Anda di halaman 1dari 5

ARTIKEL

KESULTANAN MALAKA

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

SALSABILA MFIDATUL ISLAMIYAH

KELAS XII MIPA 1 (20)

Penguji

Afifatus Naini, Spdi


Kesultanan Malaka

Kerajaan Malaka berdiri di Semenanjung Malaya pada awal abad ke-15 Masehi. Sejarah
kerajaan yang kemudian menjadi kesultanan setelah memeluk Islam ini dapat ditelusuri dari
sedikit sumber yang masih bisa ditemukan. Lokasinya yang dekat dengan Selat Malaka membuat
kerajaan ini pernah memiliki salah satu bandar dagang paling ramai di kawasan Asia Tenggara.
Pusat pemerintahan kerajaan ini berada di Melaka, kini termasuk wilayah negara Malaysia. Asal-
usul berdirinya kerajaan di tanah Melayu ini ternyata berawal dari serangan Majapahit pada akhir
abad ke-14 Masehi. Majapahit merupakan kemaharajaan besar bercorak Hindu-Buddha yang
amat kuat dengan ibu kota di Trowulan, Jawa Timur. Kala itu, Majapahit melakukan ekspansi
hingga ke Tumasik (kini dikenal sebagai Singapura). Parameswara, raja kecil yang membawahi
Tumasik, terpaksa melarikan diri. Bersama para pengikutnya yang masih tersisa, Parameswara
menyusuri pesisir Selat Malaka. Dalam When China Ruled the Seas: The Treasure Fleet of the
Dragon Throne (2014) Louise Levathes menjelaskan, Parameswara kemudian mendirikan
kerajaan baru di tepi Selat Malaka pada 1405 M. Negeri inilah yang dikenal dengan nama
Kerajaan Malaka atau Melaka.
Memasuki abad ke-15 Masehi, di Kerajaan Majapahit terjadi perang samudra. Pangeran
Paramisora (Pangeran Parameswara), yang merupakan salah satu pangeran Kerajaan Majapahit,
menyelamatkan diri dari Blambangan ke Tumasik (Singapura) bersama para pengawalnya
Sesampainya di Tumasik, Pangeran Paramisora melanjutkan lagi perjalanannya ke utara, karena
menganggap Tumasik kurang aman. Sesampainya di Semenanjung Malaya, Paramisora
kemudian mendirikan perkampungan bersama pengikutnya, dengan bantuan nelayan dan petani
setempat. Kampung ini dinamakan Malaka, yang kemudian mengalami kemajuan pesat akibat
poisisnya yang strategis dalam jalur perdagangan dan pelayaran. Di bidang perdagangan, Malaka
tumbuh menjadi daerah penghubung dunia barat dan timur. Kegiatan jual-beli yang berkembang
di Selat Malaka ini didominasi oleh para pedagang Islam. Karena itu, Paramisora kemudian
memutuskan untuk masuk Islam. Ia lalu merubah namanya menjadi Iskandar Syah, dengan
menjadikan Kerajaan Malaka sebagai kerajaan bercorak Islam.

Kesultanan Malaka langsung mencapai masa kejayaan di era raja pertama yakni Sultan Iskandar
Syah. Mariana dalam Modul Sejarah Indonesia Kelas X (2020:4) menyebutkan bahwa Malaka
berkembang sebagai salah satu kerajaan Islam terbesar yang disegani di Asia Tenggara.
Kesultanan Malaka berhasil memperluas wilayahnya hingga mencakup seluruh daerah
Semenanjung Malaya. Lokasinya yang strategis membuat kerajaan maritim ini cukup
berpengaruh dalam perdagangan internasional pada masa-masa itu. Bukan hanya dalam
perekonomian, Kesultanan Malaka juga menjadi salah satu pusat penyebaran dan pengajaran
agama Islam, terlebih pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1459-1477). Sultan
Mansyur Syah berhasil menjadikan Kesultanan Malaka menjadi pusat dagang dan pusat agama
Islam di Asia Tenggara. Bahkan, ia juga berniat memperluas wilayah Malaka hingga ke
Sumatera. Kejayaan Malaka ternyata justru menjadi incaran bangsa-bangsa asing, salah satunya
adalah Portugis yang kala itu dipimpin oleh Raja Manuel I (1495-1521). Menurut John Holland
Rose dan kawan-kawan dalam The Cambridge History of the British Empire Arthur Percival
Newton (1929:11), Portugis mengincar pelabuhan milik Kesultanan Malaka. Portugis amat
berhasrat menguasai bandar niaga tersebut karena lokasinya yang strategis yakni di jalur
perdagangan Cina dan India. Hingga akhirnya, sebelum Kekaisaran Cina datang untuk
membantu, Portugis berhasil menundukkan Kesultanan Malaka pada 1511 yang sekaligus
mengakhiri riwayat kerajaan ini.

Pada 1511, terjadi serangan dari Portugis di bawah pimpinan Alfonso d'Alberquerque dan
berhasil merebut Kerajaan Malaka. Raja terakhir Kerajaan Malaka adalah Sultan Mahmud Syah.
Pada periode ini, pemerintahan sangat lemah dan sultan tidak terlalu peduli dengan negaranya.
Dengan runtuhnya Malaka, muncul kerajaan Aceh yang kemudian mengambil alih perdagangan
di Malaka.

Bukti Peninggalan Kerajaan Malaka

1. Masjid Agung Deli.


2. Masjid Raya Baitulrahman Aceh.
3. Masjid Johor Baru.
4. Benteng A’Farmosa, yang merupakan bukti penaklukkan Malaka oleh pasukan portugis.
5. Mata uang, yang merupakan peninggalan dari akhir abad ke-15.

Raja Pendiri atau Sultan Kerajaan Malaka

1. Permaisura yang bergelar Muhammad Iskandar Syah (1380—1424)


2. Sri Maharaja (1424—1444)
3. Sri Prameswara Dewa Syah (1444—1445)
4. Sultan Muzaffar Syah (1445—1459)
5. Sultan Mansur Syah (1459—1477)
6. Sultan Alauddin Riayat Syah (1477—1488)
7. Sultan Mahmud Syah (1488—1551)

Sejak Kerajaan Malaka berkuasa, jalur perdagangan internasional yang melalui Selat Malaka
semakin ramai. Bersamaan dengan melemahnya kekuatan Majapahit dan Samudera Pasai,
kerajaan Malaka tidak memiliki persaingan dalam perdagangan. Tidak adanya saingan di
wilayah tersebut, mendorong kerajaan Malaka membuat aturan-aturan bagi kapal yang sedang
melintasi dan berlabuh di Semenanjung Malaka. Aturan tersebut adalah diberlakukan pajak bea
cukai untuk setiap barang yang datang dari wilayah barat (luar negeri) sebesar 6% dan upeti
untuk pedagang yang berasal dari wilayah Timur (dalam negeri). Tingkat keorganisasian
pelabuhan ditingkatkan dengan membuat peraturan tentang syarat-syarat kapal yang berlabuh,
kewajiban melaporkan nama jabatan dan tanggung jawab bagi kapal-kapal yang sedang
berlabuh, dan sebagainya. Raja dan pejabat kerajaan turut serta dalam perdagangan dengan
memiliki kapal dan awak-awaknya. Kapal tersebut disewakan kepada pedagang yang hendak
menjual barangnya ke luar negeri. Selain peraturan-peraturan tentang perdagangan, kerajaan
Malaka memberlakukan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dalam perdagangan dan
diplomatik.

Dalam pemerintahannya, raja menunjuk seorang patih untuk mengurusi kerajaan, dari patih
diteruskan kepada bawahannya yang terdiri dari bupati, tumenggung, bendahara raja, dan
seterusnya. Masalah perpajakan diurus seorang tumenggung yang menguasai wilayah tertentu,
urusan perdagangan laut diurus oleh syahbandar dan urusan perkapalan diurus oleh laksamana.
Kekayaan para raja dan pejabat kerajaan semakin bertambah akibat dari penarikan upeti dan
usaha menyewakan kapal. Uang yang didapat dipakai untuk membangun istana kerajaan,
membuat mesjid, memperluas pelabuhan, dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari yang
cenderung mewah. Gejala timbulnya kecemburuan sosial disebabkan oleh dominasi para
bangsawan dan pedagang dalam kehidupan bermasyarakat. Hal inilah yang menjadi penyebab
lemahnya Kerajaan Malaka.

Pada kehidupan budaya, perkembangan karya seni sastra melayu mengalami perkembangan yang
pesat seperti munculnya karya-karya sastra yang menggambarkan tokoh-tokoh kepahlawanan
dari Kerajaan Malaka seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Hang Lekir dan Hikayat Hang Jebat.

Dan dapat disimpulkan bahwa poin poin pentingnya adalah :

1. Pada awal berdirinya kerajaan Malaka menganut ajaran agama Hindu


2. Dalam perkembangannya Kerajaan malaka berubah menjadi Pusat Penyebaran Agama
Islam
3. Kerajaan Malaka mengalami masa kejayaan sejak di pimpin oleh Sultan Mansur Syah
4. Keruntuhan Kerajaan Malaka disebabkan oleh serangan tentara Portugis

Anda mungkin juga menyukai