WINA KATRINI
H311 13 505
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
memabukkan yang terdapat dalam anggur dan bir. Etanol adalah salah satu dari
keluarga senyawa organik yang disebut alkohol yang terdapat di alam. Alkohol alami
bunga mawar, sukrosa yaitu gula untuk memenuhi rasa manis; dan banyak
lagi. Gugus hidroksil terdapat dalam banyak molekul yang penting secara biologis.
mendasar. Namun, ada tiga alkohol fenolik yang membentuk blok pembangun dasar
dari lignin, yaitu zat polimer rumit, yang bersama-sama dengan selulosa, membentuk
bagian berkayu pada pohon. Beberapa bahan alam fenolik yang harus dihindari
ialah urushiol, yaitu bahan alergen aktif dalam racun tumbuhan ivy dan oak
Alkohol dan fenol merupakan senyawa yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Namun demikian, salah satu jenis alkohol dan fenol juga merupakan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mempelajari beberapa sifat fisika
dan kimia dari alkohol dan fenol serta membedakan antara alkohol primer, sekunder,
dan tersier.
1. Untuk mengetahui kelarutan metanol dan fenol dalam air dan n-heksana.
3. Untuk mengetahui beberapa reaksi alkohol dan fenol dengan Na2CO3, NaHCO3
dan FeCl3.
Prinsip pada percobaan ialah menentukan kelarutan alkohol dan fenol dengan
air dan n-heksana, mereaksikan alkohol primer, sekunder, dan tersier, serta fenol
dengan pereaksi Lucas. Mereaksikan alkohol dan fenol dengan Na2CO3 dan NaHCO3,
serta FeCl3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
R O H
Gambar 2.1 Rumus umum alkohol
Alkohol di sini tidak termasuk fenol (gugus hidroksil berikatan dengan cincin
aromatik), enol (gugus hidroksil berikatan dnegan karbon vinilik) karena sifatnya
kadang berbeda. Alkohol dapat dianggap merupakan turunan dari air (H-O-H),
dimana satu atom hidrogennya diganti dengan gugus alkil (Petrucci, 1985).
Gugus hidroksil (OH) adalah kelompok fungsional dan terpasang pada gugus alkil
dan bukan gugus aril. Jika hidroksil terpasang secara langsung ke cincin aromatik,
sekelompok senyawa yang disebut fenol. Alkohol yang berhubungan dengan air
dalam bahwa salah satu atom hidrogen dari air (H-O-H) telah mengganti dengan
mengionisasi untuk menghasilkan ion hidrogen (H+) dan asam yang sangat lemah,
menjadi asam bahkan lebih lemah dari pada air (Jumina dan Cahyono, 2008).
Alkohol sebenarnya merupakan senyawa organik yang terdiri atas unsur karbon,
hidrogen, dan oksigen. Alkohol memiliki gugus hidroksil yang terikat pada atom
karbon dari rantai alkil. Berdasarkan strukturnya, alkohol dapat dibedakan menjadi
alkohol primer dimana gugus hidroksilnya terikat pada atom karbon primer, alkohol
sekunder dimana gugus hidroksilnya terikat pada atom karbon sekunder, sedangkan
alkohol tersier adalah alkohol yang gugus hidroksilnya terikat pada atom karbon
terdapat dialam seperti t-butil alkohol sedikit lebih lemah karena banyak terdapat
dialam membuatnya sukar disolvasi, tidak seperti ion alkoksidanya (Mojtahedi dan
Samadian, 2012).
Fenol merupakan senyawa yang memiliki gugus hidroksil terikat langsung pada
benzen atau cincin benzenoid. Induk senyawa kelompok ini, C6H5OH, disebut fenol,
merupakan bahan kimia industri yang penting. Banyak sifat fenol yang serupa dengan
alkohol, tapi kesamaan ini adalah sesuatu penyederhanaan yang berlebihan. Seperti
arylamines, fenol adalah senyawa difungsi, gugus hidroksil, dan cincin aromatik
menyebabkan beberapa sifat dan kegunaan baru dari fenol. Sebuah langkah penting
dalam sintesis aspirin dimana alkohol berperan dalam pembentukkan gugus karboksil
Fenol adalah konstituen struktural dari berbagai obat-obatan, polimer, dan senyawa
yang terbentuk secara alami selain untuk menghasilkan zat intermediat sintetik yang
serbaguna. Fenol dapat dibuat secara tradisional melalui reaksi subtitusi nukleofilik
Fenol merupakan senyawa yang memiliki gugus hidroksil langsung melekat pada
Fenol merupakan senyawa yang dapat menimbulkan bau tidak sedap, bersifat racun
dan korosif terhadap kulit (iritasi), menyebabkan gangguan kesehatan manusia, dan
kematian pada organisme yang terdapat pada air dengan nilai konsentrasi tertentu.
Fenol terdiri dari rantai dasar benzena aromatik dengan satu atau lebih kelompok
terkonsentrasi pada atom oksigen, tetapi muatan negatif pada ion fenoksida dapat
didelokalisasi pada posisi cincin orto dan para melalui resonansi (Petrucci, 1985).
Atom oksigen pada air, alkohol, dan fenol merupakan hibrida sp3 dan mempunyai dua
hidrogen sehingga alkohol dan fenol, sama dengan air yang merupakan pelarut polar.
Struktur dari air, alkohol, dan fenol secara berturut-turut terurai pada gambar di
Titik didih alkohol dan fenol lebih tinggi dibanding hidrokarbon dengan bobot
molekul yang sama. Hal ini dikarenakan alkohol dan fenol dapat membentuk ikatan
hidrogen antara satu dengan yang lain baik itu ikatan hidrogen intramolekular
maupun intermolekular. Ikatan hidrogen lebih lemah dari ikatan kovalen biasa. Akan
alkohol dengan bobot molekul rendah dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air,
sehingga dapat menggantikan molekul air dalam jaringan ikatan hidrogennya. Ikatan
kelarutan. Kelarutan senyawa fenolik dan alkohol meningkat dengan adanya interaksi
Salah satu perbedaan antara alkohol primer, sekunder, dan tersier adalah reaksi
oksidasi. Alkohol primer dapat dioksidasi menjadi aldehid yang dengan oksidasi lebih
keton, sedangkan alkohol tersier tidak dapat teroksidasi. Salah satu reagen
pengoksidasi untuk alkohol yang umum digunakan adalah CrO3 dalam asam sulfat.
Salah satu uji yang paling umum dilakukan untuk membedakan alkohol primer,
sekunder, dan tersier adalah uji Lucas. Uji Lucas hanya terbatas pada identifikasi
alkohol dengan jumlah atom karbon yang tidak lebih dari 6. Hal ini dikarenakan
Pengujian ini didasarkan pada banyaknya waktu yang diperlukan oleh alkohol untuk
Fenol ialah senyawa yang gugus –OH-nya melekat langsung pada cincin aromatik.
Contoh yang paling sederhana ialah fenol itu sendiri (C6H5OH). Fenol berbeda dari
alkohol dalam sifat fisis dan kimianya. Perbedaan yang paling penting ialah
keasamannya. Fenol yang juga disebut dengan asam karbolat memiliki tetapan
ionisasi asam 1 x 10-10, jauh lebih besar daripada nilai Ka untuk alkohol pada
umumnya, yang berkisar dari 10-16 sampai 10-18. Kedua hal ini berbeda karena lebih
tingginya kestabilan basa terkonjugasi. Contohnya ion fenoksida atau C6H5O- akibat
dari muatan negatif yang tersebar di seluruh cincin aromatik. Meskipun bukan
merupakan asam kuat, namun fenol mudah bereaksi dengan natrium hidroksida untuk
membentuk garam natrium fenoksida dengan struktur pada gambar 2.4 (Oxtoby dkk.,
2003).
menunjukkan perilaku yang unik, ini menjadi jelas ketika perilaku kimia fenol yang
turunan yang sama, ini sering disusun dengan menggunakan prosedur dan reagen
berbeda. Dari empat jenis reaksi alkohol hanya dua berikut ini penting apapun nyata
bagi fenol, yaitu hidrogen dari -OH fenol dikenakan pengganti sebanyak dalam kasus
alkohol. Penggantian gugus -OH dengan atom lain atau kelompok dan dehidrasi tidak
Fenol memiliki keasaman yang jauh lebih kuat dibanding etanol. Hal ini dikarenakan
muatan negatif pada ion fenoksida mengalami delokalisasi dalam cincin pada posisi
orto dan para melalui resonansi. Sedangkan pada alkoksida, muatan negatif hanya
terpusat pada atom oksigen, kesetimbangan lebih bergeser ke arah kanan dikarenakan
ion fenoksida yang dihasilkan lebih stabil, dibanding kesetimbangan ionisasi alkohol
Oleh karena ion alkoksida yang terbentuk bersifat basa kuat sama seperti ion
hidroksida, sehingga alkohol dapat bereaksi dengan logam natrium atau kalium atau
hidrida logam membentuk logam alkoksida. Hal yang sama pula terjadi pada
METODOLOGI PERCOBAAN
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan alkohol dan fenol yaitu tabung
Sebanyak dua buah tabung reaksi disediakan, masing-masing diisi dengan 0,5
mL air dan 0,5 mL n-heksana. 10 tetes metanol ditambahkan kemudian dikocok dan
dengan metanol diganti dengan alkohol lainnya (etanol, 1-propanol, 2-propanol, amyl
3.3.2 Membedakan alkohol primer, sekunder dan tersier dengan cara Lukas
selama 3–5 menit (pada tempratur kamar). Perubahan yang terjadi diperhatikan dan
dicatat.
Empat buah tabung reaksi disediakan, tabung pertama diisi dengan 1 mL butil
alkohol, tabung kedua diisi dengan 1 mL isopropil alkohol, tabung reaksi ketiga diisi
dengan 1 mL fenol, dan tabung reaksi keempat diisi dengan 1 mL asam asetat.
dan dibiarkan selama 3–5 menit (pada tempratur kamar). Perubahan yang terjadi
diperhatikan dan dicatat. Prosedur di atas dilakukan kembali dengan Na2CO3 diganti
dengan NaHCO3.
metanol, tabung kedua diisi dengan 1 mL etanol, tabung reaksi ketiga diisi dengan
tabung reaksi itambahkan 0,5 mL FeCl3. Perubahan yang terjadi diperhatikan dan
dicatat.
BAB IV
Kelarutan dengan
Jenis Alkohol Keterangan
Air n-heksana
menggunakan air dan n-heksana. Air (H2O) merupakan senyawa polar dan n-heksana
dalam air dan tidak larut pada n-heksana maka zat itu polar, sedangkan jika zat uji
tidak larut dalam air dan larut pada n-heksana maka zat itu nonpolar.
Menurut Sitorus (2010), alkohol (R-OH) mempunyai bagian yang larut dalam
air yaitu (-OH) dan bagian yang tidak larut dalan air, yaitu (R-) atau rantai
hidrokarbon. Bila R makin panjang maka kelarutannya di dalam air akan semakin
alkohol sebanding dengan kenaikan berat molekul. Sementara itu, kelarutan yang
dimilikinya akan semakin rendah seiring dengan kenaikan titik didih dan berat
molekulnya.
Dari percobaan kelarutan ini, metanol dan etanol memiliki sifat polar karena
saat direaksikan dengan air membentuk 1 fasa dan membentuk 2 fasa saat direaksikan
dengan n-heksana. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang ada yaitu metanol dan
etanol akan larut sempurna saat dilarutkan didalam air. Sementara itu saat 1-propanol
direaksikan dengan air dan n-heksana, keduanya membentuk 2 fasa dan hal ini tidak
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa etanol dan n-propanol memiliki
kelarutan yang sempurna saat direaksikan dengan air. Hal ini dapat terjadi karena
human error atau bahan yang digunakan telah terkontaminasi dengan zat lain, selain
itu dapat juga disebabkan karena alat yang digunkan kurang bersih.
4.2 Hasil Pengamatan Alkohol Primer, Sekunder dan Tersier dengan Pereaksi
Lucas
Reaksi
ZnCl2
CH3 CH2 CH2 CH2 OHpekat CH3 (CH2)3 Cl
OH Cl
CH3 Cl
ZnCl2
CH3 C CH2 + HClpekat CH3 C CH2 + H2O
OH CH3
OH
+ HClpekat
tersier dengan menggunakan pereaksi lukas serta mereaksikan fenol dengan pereaksi
lukas sebagai pembanding. Pereaksi lukas terdiri atas campuran larutan ZnCl2
ditambah dengan HCl pekat. Reaksi antara alkohol dengan hidrogen klorida akan
menghasilkan suatu alkil halida. Cara menandai cepat atau lambatnya bereaksi yaitu
dengan terjadinya larutan yang keruh saat bercampur dan cepat kembalinya keadaan
Sesuai dengan teori, pada percobaan ini di dapatkan bahwa 1-butanol bereaksi
lambat saat dicampur dengan pereaksi lukas, 2-butanol bereaksi sedang, dan
2-metil-2-propanol bereaksi cepat (1o < 2o < 3o). Hal ini disebabkan karena pada
karbon yang berikatan langsung dengan gugus hidroksil dapat diminimalisir oleh
atom karbon lain yang berada disekelilingnya. Pada pernyataan ini, alkohol tersier
lebih banyak memiliki atom karbon yang menyebabkan kurangnya kestabilan atom
kecepatan dan mekanisme reaksi alkohol dengan hidrogen klorida bergantung pada
struktur alkohol tersebut. Semakin banyak atom yang dapat membantu menstabilkan
alkohol tersier yang memiliki banyak gugus alkil lebih cepat bereaksi dibandingkan
dengan alkohol sekunder dan alkohol primer. Sehingga urutan kereaktifan alkohol
dengan pereaksi Lukas yaitu alkohol tersier > alkohol sekunder > alkohol primer.
reaksi sedikitpun. Hal ini disebabkan karena gugus hidroksil pada fenol sukar
sebelahnya, resonansi terjadi pada gugus aromatik (aril) yang terkonjugasi sempurna,
yaitu yang memiliki ikatan tunggal dan rangkap dua secara selang-seling. Sehingga
fenol hanya mampu melepaskan atom hidrogen pada gugus hidroksil bukan OH−. Hal
OH ONa
CH3 CH3
OH ONa
OH ONa
CH3 C OH + Na2CO3
OH ONa
CH3 CH3
OH ONa
OH ONa
CH3 C OH + NaHCO3
Percobaan reaksi alkohol dan fenol dengan Na2CO3 dan NaHCO3 betujuan
untuk melihat tingkat keasaman dari alkohol dan fenol. Tingkat keasaman alkohol
ditentukan oleh panjangnya rantai karbon yang terikat pada gugus hidroksil. Semakin
panjang rantai karbonnya maka tingkat keasamannya akan semakin rendah, begitupun
sebaliknya semakin pendek rantai karbon maka semakin rendah tingkat keasaman
alkohol tersebut. Hal ini disebabkan karena semakin panjang rantai karbon pada alkil
maka sifat gaya dorong elektronnya semakin besar sehingga ion H+ pada gugus
t-butanol dan fenol bereaksi dengan membentuk larutan keruh 2-butil alkohol dan
t-butanol direaksikan dengan Na2CO3 dan NaHCO3, sementara itu saat fenol
direaksikan dengan Na2CO3 dan NaHCO3 terbentuk larutan yang berwarna hitam
pekat. Hal ini sudah sesuai dengan teori di atas karena 2-butil alkohol, t-butanol, dan
fenol merupakan asam lemah yang jika direaksikan dengan basa kuat yang dalam hal
Sementara itu, asam asetat tidak bereaksi dengan Na2CO3 dan NaHCO3. Asam
asetat yang merupakan suatu asam lemah namun lebih tinggi dibanding alkohol dan
fenol, seharusnya dapat bereaksi dengan Na2CO3 dan NaHCO3 membentuk natrium
alkoksida, air, dan gelembung gas CO2. Kekeliruan ini mungkin disebabkan oleh
konsentrasi isopropil alkohol dan asam asetat yang digunakan sangat kecil ataupun
O-H
OH O-H H-O
+ FeCl3 Fe
O-H H-O
H-O
Cl3
senyawa alkohol dan fenol, karena FeCl3 mempunyai kemampuan untuk beraksi
dengan fenol (alkohol alifatik) dan tidak beraksi dengan alkohol alifatik. Adanya
reaksi ditandai dengan melihat perubahan warna sesaat setelah dicampurkan. Jika
bereaksi larutan akan berubah warna menjadi merah sampai ungu kehitaman.
Berdasarkan tabel diatas metanol, etanol, dan fenol bereaksi dengan FeCl3
dengan berubahnya warna larutan menjadi kuning, jingga, dan hitam pekat. Namun
hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa alkohol tidak dapat bereaksi
dengan FeCl3 dan warna kekuning-kuningan berasal dari larutan FeCl3 bukan hasil
reaksi. Sedangkan fenol yang bereaksi dengan FeCl3 sudah sesuai dengan teori. Hal
ini menunjukkan bahwa telah terbentuk senyawa kompleks dari Fe3+ dengan fenol.
Fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus hidroksil yang terikat pada
praktikan dalam menganalisa hasil reaksi dan juga kurangnya pemahaman praktikan
Anderson, K.W., Ikawa, T., Tundel, R.E., dan Buchwald, S.L., 2006, The Selective
Reaction of Aryl Halides with KOH: Synthesis of Phenols, Aromatic Ethers,
and Benzofurans, Journal of the American Chemical Society, 128(33): 10694-
10695.
Berlian, Z., Aini, F., dan Ulandari, R., 2016, Uji Kadar Alkohol Pada Tapai Ketan
Putih Dan Singkong Melalui Fermentasi Dengan Dosis Ragi Yang Berbeda,
Jurnal Biota, 2(1): 106-111.
Dewilda, Y., Afrianita, dan R., Iman, F.F., 2012, Degradasi Senyawa Fenol Oleh
Mikroorganisme Laut, Jurnal Teknik Lingkungan UNAND, 9(1): 59-73.
Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S., 2010, Dasar-dasar Kimia Organik, Binarupa
Aksara Publisher, Tanggerang
Hart, D.J., Hadad, C.M., Cralne, L.E., dan Hart, H., 2012, Organik Chemistry a Short
Course, Brooks/Cole Publishing Company, USA.
Jumina dan Cahyono, R.N., 2008, Alkohol Fenol dan Tiol, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Lee, G.L. dan Orden, H.O.V., 1960, General Chemistry Inorganic and Organic, W.B
Saunders Company, United States of America.
Mojtahedi, M.M. dan Samadian, S., 2013, Efficient and Rapid Solvent-Free
Acetylation of Alcohols, Phenols, and Thiols Using Catalytic Amounts of
Sodium Acetate Trihydrate, Journal of Chemical, 1(1): 1-7.
Mundt, L.A. dan Shanahan K., 2011, Graff’s Textbook of Routine Urinalysis and
Body Fluids Second Edition, Wolters Kluwer, Philadelphia.
Oxtoby, D.W., Gillis, H.P., dan Nachtrieb, N.H., 2003, Kimia Modern Edisi Keempat
Jilid II, Erlangga, Jakarta.
Petrucci, R.H., 1985, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern, Erlangga, Jakarta.
Lampiran 3. Referensi