Anda di halaman 1dari 3

Candi Gunung Kawi ,Situs Purbakala Peninggalan Dinasti

Udayana di Bali
Tempat wisata di Bali memang tidak pernah habis ,karena Bali adalah surga bagi travel,tidak
hanya Indonesia tetapi dunia. Sebagian besar wisata di bali adalah pantai ,tetapi Bali juga
punya peningggalan-peninggalan sejarah berupa candi,salah satunya yang berada di
kabupaten gianyar. Gianyar merupakan salah satu kawasan wisata di Bali yang identik
dengan kesenian dan kebudayaan. Daerah ini menjadi pusat seni ukiran dan menjadi
“rumah” bagi para seniman – seniman terkenal. Di segala penjuru banyak terdapat galeri-
galeri seni serta pergelaran seni musik dan tari,begitu juga pada salah satu tempat wisata
yang populer karena pemandangan alamnya yaitu di Ubud.
 
Selain wisata seni-budaya dan pesona alam, gianyar juga memiliki situs arkeologi
yang dapat dikunjungi yaitu situs Gunung Kawi. Gunung Kawi di Gianyar merupakan situs
bersejarah dengan beberapa peninggalan purbakala yang menjadi sisi menariknya termasuk
candi yang dipahat langsung di tebing ,di sekitar pura, berbeda dengan nama gunung yang
ada di pulau jawa. Candi Gunung kawi atau Candi Tebing Gunung Kawi merupakan bagian
dari cagar budaya yang memiliki arti penting bagi ilmi pengetahuan, pemdidikan,sejarah,
dan kebudayaan.
 
 
Candi Gunung Kawi atau Candi Tebing kawi adalah situs purbakala yang dilindungi di Bali.
Kompleks Candi Gunung kawi merupakan salah satu tinggalan arkeologi yang cukup
monumental di bali dan merupakan salah satu bangunan suci masa bali kuno. Secara
geografis situs Gunung kawi berada di daerah aliran sungai Pakerisan pada koordinat 8º25`
22.65”LS,115º18`45.93”BT,dan pada ketinggian 469 mdpl. Yang terletak di daerah  Dusun
Penaka, Desa Tampaksiring, kabupaten Gianyar, Provinsi Bal, Indonesia.
 
 
Kompleks Candi ini sangat unik karena biasanya candi berupa batuan utuh yang terbuat dari
bata merah, namun candi ini tidak seperti itu melainkan pahatan di dinding tebing batu
padas ditepi sungai. Nama Gunung Kawi itu sendiri konon berasal dari kata Gunung dan
Kawi. Gunung berarti Gunung atau Pegunungan dan Kawi adalah Pahatan jadi Candi Gunung
kawi berarti yang dipahat di atas gunung. Ketika kita memasuki kawasan Pura Candi
Gunung kawi kita kita perlu tenaga extra.karena kita akan menuruni sekitar 320 anak
tangga. Candi Pura Gunung Kawi ini dijangkau dengan jalan kaki dengan jarak yang relative
jauh dari parkiran.  Candi ini terletak 1 kilometer dari pedesaan dengan menempuh waktu
sekitar 10 menit, sementara dari Kota Gianyar berjarak 21 kilometer sekitar setengah jam
perjalanan dan jika dari Kota Denpasar berjarak 40 kilometer sekitar 1 jam perjalanan
menggunakan kendaraan mobil atau motor.  Kompleks Candi Gunung Kawi pertama kali
ditemukan oleh H.T Damste pada tahun 1920. Penelitian terhadap kompleks Candi Gunung
Kawi sudah dilakukan sejak tahun 1951 olej J.C.Krygsman dan terus berlangsung hingga saat
ini. keberadaan bangunan suci di daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan pernah disebutkan di
dalam prasasti, diantaranya adalah Prasasti Batuan yang berangka tahun 944 Saka (1022
Masehi) dan Prasasti Tengkulak yang berangka tahun 945 Saka (1023 Masehi) yang
keduanya dikeluarkan oleh Raja Marakata
 
 

 
Candi Tebing Gunung Kawi ini deperkirakan telah dibangun pertengahan abad ke-11 Masehi,
pada masa dinasti Udayana (Warmadewa). Pembangunan candi ini di perkirakan dimulai
pada masa pemerintahan Sri Haji Panduka Dharmawangsa Wardhana Marakata Pangkaja
Stana Tunggadewa (944-948 Saka/1025-1049 Masehi).
Beliau ini adalah salah seorang putera dari Gunaprya Dharmapatni/Udayan
Warmadewa ,adik dari Airlangga dan kakak dari Anak Wungsu.dan berakhir pada masa
pemerintahan Anak Wungsu (971-999 Saka/ 1049-1080 Masehi).
Mengenai pemerintahan kerajaan Anak Wungsu ini antara lain dapat diketahui dari prasasti
yang memakai tahun isaka 971atau tahun 1049 masehi, antara lain menyebutkan adnya
seorang raja yang berkuasa di Bali, yang berbunyi demikian : “Anak Wungsu ira kalih Bhatari
lumah I Buruan ,Bhatara lu mah I Danu Wka” ,artinya : Anak Bungsu dari Ibu yang telah
dicandikan (wafat) di Buruan dan Ayah yang telah dicandikan (wafat) di sungai Oka. Dari
bunyi kalimat tersebut dapat disimpulkan, bahwa yang disebutkan anak Wungsu itu adalah
putera bungsu dari raja suami istri Gunaprya Dharmapatni dan yang dicandikan Banu Wka
adalah Udayana Warmadewa. Dengan demikian berarti pula bahwa Anak Wungsu ini adalah
adik bungsu dari raja Airlangga di Jawa Timur dan raja Dharmawangsa wardhana Marakata
Pangkaja Stana Tunggadewa. Situs Candi Tebing Gunung Kawi dibangun Raja Marakata
sebagai tempat pemujaan untuk arwah sang ayah yaitu Raja Udayana.
 
 
 
Perkiraan itu diperkuat dengan temuan pada Prasasti Tengkulak yang berangka tahun 945
Saka (1023 Masehi),terdapat keterangan di tepi Sungai Pakerisan terdapat sebuah kompleks
pertapaan (kantyangan) bernama Amarawati. Kemudian para arkeolog berpendapat bahwa
Amarawati mengacu pada kawasan Candi Gunung Kawi.
Secara tata letak, kesepuluh candi tersebar di tiga titik. Lima di antaranya berada di sisi
timur Sungai Tukad Pakerisan, sementara itu sisanya tersebar di dua titik di sisi barat sungai.
Lima candi yang berada di sisi timur sungai dianggap sebagai bagian utama dari kompleks
Candi Tebing Gunung Kawi. Disebelah utara dari sisi barat Sungai Tukad Pakerisan, terdapat
empat candi yang berderetan dari utara hingga ke selatan dan mengahdap ke arah sungai.
Sedangakan, satu candi lainnya berada di sisi selatan, kurang lebih banyak berjarak 200
meter dari keempat candi tadi.
Pada candi terbesar terdapat tulisan “Haji Lumah Ing Jalu” beraksara kadiri kwadrat pada
bagian atas gerbang candi. Tulisan ini bermakna `sang raja dimakamkan di jalu (Sungai
Tukad Pakerisan). Kemudian  pada candi nomor dua dari utara ,terdapat tulisan “rwa nakira”
yang artinya dua anaknya.
Sementara, empat candi yang berada di sisi barat, menurut arkeolog Dr. R Goris,
kemungkinan merupakan kuil (padharman) yang didedikasikan bagi keempat selir dari Raja
Udayana . sedangakn, satu candi lainnya yang posisinya lebih ke selatan diduga dibangun
untuk salah seorang pejabat tinggi kerajaan setingkat perdana menteri atau penasihat raja.
 
 
Dari beberapa referensi sejarah pada zaman tersebut, keberadaan candi ini dapat dikaitkan
dengan sosok Empu Kuturan. Empu Kuturan adalah utusan Raja Airlangga untuk adiknya,
Raja Anak Wungsu. Di kemudian hari, Empu Kuturan diangkat menjadi penasihat utama raja
dan memiliki peran penting dalam perkembangan Kerajaan Bedahulu.
Keseluruhan kompleks candi ini difungsikan sebagai pura,sarana peribadatan keluarga
kerajaan olej Raja Anak Wungsu. Yang menarik, di sekitar candi Hindu ini terdapat sejumlah
ceruk (goa) yang diidentifikasi oleh para arkeolog sebagai tempat meditasi umat Buddha /
vihara, terdapat 35 ceruk berbentuk bangunan yang berasal dari batu seperti bale
pesanekan. Ceruk yang ada di Gunung Kawi itu disebut Amarawati. Bangunan ceruk
pertapaan dipahat pada tebing cadas dan memiliki tiga bagian yaitu utara, tengah, dan
selatan. Pada ceruk utama berbentuk goa dan di dalamnya terdapat sebuah altar batu
memanjang. Semua bangunan terbuat dari batu.
 
 
              Ada juga  Kaitan pura Bukit Gundul, pura Kawan, dan pura Gunung Kawi. Di pura Gunung
Kawi ini ada 5 pura yang pertama itu pura pucak, itu dimana pura pucak adalah pertama kali kalau
ada upacara pujawali atau piodalan mulainya adalah dari pura pucak. Kemudian yang ke 2 pura
Gunung Kawi itu menjadi puncak upacaranya di pura Gunung Kawi. Kemudian pura kawan ini
kedudukannya adalah sebagai pesraman dimana pesraman itu diberinama pesraman Ambarawati.
Jadi untuk piodalannya hari ke 3 setelah di pura pucak. Jadi hari ke 3 setelah di pura pucak, hari
pertama di pucak, kemudian hari ke 2 nya di Gunung Kawi, hari ke 3 nya di pura Kawan. Kemudian di
pura Bukit Gundul menyatu dengan pura Gunung Kawi. Pura Bukit Gundul itu merupakan Geria atau
pelinggih Bagawanta dari Bhatara yang melinggih di pura Gunung kawi. Jadi itu kaitannya selain itu,
pura Gunung Kawi ini juga mempunyai kaitan dengan Bukit Dharma Durga Putri yang ada di kec.
Blahbatuh. Jadi kaitannya yang di pura Bukit Dharma di pura Durga Putri itu yang beristana di sana
adalah Mahendra Data. Mahendra Data itu adalah istri dari pada Raja Wijayana, jadi beliau di
istanakan di pura Bukit Dharma/ pura Dula Putri. Itulah kaitan pura-pura yang ada di sini, karena di
ibaratkan dalam wilayah pura ini di ibaratkan seperti sebuah kerajaan maka disini ada taman
pesucian juga ada, kemudian ada pemasaran juga ada, selain itu ada Geria juga ada. Berarti lengkap
seperti kita lihat disini ada ceruk 2 mengapit gelung kori ini sepertinya, kalau dikerajaan itu seperti
gerbang yang ada satpamnya, kalau mungkin pada masa itu ada pengaman, begitulah pengaman
kerajaan di ibaratkan seperti sebuah kerajaan. Jadi itulah kaitan antara pura Gunung Kawi, Bukit
Gundul, termasuk pura-pura lainnya yang ada di sekitaran Gunung Kawi.
Pura Gunung Kawi ini jatuh/ tegak pujawali itu sudah dari awal sampai sekarang tidak pernah
berubah, itu adalah pada purnamaning sasih ke tiga nama sasih ke tiga itu bisa jatuh di bulan
Agustus akhir September dari awal September sampai akhir bisa juga sampai dengan awal oktober
tergantung dari purnama sasih itu sendiri. Untuk tahun ini 2022 pujawali akan di selenggarakan pada
tanggal 10 september yang akan datang, bertepatan dengan purnama sasih ke tiga.
Karena termasuk pura dan merupakan tempat yang dianggap sakral, pengunjung wajib
menggunakan pakaian yang sopan dan megenakan sarung dengan selempang di pinggang yang
sudah tersedia di loket pembelian tiket. Untuk perempuan yang sedang haid, tidak diizinkan masuk
ke kawasan Gunung Kawi.

Anda mungkin juga menyukai