salah satu dari penyiar agama Islam di Tanah Jawa bersama kesembilan wali yang dikenal dengan nama Walisongo. Sunan Gunung Jati merupakan cucu dari penguasa Tanah Sunda, Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran. Sangat unik melihat kenyataan bahwa Sunan Gunung Jati adalah penyiar agama Islam yang terkemuka, karena Kakeknya Prabu Siliwangi adalah Raja dari kerajaan bercorak Hindu-Budha di Jawa Barat.
Dilahirkan di Makkah sekitar tahun 1448. Sunan Gunung
Jati adalah cucu Prabu Siliwangi Raja Padjajaran, karena ibunya bernama Nyai Lara Santang yang merupakan salah satu seorang putri Prabu Siliwangi. Sedangkan ayahnya bernama Maulana Sultan (Syarif Abdullah) seorang Arab keturunan Bani Hasyim, satu nasab dengan Rasulullah Saw. Nyi Lara Santang bertemu jodoh di Makkah dengan Syarif Abdullah ketika menunaikan ibadah haji ke Makkah dan mendapat keturunan yang diberi nama Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati Sunan Gunung Jati tumbuh di Mesir sampai usianya 7 tahun. Saat berusia 7 tahun, sang ayah membawa Sunan Gunung Jati berziarah ke makam Nabi di Madinah. Pada saat itu, sang ayah mendapatkan sebuah ilham bahwa anaknya kelak bakal jadi wali di tanah kelahiran ibunya. Barulah sejak itu, ayah Sunan Gunung Jati bertekad suatu saat ingin mengabulkan syarat sang istri untuk mengirim kembali anaknya ke Sunda. Ayah Sunan Gunung Jati meninggal dunia pada saat usianya 12 tahun. Sebagai seorang anak pertama, Sunan Gunung Jati sempat digadang-gadang bakal teruskan sang ayah jadi pembesar. Karenanya, Sunan Gunung Jati banyak menghabiskan masa remajanya dengan belajar banyak hal termasuk agama. Sehari-hari Sunan Gunung Jati banyak menghabiskan waktu dengan membaca buku di perpustakaan. Dari buku- buku yang dia baca itulah, Sunan Gunung Jati mulai mengenal dan mengagumi sosok Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Rasa kagum pada Rasulullah SAW itu mengantarkan Sunan Gunung Jati mengembara ke jazirah Arab. Harapannya, dia bisa lebih mengenal dan meneladani sosok Nabi Muhammad. Sunan Gunung Jati akhirnya bertemu dengan Rasulullah SAW dalam mimpinya. Dalam mimpi tersebut, Sunan Gunung Jati mendapatkan petuah agar menunaikan ibadah haji sembari mencari guru dan memperdalam agama Islam. Sunan Gunung Jati pun pergi ke Mekah untuk mempelajari Islam secara mendalam kepada Syekh Tadhuddin Al-Kubri dan Syekh Ataullah Sadjali, pengikut madzhab Imam Syafi’i rhm. Setelah itu Syarif Hidayatullah menuju Baghdad untuk belajar ilmu tasawuf syar’i. Setelah menuntut ilmu, Syarif Hidayatullah kembali ke Mesir. Setelah itu barulah ia pergi ke tanah jawa bersama ibunya. Dia mulai perjalanan kembali ke tanah Sunda. Namun sebelum sampai di Sunda, Sunan Gunung Jati sempat singgah di Samudera Pasai. Di sana, Sunan Gunung Jati menyempatkan untuk belajar dari ulama-ulama di Samudera Pasai.Tak berhenti di situ, Sunan Gunung Jati juga sempat mampir ke Karawang, Kudus, sampai di Pesantren Ampeldenta, Surabaya dimana beliau sempat berguru pada Sunan Ampel. Dalam silsilah Sunan Gunung Jati menunjukkan adanya keturunan langsung antara beliau dengan Nabi Muhammad S.AW. Selain itu, Syarif Abdulllah, ayah dari Syarif Hidayatullah adalah penguasa Mesir, sebagai anak sulung Syarif muda otomatis mendapat hak untuk menggantikkan ayahnya. Akan tetapi Syarif Hidayatullah memilih jalan lain, setelah ayahnya meninggal, Ia memilih ikut pulang ke Jawa bersama Ibundanya Nyi Lara Santang untuk menyiarkan ajaran Islam, sedangkan kekuasaan Mesir di lserahkan ke adiknya, Syarif Nurullah. PENYEBARAN ISLAM DI CIREBON
Meski sudah singgah ke berbagai daerah di Nusantara,
tujuan utama Sunan Gunung Jati tetaplah tanah Sunda. Saat tiba di tanah leluhur, waktu itu Cirebon berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Cirebon juga sudah dipimpin oleh Raden Walnsungsang yang sudah beragama Islam. Setibanya di Cirebon, SUnan Gunung Jati juga menemui pamannya. Kedatangan Sunan Gunung Jati di Cirebon pun menerima sambutan baik. Ditambah, Sunan Gunung Jati juga mudah bergaul dengan masyarakat sekitar. Di Cirebon, Sunan Gunung Jati juga akhirnya menemukan pendamping hidup.
Pada awalnya, Sunan Gunung Jati melakukan dakwah
dengan diam di tempat, dengan memberikan ceramah keagamaan kepada penduduk yang datang mengunjungi pesantren Gunung Jati. Metode dakwah seperti ini kelihatannya kurang memuaskan, karena tidak semua lapisan masyarakat bisa mengikuti kegiatan ceramahnya. Sunan Gunung Jati terus mencari solusi agar diperoleh metode dakwah yang efektif, akhirnya pamannya Walangsungsang (Pangeran Cakrabuana) memanggil Sunan Gunung Jati, dan mendiskusikan rencana dakwah Islam di seluruh wilayah Pajajaran. Disamping itu, dibicarakan pula tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Untuk melancarkan dakwah, Sunan Gunung Jati oleh pamannya diberi gelar Syekh Maulana Jati, atau yang sehari-harinya lebih dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati. Adanya perubahan metode dakwah tersebut menyebabkan Syarif Hidayatullah mulai berdakwah keliling, yang dimulai dengan lokasi di sekitar Gunung Jati.
Daerah yang pertama kali dikunjungi oleh Sunan
Gunung Jati adalah dukuh Babadan, yang berjarak sekitar 3 km dari Gunung Jati. Dakwah keliling yang dilakukan Sunan Gunung Jati yaitu dengan metode pendekatan melalui tetua dukuh terlebih dahulu. Pendekatan ini adalah merupakan gagasan dari pamannya Pangeran Cakrabuana, karena mengingat budaya dari masyarakat Pajajaran, yaitu apabila tokoh masyarakat bisa diajak masuk Islam, maka seluruh masyarakat dukuh tersebut akan manut dan mengikuti kepaladukuhnya. Pendekatan Sunan Gunung Jati dalam mengislamkan dukuh Babadan, tidak secara langsung dengan menyarankan masyarakat dukuh masuk Islam.Tetapi, melalui unjuk keahlian Sunan Gunung Jati dalam menolong Ki GedengJumajan Jati yang tanamannya terserang hama penyakit. “…Ki Gedeng Kemampuan Sunan Gunung Jati dalam menghilangkan penyakit, termasuk yang menyerang tanaman milik Ki Gedeng, menjadi pendorong utama masuk Islamnya Ki Gedeng. Karena Ki Gedeng melihat agama baru (Islam) mempunyai kesaktian luar biasa, yang dibuktikan dengan bisa kembali segarnya tanaman milik Ki Gedeng yang hamper mati tersebut. Setelah peritiwa tersebut akhirnya Ki Gedeng menikahkan putrinya dengan Sunan Gunung Jati yang terjadi pada tahun 1471.
Ketika itu, ada beberapa orang yang datang dari
berbagai daerah menemui Sunan Gunung Jati, untuk memintanya memberikan pelajaran tentang agama Islam. Sunan Gunung Jati pun menitipkan pesan kepada umat muslim, khususnya pengikut dan masyarakat Cirebon, Sunan Gunung Jati memberikan pesan yang tak lain berbunyi, “Berjuanglah untuk keadilan, dan berbuatlah kebajikan pada karib kerabat dan siapa saja. Janganlah berbuat keji, munkar, dan dzalim. Laksanakanlah perintah Allah yang fardhu dan jangan lupa sunnah Rasul. Semoga Allah akan melindungi umatnya yang beriman kepada-Nya. Suratan takdir tidak bisa dielakkan. Apabila aku telah tiada, ku harap kalian melaksanakan pesanku. Aku titipkan fakir miskin dan masjid” Selain dapat menyembuhkan penyakit pada tumbuhan, Sunan Gunung Jati juga memiliki beberapa karomah yang lain, diantaranya : •Menghilangkan istana pakuan Kala itu, Kerajaan Galuh Pakuan, ibu kota Kerajaan Sunda kalah usai diserang pasukan Demak bimbingan Sunan Gunung Jati. Peristiwa terjadi setahun sebelum Sunan Gunung Jati wafat di usia 120 tahun. Dalam perundingan dengan para pembesar Istana Galuh Pakuan, Syarif Hidayatullah memberikan dua opsi. Pertama, para pembesar Istana Pakuan yang bersedia masuk Islam akan dijaga kedudukan dan dipersilakan tetap tinggal di keraton. Kedua, bagi yang tidak bersedia maka harus keluar dan diberikan tempat di pedalaman Banten wilayah Cibeo sekarang.Sebagian besar para pangeran dan putri-putri raja menerima opsi pertama. Sedangkan pasukan kawal istana dan panglimanya sebanyak 40 orang memilih opsi kedua. Mereka inilah cikal bakal penduduk Baduy yang hingga kini terus melestarikannya pemukimannya dengan membatasi hanya 40 kepala keluarga saja. Sementara para Pendeta Sunda Wiwitan menolak opsi pertama dan kedua. Mereka ingin tetap memeluk agama Sunda Wiwitan (aliran Hindu di wilayah Pakuan) tetapi tetap bermukim di dalam wilayah Istana Pakuan. Dengan karomahnya, Sunan Gunung Jati lalu memindahkan Istana Galuh Pakuan ke alam gaib sehingga para Pendeta Wiwitan tidak lagi berada di Istana tersebut.
•Mengubah Pohon Jadi Emas
Ceritanya saat Syarif Hidayatullah muda hendak menunaikan rukun Islam kelima ke Baitullah. Ia dibekali ibunya uang seratus dirham. Di tengah perjalanan, ia dihadang kompotan perampok dan memberikan semua uang pemberian ibunya itu. Namun para penyamun tidak puas dengan tindakan Syarif Hidayatullah, karena menyangka bahwa ia membawa uang lebih. Mereka lalu terus memaksanya. Syarif Hidayatullah malah tersenyum melihat ulah para perampok dan menyuruh mereka melihat ke sebuah pohon. “Ini ada satu lagi, sebuah pohon dari emas, bagilah di antara kawan-kawanmu”. Ajaib, ternyata pohon yang ditunjuknya berubah menjadi emas. Mereka pun akhirnya masuk Islam dan menjadi murid Syarif Hidayatullah. .