistem otonomi yang seluas –
luasnya), dan UUNo. 5 Tahun 1974. Prinsip yang dipakai pada UU No. 5 Tahun 1974 dalam pemberian
otonomi kepada daerah bukan lagi “otonomi yang riil dan seluas – luasnya,” tetapi “otonomi yang nyata
dan bertanggung jawab”. Alasannya, pandangan otonomi daerah yang seluas – luasnya dapat
menimbulkan kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada
daerah sesuai dengan prinsip – prinsip yang digariskan dalam GBHN yang berorientasi pada
pembangunan dalam arti luas. Undang – undang ini berumur paling panjang, yaitu 25 tahun, dan baru
diganti dengan Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1999
setelah tuntutan reformasi bergilir. Sejalan dengan tuntuutan reformasi, tiga tahun setelah
implementasi UU No. 22 Tahun 1999, dilakukan peninjauan dan revisi terhadap undang – undnag yang
berakhir pada lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 yang juga mengatur tentang pemerintah daerah.

Good governance dapat diartikan sebagai tindakan untuk mengarahkan, mengendalikan, atau
memengaruhi masalah publik. Oleh karena itu, ranah good governance tidak terbatas pada negara atau
birokrasi pemerintahan, tetapi juga pada ranah masyarakat sipil yang dipresentasikan oleh organisasi
non-pemerintah dan sektor swasta. Pemerintah yang baik adalah baik dapalm proses maupun hasilnya.
Semua unsur dalam pemerintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, mmeperoleh
dukungan dari rakyat, serta terbebas dari gerakan – gerakan anarkis yang bisa menghambat proses dan
laju pembangunan (Rasul, 2009).

I.2. Tujuan

Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
mengenai otonomi daerah di Indonesia serta membahas permasalahan – permasalahan

I.3. Rumusan Masalah


Apa itu otonomi daerah dan good governance?

Adakah permasalahan yang terjadi akibat otonomi daerah?

Bagaimana korupsi bisa menjadi akibat dari penyalahgunaan otonomi daerah?

Anda mungkin juga menyukai