Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

BIOGRAFI SUNAN GUNUNG JATI

Disusun Oleh Nama


:
Agustya Dwi Arlinda
Kelas : X OTKP
Guru Pengajar
Uswatun Chasanah S.Pd

SMK NU 1 SUKODADI
Alamat : JL. PANGLIMA SUDIRMAN NO. 130
Desa Sukodadi Kabupaten Lamongan Jawa Timur

Tahun Pelajaran 2021/2022


Kata Pengantar
Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-
Nya sehingga makalah dengan berjudul BIOGRAFI SUNAN GUNUNG JATI Makalah ini
dibuat dengan tujuan memenuhi tugas pelajaran aswaja
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Uswatun Chasanah selaku guru
mata pelajaran Aswaja. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah wawasan penulis
berkaitan dengan topik yang diberikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan
yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta
saran dari pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Sukodadi, 8 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................................... 2


BAB I ................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 5
A. Riwayat Sunan Gunung Jati ...................................................................................... 5
B. Gagasan dan Pemikiran Sunan Gunung Jati ............................................................ 6
C. Karya-karya Sunan Gunung Jati ............................................................................... 8
1. Tajug dan (atau) Masjid ........................................................................................ 8
2. Pelabuhan sebagai Pusat Perdaganga ................................................................... 9
BAB III ................................................................................................................................ 9
PENUTUP ............................................................................................................................ 9
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 9
B. Kritisi ...................................................................................................................... 10
C. Saran ........................................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama islam masuk pertama kali ke indonesia melalaui pulau sumatra, selanjutnya
penyebaran agama islam mulai masuk ke pulau-pulau lainnya di indonesia. Ketika
kekuatan islam semakin melembaga, berdirilah kerajaan islam, dari siniislam sampai ke
pulau jawa, walisongo sebagai jantung penyebaran agama islam di pulau jawa. Sunan
gunung jati atau syarif hidatullah merupakan salah satu walisongo yang selalu memberikan
kontribusidalam penyebaran agama islam di daerah pulau jawa, khususnya jawa barat.
Syarif hidayatullah dikenal sebagai pendiri kesultanan cirebon dan banten. Beliau memiliki
peran yang sangat besar dalam penyebaran agama islam.
Wali Songo bukan hanya ahli agama, tetapi juga intelektual pembaharu yang
memperkenalkan berbagai bentuk peradaban baru mulai dari kesehatan, bercocok tanam,
niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan. Para Wali
memiliki ilmu yang sangat tinggi dalam berbagai bidang. Keimanannya tinggi terhadap
alloh.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Riwayat Hidup Sunan Gunung Jati?
2. Bagaimana Gagasan Pemikiran Sunan Gunung Jati?
3. Apa saja karya-karya dari Sunan Gunung Jati?

C. Tujuan Penulisan
1. Bagaimana Riwayat Hidup Sunan Gunung Jati?
2. Bagaimana Gagasan Pemikiran Sunan Gunung Jati?
3. Apa saja karya-karya dari Sunan Gunung Jati?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat Sunan Gunung Jati


Sunan gunung jati atau Raden Syarif Hidayatullah merupakan salah satu dari ulama
besar walisongo yang menyebarkan Islam di pulau jawa. Raden Syarif Hidayatullah
dilahirkan pada 1448 Masehi.
Ayahnya adalah Syarif Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar, seorang
mubaligh dan Musafir besar dari Gujarat, India yang sangat dikenal sebagai ulama besar di
Hadramaut. Yaman. Bahkan silsilahnya sampai kepada Rasulullah melalui cucunya Imam
Husain. Sedangkan ibunya adalah Nyai Rara Santang (Syarifah Mudaim) yaitu putri dari
Sri Baduga Maharaja dari Nyai Subang Larang, dan merupakan adik dari Kian Santang
atau Pangeran Walangsungsang yang bergelar Cakrabuwana.
Pertemuan ayah dan ibunya dari sunan gunung jati berawal saat Pangeran Cakra
Buana dan Rara Santang diperintahkan oleh Syekh Datuk Kahfi untuk naik haji. Maka
mereka pun segera pergi melaksanakan niat itu. Di Mekah mereka tinggal di rumah seorang
ulama bernama Syekh Bayanullah. Pada wakt melakukan thowaf, mereka bertemu dengan
Syarif Abdullah dia adalah raja dari Mesir. Begitu melihat paras Rara Santang, Syarif
Abdullah sangat tertarik karena mirip sekali dengan mendiang istrinya. Begitu selesai
melakukan ibadah haji, Syarif Abdullah langsung melamar Rara Santang. Dan sesuai nama
kebiasaan orang Mesir, setelah menjadi istri Syarif Abdullah nama Rara Santang kemudian
diubah menjadi Syarifah Muda’im. Dari perkawinan tersebut lahirlah dua orang putra,
Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah.
Dalam usia yang begitu muda Syarif Hidayatullah ditinggal mati oleh ayahnya. Ia
ditunjuk untuk menggantikan kedudukannya sebagai Raja Mesir tapi anak yang masih
berusia dua puluh tahun itu tidak mau. Dia dan ibunya bermaksud pulang ke tanah Jawa
dan berdakwah di Jawa Barat. Kedudukan ayahnya itu kemudian diberikan kepada adiknya
yaitu Syarif Nurullah. Sewaktu berada di negeri Mesir Syarif Hidayatullah berguru kepada
beberapa ulam besar didaratan timur tengah. Dalam usia muda itu ilmunya sudah sangat
banyak, maka ketika pulang ke tanah leluhurnya yaitu Jawa ia tidak merasa kesulitan
melakukan dakwah.
Pada awal kedatangannya, Raden Syarif Hidayatullah sering dianggap juga sebagai
Fatahillah. Padahal kedua orang ini berbeda. Sunan gunung jati merupakan cucu dari raja
Padjajaran keturunan mesir dan mengemban Islam di daerah Jawa Barat. Sedangkan
Fatahillah merupakan pemuda Pasai yang dikirimkan Sultan Trenggana untuk membantu
sunan gunung jati dalam melawan portugis. Hal ini di buktikan dengan makam Tubagaus
pasai atau raden Fatahillah di dekat makam sunan Gunung Jati.
Pada tahun 1475 Sunan Gunung Jati bersama dengan ibunya Syarifah Muda’im
datang ke Jawa Barat. Namun sebelum ke Jawa Barat beliau mampir terlebih dahulu ke
Gujarat dan pasai untuk menambah pengalaman. Namun setelah itu Syarifah Muda’im
datang kepada gurunya yang telah wafat Syekh Datuk Kahfi dan menetap di Gunung Jati
supaya dekat dengan makam gurunya.
Setelah itu Sunan Gunung Jati dan ibunya meneruskan usaha Syekh Datuk Kahfi.
Hal ini menjadikan Raden Syarif Hidayatullah di juluki dengan Sunan Gunung Jati. Pada
tahun 1497 Sunan Gunung Jati di serahi negeri Carubana untuk dipimpinnya, karena
pangeran Cakrabuana sudah lanjut Usia. Disaat itu pula Sunan Gunung Jati menikah
dengan anak dari Nyi Pakungwati.

Menurut Purwaka Caruban Nagari, pada masa remajanya, ketika umur 20 tahun
Syarif Hidayatullah telah berguru kepada Syekh Tajudin al-Kubri selama 2 tahun dan Syekh
Ataillahi Syazally yang bermazhab Syafei.[3] Guru-guru Syarif Hidayatullah lainnya
adalah Syekh Nur Jati (Datuk Khafidz), Sunan Ampel, Syekh
Najmurini (Nujumuddin) Kubra di Mekkah, Syekh Sidiq, Syekh Bentong, dan Syekh Quro.
Pernikahan Syarif Hidayatullah pernah beberapa kali; Retna Pakungwati (Putri Pangeran
Cakrabuana) dikaruniai dua anak: Ratu Ayu (istri Fatahillah) dan Pangeran Pesarean
(Dipati Muhammad Arifin); pernikahan kedua denngan Ong Tien (Putri Cina, berganti
nama Rara Sumanding, tidak berlangsung lama, karena meninggal dunia); ketiga dengan
Nyi Mas Retna Babadan (Putri Ki Gedeng Babadan); keempat dengan Dewi Kawunganten
(Putri Ki Gedeng Kawunganten, Banten) dikaruniai dua anak; Ratu Winaon dan Pangeran
Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I); kelima dengan Nyi Mas Rara Kerta (Putri Ki
Gedeng Jatimerta) dikaruniai dua anak; Pangeran Jaya Lelana dan Pangeran Brata Lelana.

B. Gagasan dan Pemikiran Sunan Gunung Jati


Pengalaman adalah guru yang terbaik, begitulah pola pikir sunan gunung jati, dari
pengalamannya bertempur di Malaka sehingga dari sini dia tahu kelemahan portugis.
Tentang personaliti dari Syarif Hidayat yang banyak dilukiskan sebagai seorang Ulama
kharismatik, dalam beberapa riwayat yang kuat, memiliki peranan penting dalam
pengadilan Syekh Siti Jenar pada tahun 1508 di pelataran Masjid Demak. Beliau ikut
membimbing Ulama berperangai ganjil itu untuk menerima hukuman mati dengan lebih
dulu melucuti ilmu kekebalan tubuhnya. Syarif Hidayat berperan dalam membimbing Pati
Unus dalam pembentukan armada gabungan Kesultanan Banten, Demak, Cirebon di Pulau.
Menurut Bruinessen, dalam babad-babad tentang Syarif Hidayatullah diceritakan
sebelum kepergiannya ke tanah Jawa, Syarif Hidayatullah telah mendalami akidah,
syari’ah, bahkan tasawuf dengan tarekatnya. Bruinessen juga berpendapat bahwa Syarif
Hidayatullah merupakan penganut Tarekat Kubrawiyah. Tarekat Kubrawiyah ialah tarekat
yang dihubungkan dengan nama Najamuddin al-Kubra yang dalam Babad Cirebon selalu
disebut-sebut. Setelah itu, Syarif Hidayatullah berguru kepada Ibnu Atha’illah al-Iskandari
al-Syadzili selama dua puluh tahun di Madinah dan ia mendapat bayaran karena menjadi
penganut Tarekat Syadziliyah. Syarif Hidayatullah juga belajar Tarekat Syattariyah,
Istika’i, Qadiriyah, dan Naqsyabandiyah.
Menurut Serat Walisana, seperti disebut Sunyoto, tokoh Syarif Hidayatullah dikisahkan
memiliki kaitan dengan ajaran sufisme melalui kitab-kitab Syaikh Ibrahim Arki, Syaikh
Sbti, Syaikh Muhyiddin Ibn ‘Arabi, Syaikh Abu Yazid Bustomi, Syaikh Rudadi, dan
Syaikh Samangun Asarani. Perkembangan Tarekat Syattariyah dan Akmaliyah, sering pula
dinisbatkan pada ajaran-ajaran Wali Songo, khususnya Syarif Hidayatullah, Sunan Giri,
Sunan Kalijaga, dan Syekh Siti Jenar.
Madzhab yang dipakai oleh Sunan Gunung Djati adalah Mazhab Syafi’i. Pemikiran
fiqh mazhab ini diawali oleh Imam asy-Syafi’i. Keunggulan Imam asy-Syafi’i sebagai
ulama fiqh, usul fiqh, dan hadits di zamannya diakui sendiri oleh ulama sezamannya.
Sebagai orang yang hidup di zaman meruncingnya pertentangan antara aliran
Ahlulhadits dan Ahlurra ‘yi, Imam asy-Syafi ‘i berupaya untuk mendekatkan pandangan
kedua aliran ini. Karenanya, ia belajar kepada Imam Malik sebagai tokoh Ahlulhadits dan
Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani sebagai tokoh Ahlurra’yi.
Prinsip dasar Mazhab Syafi’i dapat dilihat dalam kitab usul fiqh ar-Risalah. Dalam
buku ini asy-Syafi’i menjelaskan kerangka dan prinsip mazhabnya serta beberapa contoh
merumuskan hukum far’iyyah (yang bersifat cabang). Dalam menetapkan hukum Islam,
Imam asy-Syafi’i pertama sekali mencari alasannya dari Al-Qur’an. Jika tidak ditemukan
maka ia merujuk kepada sunnah Rasulullah SAW.
Apabila dalam kedua sumber hukum Islam itu tidak ditemukan jawabannya, ia
melakukan penelitian terhadap ijma’ sahabat. Ijma’ yang diterima Imam asy-Syafi’i
sebagai landasan hukum hanya ijma’ para sahabat, bukan ijma’ seperti yang dirumuskan
ulama usul fiqh, yaitu kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu
hukum, karena menurutnya ijma’ seperti ini tidak mungkin terjadi. Apabila dalam ijma’
tidakjuga ditemukan hukumnya, maka ia menggunakan qiyas, yang dalam ar-Risalah
disebutnya sebagai ijtihad. Akan tetapi, pemakaian qiyas bagi Imam asy-Syafi ‘i tidak
seluas yang digunakan Imam Abu Hanifah, sehingga ia menolak istihsan sebagai salah satu
cara meng-istinbat-kan hukum syara’
Penyebarluasan pemikiran Mazhab Syafi’i berbeda dengan Mazhab Hanafi dan
Maliki. Diawali melalui kitab usul fiqhnya ar-Risalah dan kitab fiqhnya al-Umm, pokok
pikiran dan prinsip dasar Mazhab Syafi ‘i ini kemudian disebarluaskan dan dikembangkan
oleh para muridnya. Tiga orang murid Imam asy-Syafi ‘i yang terkemuka sebagai penyebar
luas dan pengembang Mazhab Syafi’i adalah Yusuf bin Yahya al-Buwaiti (w. 231 H./846
M.), ulama besar Mesir; Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 264 H./878 M.), yang
diakui oleh Imam asy-Syafi ‘i sebagai pendukung kuat mazhabnya; dan ar-Rabi bin
Sulaiman al-Marawi (w. 270 H.), yang besar jasanya dalam penyebarluasan kedua kitab
Imam asy-Syafi ‘i tersebut.

C. Karya-karya Sunan Gunung Jati

1. Tajug dan (atau) Masjid

Pendirian tempat ibadah, khususnya masjid, telah dilakukan sejak Islam masuk di
Cirebon. Untuk kepentingan ibadah dan pengajaran agama Islam, Pangeran Cakrabuana
kemudian mendirikan sebuah masjid yang diberi nama Sang Tajug Jalagrahan (jala artinya
air; graha artinya rumah). Masjid ini merupakan masjid pertama di tatar Sunda dan
didirikan di pesisir laut Cirebon. Masjid masih terpelihara dengan nama dialek Cirebon
menjadi masjid Pejalagrahan. Tempatnya di dalam Kraton Pakungwati, Kasepuhan. Masjid
tersebut dibangun sekitar tahun 1454.
Selain itu, terdapat beberapa bangunan masjid pada masa Syarif Hidayatullah yang
sampai hari ini diakui keberadaannya, yakni masjid merah Panjunan dan masjid Agung
Sang Cipta Rasa. Menurut salah seorang takmir masjidnya, sebelum dibangun masjid
Agung Sang Cipta Rasa, dibangun terlebih dahulu masjid Merah Panjunan, yaitu sekitar
tahun 1480 masjid.
Kejayaan era Syarif Hidayatullah juga terlihat dari keberadaan sebuah bangunan
masjid yang bernama Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang saat ini berada dalam
lingkungan kompleks Kraton Kasepuhan. Masjid itu dibangun 1549 atau jika seperti
tertulis dalam candrasangkala yang berbunyi, “Waspada Penenbehe Yuganing Ratu”,
bermakna 1500. Simbol bangunan masjid melambanhkan filsafat Hayyun ila Ruhin (hidup
tanpa ruh).

2. Kraton dan Sistem Pemerintahan Cirebon


Syarif Hidayatllah menikah dengan Pakungwati dan mulailah pembangunan negara
(kota) Carbon, mulai dengan alun-alun dan istana yang kemudian terkenal dengan nama
Istana Pakungwati (Pupuh 18, Dhandhanggula)
Karena menjadi bagian dari Walisongo, Syarif Hidayatullah di akhir hayatnya lebih
memilih untuk menjadi seorang ulama, daripada penguasa dalam pemerintahan. Baginya,
kekuasaan itu telah cukup dijalankan oleh putranya di Banten. Mempertimbangkan hal itu,
Syarif Hidayatullah menyerahkan kekuasaan pemerintahan di Cirebon kepada Pangeran
Pesarean pada kurun waktu 1528-1552. Pesarean merupakan putra Syarif Hidayatullah
dengan Nyai Tepasari. Syarif Hidayatullah sendiri lebih memilih dan mengkhususkan
dalam syiar Islam ke daerah pedalaman.
3. Pelabuhan sebagai Pusat Perdagangan
Peninggalan dari Syarif Hidayatullah yang pernah menjadi jalur sutra perdagangan
dunia internasional adalah pelabuhan. Pelabuhan Cirebon diduga berdiri seiring dengan
kelahiran Cirebon pada 1371. Sebagai kota pantai, Cirebon merupakan pusat perdagangan
untuk daerah sekitarnya. Saat ini, pelabuhan Cirebon mempunyai status pelabuhan
internasional, pelabuhan samudra dan pelabuhan ekspor impor, yang berarti pelabuhan
Cirebon terbuka bagi kegiatan bongkar muat barang dari dan ke luar negeri atau barang
ekspor dan impor. Adapun pelabuhan Cirebon dikelola oleh BUMN yang keberadaannya
dibawah manajemen PT (Persero).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sunan gunung jati atau Raden Syarif Hidayatullah merupakan salah satu dari ulama
besar walisongo yang menyebarkan Islam di pulau jawa. Raden Syarif Hidayatullah
dilahirkan pada 1448 Masehi. Ayahnya adalah Syarif Abdullah bin Nur Alam bin
Jamaluddin Akbar, seorang mubaligh dan Musafir besar dari Gujarat, India yang sangat
dikenal sebagai ulama besar di Hadramaut.
Syarif Hidayatullah diceritakan sebelum kepergiannya ke tanah Jawa, Syarif
Hidayatullah telah mendalami akidah, syari’ah, bahkan tasawuf dengan tarekatnya.
Bruinessen juga berpendapat bahwa Syarif Hidayatullah merupakan penganut Tarekat
Kubrawiyah. Tarekat Kubrawiyah ialah tarekat yang dihubungkan dengan nama
Najamuddin al-Kubra yang dalam Babad Cirebon selalu disebut-sebut. Setelah itu, Syarif
Hidayatullah berguru kepada Ibnu Atha’illah al-Iskandari al-Syadzili selama dua puluh
tahun di Madinah dan ia mendapat bayaran karena menjadi penganut Tarekat Syadziliyah.
Syarif Hidayatullah juga belajar Tarekat Syattariyah, Istika’i, Qadiriyah, dan
Naqsyabandiyah.
Karya dari Sunan Gunung Jati adalah
· Tajug dan (atau) Masjid
· Kraton dan Sistem Pemerintahan Cirebon
· Pelabuhan sebagai Pusat Perdagangan

B. Kritisi
Sunan Gunung Jati merupakan Wali songo yang banyak memperdalam ilmu
Tasawuf terbukti dengan banyak nya tarekat yang beliau pelajari. Menurut sebagian sejarah
beliau juga bisa menyembuhkan orang yang sakit, beliau juga sering melakukan dzikir dan
amalan-amalan seorang sufi. Beliau juga terlihat tidak mementingkan urusan dunia, terbkti
bahwa beliau memilih menjadi seorang penyebar agama islam dari pada seorang raja di
Mesir di Negara tempat ayahanda nya tinggal. Dan ketika di Indonesia pun beliau
menyerahkan kekuasaan nya seperti keraton kepada anaknya, dan perilaku tersebut
menggambarkan bahwa beliau seseorang yang tidak terpaku kepada urusan duniawi beliau
hanya mengharap keridhoan dan kecintaan dari Alloh SWT. Beliau juga seseorang yang
sangat di kagumi karena kecerdasannya.
Selain seorang pengamal Tasawuf beliau juga bermadzhab imam syaf’I yang berdiri
di tengah di antara perbedaan- perbedaan pendapat. Beliau tidak hanya terfokus dalasuatu
ilmu saja tapi beliau juga sangat cerdas sehingga dapat memahami berbagai macam ilmu.
Pantas saja beliau menjadi Wali Alloh dan di cintai oleh umat islam

C. Saran
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah ini.
.
DAFTAR PUSTAKA

M. hariwijaya Sunan Gunung Jati Pendiri Kerajaan Islam Cirebon, Yogyakarta, 2006,
https://informazone.com/sunan-gunung-jati/
Mertasinga, Sejarah wali Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati, Bandung:
Pustaka, 2007
Suprapto Bibit, Ensiklopedi Ulama Nusantara Riwayat Hidup, Karya, dan Sejarah Perjuangan 157
Ulama Nusantara, Jakarta: Gramedia, 2009
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat, Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia,
Bandung: Mizan, 1999 cet. III.
Sulendraningrat Sulaeman, Babad Tanah Sunda,
Paramita R. Abdurrachman, Cerbon, Jakarta: Sinar Harapan, 1982
Babad Cirebon, alih aksara dan ringkasan S.Z. Hadisutjipto Jakarta: Depdikbud, 1979
Adeng ,dkk. Kota Dagang Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra, Jakarta: Depdikbud, 1998

[1] M. hariwijaya Sunan Gunung Jati Pendiri Kerajaan Islam Cirebon Yogyakarta, 2006, hlm 34
[2] https://informazone.com/sunan-gunung-jati/
[3] Naskah Mertasinga, Sejarah wali Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati, alih aksara dan bahasa Amman N.
Wahju, (Bandung: Pustaka, 2007), hlm. 219
[4] Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara Riwayat Hidup, Karya, dan Sejarah Perjuangan 157 Ulama
Nusantara, (Jakarta: Gramedia, 2009), hlm. 756-757
[5] Martin van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat, Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia (Bandung:
Mizan, 1999) cet. III. hlm. 223-245.
[6] Babad Tanah Sunda, terbitan Suleman Sulendraningrat, seperti ditulis Dadan Wildan, Sunan Gunung Jati, hlm.
45
[7] Paramita R. Abdurrachman (penyunt.), Cerbon, (Jakarta: Sinar Harapan, 1982), hlm. 83.
[8] Babad Cirebon, alih aksara dan ringkasan S.Z. Hadisutjipto (Jakarta: Depdikbud, 1979), hlm. xxviii [9] Adeng
,dkk. Kota Dagang Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra, (Jakarta: Depdikbud, 1998), hlm. 34-35

Anda mungkin juga menyukai