Anda di halaman 1dari 4

SUNAN GUNUNG JATI

Tugas Mata Pelajaran : Sejarah Kebudayaan Islam

Disusun oleh :
1. Alfianti Makarim
2. Ika Carsika
3. Tasya Isamaniyah

MTs MUHAMMADIYAH TRUCUK


TAHUN PELAJARAN 2017/2018
SUNAN GUNUNG JATI

A. Biografi Sunan Gunung Jati


Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah
atau Sayyid Al-Kamil adalah salah seorang dari
Walisongo, ia dilahirkan Tahun 1448 Masehi dari
pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali
Nurul Alim (seorang penguasa mesir) dan Nyai
Rara Santang, Putri Sri Baduga Maharaja Prabu
Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran (yang setelah
masuk Islam berganti nama menjadi Syarifah
Mudaim).
Syarif Hidayatullah sampai di Cirebon pada
tahun 1470 Masehi, yang kemudian dengan
dukungan Kesultanan Demak dan Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana
(Raja Cirebon pertama sekaligus uwak Syarif Hidayatullah dari pihak ibu), ia
dinobatkan menjadi Raja Cirebon ke-2 pada tahun 1479 dengan gelar Maulana Jati.
Sejak itu pembangunan insfrastruktur Kerajaan Cirebon kemudian dibangun dengan
dibantu oleh Sunan Kalijaga, Arsitek Demak Raden Sepat, yaitu Pembangunan Keraton
Pakungwati, Masjid Agung Sang Cipta Rasa, jalan pinggir laut antara Keraajaan
Pakungwati dan Amparan Jati serta Pelabuhan Muara Jati.
Nama Syarif Hidayatullah kemudian diabadikan menjadi nama Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta di daerah Tangerang Selatan, Banten.[5] Sedangkan
nama Gunung Jati diabadikan menjadi nama Universitas Islam negeri di Bandung,
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati

B. Upaya Menyebarkan Agama Islam


Setelah ibunya wafat, Raden Walangsungsang meninggalkan keraton untuk belajar
agama Islam kepada Syekh Datu Kahfi (Syekh Nurul Jati) di Gunung Ngamperan Jati.
Demikian pula adik perempuannya, Nyai Lara Santang menyusul belajar agama Islam
di sana. Setelah tiga tahun belajar agama Islam, keduanya diperintahkan gurunya untuk
melaksanakan ibadah haji ke Mekah. Di Mekah Nyai Lara Santang mendapat jodoh
yaitu Maulana Sultan Mahmud (Syarif Abdullah), seorang bangsawan Arab dari Bani
Hasyim.
Raden Walangsungsang setelah menunaikan ibadah haji kembali ke Jawa dan
menjadi juru labuhan di Pasambangan (Cirebon). Sementara itu, Nyai Lara Santang
melahirkan Syarif Hidayatullah pada tahun 1448 M. Setelah dewasa Syarif
Hidayatullah memilih berdakwah di pulau Jawa daripada di negeri Arab. Ia kemudian
menemui Raden Walangsungsang yang sudah bergelar Cakrabuwana. Setelah
pamannya wafat, ia menggantikan pamannya menyebarkan agama Islam di Cirebon dan
berhasil menjadikan Cirebon sebagai kesultanan yang bebas dari kerajaan Pajajaran.
Dari Cirebon inilah ia kemudian menyiarkan agama Islam ke daerah-daerah di Jawa
Barat yang belum memeluk agama Islam, seperti Majalengka, Kuningan, Kawali
(Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. Di Banten itulah ia berhasil menjadikan Banten
sebagai kerajaan Islam pada tahun 1525. Ketika kembali ke Cirebon ia menyerahkan
Kesultanan Banten kepada anaknya, Sultan Maulana Hasanuddin yang kemudian
menurunkan raja-raja Banten.
Di tangan raja-raja Banten inilah Kerajaan Pajajaran dikalahkan dan rakyatnya di
Islamkan. Bahkan Syarif Hidayatullah melakukan penyerangan ke Sunda Kelapa.
Penyerangan itu dipimpin oleh Fatahillah, seorang Panglima Angkatan Perang Kerajaan
Demak. Fatahillah kemudian menjadi menantu Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah
wafat pada tahun 1570 dan dimakamkan di daerah Gunung jati, Desa Asatana, Cirebon.
Itulah sebabnya, ia dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati sampai sekarang.

C. Peran dalam Penyebaran dan Pengembangan Agama Islam


Sunan Gunung Jati adalah anak dari Lara Santang atau Syarifah Muda'im dan Syarif
Abdillah Bin Nurul Alim. Dari pernikahan ini Syarifah Muda'immelahirkan dua orang
putra yaitu Syarif Hidayatullahdan Syarif Nurullah. Syarif Hidayatullah yang kelak
akan menjadi Sultan pertama Cirebon dan bergelar Sunan Gunung Jati.Sebagai Sultan
pertama yang mendirikan kesultanan Cirebon, Sunan Gunung Jati memiliki riwayat
yang mengesankan, karena Sunan Gunng Jati memiliki keturunan ke-21 dari Nabi
Muhammad SAW. Ayahnya, merupakan Sultan Mesir yang bergelar Sulthon Makhmud
Syarif Abdullah yang kemudian menikah dengan Ratu Mas Lara Santang, kemudian
memiliki dua orang putra, salah satunya Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif
Hidayatullah. Sunan Gunung Jati / Syarif Hidayatullah sendiri dilahirkan di Mekkah
Tahun 1448 M, kemudian wafat di Cirebon pada tahun 1568 M. Jenazahnya
dikebumikan dipuncak Gunung Sembung/ Astana Agung Gunung Jati Cirebon dan
Falateha/ Fadhilah Khan, adik Sunan Gunung Jati yang juga dikebumikan disana.Proses
Islamisasi Sunan Gunung Jati tidak dilakuka dengan cara yang revolusioner, melainkan
dengan cara yang mudah diterima, yakni dengan memperbaiki yang telah ada. Sunan
Gunung Jati menjadi Sultan di Cirebon pada tahun 1479 hingga 1568. Budaya Hindu
yang merupakan agama peninggalan Pajajaran tidak dihapuskan, melainkan
diselaraskan dengan ajaran Islam. Berbagai peninggalan pasca proses Islamisasi yang
dilakukanoleh Sunan Gunung Jati masih terlihat hingga saat ini. Proses maupun hasil
dari Islamisasi Sunan Gunung Jati memiliki keunikan dan menarik untuk dikaji lebih
mendalam.

D. Ajaran-Ajaran yang Disampaikan


Untuk mengingat sejarah perjuangan dan ajaran agama Islam yang dibawakan para
wali termasuk Sunan Gunung Jati. Petatah-petitih Sunan Gunung Jati sebagai bekal
agar bisa meningkatkan keimanan melalui hubungan antara manusia dengan manusia
dan hubungan antara manusia dengan Allah SWT, ujarnya.
Sultan berharap, sesuai ajaran yang diberikan Sunan Gunung Jati adalah menjaga
akhlak. Manusia adalah makhluk sosial, bukan individual yang artinya harus hidup
bermasyarakat dengan akhlak yang baik.
Sunan Gunung Jati titip untuk jaga akhlak yang baik, agar selamat di dunia dan
akhirat. Tak hanya itu, ajaran Sunan Gunung Jati adalah agar hidup bermasyarakat, oleh
karena itu harus peka terhadap situasi dan kondisi di sekitar apapun itu, pesannya.
Sementara itu, Dirjen BIMAS Islam Kementerian Agama RI, Prof Dr H Machasin
MA yang turut dalam acara haul tersebut mendapat kesan tersendiri. Menurutnya,
mengikuti acara haul merupakan pengalaman tersendiri dan ada banyak pelajaran yang
dapat dipetik dari sosok Sunan Gunung Jati. Ini pengalaman bagi saya, banyak hal
baik yang saya pelajari dari haul ini. Kebaikan yang dilakukan Sunan Gunung Jati
semasa hidupnya patut dijadikan contoh. Semua pelajaran yang diberikan Sunan
Gunung Jati pada masa lalu bisa diterapkan di masa yang akan datang, tuturnya.
Machasin berharap, tradisi yang baik tersebut akan terus ada, agar terus menginspirasi
perubahan untuk menjadi insan yang lebih baik lagi. Merawat dan mempertahankan
tradisi adalah bagian dari ketahanan budaya bangsa. Selain itu, haul ini adalah salah
satu cara untuk terus mengenang para wali yang sudah menyebarkan agama Islam di
daerah-daerah, termasuk yang dilakukan Sunan Gunung Jati di Cirebon, pungkasnya.

Anda mungkin juga menyukai