Anda di halaman 1dari 27

Metodologi Penelitian

“Analisis Perbedaan Titik Pas (Fitting Factor) Antara Pola Sistem


Meyneke Dan Soen Pada Blazer Wanita”

Sheila Indri Ferbyan


1515617065

Dosen:
Dr. Dewi Suliyanthini,AT.,M.M.

PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BUSANA

JURUSAN ILMU KESEJAHTERAN KELUARGA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Busana adalah kebutuhan primer di samping kebutuhan pangan dan tempat
tinggal. Memiliki corak yang selalu berubah, berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu dipergunakan
manusia sebagai pelindung tubuh dari rasa dingin, panas, dan gigitan binatang
atau serangga. Pada zaman prasejarah orang menutupi tubuhnya dengan dedaunan
maupun kulit pohon. Di masa kini, busana tidak lagi sebagai penutup tubuh,
melainkan dibuat dengan desain menarik yang membutuhkan daya cipta, rasa
karsa dan karya sebagai hasil kreativitas manusia.
Berbusana bukan hanya sekedar mengenakan pakaian, pilihan busana yang
tepat sesuai dengan kesempatan dan kepribadian pemakainya menjadikan
penampilan wanita lebih mengesankan (Hartatiati Sulistio, 2004 : 5).
Pengembangan atau perubahan bentuk dan model busana juga menyesuaikan
dengan kesempatan pemakaian. Berdasarkan kesempatan pemakaiannya busana
dapat dijelaskan antara lain, busana untuk sekolah, busana santai, busana untuk
pesta dan busana untuk kerja. Sesuai perkembangan zaman, banyak wanita yang
sudah bekerja terutama bekerja di perkantoran sehingga permintaan akan busana
kerja makin hari makin meningkat tentunya dengan model busana yang semakin
beragam.
Mutlak bagi manusia, karena busana memiliki peranan yang penting dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut Eka (2011: 3), busana sangat berpengaruh pada
rohani, jasmani, usia dan bentuk tubuh seseorang. Busana bukan hanya sekedar
mengenakan pakaian, akan tetapi pilihan busana yang tepat sesuai untuk
kesempatan dan sesuai pula dengan kepribadian pemakainya, dapat menjadikan
penampilan seseorang baik wanita maupun pria menjadi sangat mengesankan.
Seiring perkembangan zaman yang semakin maju, busana juga terus
mengalami perubahan dan perkembangan mengikuti kebudayaan manusia dari
masa ke masa. Semakin maju perkembangan, maka semakin tinggi pula ukuran -
ukuran dan nilai - nilai yang dituntut pada sebuah busana. Hingga akhirnya para
designer menciptakan dan merancang berbagai macam bentuk/model busana. Hal
tersebut juga berlaku bagi mahasiswa Tata Busana pada Jurusan Pendidikan
Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta. Mahasiswa
harus mampu menciptakan dan menghasilkan karya seni/produk busana bermutu
dan berkualitas yang berguna bagi masyarakat maupun sebagai tenaga pendidik
yang siap mengaplikasikan ilmunya dalam dunia pendidikan.
Matakuliah Tailoring merupakan kompetensi keahlian Tata Busana tingkat
mahir yang harus dimiliki oleh setiap mahasiswa tata busana. Oleh karena itu,
mahasiswa dituntut untuk mampu mengetahui, memahami dan menerapkan teknik
tailoring pada pembuatan jas wanita. Adapun kompetensi yang diharapkan setelah
mengikuti Matakuliah Tailoring yaitu mahasiswa mampu (1) mengidentifikasi dan
mendeskripsikan teori tailoring meliputi pengertian dan klasifikasi tailoring dan
sejarah blazer; (2) membuat pola blazer (pattern making) sesuai desain/model; (3)
mengesplorasi teknik menggunting (cutting), menjahit blazer dan mengepres
blazer dengan kualitas yang baik.
Pada umumnya hambatan dan kesulitan yang ditemui mahasiswa terjadi
pada saat pembuatan pola dan pecah pola. Menurut Muliawan (1990:2), pattern
atau pola dalam bidang jahit menjahit adalah potongan kain atau kertas yang
dipakai sebagai contoh untuk membuat baju, ketika bahan akan digunting.
Selanjutnya Tamimi (1982) dalam Ernawati, dkk (2008:245) mengemukakan pola
ciplakan bentuk badan yang biasa dibuat dari kertas, yang nanti dipakai sebagai
contoh untuk menggunting pakaian seseorang, ciplakan bentuk badan ini disebut
pola dasar. Berdasarkan beberapa definisi tentang pola, maka dapat disimpulkan
bahwa membuat pola merupakan kegiatan membuat ciplakan bentuk badan sesuai
dengan ukuran tubuh pemakai yang kemudian dipakai sebagai contoh membuat
pakaian.
Pola busana itu sendiri dapat dibedakan menjadi beberapa macam
diantaranya yaitu: (1) pola konstruksi, (2) pola standar, (3) pola teknik drapping.
Pola konstruksi adalah pola dasar yang dibuat berdasarkan ukuran badan
seseorang dan digambar dengan perhitungan secara matematika sesuai dengan
sistem pola konstruksi masisng-masing. Tamimi (1982) dalam Ernawati, dkk
(2008:245) mengemukakan pola ciplakan bentuk badan yang biasa dibuat dari
kertas, yang nanti dipakai sebagai contoh untuk menggunting pakaian seseorang,
ciplakan bentuk badan ini disebut pola dasar. Ada beberapa macam pola dasar
yang diberi nama berdasarkan nama penemunya diantaranya Meyneke, Cuppen
Geurs, Dressmaking, Danckaerts, Soen, Sony dimana setiap pola dasar tersebut
memiliki masing-masing ciri khas tersendiri.
Selain itu, karena adanya hambatan dan kesulitan yang ditemui
mahasiswa dalam pembuatan pola, menyebabkan hasil akhir dari produk
busananya kurang memuaskan. Diantaranya yaitu: (1) titik pas yang tidak sesuai
dibadan. (2) pemakaian yang kurang nyaman ketika dikenakan, (3) pengepresan
yang kurang rapi. (4) letak dan bentuk saku serta kerah yang kurang tepat. Busana
akan terlihat sempurna bila mode pakaian yang dijadikan acuan sesuai si tubuh
pemakai.
Kenyamanan dalam berbusana dapat dilihat pada dua kriteria, yaitu
ketepatan ukuran dan ketepatan titik - titik pas pada tubuh (fitting factor) atau
Titik Pas pada busana (Rachmania, dkk: 2012). Beberapa hal yang menyebabkan
titik pas dan kenyamanan pemakaian suatu busana menjadi kurang diantara yaitu:
(1) letak garis pinggang yang tidak tepat, (2) penempatan dan pemindahan kupnat
yang tidak sesuai, (3) terjadinya kerut dan gelombang. Apabila hal tersebut
terjadi, maka dapat mengakibatkan kurang berkualitasnya suatu busana. Suatu
busana dapat dikatakan berkualitas jika busana tersebut nyaman dipakai, indah
dipandang dan bernilai tinggi yang pada akhirnya akan tercipta suatu kepuasan
bagi sipemakai. Sebaik-baiknya desain suatu busana, jika dibuat berdasarkan pola
yang tidak benar dan garis - garis pola yang tidak luwes seperti lekukan kerung
lengan, lingkar leher, maka busana tersebut tidak akan nyaman dipakai.Jas atau
blazer atau Colbert adalah baju atasan yang dipakai sebagai pelengkap berbusana.
Berdasarkan uraian diatas mendorong penulis mengangkatnya kedalam
bentuk skripsi dengan judul “Analisis Perbedaan Titik Pas (fitting factor) Antara
Pola Sistem Meyneke Dan Soen Pada Blazer Wanita”

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan uraian di atas, maka identifikasi masalah pada penelitian ini adalah:
1. Perbedaan hasil titik pas (fitting factor) dalam pembuatan Blazer wanita antara
yang menggunakan sistem pola Meyneke dengan pola sistem Soen.
2. Hasil yang lebih tepat pada titik pas (fitting factor) dalam pembuatan Blazer
wanita antara yang menggunakan sistem pola Meyneke dengan pola sistem
Soen.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dari judul di atas, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Hasil manakah yang lebih tepat pada titik pas (fitting factor) dalam
pembuatan Blazer wanita antara yang menggunakan sistem pola Meyneke
dengan pola sistem Soen?

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1.4.1 Untuk mengetahui hasil perbedaan titik pas (fitting factor) dalam
pembuatan Blazer wanita antara yang menggunakan sistem pola Meyneke
dengan pola sistem Soen.
1.4.2 Untuk mengetahui hasil manakah yang lebih tepat pada titik pas (fitting
factor) dalam pembuatan Blazer wanita antara yang menggunakan sistem
pola Meyneke dengan pola sistem Soen.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.5.1 Sebagai sumber informasi tentang hasil perbedaan titik pas (fitting factor)
dalam pembuatan Blazer wanita antara yang menggunakan sistem pola
Meyneke dengan pola sistem Soen.
1.5.2 Mengetahui kelebihan dan kekurangan hasil perbedaan titik pas (fitting
factor) dalam pembuatan Blazer wanita antara yang menggunakan sistem
pola Meyneke dengan pola sistem Soen.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian Busana


Busana adalah segala sesuatu yang dikenakan pada tubuh yang dijahit atau
disampirkan pada tubuh dengan maksud melindungi tubuh maupun untuk
memperindah penampilan, menurut sejarah awal mula manusia mengenakan
busana berupa sehelai kain berbentuk segi empat dan pada bagian tengah diberi
lubang untuk kepala sehingga kain itu dapat jatuh ke badan dan kemudian
berkembang dengan adanya belahan yang berada pada tengah muka yang di sebut
dengan kaftan yang merupakan bentuk dasar busana (Arifah Ariyanto, 2003 : 2).
Busana yang diperlukan manusia dapat digolongkan menjadi dua yaitu busana
dalam dan luar, busana dalam adalah busana yang dikenakan langsung mengenai
badan di bawah busana luar. Busana wanita yang termasuk busana luar adalah
rok, celana, blus, gaun, jas dan blazer.

2.2 Pengertian Blazer


Blazer adalah jaket ringan yang longgar tetapi mengikuti potongan badan
wanita (Porrie Muliawan, 2012:113). Blazer sebenernya terbuat dari bahan flanel
dengan corak garis sedang atau kecil, dan warna terang. Pada tahun 1920, blazer
disenangi kaum wanita dan dipakai dengan rok plisse, baju kaos serta dasi.1
Desain blazer ada yang menggunakan lengan pendek atau panjang, ada
yang tanpa lengan atau sering disebut rompi, ada yang menggunakan kerah jas
atau setali atau tanpa kerah. Model blazer ada yang panjang dan ada pula yang
pendek, karena busana ini termasuk busana pelengkap, banyak desain dengan
leher runcing yang rendah dengan penutup ditengah muka dan dengan sedikit
kancing. Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis panas sehingga
penggunaan blazer banyak yang bagian depannya tidak ditutup. Memakai blazer
akan membuat penampilan terlihat lebih elegan, rapi dan profesional. Blazer

1
Porrie Muliawan, 2012:113
awalnya memang hanya dikenakan para eksekutif, namun kini blazer dikenakan
juga sebagai seragam sekolah, organisasi, ataupun pakaian bebas.

2.3 Garis hias


Garis hias yang berupa jahitan pada desain buasana dapat dibagi dalam (4)
empat kelompok, yaitu: Garis hias princes adalah garis potongan vertikal yang
terdapat pada blus yang letaknya mulai dari bahu atau kerung lengan melewati
puncak dada memanjang sampai bawah blus, garis hias ini memberikan kesan
melangsingkan. Garis hias empire adalah garis hias yang terdapat pada blus yang
letaknya melintang dibawah buah dada kurang lebih 8 cm. Garis hias pas adalah
garis hias yang terdapat pada dada atau bahu, garis hias pas dada apabila letaknya
ada pada dada sedangkan garis hias pas bahu apabila letaknya ada pas pada bahu.
Garis hias bervariasi yaitu variasi dari garis hias pas bahu atau dada dengan garis
hias princes atau dengan garis hias empire (Porrie Muliawan, 2012:20). Garis hias
yang digunakan dalam penelitian adalah garis hias princes.

2.4 Titik Pas (Fitting Factor)


Kenyamanan dalam berbusana dapat dilihat pada dua kriteria, yaitu
ketepatan ukuran dan ketepatan titik-titik pas pada tubuh (fitting factor)
(Rachmania, dkk: 2012). Fitting factor merupakan suatu lokasi atau titik pada
pakaian yang menentukan sesuai atau tidaknya sistem pola tertentu, untuk bentuk
tubuh yang mempergunakannya (Prahastuti, 2012: 25). Titik-titik pas pola dasar
busana meliputi :2

• kerung leher,
• kerung lengan,
• letak bahu,
• kedudukan kup,
• lingkar badan,
• lingkar pinggang dan
• bagian belakang atau punggung.

2
Rachmania, dkk: 2012
Dalam pemakaian busana, seringkali ditemukan ketidaksesuaian busana
dengan pemakainya yang disebabkan kurang tepatnya desain dengan bentuk jadi
busana, proporsi tubuh pemakai maupun jatuhnya busana pada tubuh atau badan
pemakai sehingga dapat mempengaruhi kenyamanan bagi yang memakai busana
tersebut.
Masalah yang biasanya terjadi misalnya pada kupnat yang tidak sesuai pada
posisi yang sebenarnya, lingkar kerung lengan yang sempit, garis bahu posisinya
kurang tepat maupun garis lingkar pinggang yang terlalu turun atau terlalu tinggi.
Pengujian ketepatan titik pas / fitting factor pada penggunaan pola dasar
tertentu dapat dilakukan pada saat proses pengepasan (fitting). Pengepasan
merupakan salah satu bagian dalam proses dalam pembuatan busana, dimana
model memakai busana yang telah dijahit untuk mengetahui cocok atau tidaknya
pola busana terhadap bentuk tubuh seseorang.

Proses fitting juga biasa terbagi atas dua tahapan, yaitu :

• fitting pertama untuk melihat titip pas pola pada tubuh model, dan
• fitting kedua untuk melihat titik pas busana yang telah dijahit menggunakan
pola yang telah digunakan.

2.5 Pola Dasar


Pola dasar merupakan kutipan bentuk badan manusia yang asli atau pola
yang belum diubah, (Pratiwi, 2001:3). Pembuatan pola dasar merupakan
pengetahuan dan ketrampilan yang penting dan wajib di kuasai oleh seseorang
yang berkecimpung dibidang busana terutama dibidang konstruksi pola. Sebelum
digunakan sebagai contoh untuk menggunting kain pola dasar busana akan edit
atau di luar Negeri, seperti Workshop Of The Trend Of Home Economic
Education, dan Workshop Of Family Life Education Di Amerika Serikat. Beliau
juga mendapatkan penghargaan dari ISWI (Ikatan Sarjana Wanita Indonesia)
sebagai pendidik di bidang busana sejak tahun 1945 hingga pensiun di tahun
1997.
Menurut Noor (2015:54) “Pola merupakan ciplakan bentuk badan yang
biasa dibuat diatas kertas, yang nanti dipakai sebagai contoh untuk menggunting
pakaian seseorang. Potongan kertas tersebut dibuat mengikuti ukuran badan
seseorang dan dijadikan contoh agar tidak terjadi kesalahan pada saat
menggunting. Sedangkan menurut Pratiwi (2001:3) “Pattern atau pola dalam
bidang jahit menjahit adalah suatu potongan kain atau kertas yang dipakai sebagai
contoh untuk membuat baju, pada saat kain digunting”.
Menurut Rachmania, dkk (2012:38), membuat pola konstruksi terdapat
dua teknik dasar yaitu teknik konstruksi padat (block atau pola drapping) dan
teknik konstruksi datar (flat pattern drafting). Ada beberapa macam pola dasar
yang diberi nama berdasarkan nama penemunya diantaranya Meyneke, Cuppen
Geurs, Dressmaking, Danckaerts, Soen, Sonny dimana setiap pola dasar tersebut
memiliki masing-masing ciri khas tersendiri.
Ernawati, dkk (2008:245) mengemukakan bahwa pola sangat penting
artinya dalam membuat busana. Baik atau tidaknya busana yang dikenakan
dibadan seseorang (kup) sangat dipengaruhi oleh kebenaran pola itu sendiri.
Selain itu, Andriyanti (2010) mengemukakan bahwa masalah yang sering muncul
dalam pemakaian busana adalah kurang serasinya antara busana dengan si
pemakai yang disebabkan oleh
1. Kurang tepatnya desain dengan bentuk jadi busana,
2. Proporsi tubuh pemakai,
3. Jatuhnya busana pada tubuh atau badan pemakai kurang tepat sehingga
mempengaruhi kenyamanan pemakai.
Beberapa hal yang menyebabkan titik pas (fitting factor) dan kenyamanan
pemakaian suatu busana menjadi kurang diantara yaitu:
1. Letak garis pinggang yang tidak tepat,
2. Penempatan dan pemindahan kupnat yang tidak sesuai,
3. Terjadinya kerut dan gelombang. Apabila hal tersebut terjadi, maka dapat
mengakibatkan kurang berkualitasnya suatu busana.

Suatu busana dapat dikatakan berkualitas jika busana tersebut enak


dipakai, indah dipandang dan bernilai tinggi yang pada akhirnya akan tercipta
suatu kepuasan bagi sipemakai. Sebaik-baiknya desain suatu busana, jika dibuat
berdasarkan pola yang tidak benar dan garis-garis pola yang tidak luwes seperti
lekukan kerung lengan, lingkar leher, maka busana tersebut tidak akan nyaman
dipakai.

2.5 Pola Sistem Meyneke


Pola dasar Meyneke ditemukan Oleg J.H.C Meyneke, Pola meyneke adalah
Salah Satu Jenis Pola dasar konstruksi Datar Yang mempunyai lebih dari satu
kupnat, yaitu Kupnat Bahu depan Dan belakang Serta bagian pinggang sehingga
sangat sesuai untuk membuat busana Pas badan. Pembuatan Pola meyneke
memiliki tingkat kenyamanan lebih tinggi.
Pola dasar badan system Meyneke merupakan pola badan muka dan badan
belakang bersatu. Lipit kup cukup besar pada bahu. Serongnya bahu sering jatuh
tidak tepat sehingga perlu diberi ukuran uji untuk kontrol serongnya bahu.
Cara pembuatan pola dasar badan Sistem Meyneke Ukuran yang diperlukan:
- Lingkar badan = 92 cm
- Lingkar pinggang = 70 cm
- Lingkar leher = 36 cm
- Panjang punggung = 37 cm
- Lebar punggung = 33 cm
- Panjang sisi = 16 cm
- Lebar muka = 32 cm
- Panjang muka = 32 cm
- Panjang bahu = 12 cm
- Tinggi dada = 17 cm
- Ukuran kontrol = 41/79 cm
Keterangan: Bagian Depan
AB = ¼ L.Badan + 1 cm
AD = P.Muka
DE = 1/6 L.Leher + 1 cm
EF = 1/6 L.Leher + 1 cm datar teruskan ke G
GH = 1/3 P.Bahu + 1cm
FL = P. Bahu, dan L harus jatuh pada garis datar pertolongan. Tarik garis F-L
terus ke sisi, dapat titik L'
L1L2 = 1/2 P. Bahu + 1 cm
FK = 4 atau 5 cm
DD1 = ditambah D3D4= 1/2 L. Muka
D1D2 = P.sisi
BB1 = 1/10 L. Pinggang +1cm
AA1 = 1/4 L. Pinggang + 1 cm dikurang A-A1
MM1 = Ukuran kontrol pola depan Garis lipit bahu disamakan dengan titik K
dinaikkan 0,5 cm. Lubang lengan di sisi, dapat diturunkan untuk diperbesar 2 atau
3 cm 8
Bagian Belakang
BC = 1/4 L. Badan -1 cm
CN = P. Punggung
CQ = BB1
NN1 = 1/6 L. leher + 1 cm
N1O = 1 cm
G1H1 = 1/3 P. Bahu
OP = Panjang Bahu + 1 cm (boleh tidak pakai lipit di bahu belakang)
OO1 = 1/2 P. Bahu - 1 cm
PP1 = 1/2 P. Bahu + 1 cm
QQ1 = 1/2 L. Punggung
CC1 = 1/10 L. Pinggang -1 cm
RR1 = 1/4 L. Pinggang - 1 cm dikurang C-C1
PC2C = Ukuran control pola belakang

2.6 Pola Sistem Soen


Metode Soen yaitu menggambar atau membuat gambar pola baju
berdasarkan cara dari Bunka Fashion College dan sistem Dressmaking dari
sekolah Dressmaker Jogakuin (sekarang Dressmaker Gakuin). Bunka Fashion
Collage merupakan sekolah menjahit baju barat untuk anak dan wanita yang
didirikan oleh Isaburo Namiki pada tahun 1919.
Perkembangan Bunka Fashion Collage yang begitu pesat, mendorong
lahirnya majalah So-En pada tahun 1936 yang mempublikasikan kreasi pola
pakaian para alumni sekolah desain tersebut. Sebagai majalah yang memuat cara
membuat pola dan menjahit pakaian, majalah So-En mampu mempertahankan
eksistensinya hingga tahun 2005 dan berlanjut sebagai majalah industri busana
hingga saat ini.

A. Ukuran yang dibutuhkan untuk menggambar pola dasar sistem So-en


1. Lingkar Badan : 88 cm
2. Lingkar Pinggang : 66 cm
3. Panjang Punggung : 37 cm
4. Panjang Lengan : 24 cm
5. Tinggi Panggul : 16 cm
6. Lingkar Panggul : 96 cm
7. Panjang Rok : 50 cm

B. Cara menggambar pola dasar sistem Soen ( skala 1:6)


a) Pola dasar badan
Menggambar pola konstruksi sistem Soen, dimulai dengan ukuran badan.
Cara mengkonstruksi pola badan yaitu

1. A - B = ½ ukuran lingkar badan ditambah 5 cm.. A dan B dihubungkan


dengan garis putus-putus.3
2. A - C = 1/6 lingkar badan ditambah 7 cm. A - D = ukuran panjang punggung.
3. Buat garis empat persegi dari A ke B, A ke D, D ke D1 dan B ke D1 dan C ke
E dihubungkan dengan garis putus-putus.
4. Garis C dengan E dibagi dua dengan nama E1. E1 - E2 = 0,5 cm. E2 dibuat
garis bantu sampai ke garis pinggang diberi nama titik Dengan demikian
selisih pola badan bagian muka dengan pola badan bagian belakang adalah 1
cm.

3
Soekarno. 2002. Buku Penuntun Pola Busana Tingkat Dasar. Jakarta : Gramedia Pustaka
Indonesia.
5. C - F = 1/6 lingkar badan ditambah 4,5 cm (buat garis vertikal).
6. A - A1 = 1/20 lingkar badan ditambah 2,7 cm.
7. A dengan A1 dibagi tiga, sepertiga bagian dipindahkan dari A1 ke A2, lalu
dibuat garis leher belakang seperti gambar. a - a1 = A1 - A2. a1 - a2 = 2 cm.
8. Hubungkan titik A2 dengan a2, ukuran panjang bahu dibagi dua dinamai titik
H.
9. H - H1 = 6 cm(panjang kup), dengan lebar kup 2 cm, lalu buat kup seperti
gambar.
10. Buat garis lingkar kerung lengan belakang mulai dari a2 terus ke E2 dengan
besar lekukan pada ketiak berpedoman kepada ½ jarak dari F dengan E2 dan
ditambah 0,5 cm.
11. d - d1 = 2 cm, lalu dihubungkan dengan E2 (garis sisi pola belakang). D - d3
= 1/10 lingkar pinggang.
12. Hubungkan d3 dengan H. D - d3 ditambah d1 - d2 = ¼ lingkar pinggang. d2 -
d3 = besar kup.
13. B - B1 = A - A1. B - B2 = B - B1. B1 - X = 0,5 cm.
14. B1 dengan B2 dibuat garis persegi, pada sudutnya dinamakan titik O. Titik O
dan B2 dibagi dua, setengah bagian dipindahkan ke garis O dan B diberi
nama titik O1.
15. Hubungkan X dengan O1 terus ke B2 seperti gambar (garis leher pola bagian
muka)
16. E - F1 = 1/6 ukuran lingkar badan ditambah 3 cm.4
17. Buat garis vertikal sampai kegaris A dengan B, dinamakan titik b. b - b1 = 2
kali ukuran a - a1
18. Ukur panjang bahu dari X ke X1, melalui titik b1
19. F1 - f1 = ½ F - E2
20. Bentuk lingkar kerung lengan pola bagian muka mulai dari X1 melalui f1
menuju E2 seperti gambar
21. D1 - G = O - O1. d - g = 2 cm
22. G - G1 = 1/10 lingkar pinggang, hubungkan g dengan E2

4
Soekarno. 2002. Buku Penuntun Pola Busana Tingkat Dasar. Jakarta : Gramedia Pustaka
Indonesia.
23. G - G1 ditambah G2 - g = ¼ lingkar pinggang
24. G1 - G2 = besar kup, pada garis tengah antara G1 dengan G2 dibuat garis
bantu sampai ke garis badan, diturunkan 4 cm, lalu dihubungkan dengan G1
dan G2
25. Besar kup pola so-en ditentukan oleh perbandingan ukuran lingkar badan
dengan lingkar pinggang, jika perbedaan ukurannya banyak maka kupnya
menjadi besar, karena pada sisi jaraknya hanya 2cm. Jika ditemukan ukuran
kup lebih dari 4 cm, sebaiknya kup dipecah menjadi dua dengan ukuran yang
sama besar, antara kup yang satu dengan yang lainnya diberi jarak dua cm,
dan panjang kup yang kedua dikurangi 2 cm dari kup utama.
b) Pola lengan
Ukuran yang diperlukan-
Lingkar kerung lengan :
40 cm (diukur dari pola
badan muka dan
belakang)
1. Panjang lengan : 24
cm- Tinggi puncak
lengan : 12 cm

Keterangan pola lengan


1. A - B = panjang lengan.
2. A - C = ¼ ukuran lingkar kerung lengan ditambah 3 cm (tinggi puncak
lengan).
3. A - E = ½ ukuran lingkar kerung lengan.
4. A - F = ½ ukuran lingkar kerung lengan ditambah 1,5 cm.
5. A - A1 = 1/3 A – F. A - A3 = 1/3 A - E. E1 = 1/3 dari E - A. A1 - A2 = 1,5
cm. A3 - A4 = 1,8 cm. E1 - E2 = 1,3 cm.
6. Hubungkan F dengan A2 terus ke A (lingkar kerung lengan bagian belakang),
hubungkan A dengan A4 terus ke E2 dan E seperti gambar (lingkar kerung
lengan bagian muka) Untuk membentuk sisi lengan pola dasar sitem Soen,
tergantung pada ukuran panjang lengan. Untuk lengan panjang ujung lengan
dibentuk pada bagian muka dan belakang, sedangkan untuk lengan pendek
ujung lengan tidak dibentuk.
7. Untuk lebih jelasnya akan digambar kedua ukuran yaitu lengan pendek dan
lengan panjang. Untuk menentukan lengan panjang, dibuat garis vertikal dari
titik E dan F sampai panjang lengan.
8. Garis B dan B1 dibagi dua. B1 - B2 = 1 cm lalu bentuk seperti gambar (pola
bagian muka). J - j1 = 1 cm, lalu bentuk seperti gambar (pola bagian
belakang).
9. Untuk menentukan lengan pendek, diukur dari titik A ke O panjang lengan,
buat garis horizontal dari O ke H dan dari O ke G.
10. H - H1 = 2 cm, hubungkan H1 dengan E seperti gambar (sisi lengan bagian
muka).
11. G - G1 = 2 cm, hubungkan F dengan G1 seperti gambar (sisi lengan bagian
belakang).

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas Pembuatan pola dengan sistem


meyneke memiliki tingkat kenyamanan pada kedudukan titik-titik pas Lingkar
baden, pinggang, punggung, panjang pungung Dan letak kupnat.

Sedangkan pembuatan pola dengan Metode Soen, memiliki tingkatan


ketidak nyamanan pada kedudukan panjang sisi,pungung,lingkar punggung, Dan
panjang gaun untuk membuat busana dengan sistem Soen sebaiknya pada bagian
badan depan dibuat tidak terlalu miring agar kedudukan garis sisi lebih nyaman.

2.7 Kerangka Berfikir


Blazer adalah jaket ringan yang longgar tetapi mengikuti bentuk potongan
badan wanita (Porrie Muliawan, 2012:113). Penggunaan blazer dapat
dipadupadankan dengan gaun, rok dan celana panjang yang dapat dilengkapi
dengan blus ataupun tidak. Blazer ini banyak digunakan untuk busana kerja atau
sebagai busana resmi. Ciri-ciri dari blazer adalah model yang menggunakan
kerah, garis hias, belahan kancing, saku paspoille.
Pembuatan busana harus memperhatikan beberapa hal yaitu : model, pola
(berbagai macam pola yang ada), bahan, dan teknik menjahit, karena hal ini akan
mempengaruhi terhadap busana yang dihasilkan. Selain harus memperhatikan
bahan apa saja yang digunakan, harus memperhatikan juga dalam pembuatan
pola, karena busana yang baik adalah busana yang nyaman ketika dikenakan,
tidak longgar dan tidak sempit. Pola sangat penting artinya dalam membuat
busana. Baik atau tidaknya busana yang dikenakan dibadan seseorang (kup)
sangat dipengaruhi oleh kebenaran pola itu sendiri.
Kemudian, Kenyamanan dalam berbusana dapat dilihat pada dua kriteria,
yaitu ketepatan ukuran dan ketepatan titik-titik pas pada tubuh (fitting factor).
Dalam pemakaian busana, seringkali ditemukan ketiksesuaian busana dengan
pemakainya yang disebabkan kurang tepatnya desain dengan bentuk jadi busana,
proporsi tubuh pemakai maupun jatuhnya busana pada tubuh atau badan pemakai
sehingga dapat mempengaruhi kenyamanan bagi yang memakai busana tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut dikatakan bahwa titik pas pada tubuh (fitting
factor) merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam
pembuatan busana, karena dengan adanya ketepatan letak atau posisi suatu bagian
busana akan mempengaruhi tingkat kenyamanan dalam berbusana.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tujuan Operasional Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh dan menganalisis tentang
perbandingan titik pas (fitting factor) antara pola sistem Meyneke dan Soen pada
blazer wanita.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di prodi Tata Busana Fakultas Teknik, Universitas
Negeri Jakarta. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun
akademik 2020-2021.

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan Eksperimen kuantitatif. Penelitian
ini menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :
3.3.1 Metode Observasi
Metode observasi adalah metode atau cara menganalisis dan
mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan
melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung
(Suharsimi Arikunto, 2010 : 272). Metode observasi digunakan dalam
penelitian ini yaitu dengan melakukan pengamatan dan evaluasi, dilakukan
secara langsung mengamati hasil pembuatan blazer yang dipakaikan pada
paspop. Panelis hanya membubuhkan chek list pada masing-masing kolom
yang sudah tersedia yang telah disesuaikan dengan apa yang akan diamati
dalam penelitian ini adalah blazer dengan ukuran M, dan XL.
Panelis adalah orang yang menjadi panel atau penguji. Berdasarkan
tingkat sensitivitas dan tujuan dari setiap pengujian, dikenal beberapa
macam panelis yaitu panelis ahli, panelis terlatih (Bambang Kartiko,
1998:15). Panelis ahli adalah seorang panelis yang memiliki kelebihan
sensorik yaitu orang yang dapat mengukur dan menilai sifat karakteristik
secara tepat, dalam hal ini adalah yang memahami dan mengetahui tenang
busana misalnya saja dosen tata busana atau praktisi dalam bidang tata
busana. Panel terlatih adalah panelis yang merupakan pilihan dan seleksi
yang menjalani latihan secara kontinyu dan lolos evaluasi kemampuan
misalnya mahasiswa jurusan tata busana yang telah lulus dalam pelajaran
tailoring. Persyaratan panelis menurut Bambang Kartiko, dkk (1998:15)
adalah :
1. Orang yang ahli dalam bidang busana khususnya tentang busana
wanita yang terdiri dari blazer.
2. Panelis harus mempunyai kepekaan yang normal dalam arti organ-
organ dan indra perasa bekerja dengan normal.
3. Orang yang dijadikan panelis tidak tergantung dengan umur.
4. Kondisi kesehatan harus baik, orang yang mengalami sakit terutama
pada indra sebaiknya tidak di jadikan panelis.
3.3.2 Metode Experimen
Experimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat
(hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh
peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-
faktor lain yang mengganggu (Suharsimi Arikunto, 2010 : 9). Metode
experimen dalam penelitian ini membahas mengenai uji coba pembuatan
blazer yang dikerjakan oleh peneliti sendiri.
Langkah-langkah experimen untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan
dibawah ini :

Pembuatan Blazer

Pembuatan Pola

Pola Meyneke Pola Soen

Hipotesis

Analisis Data

Kesimpulan

3.4 Variabel Penelitian


Variabel Penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian (Suharsimi Arikunto, 2010:159). Penelitian ini
melibatkan dua variabel, yaitu :
3.4.1 Variabel Bebas atau Independent Variable (X)
Variabel bebas adalah sejumlah gejala dengan berbagai unsur atau
faktor didalamnya yang adanya menentukam atau mempengaruhi adanya
variabel lain (Suharsimi Arikunto, 2010:162). Variabel bebas pada
penelitian ini yaitu penggunaan pola sistem Mayneke dan Soen.
3.4.2 Variabel Terikat atau Dependent Variable (Y)
Variabel terikat adalah sejumlah gejala dengan unsur atau faktor
didalamnya yang adanya ditentukan atau dipengaruhi oleh adanya variabel
lain (Suharsimi Arikunto, 2010 : 162). Variabel terikat pada penelitian ini
yaitu hasil pembuatan blazer.

3.5 Desain Penelitian


Desain eksperimen dalam penelitian ini adalah desain faktorial A x B.
Sampel dalam penelitian ini adalah satu model dengan menggunakan dua pola
yang berbeda.

Desain Eksperimen

Jenis Pola
A
B Pola Meyneke Pola Soen

B A1B A2B
Blazer

Keterangan :
A1 : Pola Meyneke
A2 : Pola Soen
B : Blazer
A1B : Pembuatan blazer yang mengunakan pola Meyneke
A2B : Pembuatan blazer yang menggunakan pola Soen

3.6 Populasi Penelitian


Populasi dalam suatu penelitian merupakan kumpulan individu atau obyek
yang merupakan sifat-sifat umum. Arikunto (2010:173) menjelaskan bahwa
“Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Sedangkan menurut Sugiyono
(2010:80) populasi adalah “Wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Maka dari
penjelasan para ahli tersebut, penulis menetapkan populasi dalam penelitian ini
adalah Blazer wanita.
3.7 Sampel Penelitian
Penarikan atau pembuatan sampel dari populasi untuk mewakili populasi
disebabkan untuk mengangkat kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku
bagi populasi. Arikunto (2010:174) mengatakan bahwa “Sampel adalah sebagian
atau wakil populasi yang diteliti”. Selanjutnya menurut Sugiyono (2010:81)
sampel adalah “Bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut”.
Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel dengan menggunakan
teknik purposive sampling. Mengenai hal ini, Arikunto (2010:183) menjelaskan
bahwa “purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan
didasarkan atas sastra, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan
tertentu”. Begitu pula menurut Sugiyono (2010:85) sampling purposive adalah
“Teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”. Artinya setiap subjek
yang diambil dari populasi dipilih dengan sengaja berdasarkan tujuan dan
pertimbangan tertentu. Tujuan dan pertimbangan pengambilan subjek/sampel
penelitian ini adalah titik pas (fitting factor ) antara pola sistem meyneke dan
soen.

3.8 Instrumen Penilaian


Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah
(Suharsimi Arikunto, 2002: 126).
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah lembar observasi atau lembar pengamatan. Lembar pengamatan yang berisi
tentang tolak ukur atau kriteria penelitian digunakan sebagai pedoman penilaian
dimana butir-butirnya disesuaikan dengan aspek-aspek yang akan dinilai.

3.9 Uji Coba Instrumen


Dalam penelitian diperlukan instrumen-instrumen yang telah memenuhi
persyaratan tertentu. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu instrumen
penelitian minimal ada dua macam, yaitu validitas dan reliabilitas. Jadi, agar
instrumen/alat yang digunakan dalam mengumpulkan data mampu mengambil
informasi dari objek atau subjek yang diteliti, maka suatu instrumen harus
memenuhi dua syarat penting.

3.9.1 Validitas Instrumen


Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat
kevalidan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid mempunyai
validitas tinggi dan instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas
rendah (suharsimi Arikunto, 2010 : 211). Validasi instrumen dalam
penelitian ini adalah dengan langsung ke penilai ahli.

3.9.2 Realibitas Instrumen


Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut
dapat memberi hasil yang tepat, artinya apabila instrumen tersebut
digunakan pada sejumlah objek yang sama pada lain waktu maka hasilnya
relatif sama. Reliabilitas pada penelitian ini menggunakan reliabilitas
ratings. Menurut Saifuddin Azwar (2004:105) menyatakan rating adalah
prosedur pemberian skor berdasarkan judgment subjektif terhadap aspek
atau atribut tertentu yang dilakukan melalui pengamatan sistematik baik
secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini bertujuan untuk
meminimalkan pengaruh subjektivitas pemberian antar beberapa rater.
Penelitian ini menggunakan 3 orang panelis ahli (pemberi rating/
rater). Caranya, yaitu reliabilitas hasil pemberian rating dilakukan dengan
memberikan rating ulang dan menghitung korelasi antara pemberi rating
tersebut melalui rank order correlation atau korelasi jenjang. Dari sini
akan ditemukan koefisien yang merupakan rata-rata interkorelasi hasil
rating diantara semua kombinasi pasangan rater yang dibuat dan
merupakan ratarata reliabilitas bagi seorang rater.

3.10 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi.
Instrumen penelitian yang digunakan berupa lembar observasi / pengamatan untuk
menilai hasil akhir produk jas wanita yang dilakukan oleh tiga panelis ahli
dibidang busana khususnya pembuatan Blazer pada matakuliah Tailoring,
peragawati dan mahasiswa.
Penilaian fitting factor dilakukan dengan mengamati empat belas titik pas
pada Blazer, diantaranya terletak pada kedudukan lingkar badan, lingkar
pinggang, lingkar panggul, lebar punggung, panjang punggung, lebar muka,
panjang muka, kedudukan kerah, garis hias princess, posisi saku, letak garis bahu,
panjang lengan, lingkar kerung lengan dan garis sisi. Hasil pengukuran atas tiap
titik pas diberi nilai 1-3, dengan rincian bila pengepasan (a) tepat, nilai 3, (b)
kurang tepat, nilai 2, dan (c) tidak tepat diberi nilai 1.
KISI-KISI LEMBAR OBSERVASI

PERBEDAAN TITIK PAS (FITTING FACTOR) ANTARA POLA SISTEM


MEYNEKE DAN SOEN PADA BLAZER WANITA

Skor Nilai
No. Indikator Sub Indikator
Skor 3 Skor 2 Skor 1

Cukup Kurang
1. Ketetapan titik Sesuai
sesuai tepat
pas pada lingkar dengan
dengan dengan
badan. titik pas.
titik pas. titik pas.

Sesuai Cukup Kurang


2. Ketetapan titik
dengan sesuai tepat
pas pada lingkar
titik pas. dengan dengan
kerung lengan.
titik pas. titik pas.

Cukup Kurang
3. Ketetapan titik Sesuai
sesuai tepat
Ketetapan Titik pas pas pada lingkar dengan
dengan dengan
1. (fitting factor) pada pinggang. titik pas.
titik pas. titik pas.
bagian-bagian badan.
Cukup Kurang
4. Ketetapan titik Sesuai
sesuai tepat
pas pada lingkar dengan
dengan dengan
panggul . titik pas.
titik pas. titik pas.

Sesuai Cukup Kurang


5. Ketetapan titik
dengan sesuai tepat
pas pada lebar
titik pas. dengan dengan
muka.
titik pas. titik pas.
Sesuai
6. Ketetapan titik dengan Cukup Kurang
pas pada panjang titik pas. sesuai tepat
muka. dengan dengan
titik pas. titik pas.

Sesuai Cukup Kurang


7. Ketetapan titik
dengan sesuai tepat
pas pada lebar
titik pas. dengan dengan
punggung.
titik pas. titik pas.

8. Ketetapan titik Sesuai Cukup Kurang


pas pada dengan sesuai tepat
jatuhnya posisi titik pas. dengan dengan
kerah. titik pas. titik pas.

Cukup Kurang
9. Ketetapan titik Sesuai
sesuai tepat
pas pada garis dengan
dengan dengan
hias princess. titik pas.
titik pas. titik pas.

Cukup Kurang
Sesuai
10. Ketetapan titik sesuai tepat
dengan
pas pada saku. dengan dengan
titik pas.
titik pas. titik pas.

Cukup Kurang
11. Ketetapan titik Sesuai
sesuai tepat
pas pada garis dengan
dengan dengan
bahu. titik pas.
titik pas. titik pas.

Cukup Kurang
12. Ketetapan titik Sesuai
sesuai tepat
pas pada panjang dengan
dengan dengan
lengan. titik pas.
titik pas. titik pas.

13. Ketetapan titik Sesuai Cukup Kurang


pas pada garis dengan sesuai tepat
sisi. titik pas. dengan dengan
titik pas. titik pas.

Sesuai Cukup Kurang


14. Ketetapan titik
sesuai tepat
pas pada panjang dengan
titik pas. dengan dengan
punggung
titik pas. titik pas.

Anda mungkin juga menyukai