Anda di halaman 1dari 3

Aldi Cipta Pratama W.

E12180079

Estetika Menurut Plato

Kata estetika sendiri berakar dari bahasa latin “aestheticus” atau bahasa Yunani
“aestheticos” yang merupakan kata yang bersumber dari istilah “aishte” yang memiliki makna
merasa. Estetika dapat didefinisikan sebagai susunan bagian dari sesuatu yang mengandung
pola, dimana pola tersebut mempersatukan bagian-bagian yang membentuknya dan
mengandung keselarasan dari unsur-unsurnya, sehingga menimbulkan keindahan. Dari hal
tersebut dapat diartikan bahwa esetetika menyangkut hal perasaan seseorang, dan perasaan ini
dikhususkan akan perasaan yang indah. Nilai indah yang dimaksudakan tidak hanya semata-
mata mendefinisikan bentuknya tetapi bisa juga menyangkut keindahan dari isi atau makna
yang terkandung didalamnya.

Plato yang merupakan ilmuan terkenal dunia menyatakan bahwa suatu keindahan adalah
cerminan dari watak seseorang, yang kemudian diibaratkan bahwa ketika seseorang memilki
watak yang indah maka akan secara langsung keseluruhan dari diri seorang tersebut
mencerminkan semua hukum keindahan. Teori tersebut seakan mejelaskan bahwa sesuatu
yang awalnya indah akan selalu menjadi indah untuk selamanya. Sumber keindahan adalah
cinta kasih, cinta di sini adalah cinta yang diperoleh dengan mengosongkan diri.

Menurut Plato keindahan hendaknya didahului dengan cinta, cinta di sini adalah
pengosongan diri sehingga subjek benar-benar dapat mencintai benda yang indah. Timbulnya
rasa cinta pada keindahan adalah akibat pendidikan. Proses tertanamnya rasa cinta pada
keindahan itu dapat diuraikan sebagai berikut : · Pada awalnya orang dididik untuk mencintai
keindahan nyata yang tunggal, misalnya keindahan tubuh seorang manusia. · Kemudian, dia
dididik untuk mencintai tubuh yang lain, sehingga tertanam hakikat keindahan tubuh manusia.
· Keindahan tubuh yang bersifat rohaniah itu lebih luhur daripada keindahan tubuh yang
sifatnya jasmaniah. · Keindahan rohaniah dapat menuntun manusia mencintai segala yang
bersifat rohani pula, misalnya ilmu pengetahuan. · Akhirnya, manusia harus dapat menangkap
ide keindahan itu sendiri tanpa kaitan yang bersifat jasmani.

Ada 4 macam keindahan : Keindahan jasmani, Keindahan moral, Keindahan akal


Keindahan mutlak. Semua keindahan di dunia ini merupakan imitasi, peneladanan,
pembayangan, peniruan yang disebut “ Mimesis ”. Mimesis bukan peniruan biasa, tetapi
sebuah daya representasi yang timbul sebagai akibat kesempurnaan karya sehingga timbulah
kegairahan. Menurut Plato, karya seni hanya dapat meniru kenyataan, dengan konsekuensi
logis karya seni berada di bawah kenyataan. Tapi karya seni yang sungguh-sungguh selalu
berusaha untuk mengatasi kenyataan.

Pendidikan menjadi proses tertanamnya rasa cinta pada keindahan dan dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Manusia dididik untuk mencintai keindahan nyata yang tunggal, seperti tubuhnya sendiri,
tubuh seorang manusia.
2. Kemudian di didik untuk mencintai keindahan tubuh yang lain, sehingga tertanam hakikat
keindahan tubuh manusia.
3. Keindahan tubuh yang bersifat rohaniah lebih luhur daripada keindahan tubuh yang bersifat
jasmani.
4. Keindahan rohaniah dapat menuntun manusia mencintai segala sesuatu lainnya yang
bersifat rohani, misalnya ilmu pengetahuan.
5. Pada akhirnya manusia harus dapat menangkap ide keindahan itu sendiri tanpa kaitan
dengan sifat jasmaninya itu sendiri.

Dapat disimpulkan bahwa terdapat keindahan yang melekat pada benda dan ada juga keindahan
yang berada di luar benda itu sendiri. Keindahan pada benda/objek merupakan ilusi dari keindahan
yang sebenarnya. Ada bentuk indah yang abadi, sedangkan keindahan benda di dunia fisik
hanyalah tiruan dari ide keindahan yang abadi itu sendiri, keindahan bersifat
transendental/transcendental. Ada keindahan yang sederhana da nada keindaan yang kompleks.
Keindahan sederhana menunjukkan adanya kesatuan yan sederhana. Jika di jelajahi asal
muasalnya, bisa jadi pemikiran Plato yang satu ini adalah sumber salah satu prinsip prinsip seni
yang umum digunakan, yaitu: kesatuan. Sedangkan keindaan kompleks menunjukkan adanya
ukuran, proporsi, dan unsur-unsur yang membentuk kesatuan besar. Prinsip kesatuan tersebut
nyatanya banyak dianut oleh para filsuf lain. Plato tidak hanya melihat bahwa kesatuan hanyalah
satu-satunya ciri keindahan. Kesatuan hanya merupakan salah satu karakteristik keindahan.

Plato memiliki pemikiran yang dilematis teradap karya seni. Walaupun Plato tidak menyukai seni
karena ditakutkan dapat memberikan dampak buruk bagi pemikiran ‘dunia Idealnya’, dia tetap
membahas berbagai kelebihan dan manfaat yang dapat dihasilkan oleh karya seni. Plato
berpendapat bahwa benda seni yang diciptakan para seniman merupakan tiruan benda indah yang
merupakan ilusi dari ide keindahan yang telah dijabarkan diatas. Karya seni itu sendiri hanya
sebuah ilusi/bersifat maya. Karenanya, karya seni itu inferior (bertaraf rendah). Karya seni juga
dapat merusak akal sehat akibat kandungan emosi dan akibat tiruan ide keindahan (hegemonisasi
kecantikan: harus putih, berhidung mancung dan berambut lurus).

Karya seni tidak dapat dijadikan sumber menimba pengetahuan, tidak seperti matematika atau
ilmu eksak lain. Sementara itu, emosi pada karya seni bersumber dari keirasionalan yang di ilhami
dari para dewa (konteks zaman yunani kuno). Emosi dalam karya seni juga dapat membutakan
akal sehatnya. Karenanya ia berpendapat bahwa karya seni dapat membahayakan kehidupan sosial
dalam suatu negara. Karya seni juga dianggap bukan sumber yang baik untuk pengetahuan dan
pendidikan karena dinilai pengetahuan disitu rendah.

Pemahaman Plato tentang keindahan yang dipengaruhi pemahamannya tentang dunia indrawi,
yang terdapat dalam Philebus. Plato berpendapat bahwa keindahan yang sesungguhnya terletak
pada dunia ide. Ia berpendapat bahwa Kesederhanaan adalah ciri khas dari keindahan, baik dalam
alam semesta maupun dalam karya seni. Namun, tetap saja, keindahan yang ada di dalam alam
semesta ini hanyalah keindahan semu dan merupakan keindahan pada tingkatan yang lebih rendah.
Referensi

1. St-Andrews.ac.uk, St. Andrews University

2. Tjahjadi,Simon Petrus L., Petualangan IntelektualYogyakarta: Kanisius.2004.

3. Bertens,K. Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta:Kanisius. 1976.

4. Bertens, K.Sejarah Filsafat Yunani.Yogyakarta:Kanisius.1999.

5. Sutrisno, Mudji dan Verhaak, Christ. 1993. Estetika Filsafat Keindahan. Yogyakarta:
Kanisius.

6. http://id.wikipedia.org/wiki/plato

7. Lavine, T.Z, 1984, Pertualangan Filsafat, Yogyakarta PT: Jendela

8. Tafsir Ahmad, 2003, Filsafat Umum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

9. Wiramihardja, Sutardjo A, 2009, Pengantar Filsafat, Bandung PT: Revika Aditama

Anda mungkin juga menyukai