Anda di halaman 1dari 26

INTEGRASI KEILMUAN AGAMA DAN UMUM

(Studi Model Integrasi Keilmuan UIN Maulana Malik Ibrahim


Malang Sebagai Best Practice Bagi PTKI)

Diajukan untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Kebijakan Strategis Transformatif Pendidikan Islam

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Mujamil Qomar, M.Ag
Dr. H. Abd. Aziz, M.Pd.I

Disusun Oleh:
RONI HARSOYO
NIM: 12601195020

PROGRAM DOKTOR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA IAIN TULUNGAGUNG
JUNI 2020
INTEGRASI KEILMUAN AGAMA DAN UMUM
(Studi Model Integrasi Keilmuan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Sebagai Best Practice Bagi PTKI)
Oleh: Roni Harsoyo1

Abstrak
Artikel ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap dikotomi ilmu di
perguruan tinggi Islam yang menyebabkan ketertinggalan dari perguruan tinggi
lain. Momentum transformasi kelembagaan PTKI (STAIN dan IAIN) menjadi
UIN menorehkan secercah harapan untuk mengikis keprihatinan tersebut dengan
diamanahkan integrasi keilmuan sebagai distingsinya. UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang sebagai salah satu PTKIN telah melakukan integrasi keilmuannya
secara sistemik melalui metafora ―Pohon Ilmu‖. Model integrasi ini meletakkan
agama sebagai basis ilmu pengetahuan. Al-Qur’an dan al-Ḥadīst diposisikan
sebagai sumber ayat-ayat qauliyyah sedangkan hasil observasi, eksperimen dan
penalaran logis diposisikan sebagai sumber ayat-ayat kauniyyah. Integrasi
keilmuan UIN Maliki Malang dapat menjadi best practice bagi PTKI untuk
membentuk distingsi melalui integrasi keilmuan pada: 1) pengembangan
kurikulum dengan penyusunan mata kuliah mulai dari capaian pembelajaran,
materi, sampai dengan teknik penilaian dengan tetap berpedoman pada sumber
utama (qauliyah) dan sumber penguatnya (kauniyah); 2) proses pembelajaran
dengan menciptakan tradisi dan budaya kampus yang baik dan kondusif berbasis
nilai-nilai ajaran agama Islam melalui penguasaan bahasa asing dan kajian-kajian
ilmiah.; dan 3) penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dengan mendesain
kebijakan dan strategi pelaksanaan penelitian dan PKm berbasis integrasi
keilmuan baik mulai dari penyusunan visi, misi, tujuan dan orientasi sampai
dengan publikasi hasil penelitian dan PKm-nya.

Kata kunci: Integrasi Keilmuan, UIN Maliki Malang, Best Practice

PENDAHULUAN
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam baik swasta maupun negeri sampai
dengan saat ini masih diharapkan memiliki peran yang strategis dalam mencetak
putra-putri terbaik bangsa menjadi generasi yang cerdas, terampil, kreatif,
inovatif, serta berdaya guna bagi kemajuan bangsa dan negara. Peran ini sangatlah
logis dikarenakan tugas utama perguruan tinggi adalah melaksanakan tri dharma
perguruan tinggi yang meliputi pendidikan dan pengajaran, penelitian dan

1
Mahasiswa Program Studi S3 Manajemen Pendidikan Islam Pascasarjana IAIN
Tulungagung Program MORA Scholarship Kemenag RI Tahun 2019.

1
pengabdian kepada masyarakat. Namun, fakta diungkapkan oleh Fitri2 bahwa
keberadaan PTKI terutama PTKIN (UIN/IAIN/STAIN), saat ini menjadi bahan
perbincangan diberbagai kalangan akademika. Hal ini terjadi sebagai akibat dari
munculnya harapan yang besar, bahwa PTKIN akan mampu bersaing dengan
institusi pendidikan di era transformasi saat ini. Pemisahan keilmuan antara ilmu
umum dengan ilmu agama semakin membuat tertinggalnya PTKIN dibandingkan
dengan perguruan tinggi lain. Keadaan ini mampu menurunkan minat masyarakat
untuk mengeyam pendidikan di perguruan tinggi Islam.
Keprihatinan tersebut sebenarnya telah menemukan secercah harapan
untuk mengatasinya, yakni ditandai dengan momentum transformasi Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Momentum transformasi ini menuntut
UIN memiliki distingsi dibanding dengan perguruan tinggi lain yaitu integrasi
keilmuan. Kamaruddin Amin3 pada sambutannya dalam kegiatan Focus Group
Discussion (FGD) Forum Perencanaan PTKIN 2016 mengungkapkan bahwa
perguruan tinggi Islam harus memiliki distingsi yang menjadi pembeda sekaligus
nilai tambah. Kalau tidak mempunyai distingsi apa yang membedakan antara
lulusan UIN dengan perguruan tinggi lain. Kuncinya adalah integrasi keilmuan.
Menurutnya, seluruh lembaga pendidikan tinggi Islam harus memiliki distingsi
tersebut. Integrasi keilmuan yang saat ini sudah dikembangkan oleh Universitas
Islam Negeri (UIN) memiliki karakter yang khas ke-Islaman, memadukan antara
ilmu umum dengan ilmu agama. Sehingga lulusan perguruan tinggi Islam
diharapkan mampu tampil beda, tidak hanya dalam kemampuan kognitif
melainkan juga penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya cerdas tetapi
juga berakhlak.

2
Agus Zaenul Fitri, Integrasi Pengembangan Keilmuan Di Perguruan Tinggi
Keagamaan Islam, IAIN Tulungagung Press (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2020), 1,
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004.
3
Kamaruddin Amin, ―Distingsi Kelembagaan PTKI Berupa Integrasi Keilmuan,‖
http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=8260#.XtUFXP8zbIU, Diakses 01 Juni
2020.

2
Dalam membangun konsep integrasi keilmuan, setiap UIN memiliki
paradigmanya masing-masing. Keragaman paradigma integrasi keilmuan tersebut
menarik untuk diteliti lebih lanjut. Pada satu sisi keragaman tersebut merupakan
khazanah yang memperkaya dunia pendidikan Islam Indonesia4 dan pada sisi lain
dapat menjadi best practice (acuan pengalaman) bagi PTKI baik STAI maupun
IAI yang ingin bertransformasi menjadi universitas dalam menentukan distingsi
perguruan tingginya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, artikel ini akan membahas bagaimana
model integrasi keilmuan agama dan umum yang dikembangkan oleh salah satu
UIN di Indonesia yaitu UIN Maulana Malik Ibrahim Malang –yang selanjutnya
dalam penulisannya disebut UIN Maliki Malang. Pemilihan UIN Maliki Malang
sebagai lokus studi dengan pertimbangan bahwa: 1) UIN Maliki Malang adalah
generasi pertama transformasi kelembagaan menjadi UIN dalam rentang waktu
2002-2004 bersama dengan UIN Syahid Jakarta dan UIN Suka Yogyakarta5; dan
2) UIN Maliki Malang menempati grade pertama bersama UIN Suka Yogyakarta
dalam konsep integrasi keilmuan UIN se-Indonesia. Kedua UIN ini telah
merumuskan konsep integrasi secara sistematik, mulai dari paradigma filosofis
sampai pada operasional penyusunan kurikulum dan proses pembelajaran 6. Kajian
ini dilakukan dengan pendekatan library research terhadap karya-karya ilmiah
yang relevan dengan fokus kajian yang meliputi konsep integrasi keilmuan,
integrasi keilmuan sebagai amanah transformasi menuju UIN, dan model integrasi
UIN Maliki Malang. Dengan demikian akan didapatkan pemahaman tentang
model integrasi keilmuan yang dapat digunakan sebagai best practice bagi PTKI
dalam pengelolaan pendidikannya.

4
Miftahuddin, ―Integrasi Pengetahuan Umum Dan Keislaman Di Indonesia: Studi
Integrasi Keilmuan Di Universitas Islam Negeri Di Indonesia,‖ ATTARBIYAH: Journal of Islamic
Culture and Education I, no. 1 (2016): 91–92, https://doi.org/10.18326/ATTARBIYAH.V1I1.89-
118.
5
Miftahuddin, 93.
6
Nuriena Rifai et al., ―Integrasi Keilmuan Dalam Pengembangan Kurikulum Di UIN Se-
Indonesia:,‖ Tarbiya 1, no. 1 (2014): 32.

3
PEMBAHASAN
Konsep Integrasi Keilmuan
Secara harfiah dalam bahasa Inggris, terdapat tiga jenis kata yang merujuk
pada kata integrasi. Pertama, sebagai kata kerja, yakni to integrate yang berarti:
mengintegrasikan, menyatupadukan, menggabungkan, mempersatukan (dua hal
atau lebih menjadi satu). Kedua, sebagai kata benda, yakni integration yang
berarti: integrasi, pengintegrasian atau penggabungan; atau integrity yang berarti
ketulusan hati, kejujuran dan keutuhan. Jika berkaitan dengan bilangan, integrasi
merujuk pada kata integer yang berarti bilangan bulat/utuh. Dari kata ini dijumpai
kata integrationist yang bermakna penyokong paham integrasi, pemersatu. Ketiga,
sebagai kata sifat, kata ini merujuk pada kata integral yang bermakna hitungan
bulat, utuh. Bentuk kata sifat lainnya adalah integrated yang berarti yang
digabungkan, yang terbuka untuk siapa saja seperti integrated school (sekolah
terpadu).7
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata integrasi mengandung arti: (1)
mengenai keseluruhannya; meliputi bagian yang perlu untuk menjadikan lengkap;
utuh, bulat, sempurna; (2) tidak terpisah, terpadu. Berintegrasi: bergabung supaya
menjadi kesatuan yang utuh, yang tidak akan bisa berubah lagi.8
Sedangkan istilah ilmu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis, dengan menggunakan
metode-metode tertentu.9 Dalam Oxford Advanced Learner‟s Dictionary10,
dinyatakan bahwa ilmu adalah “organized knowledge, especially when obtained
by observation and testing of facts, about physical world, natural laws and
society, study leading to such knowledge”.

7
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1996), 326.
8
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 2001), 264.
9
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Depdikbud, 1988), 23.
10
Hornby, Oxford Advanced Learner‟s Dictionary (Oxford: Oxford University Press,
1989), 651-652.

4
Miftahuddin11 mendefinisikan ilmu dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu:
1) sebagai pengetahuan, ilmu adalah semua pengetahuan yang dihimpun dengan
perantaraan metode ilmiah; 2) sebagai proses aktivitas, ilmu adalah suatu
serangkaian aktivitas yang menghasilkan pengetahuan; 3) sebagai metode, ilmu
adalah cara memperoleh pengetahuan yang objektif dan dapat diperiksa
kebenarannya.
Menurut Kuntowijoyo12 integrasi keilmuan berarti sebuah upaya untuk
menyatukan atau menggabungkan keilmuan yang memberi ruang lingkup pada
aktifitas nalar manusia (sekularisme) dan juga menyediakan keleluasaan pada
Tuhan dan Wahyu-Nya. Sedangkan menurut Suprayogo13 integrasi keilmuan
adalah menjadikan al-Qur’an dan Sunnah sebagai grand theory pengetahuan,
sehingga ayat-ayat qauliyah dan kauniyah dapat dipakai. Berdasarkan pengertian
ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam integrasi keilmuan menempatkan
al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber utama ilmu dan nalar manusia sebagai
sumber kedua secara bersama-sama.
Secara teoritis ada beberapa konsep tentang integrasi ilmu di antarannya:
Pertama, konsep integrasi yang dikemukakan oleh Ian G. Barbour14 yang dikenal
dengan konsep integrasi teologis dengan penyatuan agama dan sain dalam bingkai
filsafat. Integrasi ala Barbour ini bertujuan untuk mewujudkan reformasi bidang
teologi atau theologi of nature, yang bertujuan untuk membuktikan bahwa agama
juga bersifat ilmiah dan teologi seyogyanya menjadi landasan dalam
pengembangan teori-teori ilmiah.
Kedua, konsep integrasi yang dikemukakan oleh John F Hought 15 yang
lebih dikenal dengan teori konfirmasi. Dalam teori ini alam jagad raya yang
membentang ini sudah tertata secara rasional. Dengan demikian manusia sebagai

11
Miftahuddin, ―Integrasi Pengetahuan Umum Dan Keislaman Di Indonesia: Studi
Integrasi Keilmuan Di Universitas Islam Negeri Di Indonesia,‖ 97.
12
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu Epistimologi, Metodologi dan Etika (Yogyakarta :
Tiara Wacana, 2006), 55.
13
Imam Suprayogo, Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi (Bandung: Mizan,
2005), 49.
14
Ian G. Barbour, Juru Bicara Tuhan: Antara Sains dan Agama, terj. E.R. Muhammad
(Bandung: Mizan, 2002), 82-83.
15
John F. Haught, Perjumpaan Sains dan Agama: Dari Konflik ke Dialog, terj.
Fransiskus Borgias (Bandung: Mizan, 2004), 28.

5
makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena anugerah akal, terus
mencari dan menyelidiki tentang kebenaran alam dan terus berusaha menyatukan
alam. Agama dan sains memiliki tanggung jawab untuk melakukan peenyelidikan
secara koheren tentang alam semesta dengan segala isinya. Dalam pandangannya
ada empat cara yang bisa digunakan untuk mengintegrasikan antara sains dan
religion, dengan pendapat akhir menyatakan bahwa agama dan sain memang dua
hal yang berbeda, akan tetapi saling mendukung dan memiliki penting bagi yang
lain.
Dua konsep integrasi ilmu di atas, merupakan pemikir dan ilmuwan Barat,
dalam Islam juga banyak muncul cendekiawan yang terus berusaha menemukan
dan membangun integrasi ilmu di antaranya: Pertama, Naquib al-Attas dengan
gagasanya yang dikenal dengan ―Islamisasi Ilmu‖. Gagasan ini dikemukakan
pertama kalinya saat berlangsung konferensi internasional “Word Conference On
Islamic Education” di Islamabad pada tahun 1980.16 Ilmu pengetahuan yang
secara fitrah dikaji oleh manusia secara esensial berasal dari Allah yang ditransfer
melalui wahyu yang termuat dalam kitab suci al-Qur’an. Islamisasi ilmu dalam
pandangan al-Atas ini memiliki tujuan bahwa ilmu yang bersumber dari al-Qur’an
tidak boleh ditafsirkan dengan ideologi sekuler dengan ungkapan-ungakapn
manusia yang sekuler pula, yang sengaja memisahkan ilmu itu menjadi dua kutub,
yakni agama dan umum.17
.Kedua, konsep yang dikemukakan oleh al-Faruqi. Dalam pandangannya
islamisasi ilmu dimaknai sebagai upaya pengintegrasian disiplin ilmu-ilmu
modern dengan khazanah peradaban Islam. Langkah pertama dari upaya ini
adalah dengan menguasai seluruh disiplin ilmu modern, memahaminya secara
menyeluruh, dan mencapai tingkatan tertinggi yang ditawarkannya. Setelah
prasarat ini dipenuhi tahap berikutnya adalah melakukan eliminasi, mengubah,

16
Arqom Kuswanjono, Intgrasi Ilmu dan Agama Perspektif Mulla Sandra (Yogyakarta:
Kahfi Offset, 2010), 72.
17
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dan sekularisme (Bandung: Institut Pemikiran
dan Pembangunan Islam, 2010), 200.

6
menginterpretasikan ulang dan mengadaptasikan komponen-komponen dengan
pandangan dunia Islam dan nilai-nilai yang tercakup di dalamnya.18
Ketiga, gagasan Amin Abdullah seorang cendekiawan muslim Indonesia
yang terus melakukan kajian dan penelitian tentang integrasi keilmuwan Islam
dengan teorinya yang terkenal ―integrasi-interkoneksi‖. Gagasannya ini sangat
populer di dunia akademisi khususnya di kampus-kampus Islam. Konsep
integrasi-interkoneksi ini merupakan jawaban atas permasalahan sosial
kemanusian yang terus bergulir saat ini. Relasi agama dan sains kini terus
dibicarakan oleh ilmuwan muslim, sebab hal ini menjadi wacana yang kontroversi
di dunia Barat yang disebabkan sains dan agama merupakan dua entitas yang
tidak bisa dipertemukan.19 Pemikiran Amin Abdullah melalui paradigma
integrasi-interkoneksi keilmuan ini saat ini dijadikan sebagai pijakan dalam
pengembangan keilmuan di perguruan tinggi khususnya PTKIS (Perguruan Tinggi
Keagamaan Islam) dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dalam upaya
untuk pengembangan keilmuan non dikotomik.20

Integrasi Keilmuan: Amanah Transformasi Menuju UIN


Kajian integrasi ilmu sebagai upaya untuk mendudukkan kembali ilmu
sains dan ilmu agama dalam posisi yang sejajar dan saling melengkapi semakin
meluas dengan diumumkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, di mana pada pasal 10 ayat (1) dinyatakan
bahwa, ―Rumpun ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan kumpulan sejumlah
pohon, cabang dan ranting ilmu pengetahuan yang disusun secara sistematis‖.
Penjelasan yang dimaksud dalam rumpun ilmu pengetahuan dan teknologi
dicantumkan dalam ayat (2) dengan redaksi berikut: ―Rumpun ilmu pengetahuan
dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: rumpun ilmu

18
Husniyatus Salamah Zainiyati, ―Landasan Fondasional Integrasi Keilmuan Di UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang Dan UIN Sunan Ampel Surabaya,‖ Islamica: Jurnal Studi
Keislaman 10, no. 1 (2015): 261, http://repositorio.unan.edu.ni/2986/1/5624.pdf.
19
Amin Abdullah, Islamic Studies Di Perguruan Tinggi, Pendekatan Integratif
Interkonektif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 92.
20
Istikomah, ―Integrasi Sains Dan Agama Di Perguruan Tinggi Sebagai Upaya Mengikis
Dikotomi Ilmu,‖ Tadrisuna 2, no. 1 (2019),
http://ejournal.stitradensantri.ac.id/index.php/tadrisuna/article/view/33.

7
agama, rumpun ilmu humaniora, rumpun ilmu sosial, rumpun ilmu alam, rumpun
ilmu formal dan rumpun ilmu terapan.‖ Pada ayat (2) ini jelas termaktub bahwa
rumpun ilmu agama dianggap merupakan satu rumpun ilmu dalam rumpun besar
ilmu pengetahuan dan teknologi. 21 Undang-undang ini menjadi dasar legal formal
bagi berjalannya proses pembelajaran dan pendidikan di seluruh PTKI dan
menjadikannya sejajar dengan pendidikan tinggi umum. Dikeluarkannya Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2012 ini menjadi pemicu bagi proses integrasi ilmu
menjadi lebih cepat lagi.
Sebelum transformasi kelembagaan dari IAIN ke UIN terjadi, beberapa
IAIN membuka program studi umum yang dimasukkan ke dalam fakultas yang
ada pada tahun 1998-1999 seperti prodi Psikologi dan Matematika pada Fakultas
Tarbiyah dan prodi Ekonomi dan Perbankan Islam pada Fakultas Syariah. Selain
itu terdapat juga pembukaan fakultas umum dengan dasar mandat yang diperluas
(wider mandate), seperti Fakultas Ekonomi dan Fakultas Sains dan Teknologi di
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada tahun 2002 proses transformasi tersebut
membuahkan hasil dengan berubahnya IAIN Jakarta menjadi UIN dengan
Keputusan Presiden RI No. 031 Tanggal 20 Mei 2002. Perubahan kelembagaan
dari IAIN menjadi UIN kemudian diikuti oleh PTKIN lainnya. Dengan perubahan
status ini diharapkan UIN Jakarta menjadi pelopor dalam internasionalisasi dan
globalisasi PTKI menuju universitas riset yang unggul dan kompetitif. Amanat
lain dari perubahan status IAIN menjadi UIN adalah menjadi pelopor
pengembangan integrasi ilmu yang dapat mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu
lainnya. Integrasi ilmu ini menjadi dasar pendirian Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan di UIN Jakarta sebagai Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
pertama di perguruan tinggi di bawah Departemen Agama RI. Dari sejak
peralihan IAIN Jakarta menjadi UIN Jakarta di tahun 2002 hingga saat ini, sudah
ada 17 UIN di seluruh Indonesia. Dalam semua penetapan perubahan IAIN
menjadi UIN, terdapat amanat penting yang berkualitas. Integrasi ilmu sendiri
didefinisikan sebagai satu ide maupun gerakan yang lahir dari pemikiran tentang

21
Presiden Republik Indonesia, ―Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2012 Tentang Pendidikan Tinggi‖ (Jakarta, 2012), 132.

8
adanya fakta pemisahan (dikotomi) antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu
lainnya. Ide pemikiran dan gerakan ini dibebankan kepada seluruh UIN sebagai
amanat untuk mengembalikan pendekatan ilmu secara holistik dan
komprehensif.22
Implementasi integrasi ilmu di PTKI terutama di Universitas Islam Negeri
merupakan amanah dari Keputusan Presiden yang melandasi perubahan status
kelembagaan dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) atau Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Sebagai
contoh, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2002 tentang
Perubahan Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang menyebutkan:
Menimbang: bahwa dalam rangka memenuhi tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan serta proses integrasi antara ilmu agama dengan ilmu lain,
dipandang perlu menetapkan Keputusan Presiden tentang perubahan
Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.23

Kata ―integrasi ilmu‖ juga secara eksplisit bisa ditemukan dalam


Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2004 yang melandasi
pendirian Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Universitas
Islam Negeri Malang. Dalam keputusan itu disebutkan:
Menimbang: bahwa dalam rangka memenuhi tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan serta proses integrasi antara bidang ilmu agama Islam dengan
bidang ilmu umum, dipandang perlu menetapkan Keputusan Presiden
tentang Perubahan Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta menjadi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Malang menjadi Universitas
Islam Negeri Malang.24

22
Diktis Kemenag RI, ―SK Dirjen Pendis Nomor 2498 Tahun 2019 Tentang Pedoman
Implementasi Integrasi Ilmu Di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI)‖ (Jakarta, 2019), 1–2.
23
Presiden Republik Indonesia, ―Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 2002 Tentang Perubahan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menjadi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta‖ (Jakarta, 2002), https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2007.03.021.
24
Presiden Republik Indonesia, ―Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 50
Tahun 2004 Tentang Perubahan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Menjadi UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta Dan STAIN Malang Menjadi UIN Malang‖ (Jakarta, 2004).

9
Kata ―integrasi ilmu‖ juga secara eksplisit bisa ditemukan dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2005 yang melandasi pendirian
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung dan Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar. Dalam keputusan itu disebutkan:
Menimbang: bahwa dalam rangka memenuhi tuntutan perkembangan dan
kebutuhan dan dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang
berkualitas di bidang ilmu pengetahuan Agama Islam serta proses integrasi
antara bidang ilmu Agama Islam dengan bidang ilmu umum, dipandang
perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Perubahan Institut Agama
Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung menjadi Universitas Islam
Negeri Sunan Gunung Djati Bandung dan Institut Agama Islam Negeri
Alauddin Makassar menjadi Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar.25

Lebih jauh, menurut Daulay dalam Arbi, dkk26 yang menjadi dasar penting
metamorfosa kelembagaan dari IAIN ke UIN adalah: Pertama, adanya keinginan
kuat untuk melakukan pemaduan atau penyatuan antara disiplin ilmu-ilmu agama
dengan disiplin ilmu-ilmu umum. Tujuannya adalah agar keduanya tidak lagi
dianggap berjalan secara dikotomik, melainkan menyatu, berjalin-kelindan dan
seiring-sejalan. Kedua, karena perubahan status madrasah yang semula
merupakan lembaga pendidikan yang memiliki konsentrasi mempelajari ilmu-
ilmu agama, justru berubah menjadi sekolah yang ―bercirikan Islam‖. Artinya,
madrasah tidak lagi menyiapkan lulusannya untuk mempelajari keislaman an sich,
namun lebih banyak mempelajari ilmu-ilmu umum. Sehingga, banyak lulusan
Madrasah Aliyah kemudian memilih universitas-universitas umum. Ketiga, jika
perubahan institut ke universitas dapat terwujud, maka akan membuka peluang
yang luas bagi semua lulusan UIN, sehingga mereka akan semakin memperoleh
kesempatan untuk melakukan mobilitas vertikal dan memiliki peluang yang lebih
beragam dalam memilih lapangan kerja. Dari sini jelas terlihat bahwa integrasi
keilmuan menjadi sebuah keniscayaan dalam menjawab berbagai tantangan serta

25
Presiden Republik Indonesia, ―Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 57 Tahun
2005 Tentang Perubahan IAIN Sunan Gunung Djati Bandung Menjadi UIN Sunan Gunung Djati
Bandung Dan Perubahan IAIN Alaudin Makassar Menjadi UIN Alaudin Makassar‖ (Jakarta,
2005), https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2007.03.021.
26
Arbi et al., ―Model Pengembangan Paradigma Integrasi Ilmu Di Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Dan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang,‖ Profetika: Jurnal Studi Islam 20, no. 1 (2018): 6.

10
peluang penyelenggaraan perguruan tinggi sekaligus menjadi amanah bagi PTKI
dari negara yang memutuskan untuk bertransformasi menjadi universitas.

Pohon Ilmu: Model Integrasi Keilmuan UIN Maulana Malik Ibrahim


Malang
Imam Suparyogo27 menyebutkan bahwa upaya mengintegrasikan ilmu dan
agama selama ini tampaknya dirasakan sebagai suatu hal yang sulit dilakukan.
Ilmu yang sesungguhnya tidak lain adalah hasil dari kegiatan observasi,
eksperimen, dan kerja rasio pada satu sisi dipisahkan dari agama (Islam) yang
bersumber kitab suci al-Qur'an dan al-Hadis. Oleh karena ilmu pengetahuan
sesungguhnya hanyalah merupakan hasil temuan manusia dari pergulatan
penelitiannya dan karenanya, tingkat kebenarannya bersifat relatif dipisahkan dari
al-Qur'an dan al-Sunnah yang memiliki kebenaran mutlak.
Selama ini, ia memahami bahwa kedua jenis sumber ilmu tersebut dapat
dipadukan, namun bukan dalam makna "dicampurkan", karena keduanya tidak
boleh dilihat secara terpisah. Keduanya menjadi sumber ilmu pengetahuan yang
dianjurkan oleh Islam untuk digunakannya. Al-Qur'an yang bersifat universal
tentunya tidak akan menjamah persoalan yang bersifat teknis. Kalaupun al-Qur'an
mengungkapkan persoalan spesifik dan teknis, hal itu oleh karena berlaku umum
dan selalu relevan dengan zamannya. Misalnya, persoalan waris, persoalan siapa
yang boleh dinikah dan yang dilarang. Apa saja yang bersifat universal, tatkala
menjamah hal yang bersifat teknis maka akan berakibat irrelevan dengan
perkembangan zaman yang selalu berubah cepat.
Oleh karena itu, al Qur’an banyak menjelaskan hal bersifat umum dan
universal. Sementara itu hal yang bersifat teknis akan diselesaikan oleh ilmu
pengetahuan yang bersumber dari observasi, eksperimentasi, dan penalaran logis.
Ilmu pengetahuan/sains karena tingkat kebenarannya yang bersifat relatif itu,
maka ia akan selalu berubah-ubah tergantung pada dukungan data dan rasio yang
menopangnya. Jika temuan itu masih ditopang oleh logika yang kokoh dan data

27
Imam Suprayogo, ―Membangun Integrasi Ilmu Dan Agama: Pengalaman UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang,‖ in Batusangkar International Conference I (Batusangkar, 2016), 32–33.

11
yang cukup maka masih dipandang benar dan akan segera dipatahkan
kebenarannya jika ditemukan bukti lain yang dapat meruntuhkannya. Terhadap
dua jenis atau tingkat kebenaran itu, seharusnya diletakkan secara terpadu atau
terintegrasi. Kendatipun masing-masing masih menempati posisi yang berbeda,
namun tidak boleh diperlakukan secara terpisah.
Paradigma konsep integrasi keilmuan dalam perspektif pemikiran Imam
Suprayogo meletakkan agama sebagai basis ilmu pengetahuan. Al-Qur’an dan al-
Ḥadīst dalam pengembangan ilmu diposisikan sebagai sumber ayat-ayat qauliyyah
sedangkan hasil observasi, eksperimen dan penalaran logis diposisikan sebagai
sumber ayat-ayat kauniyyah. Dengan posisinya seperti ini, maka berbagai cabang
ilmu pengetahuan selalu dapat dicari sumbernya dari al-Qur’an dan al-Ḥadīst.28
Dalam pespektif kurikulum, agar dapat dipahami secara mudah, untuk
menjelaskan integrasi ilmu dan agama, saya menggunakan metafora sebatang
pohon besar dan rindang, yang akarnya menghujam ke bumi, batangnya kokoh
dan besar, berdahan dan ranting serta daun yang lebat dan akhirnya pohon itu
berbuah yang sehat dan segar (Gambar 1.).

Gambar 1. Pohon Ilmu UIN Maliki Malang29


28
Maidar Darwis and Mena Rantika, ―Konsep Integrasi Keilmuan Dalam Perspektif
Pemikiran Imam Suprayogo,‖ Fitra 4, no. 1 (2018): 7.
29
Suprayogo, ―Membangun Integrasi Ilmu Dan Agama: Pengalaman UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang,‖ 46.

12
Penjelasan dari gambar tersebut adalah:30
1. Akar yang kuat menghujam ke bumi digunakan untuk menggambarkan
kecakapan yang harus dimiliki oleh siapa saja yang melakukan kajian Islam
yang bersumber Al-Qur'an dan al-Hadis, yaitu kemampuan berbahasa Arab dan
Inggris, logika atau ilmu mantiq, ilmu alam dan ilmu sosial. Sebagaimana
posisinya sebagai alat, idealnya kecakapan itu harus dikuasai secara penuh
sebelum yang bersangkutan memulai melakukan kajian Islam yang bersumber
dari kitab suci.
2. Batang digunakan untuk menggambarkan obyek kajian Islam, yaitu al-Qur'an,
al-Hadis, pemikiran Islam, dan sirah nabawiyah dan atau sejarah Islam lainnya
yang lebih luas. Mahasiswa UIN Maliki Malang, tanpa kecuali, jurusan apapun
yang diambil wajib mengambil dan menguasai bidang ilmu ini. Mengikuti ahli
fiqh, mendalami Bahasa Arab dan Inggris, ilmu mantiq, ilmu alam dan ilmu
sosial serta sumber ajaran Islam tersebut hukumnya fardhu „ain.
3. Dahan yang jumlahnya cukup banyak, ranting dan daun dalam metafora ini
untuk menggambarkan disiplin ilmu yang akan dipilih oleh setiap mahasiswa
yang dikembangkan oleh UIN Maliki Malang. Masing-masing disiplin ilmu
atau fakultas dengan berbagai jurusan atau program studi ini, setiap mahasiswa
diberi kebebasan untuk memilih sesuai dengan minat, bakat dan
kemampuannya masing-masing.
4. Sebagai sebuah pohon yang lebat itu, tentu akan berbuah. Buah digunakan
untuk menggambarkan hasil kegiatan kajian agama yang mendalam dan ilmu
pengetahuan yang cukup, yaitu iman, amal shaleh dan akhlakul karimah.
Melalui metafora pohon tersebut, maka integrasi ilmu dan agama akan
lebih cenderung menyerupai pandangan Imam al-Ghazali, bahwa mendalami ilmu
agama bagi semua orang adalah merupakan kewajiban pribadi atau fardhu „ain;
sedangkan mendalami ilmu umum seperti kedokteran, teknik, pertanian,
perdagangan dan lain-lain adalah fardhu kifayah. Demikian halnya bangunan
kurikulum di UIN Maliki Malang, yakni bahwa mendalami sumber-sumber ajaran

30
Suprayogo, 33–34.

13
Islam yaitu al-Qur'an dan al-Hadith adalah wajib dilakukan oleh seluruh
mahasiswa, apapun program studi yang dipilih. Namun, selain itu masing-masing
mahasiswa diwajibkan pula mendalami bidang ilmu lainnya sebagai keahliannya
yang bersifat fardhu kifayah itu. Dengan model konseptual seperti ini kiranya bisa
berharap akan terjadi integrasi keilmuan secara kokoh.31
Akibat dari lahirnya ilmu-ilmu (kalau memang dapat disebut sebagai ilmu,
atau bidang ilmu): ilmu alam, sosial, humaniora dan cabang-cabang ilmu agama
Islam, maka selanjutnya terjadilah dikotomi ilmu dan agama. Ilmu-ilmu alam,
sosial, dan humaniora dikelompokkan sebagai ilmu umum, bahkan dari sudut
pandang konvesional kelompok ilmu ini diklaim sebagai ilmu sekuler.
Sebaliknya, ilmu agama islam: ushuluddin, ilmu tarbiyah, ilmu dakwah, ilmu
syariah dan ilmu adab dikelompokkan ke dalam ilmu agama (Islam). Semakin
lama dikotomi itu semakin kokoh. Pengelompokkan secara dikotomik seperti itu
berdampak luas, yang akhirnya disadari oleh umat Islam sendiri bahwa mereka
tertinggal dari umat lainnya karena selama ini umat Islam hanya mengembangkan
ilmu agama semata. Umat Islam menjadi tersadarkan bahwa untuk membangun
sebuah peradaban yang maju dan unggul diperlukan berbagai bentuk dan rekayasa
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab, ternyata perkembangan
peradaban, (baca ilmu dan teknologi) bukan lahir dari ilmu-ilmu agama dengan
berbagai cabangnya itu, melainkan dari kemajuan teknologi, kedokteran, ilmu
astronomi, ilmu manajemen, dan lain-lain. Akibat dari kesadaran umat Islam
seperti itu, pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana mencari jalan keluar
untuk mensintesakan agama dan sains, atau setidak-tidaknya bagaimana umat
Islam selain mendalami agama juga mendalami sains dan teknologi. Dengan
demikian, ilmu agama dan ilmu umum menjadi tidak terpisah, bahkan merasuk
pada diri setiap kaum muslimin.32
Untuk memecahkan persoalan itu, sesungguhnya masih ada jalan keluar
yang tidak terlalu rumit. Menurut Suprayogo, untuk menghilangkan dikotomi itu
dapat ditempuh dengan cara memposisikan sumber ajaran Islam yaitu al-Qur'an

31
Suprayogo, 34.
32
Suprayogo, 35–36.

14
dan al-Hadith bukan pada wilayah berbeda dari wilayah ilmu pengetahuan
sebagaimana yang terjadi selama ini. Al-Qur'an dan al-Hadith semestinya tidak
perlu dikembangkan dengan ilmu-ilmu agama seperti ushuluddin, ilmu syari’ah,
ilmu tarbiyah dan seterusnya, melainkan sumber ajaran Islam itu diposisikan
sebagai sumber ilmu. Perguruan tinggi Islam semisal UIN tidak perlu membuka
berbagai cabang ilmu yang selama ini disebut ilmu agama itu. Yang membedakan
perguruan tinggi Islam dengan yang bukan, terletak pada sumber yang dijadikan
acuan dalam mengembangkan ilmu itu sendiri. Umat Islam, dalam memahami
jagad raya dan kehidupan ini, mengenal apa yang disebut dengan ayat-ayat
qawliyyah yaitu pengetahuan yang diperoleh dari kitab suci (al-Qur'an) dan al-
Hadith; dan ayat-ayat kawniyyah, yaitu pengetahuan tentang jagad raya dan
kehidupan ini yang bersumber dari hasil observasi, eksperimetasi dan penalaran
logis. Perguruan tinggi Islam dalam hal ini UIN mengembangkan ilmu
pengetahuan senantiasa mengambil sumber kepada ayat- ayat qawliyyah dan ayat-
ayat kawniyyah sekaligus. Sedangkan perguruan tinggi umum biasanya
mengembangkan ilmu pengetahuan dengan mengambil sumber dari hasil-hasil
observasi, eksperimen, dan penalaran logis saja. Ketiga sumber pengetahuan yang
disebut terakhir ini, bagi universitas Islam, disebut ayat-ayat kawniyyah. Berikut
adalah keilmuan yang seharusnya dibangun oleh universitas yang menempatkan
sumber al-Qur’an dan al-Hadith serta hasil observasi, ekperimen dan penalaran
logis secara bersama-sama sebagai sumber ilmu pengetahuan (Gambar 2.).

15
Gambar 2.
Bangunan Keilmuan Integratif UIN Malang antara Kajian yang Bersumber
Ayat-ayat Qauliyah (al-Qur’an dan Hadith) dan Ayat-ayat Kauniyah (Hasil
Observasi, Eksperimen dan Penalaran Logis)33

Integrasi Keilmuan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Sebagai Best


Practice Bagi PTKI
Integrasi keilmuan yang dikembangkan oleh UIN Maliki Malang melalui
konsep Pohon Ilmu-nya secara sistemik dapat menjadi best practice (acuan
pengalaman) bagi PTKI baik negeri maupun swasta untuk membentuk distingsi
melalui integrasi keilmuan sebagai syarat transformasi menuju universitas.
Beberapa hal yang dapat dijadikan best practice bagi PTKI dari integrasi
keilmuan UIN Maliki Malang di antaranya: 1) Best practice pada pengembangan
kurikulum di PTKI; 2) Best practice pada proses pembelajaran di PTKI; dan 3)
Best practice pada penelitian dan pengabdian kepada masyarakat di PTKI.
1. Best Practice pada pengembangan kurikulum di PTKI
Rifai, dkk34 melalui hasil penelitiannya menyebutkan bahwa implementasi
integrasi keilmuan dalam pengembangan kurikulum di UIN Maliki Malang
dengan membuat kebijakan dan menentukan strategi implementasinya. Kebijakan
yang diambil oleh UIN Maliki Malang adalah kurikulum dikembangkan dengan
33
Suprayogo, 45.
34
Rifai et al., ―Integrasi Keilmuan Dalam Pengembangan Kurikulum Di UIN Se-
Indonesia:,‖ 30.

16
memperhatikan 4 (empat) kekuatan, yakni: kedalaman spiritual, keagungan
akhlak, keluasan ilmu, dan kematangan. Pimpinan UIN memprakarsai kurikulum
berbasis integrasi, yang secara umum dibagi menjadi lima kelompok, yaitu
Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), Matakuliah Keilmuan dan
Keterampilan (MKK), Matakuliah Keahlian Berkarya (MKB), Matakuliah
Perilaku Berkarya (MPB), dan Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB).
Sementara itu strategi yang diimplementasikan adalah: a) membuat
ma‟had ali; b) Membuat Program Khusus Pengembangan Bahasa Arab (PKPBA);
c) Membuat Program Khusus Pengembangan Bahasa Inggris (PKPBI); d)
Membudayakan penulisan buku ajar terintegrasi bagi para dosen; e) Rekruitmen
dosen umum yang hafal al-Qur’an; f) Workshop Kurikulum Terintegrasi; g)
Pembentukan Lembaga Kajian al-Qur’an dan Sains (LKQS); dan h) Pembentukan
Kantor Jaminan Mutu (KJM).
Dalam kerangka pikir demikian, maka paradigma keilmuan UIN Malang
dapat dijadikan satu alternatif dalam mengembangkan keilmuan yang bersifat
integratif. Yang membedakan kemudian adalah terletak pada sumbernya dan
bukan pada jenis ilmu yang ada. Ilmu tetap saja terdiri atas rumpun ilmu-ilmu
alam, ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Jika ilmuwan pada umumnya menggali
ketiga rumpun ilmu tersebut bersumberkan pada ayat-ayat kawnîyah saja,
sehingga cara yang ditempuh dengan observasi, eksperimen, dan penalaran logis.
Maka, UIN Malang, selain menjadikan ayat-ayat kawnîyah, dan bahkan terlebih
dahulu menjadikan al-Qur’ân dan Hadîth, ayat-ayat qawlîyah, justru sebagai
sumber yang utama.35 Dan nyatanya di berbagai perguruan tinggi saat ini tidak
sedikit ditemukan para sarjana yang menguasai dua bidang kajian ilmu yang
berbeda, yaitu kajian Islam (agama) dan ilmu pengetahuan modern, hasil kajian
dan penemuan mereka justru lebih bermanfaat bagi umat.36

35
Imam Suprayogo, “Pradigma Keilmuan dan Falsafah Pendidikan”, dalam UIN Maliki
Membangun Perguruan Tinggi Islam Bereputasi Internasional (Malang: UIN Maliki, 2013), 24.
36
Imam Suprayogo, “Pendidikan Integralistik, Memadu Sains dan Agama, Sebuah
Pengantar” dalam Tim Penyusun Buku, Memadu Sains dan Agama Menuju Universitas Islam
Masa Depan (Malang: Bayumedia Publishing, 2004), x.

17
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengembangan
kurikulum integrasi UIN Maliki Malang mengedepankan 4 (empat) kekuatan,
yakni: kedalaman spiritual, keagungan akhlak, keluasan ilmu, dan kematangan
dengan tetap bersumber kepada sumber al-Qur’an dan Hadits serta diperkuat
dengan hasil observasi, eksperimen dan penalaran logis. Garis besar haluan inilah
yang bisa dijadikan best practice bagi PTKI dalam pengembangan kurikulum
integrasinya. Mata kuliah dengan berbagai rumpun dapat disusun mulai dari
capaian pembelajaran, materi, sampai dengan teknik penilaian yang digunakan
dengan tetap berpedoman pada sumber utama (qauliyah) dan sumber penguatnya
(kauniyah). Dengan cara inilah dimungkinkan dapat melahirkan mata kuliah-mata
kuliah integrasi yang dapat menjadi ciri khas PTKI. Di samping itu, strategi yang
diterapkan oleh UIN Maliki Malang dapat juga diadopsi dan akan lebih baik jika
dikembangkan lebih lanjut oleh PTKI baik dalam hal sarana prasarana, program-
program peningkatan kompetensi, pembentukan lembaga kajian ilmiah,
peningkatan SDM, dan lain sebagainya. Pengembangan kurikulum integratif ini
harus juga didasari semangat dalam rangka mengembangkan potensi keilmuan
para mahasiswanya agar memiliki kompetensi yang komprehensif baik secara
spiritual maupun intetektual.
2. Best Practice pada proses pembelajaran di PTKI
Demikian halnya pada proses pembelajaran, UIN Maliki Malang juga
membuat kebijakan dan menetapkan strategi implementasi integrasi keilmuannya.
Kebijakan yang diambil adalah proses pembelajaran mengacu pada kurikulum
berbasis integrasi yang berdasarkan visi, misi dan tujuan serta paradigma pohon
ilmu yang ditetapkan di UIN Maliki Malang. Selain itu, pimpinan universitas
memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan integrasi keilmuan sampai pada
pengembangan kurikulum dan proses pembelajaran. Sedangkan strategi
implementasinya adalah: a) tiap tahun universitas membiayai pendidikan Strata 3
(doktor) bagi 40 dosen UIN; b) Menyusun buku ajar yang mengacu pada
paradigma integrasi keilmuan yang dituangkan dalam pohon ilmu; c)

18
Mengembangkan SAP yang terintegrasi; dan d) Membudayakan penulisan skripsi
yang terintegrasi.37
Dalam konteks tradisi dan budaya kampus, UIN Maliki Malang juga
mencoba memadukan antara tradisi universitas dan tradisi pesantren. Tradisi
pesantren dipandang strategis diusung ke kampus dengan alasan bahwa pada
kenyataannya tidak sedikit pesantren, ternyata berhasil mengantarkan lulusannya
dengan kualifikasi memiliki pisau analisis dan kemampuan ilmu alat seperti
Bahasa Arab dan Inggris melebihi lulusan lembaga pendidikan sekolah pada
umumnya. Atas dasar itu, apa salahnya kultur pesantren yang ternyata memiliki
kelebihan itu dikembangkan di perguruan tinggi, sehingga terbentuk kultur
alternatif, semisal "Pesantren Kampus."
Pesantren kampus, juga dijadikan sebagai wahana untuk mendukung
pengembangan aspek-aspek kultural seperti kebiasaan shalat berjamaah, membaca
al-Qur'an, shalat malam, kajian pemikiran Islam dan lain-lain. UIN Maliki Malang
mempersyaratkan mahasiswanya menguasai dua bahasa asing (Arab dan Inggris).
Oleh karena itu, kebijakan yang ditempuh ialah selain mewajibkan seluruh
mahasiswa baru bertempat tinggal di Ma‟had al-Aly Sunan Ampel agar
memudahkan terbentuknya kultur kebahasaan mereka, juga dikembangkan
pembelajaran Bahasa Asing khususnya Bahasa Arab secara intensif setiap hari
selama setahun penuh. Setelah mereka menguasai Bahasa Arab, pada fase
berikutnya ditingkatkan pula kemampuan Bahasa Inggrisnya.
Untuk membangun kebersamaan, integritas, dan juga komitmen bersama
maka budaya birokrasi yang berkembang selama ini diubah menjadi budaya juang
atau dikembangkan ruh al-jihad untuk mewujudkan cita-cita luhur bersama.
Budaya birokratis yang kaku, bersifat hirarkhis, informasi dibagi secara terbatas,
bekerja hanya sekedar memenuhi tuntutan formalitas, diubah menjadi fleksibel,
informasi terbagi untuk semua, kepemimpinan dilakukan secara kolegial dan
bahkan pada aspek-aspek tertentu diperankan oleh semua, agar menghasilkan
suasana kerja yang lebih dinamis, tanggung jawab menjadi dipikul bersama, dan

37
Rifai et al., ―Integrasi Keilmuan Dalam Pengembangan Kurikulum Di UIN Se-
Indonesia:,‖ 31.

19
mereka datang ke kampus bukan sekedar menenuhi tuntutan formal sebagai
pegawai negeri atau birokrat. Yang terjadi kemudian adalah suasana kebersamaan,
teduh dan saling menghargai dan mencintai untuk saling bahu membahu
membangun kampus Islam yang besar dan akan menjadi kebanggaan bersama.
Sebagai wahana untuk mengembangkan suasana kebersamaan itu di UIN
Maliki Malang juga dibangun kultur kebersamaan yang berasaskan ajaran dan
nilai Islam. Misalnya, UIN Maliki Malang mengembangkan kultur menunaikan
shalat berjamaah di masjid kampus, Kultum, Khatmul Qur'an, pembiasaan puasa
sunnah Senin dan Kamis, membangun solidaritas dan silaturrahim terhadap
keluarga yang terkena musibah. Semua itu, jika dinilai dari sudut pandang
akademik dan intelektual, tampaknya memang sulit dipahami, mengapa mengurus
hal-hal yang tidak relevan, sepele dan kecil seperti itu. Namun, jika hal itu
dipahami secara mendalam dan dengan perspektif yang lain, maka kegiatan
semacam itu justru dapat dipandang strategis dan relevan dengan pengembangan
ilmu yang seharusnya ditunaikan oleh perguruan tinggi, apalagi menyandang
nama "Islam".38
Berbagai strategi implementasi integrasi keilmuan yang dilakukan oleh
UIN Maliki Malang tersebut mengindikasikan bahwa proses pembelajaran tidak
hanya terjadi di dalam kelas saja –dalam arti dibatasi oleh tembok- akan tetapi
proses pembelajaran juga dapat terjadi di luar kelas dengan menciptakan tradisi
dan budaya kampus yang baik dan kondusif berbasis nilai-nilai ajaran agama
Islam. Dalam kondisi seperti inilah, integrasi keilmuan dapat dilakukan dengan
baik. Nilai ajaran agama Islam dapat diinternalisasikan dalam jiwa seluruh civitas
akademika, serta pengembangan keilmuan umum juga dapat ditanamkan melalui
penguasaan bahasa asing dan kajian-kajian ilmiah. Pada konteks inilah, strategi
implementasi integrasi keilmuan UIN Maliki Malang dapat menjadi best practice
yang dapat dikembangkan oleh PTKI dalam mewujudkan proses pembelajaran
yang efektif dan efisien berdasarkan integrasi keilmuan yang dikembangkan oleh
PTKI tersebut.

38
Suprayogo, ―Membangun Integrasi Ilmu Dan Agama: Pengalaman UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang,‖ 39–42.

20
3. Best Practice pada proses penelitian dan pengabdian kepada masyarakat
di PTKI
Visi LP2M UIN Maliki Malang adalah menyelenggarakan dan
mengembangkan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang berkarakter
Ulul Albab dan bereputasi internasional. Berdasarkan visi tersebut, dirumuskan
misi: a) Mengembangkan penelitian sains-teknologi dan sosial-budaya bagi dosen
dan mahasiswa universitas menuju penguatan paradigma integrasi sains dan
Islam; b) Mengembangkan studi gender dan anak dalam rangka penguatan gender
mainstreaming di masyarakat; c) Mengembangkan kajian-kajian dan layanan
internasional bagi sivitas akademika dalam rangka pencapaian World Class
University (WCU); d) Mengembangkan program-program pengabdian kepada
masyarakat berkarakter ulul albab dalam rangka mengaplikasikan temuan-temuan
penelitian; dan e) Menyelenggarakan publikasi ilmiah melalui pameran,
penerbitan, diseminasi, lokakarya, workshop dan sejenisnya.
Adapun orientasi yang menjadi fokus pengembangan riset adalah: a)
Mengembangkan sistem organisasi yang baik (good governance) sebagai fondasi
pengembangan aktivitas penelitian; b) Mengembangkan budaya riset dengan
framework integrasi keilmuan dan keislaman di kalangan dosen dan mahasiswa
melalui penguatan (enforcement) keterampilan dan wawasan sumber daya peneliti
berparadigma integrasi; c) Mengembangkan prioritas tema penelitian yang
bermuara pada penguatan kawasan keilmuan fakultas dengan tetap berpijak pada
pohon keilmuan berparadigma integrasi; d) Mengembangkan agenda penelitian
yang dirancang untuk merespon perkembangan ilmu, teknologi, dan seni, baik
dalam skala regional, nasional, maupun internasional melalui kegiatan penelitian
secara kompetitif, kolaboratif dengan berbagai universitas terkemuka dengan
berorientasi pada kebutuhan pengembangan keilmuan, masyarakat, dan industri;
e) Mengembangkan program-program pemerolehan Hak Kekayaan Intelektual
(HAKI) terhadap hasil penelitian dalam berbagai disiplin keilmuan; dan f)
Mengembangkan agenda publikasi dan sitasi karya ilmiah dilingkup nasional,
regional, dan internasional melalui penerbitan buku, karya ilmiah, diseminasi, dan
pameran hasil- hasil penelitian.

21
Secara teknis kebijakan, UIN Maliki Malang menetap 8 kategori
penelitian, yaitu: a) Riset Kolaboratif, b) Riset Pengembangan Ilmu Monodisiplin,
c) Riset Pengembangan Ilmu Interdisiplin, d) Riset Pengembangan Ilmu
Multidisiplin, e) Riset Pengembangan Keahlian, f) Riset Unggulan Bidang
Integrasi Sains dan Islam, g) Riset Unggulan Bidang Sosial dan Budaya, dan h)
Riset Unggulan Bidang Sains dan Teknologi.39
Melihat sekilas apa yang dicanangkan UIN Maliki Malang dalam
pengembangan riset (Penelitian dan PKm), dapat disimpulkan bahwa pada aspek
paradigma keilmuan, pengembangan riset dijalankan dengan basis paradigma
integrasi keilmuan yang diupayakan sedemikian rupa hingga menjadi budaya
ilmiah yang khas UIN Maliki Malang. Artinya bahwa tema-tema Penelitian dan
PKm yang diusung diprioritaskan pada tema integrasi keilmuan baik secara
monodisiplin, multidisiplin maupun transdisiplin. Melalui gambaran ini sangatlah
jelas bahwa model penelitian dan PKm yang dikembangkan oleh UIN Maliki
Malang dapat menjadi best practice bagi PTKI dalam mendesain kebijakan dan
strategi pelaksanaan penelitian dan PKm berbasis integrasi keilmuan baik mulai
dari penyusunan visi, misi, tujuan dan orientasi sampai dengan publikasi hasil
penelitian dan PKm-nya.

KESIMPULAN
Integrasi keilmuan didefinisikan sebagai upaya untuk menyatukan atau
menggabungkan keilmuan yang memberi ruang lingkup pada aktifitas nalar
manusia dan juga menjadikan al-Qur’an dan Sunnah sebagai grand theory
pengetahuan, sehingga ayat-ayat qauliyah dan kauniyah dapat dipakai secara
bersama-sama. Integrasi keilmuan menjadi sebuah keniscayaan dalam menjawab
berbagai tantangan serta peluang penyelenggaraan perguruan tinggi sekaligus
menjadi amanah bagi PTKI dari negara yang memutuskan untuk bertransformasi
menjadi universitas.

39
Muhammad Muslih, ―Tren Pengembangan Ilmu Di Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang,‖ Teosofi: Jurnal Tasawuf Dan Pemikiran Islam 6, no. 1 (2016): 234–36.

22
Paradigma konsep integrasi keilmuan UIN Maliki Malang meletakkan
agama sebagai basis ilmu pengetahuan. Al-Qur’an dan al-Ḥadīst dalam
pengembangan ilmu diposisikan sebagai sumber ayat-ayat qauliyyah sedangkan
hasil observasi, eksperimen dan penalaran logis diposisikan sebagai sumber ayat-
ayat kauniyyah. Integrasi ilmu dan agama dilambangkan metafora sebatang pohon
besar dan rindang, yang akarnya menghujam ke bumi, batangnya kokoh dan
besar, berdahan dan ranting serta daun yang lebat dan akhirnya pohon itu berbuah
yang sehat dan segar atau yang lebih popular dikenal sebagai ―Pohon Ilmu‖.
Integrasi keilmuan yang dikembangkan oleh UIN Maliki Malang dapat
menjadi best practice (acuan pengalaman) bagi PTKI untuk membentuk distingsi
melalui integrasi keilmuan sebagai syarat transformasi menuju universitas, di
antaranya sebagai: 1) Best practice pada pengembangan kurikulum di PTKI
dengan penyusunan mata kuliah mulai dari capaian pembelajaran, materi, sampai
dengan teknik penilaian yang digunakan dengan tetap berpedoman pada sumber
utama (qauliyah) dan sumber penguatnya (kauniyah); 2) Best practice pada proses
pembelajaran di PTKI dengan menciptakan tradisi dan budaya kampus yang baik
dan kondusif berbasis nilai-nilai ajaran agama Islam melalui penguasaan bahasa
asing dan kajian-kajian ilmiah.; dan 3) Best practice pada penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat di PTKI dengan mendesain kebijakan dan strategi
pelaksanaan penelitian dan PKm berbasis integrasi keilmuan baik mulai dari
penyusunan visi, misi, tujuan dan orientasi sampai dengan publikasi hasil
penelitian dan PKm-nya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin. Islamic Studies Di Perguruan Tinggi, Pendekatan Integratif
Interkonektif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Amin, Kamaruddin. ―Distingsi Kelembagaan PTKI Berupa Integrasi Keilmuan.‖
http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=8260#.XtUFXP8
zbIU, 2020.
Arbi, Imam Hanafi, Munzir Hitami, and Helmiati. ―Model Pengembangan
Paradigma Integrasi Ilmu Di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta Dan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang.‖ Profetika: Jurnal Studi Islam 20, no. 1 (2018): 1–15.
al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam dan sekularisme. Bandung: Institut

23
Pemikiran dan Pembangunan Islam, 2010.
Bahasa, Tim Penyusun Kamus Pusat. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, 2001.
Barbour, Ian G.. Juru Bicara Tuhan: Antara Sains dan Agama, terj. E.R.
Muhammad. Bandung: Mizan, 2002.
Darwis, Maidar, and Mena Rantika. ―Konsep Integrasi Keilmuan Dalam
Perspektif Pemikiran Imam Suprayogo.‖ Fitra 4, no. 1 (2018): 1–11.
Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud, 1988.
Echols, John M. dan Shadily, Hassan. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1996.
Fitri, Agus Zaenul. Integrasi Pengembangan Keilmuan Di Perguruan Tinggi
Keagamaan Islam. IAIN Tulungagung Press. Tulungagung: IAIN
Tulungagung Press, 2020.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004.
Haught, John F.. Perjumpaan Sains dan Agama: Dari Konflik ke Dialog, terj.
Fransiskus Borgias. Bandung: Mizan, 2004.
Hornby. Oxford Advanced Learner‟s Dictionary. Oxford: Oxford University
Press, 1989.
Indonesia, Presiden Republik. ―Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 2002 Tentang Perubahan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menjadi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.‖ Jakarta, 2002.
https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2007.03.021.
———. ―Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2004 Tentang
Perubahan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Menjadi UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta Dan STAIN Malang Menjadi UIN Malang.‖ Jakarta, 2004.
———. ―Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2005 Tentang
Perubahan IAIN Sunan Gunung Djati Bandung Menjadi UIN Sunan
Gunung Djati Bandung Dan Perubahan IAIN Alaudin Makassar Menjadi
UIN Alaudin Makassar.‖ Jakarta, 2005.
https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2007.03.021.
———. ―Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang
Pendidikan Tinggi.‖ Jakarta, 2012.
Istikomah. ―Integrasi Sains Dan Agama Di Perguruan Tinggi Sebagai Upaya
Mengikis Dikotomi Ilmu.‖ Tadrisuna 2, no. 1 (2019).
http://ejournal.stitradensantri.ac.id/index.php/tadrisuna/article/view/33.
Kuntowijoyo. Islam Sebagai Ilmu Epistimologi, Metodologi dan Etika.
Yogyakarta : Tiara Wacana, 2006.
Kuswanjono, Arqom. Intgrasi Ilmu dan Agama Perspektif Mulla Sandra.
Yogyakarta: Kahfi Offset, 2010.
Miftahuddin. ―Integrasi Pengetahuan Umum Dan Keislaman Di Indonesia: Studi
Integrasi Keilmuan Di Universitas Islam Negeri Di Indonesia.‖
ATTARBIYAH: Journal of Islamic Culture and Education I, no. 1 (2016):
89–118. https://doi.org/10.18326/ATTARBIYAH.V1I1.89-118.
Muslih, Muhammad. ―Tren Pengembangan Ilmu Di Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang.‖ Teosofi: Jurnal Tasawuf Dan Pemikiran
Islam 6, no. 1 (2016): 220–47.

24
RI, Diktis Kemenag. ―SK Dirjen Pendis Nomor 2498 Tahun 2019 Tentang
Pedoman Implementasi Integrasi Ilmu Di Perguruan Tinggi Keagamaan
Islam (PTKI).‖ Jakarta, 2019.
Rifai, Nuriena, Fauzan, Wahdi Sayuti, and Bahrissalim. ―Integrasi Keilmuan
Dalam Pengembangan Kurikulum Di UIN Se-Indonesia:‖ Tarbiya 1, no. 1
(2014): 13–33.
Suprayogo, Imam. Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi. Bandung:
Mizan, 2005.
______. ―Membangun Integrasi Ilmu Dan Agama: Pengalaman UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang.‖ In Batusangkar International Conference I, 27–
46. Batusangkar, 2016.
______. “Pendidikan Integralistik, Memadu Sains dan Agama, Sebuah
Pengantar” dalam Tim Penyusun Buku, Memadu Sains dan Agama
Menuju Universitas Islam Masa Depan. Malang: Bayumedia Publishing,
2004.
______. “Pradigma Keilmuan dan Falsafah Pendidikan”, dalam UIN Maliki
Membangun Perguruan Tinggi Islam Bereputasi Internasional. Malang:
UIN Maliki, 2013.
Zainiyati, Husniyatus Salamah. ―Landasan Fondasional Integrasi Keilmuan Di
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Dan UIN Sunan Ampel Surabaya.‖
Islamica: Jurnal Studi Keislaman 10, no. 1 (2015): 248–76.
http://repositorio.unan.edu.ni/2986/1/5624.pdf.

25

Anda mungkin juga menyukai