PREFACE ......................................................................................................................
SOSIAL ..........................................................................................................................
GALERI ..........................................................................................................................
PREFACE
Segala puji bagi Allah yang hanya kepada-Nya kami memuji, memohon
pertolongan, dan mohon keampunan. Kami berlindung kepadaNya dari kekejian diri
dan kejahatan amalan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka
tidak ada yang dapat menyesatkan, dan barang siapa yang tersesat dari jalanNya
maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Dan aku bersaksi bahwa tiada
sembahan yang berhak disembah melainkan Allah saja, yang tiada sekutu bagiNya.
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan RasulNya.
SUKU GAYO
Merupakan salah satu suku bangsa yang mendiami dataran tinggi Gayo di
Provinsi Aceh bagian tengah. Berdasarkan sensus 2010 jumlah suku Gayo yang
mendiami provinsi Aceh mencapai 336.856 jiwa. Wilayah tradisional suku Gayo
meliputi kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues.Suku Gayo
beragama Islam dan mereka dikenal taat dalam agamanya dan mereka
menggunakan Bahasa Gayo dalam percakapan sehari-hari mereka.
Penutur bahasa Gayo ditandai dengan kode bahasa gay (warna hijau tua) yang terpusat di tengah Aceh.
BAHASA GAYO
Bahasa Gayo adalah bahasa yang dipakai sebagai bahasa sehari-hari oleh
suku Gayo. Bahasa ini termasuk kelompok bahasa yang disebut "Northwest
Sumatra-Barrier Islands" dari rumpun bahasa Austronesia.
Dalam bahasa Gayo, (memanggil seseorang) dengan panggilan yang berbeda,
untuk menunjukan tata krama, sopan santun dan rasa hormat.
Pemakaian ko dan kam, yang keduanya berarti kamu (anda). Panggilan ko biasa
digunakan dari orang tua dan/atau lebih tua kepada yang lebih muda.
Kata kam sendiri lebih sopan dibandingkan dengan ko. Bahasa Gayo Lut dinilai lebih
sopan dan halus dibandingkan dengan bahasa Gayo lainnya. Bahasa Gayo adalah
sebuah bahasa dari rumpun Austronesia yang dituturkan oleh Suku Gayo di
provinsi Aceh, yang terkonsentrasi di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo
Lues. Ke 3 daerah ini merupakan wilayah inti suku Gayo.
Bahasa Gayo merupakan salah satu bahasa yang ada di Nusantara.
Keberadaan bahasa ini sama tuanya dengan keberadaan orang Gayo “Urang Gayo”
itu sendiri di Indonesia. Sementara orang Gayo “Urang Gayo” merupakan suku asli
yang mendiami Aceh. Mereka memiliki bahasa, adat istiadat sendiri yang
membedakan identitas mereka dengan suku-suku lain yang ada di Indonesia.
Daerah kediaman mereka sendiri disebut dengan Tanoh Gayo (Tanah Gayo),
tepatnya berada di tengah-tengah provinsi Aceh.
SEJARAH GAYO
Pada abad ke-11, Kerajaan Linge didirikan oleh orang-orang Gayo pada era
pemerintahan Sultan Makhdum Johan Berdaulat Mahmud Syah dari Kesultanan
Perlak. Informasi ini diketahui dari keterangan Raja Uyem dan anaknya Raja Ranta
yaitu Raja Cik Bebesen dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun Bukit yang
kedua-duanya pernah berkuasa sebagai raja pada era kolonial Belanda.
Raja Linge I, disebutkan mempunyai 4 orang anak. Yang tertua seorang wanita
bernama Empu Beru atau Datu Beru, yang lain Sebayak Lingga (Ali Syah), Meurah
Johan (Johan Syah) dan Meurah Lingga (Malamsyah).
Sebayak Lingga kemudian merantau ke tanah Karo dan membuka negeri di
sana dia dikenal dengan Raja Lingga Sibayak. Meurah Johan mengembara ke Aceh
Besar dan mendirikan kerajaannya yang bernama Lam Krak atau Lam Oeii atau
yang dikenal dengan Lamuri atau Kesultanan Lamuri. Ini berarti Kesultanan Lamuri
di atas didirikan oleh Meurah Johan sedangkan Meurah Lingga tinggal di
Linge, Gayo, yang selanjutnya menjadi raja Linge turun termurun. Meurah Silu
bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Daya di Pasai. Meurah
Mege sendiri dikuburkan di Wih ni Rayang di Lereng Keramil Paluh di daerah
Linge, Aceh Tengah. Sampai sekarang masih terpelihara dan dihormati oleh
penduduk.
Penyebab migrasi tidak diketahui. Akan tetapi menurut riwayat dikisahkan
bahwa Raja Linge lebih menyayangi bungsunya Meurah Mege. Sehingga membuat
anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara.
SOSIAL
Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut kampong. Setiap
kampong dikepalai oleh seorang gecik. Kumpulan beberapa kampung
disebut kemukiman, yang dipimpin oleh mukim. Sistem pemerintahan tradisional
berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat, terdiri
dari reje (raja), petue (petua), imem (imam), dan rayat (rakyat).
Pada masa sekarang beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari
kecamatan, dengan unsur-unsur kepemimpinan terdiri atas: gecik, wakil
gecik, imem, dan cerdik pandai yang mewakili rakyat.
Sebuah kampong biasanya dihuni oleh beberapa kelompok belah (klan).
Anggota-anggota suatu belah merasa berasal dari satu nenek moyang, masih saling
mengenal, dan mengembangkan hubungan tetap dalam berbagai upacara adat.
Garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip patrilineal. Sistem perkawinan yang
berlaku berdasarkan tradisi adalah eksogami belah, dengan adat menetap sesudah
nikah yang patrilokal (juelen) atau matrilokal (angkap).
Kelompok kekerabatan terkecil disebut sara ine (keluarga inti). Kesatuan
beberapa keluarga inti disebut sara dapur. Pada masa lalu beberapa sara
dapur tinggal bersama dalam sebuah rumah panjang, sehingga disebut sara umah.
Beberapa buah rumah panjang bergabung ke dalam satu belah (klan). Pada masa
sekarang banyak keluarga inti yang mendiami rumah sendiri. Pada masa lalu
orang Gayo terutama mengembangkan mata pencaharian bertani di sawah dan
beternak, dengan adat istiadat mata pencaharian yang rumit.
Selain itu ada penduduk yang berkebun, menangkap ikan, dan meramu
hasil hutan. Mereka juga mengembangkan kerajinan membuat keramik,
menganyam, dan menenun. Kini mata pencaharian yang dominan adalah berkebun,
terutama tanaman Kopi Gayo. Kerajinan membuat keramik dan anyaman pernah
terancam punah, namun dengan dijadikannya daerah ini sebagai salah satu daerah
tujuan wisata di Aceh, kerajinan keramik mulai dikembangkan lagi. Kerajinan lain
yang juga banyak mendapat perhatian adalah kerajinan membuat
sulaman kerawang dengan motif yang khas.
Kerawang Gayo
Kerawang atau "Kerawang Gayo"
atau Upuh Ulen-ulen adalah busana Adat
Suku Gayo yang Biasanya dipakai saat
melangsungkan acara Resepsi
Pernikahan, acara tarian adat dan budaya
secara turun-temurun. Kerawang Itu
Sendiri Merupakan hasil cipta karsa dari
manusia yang menjadi nilai estetika dalam
prilaku kehidupan yang kemudian menjadi
budaya. Sedangkan budaya itu sendiri
adalah hasil refleksi manusia dengan
alam.
Berikut keterangan atau makna dari warna-warna yang digunakan dalam motif
Kerawang Gayo:
1. Hitam: merupakan hasil keputusan adat,
2. Merah: sebagai tanda berani (mersik) bertindak dalam kebenaran,
3. Putih: sebagai tanda suci dalam tindakan lahir dan batin,
4. Hijau: sebagai tanda kejayaan dan kerajinan (lisik) di dalam kehidupan sehari-
hari,
5. Kuning: sebagai tanda hati-hati (urik) dalam bertindak.
SENI DAN TARIAN
Didong
Didong Niet
Tari Saman
Tari Bines
Tari Guel
Tari Munalu
Tari Sining
Tari Turun ku Aih Aunen
Tari Resam Berume
Tuah Kukur
Melengkanu
MAKANAN KHAS
Masam Jaeng
Pulut Bekuah
Cecah
Pengat
Gegaloh
GALERI