Anda di halaman 1dari 11

Paper Model Multikultural Secara Global

(Singapura, Malaysia, Thailand, Cina, Jerman, Amerika, Inggris, Arab


Saudi, Afrika Selatan, Indonesia)

DISUSUN OLEH:
1. IDA RAMAYANA MANIK(A1C421038)

2. DEPRIANA MEGAWATI SILITONGA(A1C421016)

3. PUPUT OKTARIA(A1C421089)

4. JUSNIA PUTRI(A1C421018)

5. SABINA RAHMADANI(A1C421069)

6. SYFAAYU RAHMAWATI(A1C421043)

7. NURUL HARDIANTI(A1C421048)

Dosen Pengampu

Dr. Ervan Johan Wicaksana, S.Pd., M.Pd., M.Pd.I.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Progam Studi Pendidikan Biologi
Universitas Jambi
A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Multikultaralisme merupakan sebuah pemahaman dan penilaian terhadap budaya dalam
masyarakat atau komunitas, serta penghormatan atas keingintahuan tentang budaya orang
lain. Multikultural merupakan ideologi yang ada di masyarakat untuk membentuk sikap dan
sifat saling belajar dan saling menghargai antar individu atau antar kelompok masyarakat.

Model mutikulkultarilisme di berbagai Negara memiliki perbedaan dan persamaan yang


hampir sama. Hal ini dikarenakan adanya pekerja imigran dari berbagai Negara, atau dengan
kejadian di masa lalu dari zaman penjajahan. Dan saat ini masih ada perlakuan diskriminasi,
sehingga banyak mendapat kecaman dari berbagai komunitas, aktifis dan masyarakat sendiri
dengan demo di jalan, menyebarkan pamphlet – Pamflet di sosial media Anti Diskriminasi
antar kaum mayoritas dan minoritas, menuntun demokrasi dan kesetaran manusia. Dan ini
dinamakan gerakan politik.

2. Rumusan Masalah
Bagaimana model multikultural di Singapura, Malaysia, Thailand, Cina, Jerman,
Amerika, Inggris, Arab Saudi, Afrika Selatan, Indonesia.

3. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui model multikultural di negara Singapura, Malysia, Thailand, Cina,
Jerman, Amerika, Inggris, Arab Saudi, Afrika Selatan, dan Indonesia.
2. Untuk Menganalisis perbandingan model Multikultural yang ada di berbagai negara
yaitu di Singapura, Malysia, Thailand, Cina, Jerman, Amerika, Inggris, Arab Saudi,
Afrika Selatan, dan Indonesia.
B. PEMBAHASAN

1. Model Multikultural Singapura


Dalam masyarakat pascakolonial seperti Singapura, multikulturalisme
akan lebih menekankan pada lingkungan sejarah daripada hanya pilihan
kebijakan.
Kekuatan pendorong historis dari kebijakan multikultural Singapura
terletak pada penggunaan konsep pemodelan etnis CMIO (Cina-Melayu-India-
Lainnya). Pengelompokan ini mencerminkan jejak kolonialisme dalam
masyarakat Singapura yang majemuk—kelompok etnis yang berbeda dapat
"berdampingan tetapi tidak dapat bercampur", dan hanya kepentingan
ekonomi yang dapat bersatu. (Singapura: Brill, 2012)
Masyarakat pluralistik adalah kebijakan pemerintah kolonial sebelumnya
untuk mengontrol arus modal. Pola masyarakat pluralistik pra-kolonial terbagi
secara ekonomi dan ras. ( John Rex dan Gurharpal Singh, “Pluralism and
Multiculturalism in Colonial Society: Thematic Introduction,” International
Journal of Multicultural Studies5, no. 2 (2003).
Tiga dimensi yang menentukan stabilitas sistem multikultural adalah:
a. Perwakilan politik minoritas;
b. Tingkat interaksi antara budaya Teluk; juga
c. Prioritaskan keseimbangan identitas. (Singapura: Brill, 2012)

2. Model Multikultural Malaysia


Konsep Multikulturalisme Malaysia memiliki berbagai komunitas etnis
yang hidup dan berkembang seiring dengan budaya dan adat istiadat etnisnya.
Dalam hal pendidikan, Malaysia mengadopsi sistem lintas sektor dalam
pendaftaran, yaitu siswa dari Sabah dan Sarawak belajar di semenanjung, dan
sebaliknya.Kegiatan siswa menghabiskan banyak dana untuk berbagai proyek
untuk mencapai efek terbesar. Universitas Pendidikan Sultan Idris (UPSI)
merupakan satu-satunya universitas pendidikan yang menghimpun mahasiswa
dari berbagai negara. Mahasiswa Xiaowu dari berbagai fakultas juga berasal
dari berbagai suku atau ras, yaitu: Melayu, Tionghoa, India, serta Orang Sabah
dan Sarawak. Berbagai negara juga memiliki kekayaan warisan budaya,
seperti kesenian Minangkabau di Negeri Sembilan, kesenian Pantai Timur di
Kelantan dan Terengganu, dan banyak orang Jawa di Johor yang masih
membangun warisan Jawa. Johor juga sudah menjadi Zapin. Festival Zapin
Nusantara III pada 15-16 Oktober 2011. Festival ini terus diadakan oleh
Yayasan Seni Johor Bahru, selain seni perak yang dikenal dengan seni Bubu
dan Dabs, tari Canggu di Perlis, tari Inang Didik di Kedah, dan seni Boria di
Penang. (Singapura: Brill, 2012).
3. Model Multikultural Thailand
Apa Yang Menjadi Model Multikultural di Thailand ?sistem
pendidikan di thailand di dasarakan pada reformasi pendidikan yang tertera di
Undang undang penddikan nasioanl 1999. Perubahn yang terjadi dalam
pendidkan terletak pada implementasi kebijakan yang seragam, fleksibilitas,
desentralisasi, penjaminan mutu, pelatihan peningkatan kualitas guru di
seluruh jenjang dan mobilisasi sumber daya. Perubahan-perubahan penting
tersebut mencakup:

o Perubahan wajib belajar sampai pendidikan mengengah atas secara


gratis
o Perubahan enggunaa kurikulum sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

o Pendirian Kantor Standar Pendidikan Nasional dan Penilaian Kualitas


(Office for National Education Standards and Quality Assessment,
ONESQA), yang bertanggung jawab terhadap pengendalian kualitas
eksternal. (Minstry of Education, 2008b)
Sistem Pendidikan di Thailand menerapkan 9 tahun wajib belajar,dan 12
tahun pendidikan gratis sampai menyelesaikan pendidikan sekolah menengah
atas. Wajib belajar di Thailand menerapkan keharusan bagi anak-anak untuk
mulai sekolah di Prathom 1 atau kelas 1 sekolah dasar mulai umur 6 tahun.
Walaupun tidak ada kewajiban anak-anak untuk ikut Anuban (TK) sebelum
masuk SD, namun sebagian besar orang tua mengirimkan anak-anaknya untuk
masuk TK.

Perkembanga lain yang sangat berpengaruh di dalam pendidikan Thailand


adalah universias yang ada sejak tahun 2009. Komisi Pendidikan Tinggi
Thailand telah menetapkan 9 universitas negeri sebagai universitas riset,
dalam rangka meningkatkan kualitas universitas di Thailand terutama dalam
bidang riset. Universitas di Thailand ada dari pendanaan riset dari pemerintah
Thailand diharapkan dapat memainkan peranan dalam membuat Thailand
sebagai pusat pendidikan, riset dan pengembangan ilmu. Universitas-
universitas ini mendidik calon peneliti yang berfokus kepada penyelesaian
masalah-masalah ekonomi dan social di Thailand. (Office of Education
Council (2008).Sumber (Goh, “Between Assimilation and Multiculturalism,”
dalam Vasu et al., hlm. 58) ( Bhikhu Parekh, Rethingking Multiculturalism:
Cultural Diversity and Political Theory (Cambridge: Harvard University Press,
2000,)
4. Model Multikultural Cina
Agama yang dianut di China Benteng beragam antara lain Konghucu,
Buddhisme, Taoisme, Katholik, Protestan, Pemujaan Leluhur, Pemujaan Surga,
dan ada sedikit yang beragama Islam. Meskipun masyarakat Cina Benteng tidak
berbahasa Cina, tetapi mereka tetap melestarikan budaya leluhur dan tradisi
Tiongkok.Dengan demikian, model kerukunan sosial pada masyarakat
multikultural Cina Benteng Tangerang terbentuk secara historis sejak kedatangan
mereka di daerah aliran sungai Cisedane. Proses historis telah menjadikan
masyarakat Cina Benteng yang memiliki perpaduan yang unik, yakni keteguhan
mereka dalam memegang adat istiadat nenek moyang mereka yang sudah ratusan
tahun, serta kelenturan mereka sehingga memungkinkan mereka untuk melakukan
akulturasi dengan masyarakat dan sekaligus kebudayaan setempat.Kondisi sosial
massa Cina Benteng bisa disebut serupa kekeliruan tunggal kaca kenyamanan
sosial yang tersua di loka ini. Di jarak-jarak kegiatan massa Cina Benteng terselip
sejumlah bangsal kebajikan yang menggambarkan adanya kasta bersumber
sejumlah pegangan yang berbeda. Kelenteng serupa bangsal kebajikan kira
pengikut Khonghuncu, zawiat serupa bangsal kebajikan kira pengikut Islam jadi
tambah peron tutorial al-Qur’an, tiru gereja serupa bangsal kebajikan pengikut
Kristen. Letak ketiga bangsal berpasrah yang saling bersebelahan memperlihatkan
bahwa massa Cina Benteng menyimpan durabilitas memeluk yang sangat tinggi.
Uniknya, serupa indo Tionghoa, secara publik massa Cina Benteng mengeklaim
serupa suku Betawi. Perlu dicatat bahwa seputar memori massa Cina Benteng
tidak perkariban kelahirannya konfl ik yang disebabkan oleh anggota oposisi
pegangan dan keyakinan. Dengan demikian, kenyamanan sosial depan massa Cina
Benteng, terutama kenyamanan antarumat memeluk, mengadakan seimbang fakta
sosial yang belum terbantahkan. (Muhamad Arif, 2014)

5. Model Multikultural Jerman


Jerman merupakan salah satu negara dengan system pendidikan terbaik
di dunia. Sistem pendidikan Jerman pada awalnya dipengaruhi oleh dua
Lembaga besar, yaitu negara dan agama (gereja). Negara bagian juga ikut
mengklaim wewenang untuk mengatur system Pendidikan secara mandiri.
Pada abad ke-17 setelah dikumandangkannya wajib belajar, masalah
Pendidikan mulai beralih menjadi kewajiban negara (Nur Syah 2001;156)

Menurut undang-undang dasar menjamin hak setiap orang secara bebas


mengembangkan kepribadiannya dan memilih sekolah, Pendidikan kejuruan
dan pekerjaan sesuai dengan keinginan dan kemampuannya. Berdasarkan tata
negara federal Jerman, kewenangan Pendidikan dibagi menjadi 2 yaitu,
federasi dan negraa bagian. Dalam hal ini negara bagian memiliki tanggung
jawab untuk sekolah umum dan sekolah kejuruan serta taman kanak-kanak.
(Saifullah Isri. 2015)

Struktur Sistem Pendidikan di Jerman ialah Vorschulische Einrichtungen


“, yang artinya “Persiapan sebelum Pendidikan”. Setelah melalui Pendidikan
Kindergarten atau Vorschulische Einrichtungen siswa berlanjut ke sekolah
dasar atau “Grundschule”. Hauptschule / Restschule merupakan jenis sekolah
menengah setelah melalui Pendidikan di “Berufsfachschule” atau
“Fachoberschule”. Pada tahap Hauptschule, siswa diberikan pengajaran
magang setelah siswa menerima sertifikat tamat, untuk mempersiapkan siswa
menghadapi karirnya. Selain itu, siswa juga diajarkan Bahasa asing seperti
Bahasa inggris. Adapun Gesamtschule merupakan sekolah yang memiliki
program secara komprehensif bagi semua anak dalam suatu bidang dan
memperoleh sertifikat sesuai bidang yang diampunya. Tetapi Gesamstschule
hanya dibuka di daerah demokrat. (Saifullah Isri, 2015)

6. Model Multikulttural Amerika


Pada sistem pendidikan multicultural di Amerika Serikat, lebih
mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan melalui pendekatan-pendekatan
berdasarkan nilai-nilai demokrasi untuk mendidik siswa secara adil tanpa
membedakan grup social atau category diversity, seperti ras, agama, Bahasa,
gender, etnik, orientasi seksual, kelas social dll. Karena hal tersebut dapat
mempengaruhi cara berpikir dan bertindak untuk membentuk identitas siswa
tersebut. Sebab itu, guru diharuskan memiliki pemahaman tentang
keberagamaan dan keperbedaan siswa, karena praktik Pendidikan
multicultural di Amerika Serikat berkaitan erat dengan sikap dan perilaku guru
dalam mendidik siswanya dengan nilai-nilai demokrasi yang meliputi
“freedom of inquiry, reasonableness, respectfulness, personal responsibility,
and embrace of heterogeneity that transcend all differeces” ( Hare & Portelli
1996:250) (Juju Masunah,2011)
7. Model Multikultural Inggris
Apa yang Menjadi Model Multikultural di Inggris ?Pendidikan multikultural di
Inggris berdiri pada tahun 1650-an terkait dengan perkembangan revolusi industri.
Pendidikan Multikultural di Inggris berkembang dengan banyaknya imigran, namun masih
terdapat perlakuan atau tindakan yang bersifat diskriminasi sehingga muncullah berbagai
gerakkan yang berlatar belakang budaya. Dan gerakkan ini dinamakan gerakkan politik
yang didukungkelompok liberal, demokrasi dan kesetaraanmanusia.

Munculnya Pendidikan Multikultural dilatar belakangi adanya dorongan dari


kelompok orang kulit putih bersama dengan kelompok kulit berwarna ini yang mengubah
status kelompok kulit berwarna menjadi kelompok imigran yang selama ini menjadi
kelompok minoritas dan keberadaannya selalu mendapatkan tindakkan diskriminasi dan
menjadi penghuni tetap hal ini diperkuat melalui Commonwealth Immigrant Act tahun
1962. (Sutarno 2008)

Tujuan pendidikan di negara Inggris, yang mengarahkan pada pendidikan multikultural


yaitu;

 Membantu anak mengembangkan pikiran dan rasa ingin tahu


 Menghargai nilai-nilai moral dan toleransi.

 Memahami dunia tempat kita tinggal dan saling ketergantungan antar bangsa.

 Menggunakan bahasa dengan efektif dan imaginatif dalam membaca, menulis, dan
berbicara.

 Menghargai negara dalam mempertahankan standar kehidupan.

 Memberikan basis pengetahuan matematis, ilmiah, dan teknik.

 Mengajarkan anak tentang keberhasilan manusia dalam seni dan ilmu pengetahuan,
agama, dan tatanan masyarakat yang lebih berkeadilan.

 Mendorong perkembangan anak-anak.

Model pendidikan multikultural yang diterapkan di Negara Inggris diantaranya yaitu


sebagai berikut (Masunah 2011):

a. Bahasa Inggris tidak lagi menjadi Bahasa satu-satunya melainkan Bahasa Inggris
dijadikan Bahasa kedua.

b. Pergantian istilah imigran menjadi masyarakat multirasial.


c. Meminta untuk dipenuhi tuntunan yang di ajukan National Union of Teachers (NUT)
untuk memberikan pendidikan yang lebih baik kepada masyarakat multirasial.

8. Model Multikultural Arab Saudi


Sistem pendidikan di Arab Saudi memisahkan antara laki-laki dan perempuan
sesuai dengan syariat Islam, secara umum, sistem pendidikan dibagi menjadi 3 bagian
utama :

1. Pendidikan umum untuk laki-laki

2. Pendidikan umum untuk perempuan

3. Pendidikan Islam untuk laki-laki

Untuk pendidikan umum, baik laki-laki dan perempuan mendapat kurikulum


yang sama dan ujian tahunan yang sama pula. Pendidika  dibagi menjadi 4 bagian :
Pendidikan Dasar  terdiri dari SD (6-12 tahun), Pendidikan Menengah (12-15 tahun),
Pendidikan Sekunder (15-18 tahun) dan Pendidikan Tinggi (UnivesitasatauAkademi).

Pendidikan Islam tradisional bagi laki-laki difokuskan untuk membentuk calon-calon


anggota dewan ulama. Kurikulum untuk sekolah Islam tradisional juga sebagian
menggunakan kurikulum pendidikan umum, tetapi fokusnya pada studi Islam dan Bahasa
Arab.

Kebijakan Pendidikan di Arab Saudi

1. Revolusi Timur Tengah, Saudisasi dan Brain Drain

Pada saat badai revolusi menghantam timur tengah, untuk meredam aksi
demonstrasi di Arab Saudi, tunjangan mahasiswa diusulkan naik menjadi 1000 SR/bulan.
Namun Raja Abdullah memilih kebijakan lain yang lebih luas manfaatnya untuk jangka
panjang dan demi pemerataan pendidikan di seluruh wilayah Arab Saudi. Di bandingkan
dengan menaikkan tunjangan mahasiswa dari 900 SR menjadi 1000 SR per bulan, Raja
Abdullah lebih memilih mendidirikan universitas-universitas baru di seluruh provinsi di
Arab Saudi dan berusaha mencegah terjadinya brain drain (kehilangan sumber daya
manusia).

Selain mendirikan universitas-universitas baru, pemerintah juga gencar


menghidupkan kembali program Saudisasi yang sempat tertunda. Program Saudisasi
adalah program untuk mengganti semua tenaga kerja asing profesional dengan orang
Saudi. Untuk mensukseskan program Saudisasi, kementrian pendidikan mewajibkan
semua universitas di Saudi untuk menyelenggarakan program persiapan studi selama 1
tahun (kalo di Indonesia semacam persiapan bersamanya di ITB dan IPB).
2. Kebijakanurusan Pendidikan di Arab Saudi

Masalah pendidikan di Arab Saudi ditangani oleh dua departemen, yaitu :

1. Wizarah al Ma’rifah al Tsaqofah (departemen ilmu pengetahuan dan


kebudayaan) yang menangani pendidikan dasar dan menengah, baik umum
maupun khusus.

2. Wizarah al Ta’lim al Aly (departemen pengajaran tinggi) yang menangani


lembaga pendidikan tinggi, baik di lingkungan perguruan tinggi umum (PTU)
maupun perguruan tinggi agama (PTA). (Yamta Siamta,2014)

9. Model Multikultural Afrika Selatan


Di Afrika Selatan, masa untuk bersekolahnya adalah selama 13 tahun –
atau tingkat. Namun, pada umur 0 dan 3 tahun yaitu dari tingkat 10 hingga
tingkat 12 (juga dipanggil “matric”) tidak diwajibkan. Kebanyakan sekolah
dasar menawarkan tingkat 0. Tetapi tingkat ini juga dapat dibuat di TK.
Untuk memasuki universitas, seseorang wajib lulus “matric” dengan minimum
tiga mata pelajaran tingkat tinggi dan bukan sekedar lulus (standar). Di
bawah sistem apartheid, sistem pendidikannya dirangka berdasarkan warna
kulit yaitu kementerian yang berbeda untuk pelajar kulit putih, berwarna, Asia,
dan kulit putih hitam di luar Bantustan. Pengasingan ini telah menghasilkan 14
kementerian pendidikan yang berbeda di negara ini.

10. Model Multikultural Indonesia


Indonesia adalah suatu negara multikultural yang memiliki keragaman
budaya, ras, suku, agama dan golongan yang kesemuanya merupakan
kekayaan tak ternilai yang dimiliki bangsa Indonesia. Selo Soemardjan
(Alfian, 1991: 173) mengemukakan bahwa pada waktu disiapkannya Republik
Indonesia yang didasarkan atas Pancasila tampaknya para pemimpin kita
menyadari realitas bahwa ditanah air kita ada aneka ragam kebudayaan yang
masing-masing terwadahkan di dalam suatu suku.

Solidaritas nasional terbentuk dari kebiasaan yang tumbuh dan


berkembang dalam kehidupan masyarakat. Pengembangan wawasan
multikultural harus dibentuk dan ditanamkan dalam suatu kehidupan
masyarakat majemuk.
C. PENUTUP

Kesimpulan
Dalam lingkup lebih luas, pemerintahdi berbagai negara berhasil mempertahankan
kesatuan dalam suatu wilayah yang kerapkali dikepung oleh ketegangan antaretnis. Namun,
kesatuan dan perdamaian yang dimaksud di sini tidak serta-merta dapat disetarakan sebagai
tanda kerukunan antar ras. Multikultural mengakui adanya keragaman dan menghendaki
penghormatan serta kesederajatan manusia dari manapun dia datang dan berbudaya apapun.
multikultural merupakan solusi untuk meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik
disebabkan adanya keragaman budaya, ras, etnik, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat.

Melalui pendidikan berbasis multikultural, sikap dan pemikiran siswa akan lebih
terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman. Untuk itu sangat penting
memberikan porsi pendidikan multikultural dalam sistem pendidikan, terutama pada peserta
didik agar memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala dan masalah sosial yang berakar
pada perbedaan. Hal ini dapat diimplementasi baik pada substansimaupun model
pembelajaran yang mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya.pendidikan
multikultural di Indonesia yaitu sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, peserta didik
diharapkan tidak meninggalkan akar budayanya, dan pendidikan multikultural sangat relevan
digunakan untuk demokrasi yang ada seperti sekarang.
DAFTAR PUSTAKA

Els Bogaerts dan Remco Raben, Beyond Empire and Nation: The Decolonization of African and Asian
Societies, 1930s–1970s (Singapura: Brill, 2012

John Rex dan Gurharpal Singh, “Pluralism and Multiculturalism in Colonial Society: Thematic
Introduction,” International Journal of Multicultural Studies 5, no. 2 (2003): 109–110.

Lian Kwen Fee, “The Construction of Malay Identity across Nations: Malaysia, Singapore, and
Indonesia,” Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde157, no. 4 (2001): hlm. 871.

Goh, “Between Assimilation and Multiculturalism,” dalam Vasu et al., hlm. 58

Bhikhu Parekh, Rethingking Multiculturalism: Cultural Diversity and Political Theory (Cambridge:
Harvard University Press, 2000.

Saudi Arabia, Germany, Finlandia, Amerika Serikat, Australia dan Sudan),


https://www.academia.edu/7874306/Perbandingan_Sistem_Pendidikan_di_Beberapa_Negara_Saud
i_Arabia_Germany_Finlandia_Amerika_Australia_Sudan_ 2014 , Diakses pada tanggal 22 Oktober
2015

Ballengee-Morris & Stuhr, 2001; Gay, 2004, Gollnick & Chinn, 2006; Sleeter & Grant, 2003)

Arif, Muhamad.(2014). Model Kerukunan Sosial Pada Masyarakat Multikultural Cina Benteng
(Kajian Historis Dan Sosiologis). Sosio-Didaktika: Social Science Education Journal.

Syah Nur, Agustiar. 2001. Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara. Bandung: Lubuk Agung.

Anda mungkin juga menyukai