Syekh Nurjati
Beliau dikenal sebagai tokoh perintis dakwah Islam di wilayah Cirebon. Beliau
menggunakan nama Syekh Nurjati padasaat berdakwah di Giri amparan Jati, yang lebih
terkenal dengan nama Gunung Jati. Sebuah bukit kecil dari dua buah buki, yang berjarak
kuranglebih 5 km sebelah utara Kota Cirebon, tepatnya di desa Astana Kecamatan
Gunung jati Kabupaten Cirebon.
Sebelumnya Syekh Nurjati dikenal dengan nama Syekh Datul Kahfi atau Maulana
Idhofi Mahdi. Secara kronologis singkat, Syekh Nurjati lahir di Semenanjung Malaka.
Setelah berusia dewasa pergi ke Makkah untuk menuntut ilmu dan berhaji. Syekh Nurjati
pergi ke Baghdad dan menemukan jodohnya dengan Syarifah Halimah serta mempunyai
putra-putri. Dari Baghdad beliau pergi berdakwah sampai di Pesam bangan, bagian dari
Nagari Singapura (sekarang Desa Mertasinga, kabupaten Cirebon). Beliau wafat dan
dimakamkan di Giri Amparan Jati.
Syekh Nurjati hidup pada abad pertengahan, antara abad 14-15 dan pernah
bermukim di Baghdad. Kondisi sosial Baghdad pada rentang abad ke 14-15 sedang
mengalami keemasan. Para filosof muslim mencapai puncak kejayaan pada masa itu.
Kondisi tersebut sangat memungkinkan ikut membentuk keluasan piker Syekh Nurjati.
Hal ini membantu kelancaran dakwahnya.2
1
Bambang Irianto dan Siti Fatimah, Syekh Nurjati, Zulfana Cirebon, Cirebon, 20009, hal 11
2
Besta Besuki, Dinasti Raja Petapa I : Pangeran Cakrabuana Sang perintis Kerajaan Cirebon, Bandung, PT Kiblat Buku
Utama, 2007, hal 145
mendapatkan ijin dari Ki Gedeng Tapa untuk bermukim di daerah Pesambangan3, di
sebuah bukit kecil yang bernama Giri Amparan Jati.
Di tempat baru tersebut, Syekh Nurjati giat berdakwah sebagai da’i mengajak
masyarakat untuk mengenal dan memeluk agama Islam. Setelah mendengar tentang
agama baru itu, orang-orang berdatangan dan menyatakan diri masuk islam dengan tulus
ikhlas. Semakin hari semakin banyak orang yang menjadi pengikutSyekh Nurjati.4
Pada tanggal 14 bagian terang bulan Carita tahun 1367 Saka atau Kamis tanggal 8
April tahun 1445 masehi, bertepatan dengan masuknya penanggalan 1 Muharram 848
3
Ahmad Rochani Hamam, Babad Cirebon, Cirebon, Dinas Kebudayaan dan PariwisataKotaCirebon, 2008
4 Badan Komunikasi Kebudayaan dan Pariwisata Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cirebon, Pemerintah Kabupaten
Cirebon, 2005, hal. 2
555
Besta basuki, Dinasti Raja Petapa I: Pangeran Cakrabuana Sang Perintis Kerajaan Cirebon, Bandung, PT. Kiblat Buku
Utama, 2007, hal. 147
6
Dadan Wildan, Sunan Gunung Djati Antara Fiksi dan Fakta: Pembumian Islam dengan Pendekatan Struktural dan Kultural,
Bandung, Humaniora Utama Press, 2003, hal. 63
Hijriyah, Pangeran Walangsungsang alisaSomadullah dibantu 52 orang penduduk,
membuka perkampungan baru di huutan pantai kebon pesisir.7
Diantara wejangan dari Syekh Nurjati adalah sebagai berikut : “Ketahuilah bahwa
nanti di zaman akhir, banyak orang yang terkena penyakit. Tiadaseorangpung yangdapat
mengobati penyakit itu kecuali dirinya sendiri. Karena penyakit itu terjadi akibat
perbuatannya sendiri. Ia sembuh dari penyakit itu kalau ia melepaskan perbuatannya itu.
Dan ketahuilah bahwa nanti di akhir zaman, banyak orangyang kehilangan pangkat
keturunannya, kehilangan harga diri, tidak mempunyai sifat malu, karena dalam cara
mereka mencari penghidupan sehari-hari tidak baik dan kurang berhati-hati. Oleh karena
itu sekarang engkau jangan tergesa-gesa mendatangi orang-orang yang beragama Budha.
Baiklah engkau sekarang menemui Sunan Ampel di Surabaya terlebih dahulu dan
mintalah fatwa dan petunjuk dari beliau untuk bekal usahamu itu. Ikutilah petunjuk-
petunjuk darii beliau, karena pada saat ini di tanah jawa baru ada dua orang tokoh dalam
soal keislaman, ialah Sunan ampel di Surabaya dan Syekh Quro di Karawang. Mereka
berdua masing-masing menghadapi Ratu Budha, yakni Pajajaran Siliwangi dan
Majapahit.
7
Yoseph Iskandar, Sejarah Jawa Barat : (Yuganing Rajakawasa), Bandung, CV. Geger Sunten, 1997, hal. 256
8
Mahmud Rais dan Sayisil Anam, Perjuangan Wali Sanga Babat Cirebon (Pasundan), Cirebon, 1986, hal. 129-230
Beberapa saat kemudian Syarifhadayatullah menggantikan Syekh Datuk
Kahfi/Syekh Nurjati yang meninggal dunia.9
Di Pesambangan terdapat dua sumur tua peninggalan Syekh Nurjati, yakni sumur
Jalatunda dan sumur Tegangpati. Sumur diartikan sebagai kirata basa : sumur atau
sepanjang kehidupan. “Jala” dari bahasa Arab “jalla” yangberarti luhuratau agung,
“tundha” artinya titipan, sedangkan “tegangpati” berari serah jiwa.10
9
Nina Lubis, Sejarah Kota-kota Lama di Jawa Barat, Bandung, Alqaprint Jatinangor, 2000, hal. 31
10
Pangeran Suleman Sulendraningrat, Babat Tanah Sunda Babad Tanah Cirebon, Cirebon, 1984, hal. 11
11
Yoseph Iskandar, Sejarah Jawa Barat : (Yuganing Rajakawasa), Bandung, CV. Geger Sunten, 1997, hal. 260
dibawa pulang ke Cirebon. Kelak keduanya dikaruniai tujuh orang putri yangsetelah
dewasa bermukim di beberapa tempat menjadi sesepuh desa.
Haji Abdullah Iman membangun sebuah keratin di Cirebon yangdiberi nama
Keraton Pakungwati yangdiambil dari nama anaknya yang baru lahir buah
perkawinanannya dengan Nyi Indang Geulis. Setelah pembangunan keratin selesai, haji
Abdullah iman diangkat oleh ayahnya, Prabu Siliwangi, menjadi Ratu Sri Mangana dan
diberi payung kebesaran.
Syarif Abdurrakhman yang diusir ayahnya dari bagdad melakukan perjalanan
menuju Cirebon sesuai dengan saran gurunya, Syekh Juned. Ia ditemani oleh tiga
orangteman adiknya dan 1.200 orangpengikutya yang diangkutdengan empat buah kapal.
Akhirnya mereka tiba di Caruban. Setibanya di Caruban, mereka langsung menghadap
Pangeran Walangsungsang cakrabuana dan minta izin untuk tinggal di Caruban.
Kemudian diizinkan dan ditempatkan di daerah Panjunan dan Syarif Abdurrakhman ini
dikenal dengan sebutan Pangeran Panjunan.12 Di tempat tersebut, Pangeran Panjunan
bersama para wali mendirikan sebuah masjid, yangsekarang lebih dikenal dengan sebutan
masjid Merah Panjunan.
12
Amman N. Wahyu, Sejarah Wali Syekh SyarifHidayatullah (Sunan Gunung Djati), Bandung, Penerbit Pustaka, 2007, hal. 12-
13, 16