Anda di halaman 1dari 5

1.

Estetika Cina

Hubungan ilmu, filsafat dan seni sangat akrab mewarnai perkembangan seni abad ke 19 di barat,
dan kemudian merupakan landasan penciptaan seni modern akhir abad 19 dan20. Ekspresi, intuisi
dan konsep individualitas merupakan sumber penciptaan yang didewakan seniman modern. Apabila
di Yunani abad ke 5 SM sudah didapatkan karya-karya yang berpangdangan filsafat, maka di Timur
khususnya Cina diketahui pada dinasti Han (206 SM – 220 AD)

Berbeda dengan perkembangan estetika barat, estetik di Negara-negara timur nampaknya sudah
mulai berkembang mulai dari zaman primitive hingga munculnya berbagai agama besar sampai era
modern sekarang ini. Estetika pada dasarnya dinamis dengan filsafat dan pemikiran baru, tetapi
ditimur justru statis dan dogmatis, sehingga sangat lamban dan dapat dikatakan tidak berkembang

Filsuf Cina pada akhir abad V, Hsieh Ho menyusun enam prinsip dasar bagi para seniman yang
kemudian terkenal dengan istilah canon estetika Cina, antara lain:

1. Prinsip Pertama

Prinsip yang menggambarkan bersatunya roh semesta dengan dirinya, sehingga dengan demikian ia
mampu menangkap keindahan (dari Tao) dan kemudian ditampilkan atau terwujud dalam karyanya.
Prinsip ini merupakan konsep yang erat kaitannya dengan Buddhisme atau Taoisme. Konsep energy
spiritual yang mewujudkan kesatuan yang harmonis atas segala sesuatu. Prinsip Kedua

Prinsip ini menggambarkan kemapuan menyergap Roh Ch’I atau roh kehidupan dengan cara
mengenyampingkan bentuk dan warna yang semarak, sehingga makna spiritual akan Nampak dalam
karya-karyanya. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa lukisan Cina saat itu, yang penuh dengan ruang
kosong dan kesunyian. Digambarkan sebagaimana pelukis Cina Tsung Ting (375-443), sebelum
melukis pemandangan alam, ia melakukan meditasi terlebih dahulu, agar rohnya secara bebas
menjelajahi alam semesta.

Sapuan kuas harus cukup kuat untuk membawakan energy kosmis yang dihubungkan dengan
prinsip pertama. Prinsip kedua ini dalam istilah Cina disebut Ku Fa Yung Pi.

3. Prinsip Ketiga

Prinsip yang menggambarkan merefleksikan objek dengan menggambarkan bentuknya; yaitu


konsekuen terhadap objek yang dilukis atau yang disusunnya. Seperti yang dikatakan oleh Ch’eng
Heng-Lo: “seni lukis barat adalah seni lukis mata, sedangkan seni lukis Cina adalahseni lukis idea.”
Disini jelas bahwa seni lukis Cina mementingkan esensinya bukan eksistensinya.
Prinsip ketiga memberikan saran bahwa setiap objek mempunyai bentuk yang tepat. Seniman harus
menyesuaikan antara tema pokok dan ekspresi yang memperlihatkan visi pengamat identitas objek
yang dilukis didalam semua keterpisahan dan kekongkritan. Dalam prinsip ketiga ini dalam istilah
Cina disebut Ying Wi Hsiang Hsing.

4.Prinsip Keempat

Prinsip yang menggambarkan keselarasan dalam menggunakan warna. Seni lukis cina dalam
penggunaan warna tidak bersifat fungsional tetapi lebis bersifat simbolis. Estetika warna para
pelukis Cina ditetntukan oleh tekhnik akuarel tinta monokromatis untuk membabarkan suasana hati.

Prinsip keempat menetapkan setiap objek memiliki warna yang sesuai. Warna yang digunakan dalam
lukisan harus mempunyai sugesti alam dan sifat penggambarannya. Prinsip ini dalam istilah Cina
disbut Sui Lei Fu Ts’ai yang berarti suatu tipe hubungannya dengan penggunaaan warna dalam seni
lukis Cina tidak bersifat fungsional tapi lebih bersifat sibolisme (Mulyadi, 1986)

5. Prinsip Kelima

Prinsip yang menggambarkan tentang pengorganisasian, penyusunan atau perancanaan dengan


pertimangan penempatan dan susunan. Seni Cina menganjurkan agar mengadakan semacam
perencanaan terlebih dahulu sebelum berkarya. Dalam hal iani nampaknya rancang komposisi
berbeda dengan prinsip desain seni barat. Dikatakan oleh Chang Yen-Yuan; aspek kemusiman
meilbatkan pengertian irama dan pergeseran alam, membutuhkan observasi, pengetahuan,
meditasi, pengertian intuit tentang Ch’I. dalam hati seseorang, ia harus sepenuhnya mengenal Ch’I
empat musim—tidak hanya dalam hati, karena pengetahuan itu harus mengalir ke ujung jari
kemudian menggetarkan pena/kuas dalam berkarya.

Prinsip kelima ini merupakan perencanaan atas unsur-unsur dalam komposisi. Komposisi harus
dapat menunjukkan mana yang lebh penting dan kurang penting, apa yang memerlukan jarak dan
yang tertutup, dan mempertimbangkan juga ruang dan kosong. Seni lukis Cina mempunyai dasar
pemikirannya selalu bersumber pada Ch’I (Mulyadi, 1986).

6. Prinsip Keenam

Prinsip ini memberikan ajaran untuk membuat reproduksi-reproduksi agar dapat diteruskan dan
disebarluaskan. Semangat Tao dalam estetik di Cina rupaya begitu mendalam dan menyebar ke
pelbagai Negara di sekitarnya sampai sekarang.

Prinsip ke enam ini dihubungkan dotrin Cina tentang meniru sesuatu gagasan, yang jelas ini berbeda
dengan gagasan kita tentang tradisi, yang merupakan suatu inti, atau kekuatan vital yang diturunkan
dari generasi ke generasi. Gagasan barat tentang tradisi lebiuh bersifat teknis dan gaya para
master. Gagasan Cina berbeda yaitu secara tidak langsung menyatakan bahwa suatu jiwa yang
diinformasikan dan yang diteruskan kearah yang lebih penting (mullia) dari bentuk itu sendiri. Prinsip
dalam istilah Cina disebut “Chuan Mo I Hsieh”.

1. Estetika Timur Tengah

Estetika yang berkembang di Negara-negara Timur Tengah perlu dipertimbangkan. Didalam konteks
agama Islam estetika didasari sebagai sesuatu yang berbeda dengan perkembangan estetika di
belahan lain. Hal ini disebabkan karena masyarakat timur tengah sebelum masuk islam menyembah
patung berhala yang berwujud makhluk hidup dan bentuk-bentuk keindahan lain. Sehingga mereka
yang menyembah berhala tersebut dianggap bertentangan dengan agama. Demikian juga semua
yang berkaitan dengan hal tersebut seperti patung dan gambar yang menggambarkan tentang

makhluk hidup.

Estetika islam terus hidup, karena pada dasarnya estetika adalah fitrah, hanya cara
pengungkapannya yang harus disesuaikan dengan ajaran agama islam.

1. Estetika India

India mempunyai pandangan sendiri mengenai estetika yang konon ditulis oleh Bharata dalam buku
Natyasastra (sekidar abad ke 5). Dalam buku tersebut ia berpandangan bahwa ‘rasa’ lahir dari
manunggalnya situasi yang ditampilkan bersama dengan reaksi dan keadaan batin para pelakunya
yang senantiasa berubah. Seorang ahli piker Khasmir ; Sangkula (abad ke 10) berpendapat bahwa
pengalaman estetik sebenarnya berada diluar bidang kebenaran dan ketidakbenaran.

Pendapat Sangkuta tersebut dikritik oleh Abhinavagupta, yang menyatakan bahwa bila hidup hanya
ditiru, efeknya bukanlah kenikmatan estetik melainkan suatu kelucuan belaka. Artinya estetik
bukanlah imitasi, melainkan cara untuk menikmati hidup nyata.

1. Estetika Buddhisme

Buddhisme (hubungan manusia dengan yang mutlak). Kaum Buddhisme mengatakan bahwa pada
dasarnya semua yang ada, dan kita sekarang ini adalah hasil dari sesuatu yang kita pikirkan.
Pandangan Buddha terhadap benda-benda pada prinsiipnya adalah segala sesuatu yang bersifat
fana; segala sesuatu itu mengandung penderitaan dan segala sesuatu itu tanpa ego.
Konsep inilah yang kemudian mempengaruhi estetika Buddhisme yang lebih menekankan pada
estetika estetika kesederhanaan. Segala sesuatu itu buatlah seminimal mungkin dan bersahaja.
Maka jarang dijumpai estetika ‘kerumitan’ didalam konsep estetika Buddha.Buddha selalu
menekankan bahwa manusia itu tidak memiliki kepribadian atau ego, kita tidak memiliki diri kita
sendiri; kita adalah penderitaan Buddhisme kemudian berkembang subur di Jepang. Hal ini
kemudian ternyata cukup besar pengaruhnya terhadap perkembangan esrtetika. Terbukti bahwa di
Jepang; hal-hal yang bersifat cemerlang, meriah, kengerian hamper tak pernah dijumpai. Estetika
Jepang mengabdi pada a. Ontologi membahas tentang masalah "keberadaan" (eksistensi) sesuatu
yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris, misalnya tentang keberadaan alam semesta,
makhluk hidup, atau tata surya.

PERBEDAAN ESTETIKA TIMUR DAN BARAT

b. Epistemologi mengkaji tentang pengetahuan (episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”).


Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran
suatu pengetahuan. Dari epistemologi inilah lahir berbagai cabang ilmu pengetahuan (sains) yang
dikenal sekarang.

c. Aksiologi membahas masalah nilai atau norma sosial yang berlaku pada kehidupan manusia.

5. Filsafat barat digunakan sebagai alat merasionalkan hal-hal yang didogmakan gereja pada abad
pertengahan.

6. Filsafat didasari pada pandangan universal yaitu manusia sebagai penakluk alam.

II. Filsafat Timur

1. Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India,
Republik Rakyat Cina dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya.

2. Ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama.

3. Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao
Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.

4. Filsafat Timur pemikirannya lebih ke perasaan dan hati nurani dan menekan keharmonisan antara
alam dan manusia.
5. Filsafat Timur lebih memandang manfaat filsafat sebagai alat untuk lebih mengerti esensi dari
kebudayaan aslinya.

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/12134318#readmorekelembutan dan


bersahaja.

Anda mungkin juga menyukai