Menurut N. J. Kroom, kerajaan Tarumanagara berasal dari kata tarum. Tarum adalah
nama sunda dari tumbuhan indigo. Ia berpendapat demikian karena mayoritas kerajaan-
kerajaan di nusantara berasal dari nama buah, contoh nama kerajaan Majapahit berasal dari
buah maja yang berasa pahit. Analisa Krom ini didukung oleh Willemine Fruin-Mees. Tetapi
asumsi ini dibantah oleh De Graaf yang menganggap Tarumanegara berasal dari nama
sungai, yaitu sungai Citarum.
Prasasti Kerajaan Tarumanegara
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang
ditemukan. Lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini
diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M
dan dia memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di
sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi)
1 . Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun ditemukan di dekat muara sungai Cisadane, Bogor. Pada prasasti
ini terdapat tulisan menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerja terdiri dari 4 baris.
Pada prasasti ini juga terdapat cap sepasang telapak kaki Raja Purnawarman seperti kaki
Dewa Wisnu.
ditemukan di kampung Muara Hilir, Kec. Cibungbulang, Kab, Bogor. Pada prasasti
ini terdapat telapak kaki gajah yang disamakan dengan telapak kaki gajah Airawata (gajah
tunggangan Dewa Wisnu)
3. Prasasti Jambu
ditemukan di Bukit Koleangkak yang berisi sanjungan kepada raja Mulawarman dan juga
terdapat gambar telapak kaki
4. Prasasti Tugu
ditemukan di Desa Tugu dan merupakan prasasti terpenting dan terpanjang. Isinya
tentang beberapa hal antara lain:
Nama sungai yang terkenal di Punjab ada dua buah yaitu sungai Chandrabaga dan
sungai Gomati.
Prasasti Tugu tertulis anasir penanggalan walaupaun tidak lengkap dengan tahunnya.
Pada prasasti tersebut tertulis bulan Phalguna dan Caitra (diduga bulan Februari dan
April)
ditemukan pada tahun 1947 menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta di
Kampung Lebak berisi pujian atas keberanian Raja Purnawarman.
ditemukan di lereng selatan bukit Pasir Awi berisi gambar dahan dengan ranting,
buah-buahan dan sepasang telapak kaki.
ditemukan di sungai Cisadane tertulis dengan aksara ikal yang belum dapat dibaca.
Tarumanegara hanya mengalami masa pemerintahan oleh 12 raja saja. Di bawah ini adalah
raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Tarumanegara:
Raja Purnawarman adalah raja yang besar dan tangguh. Kerajaan Tarumanegara mencapai
puncak kejayaan pada masa pemerintahan Raja Purnawarman. Pada masa pemerintahannya
rakyat hidup makmur dalam suasana aman dan tenteram. Raja Purnawarman berhasil
membawa Kerajaan Tarumanegara menjadi besar.
Berdasarkan sumber prasasti baik yang ditemukan di Jawa Barat maupun berita dari Cina,
pada masa itu mata pencaharian penduduk Kerajaan Taruma Negara adalah perdagangan
kulit penyu, cula badak dan perak. Fa-Hien juga menjelaskan bahwa penganut agama Hindu
lebih banyak dibandingkan dengan penganut agama Buddha.
Agama yang dianut raja Purnawarman dan rakyatnya adalah agama Hindu Siwa, dimana
kaum Brahmana memegang peranan penting dalam upacara. Sedangkan gambar telapak kaki
Dewa Wisnu merupakan simbol karena Dewa Wisnu pada umumnya dihormati sebagai dewa
pelindung dunia. Berdasarkan berita atau jurnal Fa-Hien, di To-lo-mo (Tarumanegara)
terdapat tiga agama, yakni: Hindu, Budha, dan agama nenek moyang (animisme). Rajanya
memeluk agama Hindu. Sementara adanya dua agama lain menunjukkan bahwa sikap
toleransi beragama telah dijunjung tinggi di Tarumanegara.
Melalui sumber berita Cina dari dinasti Tang, disebutkan bahwa setelah tahun 669 M,
To-lo-mo tidak pernah mengirimkan utusannya lagi kesana. Kemungkinan besar alasannya
adalah karena Tarumanegara telah runtuh atau dalam tahap transisi menjadi kerajaan Sunda.
Ditemukan pula dalam prasasti Kota Kapur peninggalan Sriwijaya bahwa mereka
telah menundukkan “bhumi jawa” yang sebelumnya tidak mau tunduk. Kala itu, di pulau
Jawa tidak ada kerajaan lain selain Tarumanegara, maka ada kemungkinan bahwa yang di
serang dan ditaklukan itu adalah Tarumanegara. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa
maksud dari “bhumi jawa” tersebut adalah kerajaan-kerajaan kecil di pulau Jawa yang masih
sulit diketahui keberadaannya.
Pada akhirnya, penyebab keruntuhan kerajaan ini belum dapat dipastikan. Besar
kemungkinan pula bahwa kerajaan ini tidak runtuh namun hanya berubah menjadi kerajaan
Sunda. Terdapat dua kemungkinan lain juga pada dua sumber berbeda, yakni: