Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH MPK AGAMA KRISTEN PROTESTAN

PERAN GEREJA DALAM REVOLUSI INDUSTRI


4.0

Oleh:

Nama: Marthin Gabriela

NPM: 1806191212
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, saya panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan pengerjaan Makalah Peran Gereja dalam Revolusi
Industri 4.0 ini. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Djoys atas bantuan dan
pengarahan selama proses pengerjaan makalah ini yang menjadi bahan pertimbangan penilaian
nilai Ujian Tengah Semester saya pada mata kuliah MPK Agama Kristen Protestan.

Penulisan makalah ini didukung oleh banyak sekali sumber referensi sehingga tak luput
pula saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang sudah menyediakan
bahan referensi serta rujukan.

Makalah ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca serta memberikan
dampak positif kepada sekitar. Juga diharapkan memberikan pengetahuan kepada khalayak
umum mengenai pentingnya peran gereja dalam industri teknologi informasi.

Demikian pesan dari saya selaku penulis makalah ini. Tidak ada gading yang tak retak,
demikian pula dengan karya tulis ini. Apabila ada kesalahan kata-kata atau ada yang kurang
berkenan dan menyinggung pihak tertentu di dalam makalah ini baik secara sengaja maupun
tidak maka saya memohon maaf yang sebesar-besarnya karena saya tidak bermaksud demikian.

Penulis

Bekasi, 30 Oktober 2018


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Revolusi Industri 4.0 sebagai perkembangan peradaban modern telah kita rasakan
dampaknya pada berbagai sendi kehidupan, penetrasi teknologi yang serba disruptif, menjadikan
perubahan semakin cepat, sebagai konsekuensi dari fenomena Internet of Things (IoT), big data,
otomasi, robotika, komputasi awan, hingga inteligensi artifisial (Artificial Intelligence).

Fenomena disrupsi yang mewarnai perkembangan peradaban Revolusi Industri


4.0, dengan dukungan kemajuan pesat teknologi, akan membawa kita pada kondisi transisi
revolusi teknologi yang secara fundamental akan mengubah cara hidup, bekerja, dan relasi
organisasi dalam berhubungan satu sama lain.

Perubahan lanskap ekonomi politik dan relasi organisasi sebagai konsekuensi Revolusi
Industri 4.0 menjadikan transformasi organisasi pemerintah sebagai suatu keniscayaan dalam
berbagai skala ruang lingkup, dan kompleksitasnya. Transformasi organisasi
pemerintah ini menjadi kata kunci yang harus terus diupayakan sebagai instrumen bagi aparat
pemerintah agar responsif terhadap perubahan.

Fenomena disrupsi yang mewarnai perkembangan peradaban Revolusi Industri


4.0, dengan dukungan kemajuan pesat teknologi, akan membawa kita pada kondisi transisi
revolusi teknologi yang secara fundamental akan mengubah cara hidup, bekerja, dan relasi
organisasi dalam berhubungan satu sama lain. Dan dunia industri sudah mengalami 3x revolusi
industri dan sedang menghadapi revolusi yang ke 4 atau yang dikenal Revolusi Industri 4.0.

Revolusi Industri di Inggris (1750-1850), sebagai peristiwa yang mentransformasikan


sistem yang sebagian besar agrikultural menjadi industrial yang menyeluruh. Momentum ini
yang melatarbelakangi kapitalisme, buah dari pemikiran Adam Smith dalam bukunya yang
berjudul The Wealth of Nations.

Dalam ekonomi kapitalis, pasar bebas dianggap sebagai sistem ekonomi yang ideal. Dalam
sistem ini terdapat ketimpangan keuntungan dan kesejahteraan antara pemilik modal dengan para
buruh sehingga memunculkan gerakan perlawanan buruh yang radikal, yang bertujuan untuk
menumbangkan sistem kapitalisme.

Ini tentu saja bertolak belakang dengan tujuan gereja di mana kapitalisme dapat benilai
buruk.

Revolusi pertama ditandai dengan ditemukannya mesin uap, yang menyebabkan


berkembangnya mesin-mesin industri di Inggris pada tahun 1784. Hal ini diyakini membawa
pertumbuhan luar biasa di bidang pertanian dan manufaktur, terutama tekstil dan turunannya.

Revolusi kedua pada awal abad ke 19 ditandai dengan perbaikan di sisi proses, yaitu mass
production dalam skala besar (berkat inovasi dari Ford). Meskipun penemuan dari sisi teknologi
lebih ke arah iteratif (listrik dan transportasi), kombinasi cara produksi dan perembangan
teknologi membawa pertumbuhan terutama untuk industri besi, mesin, minyak, kimia, kendaraan
dan sebagainya.

Revolusi ketiga, masa otomasi, dimulai setelah Perang Dunia I, sekitar tahun 1960–70,
ditandai dengan penggunaan teknologi tinggi otomatis menggunakan elektronik dan teknologi
informasi. Hal ini berlangsung hingga sekarang, dimana mesin, peningkatan kapasitas produksi
dan software menjadi pendukung utama proses manufaktur.

Melalui beberapa penjelasan diatas sebenarnya saat ini kita sudah masuk dalam Revolusi
industri 4.0 bahkan telah kita praktekkan. Hal ini ditandai dengan maraknya ekspansi dunia
digital dan internet ke kehidupan masyarakat, terutama dalam lima tahun terakhir. Pertanyaannya
apakah "kesadaran" para pemberita penginjil terhadap Revolusi Industri 4.0 ini memang benar-
benar dalam posisi siap atau baru persiapan?
Gereja dalam melaksanakan tugas pengutusannya, kita pahami sebagai sebuah panggilan
untuk melaksanakan apa yang diamanatkan Yesus kristus, ketika Ia terangkat ke Surga. Didalam
pelaksanaan tugas itu, kita ketahui yang namanya misi dan penginjilan. Kedua tugas ini
merupakan suatu kesatuan tugas yang gereja tanggapi sebagai amanat atau perintah langsung dari
Tuhan Yesus dalam rangka melakukan peranannya didunia ini. Alkitab telah banyak
memberikan kita catatan-catatan penting tentang bagaimana pergerakan para murid dan gereja
mula-mula dalam merespon hal ini.

Semua itu dapat kita lihat dalam kitab Kisah Para Rasul dan juga kitab-kitab lain dalam PB
bagaimana upaya gereja mula-mula merespon Amanat Agung itu. Masa kini, sebagian dari
gereja juga mengakui bahwa tugas menjalankan penginjilan dan misi itu juga adalah tugasnya.
Pokok permasalahan bagi gereja masa kini ialah bagaimana gereja menghadapi tantangan dari
dunia dengan kemajemukan yang ada didalamnya, pluralisme, kemajuan teknologi serta
peningkatan ilmu pengetahuan yang semakin membuka ruang bagi manusia untuk bergerak dan
bertindak dengan gaya post modern seperti sekarang ini. Ini merupakan sebuah tantangan yang
sangat luar biasa bagi gereja sebagai subjek misi.

Dan salah satu tantangan terbesar gereja terdapat dalam kesanggupan gereja untuk melaju
dalam revolusi industri 4.0 dan mencegah degradasi iman serta moril jemaat. Inilah yang
menjadi titik acu bahasan makalah ini, yaitu peran penting gereja.

2. Rumusan Masalah

 Apa itu Revolusi Industri 4.0?

 Apa pengaruh Revolusi Industri 4.0 terhadap gereja?

 Bagaimana sikap gereja menyingkapi Revolusi Industri 4.0?

 Apakah peran penting gereja dalam berkembang di era Revolusi Industri 4.0?
3. Tujuan

 Mengetahui apa itu Revolusi Industri secara lebih jelas.

 Memiliki pemahaman mengenai hubungan gereja dengan perkembangan industri


dan teknologi informasi.

 Mengetahui peran gereja dalam Revolusi Industri 4.0.

 Mengambil peran dalam melaksanakan fungsi gereja dalam Revolusi Industri 4.0.
BAB II

ISI

Istilah Industri 4.0 lahir dari ide revolusi industri ke empat. European Parliamentary
Research Service dalam Davies (2015) menyampaikan bahwa revolusi industri terjadi empat
kali. Revolusi industri pertama terjadi di Inggris pada tahun 1784 di mana penemuan mesin uap
dan mekanisasi mulai menggantikan pekerjaan manusia. Revolusi yang kedua terjadi pada akhir
abad ke-19 di mana mesin-mesin produksi yang ditenagai oleh listrik digunakan untuk kegiatan
produksi secara masal. Penggunaan teknologi komputer untuk otomasi manufaktur mulai tahun
1970 menjadi tanda revolusi industri ketiga. Saat ini, perkembangan yang pesat dari teknologi
sensor, interkoneksi, dan analisis data memunculkan gagasan untuk mengintegrasikan seluruh
teknologi tersebut ke dalam berbagai bidang industri. Gagasan inilah yang diprediksi akan
menjadi revolusi industri yang berikutnya. Angka empat pada istilah Industri 4.0 merujuk pada
revolusi yang ke empat. Industri 4.0 merupakan fenomena yang unik jika dibandingkan dengan
tiga revolusi industri yang mendahuluinya. Industri 4.0 diumumkan secara apriori karena
peristiwa nyatanya belum terjadi dan masih dalam bentuk gagasan.

Industri 4.0 inilah yang menjadi tantangan tersendiri bagi gereja di era sekarang dalam misi
pengkabaran Injil. Gereja sebagai mandataris Allah yang telah menerima Amanat Agung
memiliki tanggung jawab untuk memberitakan Injil kepada setiap orang yang belum selamat.
Gereja adalah pengemban tugas menyampaikan Amanat Agung itu. Gereja diutus sebagai suatu
subjek yang wajib membagikan keselamatan yang telah diterimanya kepada dunia ini sebagai
objek dari misi Allah tersebut. Dunia ini yang adalah objek dari misi gereja berisi masyarakat
luas dengan berbagai macam ragam perbedaan dan kemajemukan didalamnya dan gereja tidak
bisa dipisahkan dari hal-hal tersebut.

Pokok permasalahan bagi gereja masa kini ialah bagaimana gereja menghadapi tantangan
dari dunia dengan kemajemukan yang ada didalamnya, pluralisme, kemajuan teknologi serta
peningkatan ilmu pengetahuan yang semakin membuka ruang bagi manusia untuk bergerak dan
bertindak dengan gaya post modern seperti sekarang ini. Ini merupakan sebuah tantangan yang
sangat luar biasa bagi gereja sebagai subjek misi.

Sebagai sebuah subjek yang memiliki suatu tujuan terhadap objeknya, apa sebenarnya
yang harus kita lakukan sebagai gereja yang memandang dunia dan masyarakat didalamnya
adalah adalah objek ? Gereja memiliki kewajiban untuk memahami dan mengenali objeknya
secara utuh dan sehingga bisa menetapkan metode apa yang bisa dilakukan dalam rangka
melaksanakan misi dan penginjilannya. Alkitab banyak mencatat tentang bagaimana metode
yang Tuhan Yesus lakukan ketika Ia melakukan pelayanannya, dan metode-metode tersebut
masih relevan jika gereja menerapkannya pada masa kini yang bisa juga ditambah dengan
bebagai kreasi sesuai konteks dari objek yang dituju, beberapa metode tersebut ialah Metode
kontekstualisasi, yang berarti memahami dan melakukan penelitian kemudian masuk sedalam-
dalamnya kedalam objek tersebut, sehingga kita bisa mengetahui dan mengenal mereka dan
mereka mengenal kita. Yesus memperlihatkan pemahaman-Nya terhadap itu tersirat dengan
kesediaan-Nya datang ke dunia untuk lahir di antara manusia, Ia berkomunikasi dengan
masyarakat disekitar-Nya dengan menggunakan komunikasi yang mudah dipahami oleh
masyarakat. Sebagai gereja kita sering merasa bahwa kita adalah yang kudus, paling suci dan
sudah diselamatkan dan perasaan seperti itu kita bawa ke tengah-tengah masyarakat luas
sehingga kita cenderung kurang diterima karena ada kesan menghakimi bahwa apa yang mereka
lakukan selama ini salah, ini sering terjadi ketika gereja atau Injil berjumpa dengan kebudayaan
masyarakat yang tradisional.

Gereja sebagai mandataris Allah yang telah menerima Amanat Agung memiliki tanggung
jawab untuk memberitakan Injil kepada setiap orang yang belum selamat. Gereja adalah
pengemban tugas menyampaikan Amanat Agung itu. Gereja diutus sebagai suatu subjek yang
wajib membagikan keselamatan yang telah diterimanya kepada dunia ini sebagai objek dari misi
Allah tersebut. Dunia ini yang adalah objek dari misi gereja berisi masyarakat luas dengan
berbagai macam ragam perbedaan dan kemajemukan didalamnya dan gereja tidak bisa
dipisahkan dari ha-hal tersebut.

Berangkat dari kata misi, Missiologi berasal dari kata dalam bahasa Latin missio dan
bahasa Yunani logos. Mission berarti perutusan dengan pesan atau message khusus untuk
disampaikan atau tugas khusus untuk dilaksanakan. Logos berarti ilmu atau studi, kata atau
wacana, yang dari beberapa pengertian itu kita bisa mengambil kesimpulan bahwa misiologi
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perutusan. Berangkat dari segi etimologis dari kata
itu, missiologi kurang lebih bisa diartikan sebagai tugas atau pesan khusus yang harus
disampaikan dengan cara yang khusus pula.

Menurut H. Venema dalam bukunya Injil untuk Semua Orang, mengatakan bahwa definisi
Misi atau Penginjilan adalah pengutusan Gereja oleh Yesus Kristus Juru Selamat Dunia, untuk
melaksanakan perintah-Nya demi kemuliaan Tuhan yaitu memanggil semua orang di dunia dan
mengabarkan kepada mereka Injil Kerajaan Allah, supaya oleh kuasa Roh Kudus mereka
diselamatkan dari dosa dan penghakiman. Hingga menjadi keluarga kerajaan-Nya yang
melakukan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya.

Ada tujuh alasan yakni, pertama karena Yesus adalah Juruselamat dan Ia sendiri juga yang
memberikan mandat untuk memberitakan Injil. Kedua karena tuaian begitu banyak, karena itu
Tuhan mengirim para pekrjanya ke ladang tuaian. Ketiga, karena para pekerja sangat sedikit ada
triliunan orang didunia ini yang butuh mendengar Injil, dan mereka akan terhilang tanpa Kristus.
Tapi hanya sedikit yang menjadi pekerja. Keempat, karena Amanat Agung yang diberikan Tuhan
Yesus untuk memberitakan Injil pada setiap makhluk. Kelima, karena nubuatan-nubuatan
tentang kedatangan Yesus belum terpenuhi. Kedatangan Kristus ke dunia adalah pengharapan
yang membahagiakan bagi jutaan gereja yang teraniaya. Dengan sukacita kita memegang erat-
erat pengharapan itu. "Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada
Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia" (1 Kor 15:19).
Kita merindukan kedatanganNya. Keenam, karena Allah akan meminta pertanggungjawaban
kita Allah secara khusus memperingatkan hamba-hambaNya agar mereka menyampaikan berita
yang telah diberikan untuk mereka pada orang-orang yang harus mereka datang; Karena bila
tidak, mereka harus mempertanggung-jawabkan kegagalan mereka. Ketujuh, karena Apa yang
Telah Kita Alami.

Bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu,
yang mula-mula diberitakan oleh Tuhan dan oleh mereka yang telah mendengarnya, kepada kita
dengan cara yang dapat dipercayai, sedangkan Allah meneguhkan kesaksian mereka oleh tanda-
tanda dan mujizat-mujizat dan oleh berbagai-bagai pernyataan kekuasaan dan karena Roh Kudus,
yang dibagi-bagikannya menurut kehendakNya (Ibr 2:3-4).

Kembali pada Revolusi Industri 4.0, cukup sulit untuk mengklasifikasikan persoalan-
persoalan yang hadir pada masa kini dalam persoalan pemberitaan Injil karena abad ini adalah
abad yang terus menerus diwarnai dengan berbagai perubahan yang bergerak dengan cepat.
Zaman ini adalah zaman kecanggihan Iptek dan kemajuan bioteknologi yang memunculkan
harapan-harapan akan kehidupan yang lebih baik, namun di sisi yang lain menghadirkan
berbagai kecemasan.

Salah satu isu yang menghadirkan harapan sekaligus kecemasan adalah mengenai
persoalan revolusi komunikasi, bahwa revolusi komunikasi akan begitu rupa merubah relasi
antara manusia yang selama ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Telekomunikasi akan
merupakan kekuatan penggerak yang secara serentak menciptakan ekonomi global yang sangat
besar dan menjadikan bagian-bagiannya lebih kecil dan lebih kuat.

Hal ini didukung dengan pesatnya perkembangan Teknologi Informasi yang


memudahkannya jaringan komunikasi bergerak dengan kecepatan dan batas yang sangat berbeda
dan terus berubah seiring waktu. Yang dimaksud dalam hal ini adalah perkembangan
telekomunikasi melahirkan harapan akan efisiensi penggunaan bahasa namun di sisi yang
berbeda melahirkan sebuah ketakuatan akan alienasi pada tataran kehidupan, di mana hubungan
kekeluargaan yang selama ini terjalin dengan erat dalam pertemuan-pertemuan personal
tergantikan melalui pertemuan yang tidak sungguh-sungguh bertemu.

Hubungan antarnegara menjadi lebih kompleks dalam mendukung sistem ekonomi digital.
Tendensi-tendensi negara yang lebih mengedepankan bekerja mandiri di negeri sendiri perlahan
akan semakin rapuh dan bermetamorfosis menjadi sebuah negara yang terbuka atas investasi-
investasi asing. Individu-individu milenial pun menjadi seseorang yang candu atas teknologi
komunikasi, melupakan tugas dan ibadah mereka sesuai Firman Tuhan.

Oportunisme dan pragmatisme menjadi pedoman hidup kalangan milenial era kini.
Kepekaan dan kepedulian semakin terkikis hari demi hari. Secara tidak sadar, budaya gotong
royong yang termaktub dalam konsep Ekasila-nya Bung Karno yang menjadi ciri khas budaya
Indonesia jarang diterapkan oleh masyarakat. Meskipun sikap ini tentu berlawanan dengan sikap
Kristus.

Perkembangan-perkembangan dalam dunia telekomunikasi ini secara tidak langsung


mempengaruhi relasi kekristenan berkaitan dengan pemberitaan Injil, apakah Gereja dapat
menggunakan perkembangan tersebut untuk memberitakan Injil atau sebaliknya justru Gereja
tenggelam dalam alienasi sehingga pemberitaan Injil menjadi terhambat.

Ini menjadi sebuah persoalan tersendiri, apakah berita Injil harus berubah (dituntut) dalam
kerangka pemikiran Globalisasi, karena pada hakikat-Nya inti berita Injil tidak dapat diubah.
Apakah yang diubah adalah ‘kemasan’ pemberitaan Injil dan kemasan seperti apakah yang di
harapkan dalam tataran globalisasi dengan segala bentuk perubahan dan perkembangan yang
terus berubah.

Pendekatan yang pertama adalah melihat perkembangan ini dari sudut negative, sehingga
menolak semua bentuk perkembangan dalam telekomunikasi karena menurut kelompok ini,
komunikasi membawa perubahan yang jelek terhadap perkembangan kemanusiaan.

Dan alasan yang juga dikembangkan adalah bahwa penginjilan sepatutnya bukan hanya
sekadar memberitakan Injil tetapi penginjilan adalah hubungan yang manusiawi, personal, asli
antara pemberita dengan orang lain. Penginjilan mewajibkan kita untuk hadir dan bertemu
dengan orang lain secara personal dan alamiah, dalam rangka memperjuangkan, menghormati,
dan menyemangati kehidupan itu sendiri.

Pendekatan kedua adalah yang lebih positif dari model pendekatan pertama, yaitu
pendekatan yang menerima bahkan menggunakan media telekomunikasi ini dengan sedemikian
rupa untuk penginjilan, dengan mencermati penginjilan yang paripurna (holistic) maka golongan
ini juga mencermati peran IPTEK dalam mewujudkan keselamatan yang paripurna dan
seutuhnya baik dalam dunia maupun dalam menuju surga. Dalam hal ini, IPTEK kita lihat
sebagai wahana untuk membawa kesejahteraan manusia, lahir dan batin, di dunia dan di akhirat.

Dampak lain dari perkembangan zaman masa kini, ialah munculnya Post-modernisme yang
menolak kesaksian berita Injil dengan merelatifkan kebenaran Injil menjadi catatan tersendiri
dalam persoalan masa kini. Berita Injil terus dirongrong, bahkan tidak jarang dibedah demi
rasionalitas, humanitas dan kesesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan, dan ini secara
tidak langsung memberikan peluang sekularisasi Injil, sehingga berita Injil bukan lagi menjadi
berita sukacita dan keselamatan melainkan diturunkan derajatnya pada tataran pragmatis.

Ada begitu banyak lagi persoalan yang hadir di masa kini dalam pemberitaan Injil, namun
secara garis besar yang harus dihadapi Gereja dalam konteks pemberitaan Injil adalah bagaimana
Gereja dapat terus memberitakan Injil dengan terus menjaga kemurniaan berita Injil dengan
menghadirkan kerajaan Allah yang teologis dan kontekstual.

Dengan kata lain, bagaimana Gereja menata kembali pola pemberitaan Injil disesuaikan
dengan konteks dan perkembangan masa kini, bagaimana memberitakan Injil dalam masyarakat
pengetahuan yang telah bertumbuh dalam perkembangan telekomunikasi yang pesat,
perkembangan Globalisasi dan keterbukaan terhadap berbagai informasi dalam komunitas
majemuk (pluralis) yang menjunjung tinggi humanitas.

Gereja perlu menjadi wadah bagi jemaat untuk mengenal Allah lebih dekat, yang pada era
Industri Digital ini, orang-orang mulai menganggap ibadah sebagai kebutuhan pretise saja, bukan
primer. Gereja juga menjadi filter utama bagi jemaat untuk mencegah informasi-informasi yang
tidak sesuai dan bertentangan dengan firman Allah secara global masuk lalu memecah
keharmonisan gereja. Gereja berubah bentuk menjadi sarana bagi jemaat untuk bersaksi
mengenai mujizat Tuhan terutama di era Revolusi Industri 4.0 di mana ini adalah revolusi
industri tercepat dan terkompleks yang pernah tercatat di sejarah.

Salah satu paham yang berkembang ketika revolusi ini digalakkan adalah konsumerisme.
Budaya belanja yang seharusnya tidak berlebihan dan sesuai dengan kebutuhan kini
bertransformasi menjadi sebuah gaya hidup. Masyarakat kapitalis berhasil menempatkan
konsumerisme sebagai bentuk legitimasi moral atas masyarakat dengan tingkat perekonomian
tinggi.

Gereja harus mencegah jemaat condong kepada gaya hidup yang berlawanan dengan
firman Allah. Hedonisme dan kebiasaan berfoya-foya adalah salah satu nilai yang dieksploitasi
dalam Revolusi Industri 4.0 di mana muncul sifat konsumerisme yang progresif meningkat tanpa
diiringi dengan peningkatan kualitas hidup. Jemaat gereja dituntut berpartisipasi aktif di dalam
gereja untuk menghindari hal-hal negatif demikian.

Selain itu, berkembangnya teknologi informasi memang memudahkan masyarakat dalam


berkomunikasi jarak jauh, namun dampaknya interaksi langsung antar individu semakin
berkurang. Kemajuan teknologi telah mendorong gaya hidup setiap menjadi lebih rumit dan
komples. Gereja tidak boleh ikut tergerus. Gereja harus menanamkan sifat komunikasi antar
jemaat agar dapat bertumbuh bersama di dalam Kristus. Seseorang dapat lebih nyaman
berkomunikasi melalui media perantara seperti smartphone daripada berinteraksi langsung
diakibatkan kurangnya relasi. Relasi dalam gereja dapat dipererat untuk mencegah hal demikian.
Hal itu membuat jarak yang sebenarnya dekat, karena tidak ada interaksi sama sekali sehingga
terkesan semakin jauh.
BAB III
KESIMPULAN

Peran gereja dalam jemaat sangatlah besar namun gereja bukanlah satu-satunya faktor yang
dapat mempengaruhi jemaat. Revolusi Industri memungkinkan banyak sekali kejadian yang
memiliki probabilitas yang tinggi sehingga cara pendekatan gereja kepada jemaat yang lama
kemungkinan besar tidak akan berlaku.

Perlunya gereja menggiatkan kegiatan penginjilan terutama di era digital ini memang
dibelakangi oleh beberapa faktor seperti panggilan Allah untuk menginjil, meningkatkan
keharmonisan dalam gereja serta banyak faktor dan sebagainya.

Oleh karena itu, gereja memegang peranan penting bagi jemaat juga bagi kita dan yang
membutuhkan pertolongan gereja. Gereja memiliki peran krusial dalam Revolusi Industri 4.0 di
mana hampir setiap aspek, mencegah masuknya nilai radikal serta asas-asas yang melanggar
nilai-nilai iman yang terdapat dalam Alkitab.
DAFTAR PUSTAKA

Internet

https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgti/article/viewFile/18369/12865 . (30 Oktober 2018,


21:40)

http://setkab.go.id/revolusi-industri-4-0-dan-transformasi-organisasi-pemerintah/ (30 Oktober


2018, 23:00)

https://blackdesk.io/menakar-gelombang-revolusi-industri-4-0-dan-peran-transformasi-digital-
a27fbf68fb98 (30 Oktober 2018, 23:00)

https://plus.google.com/110763687780039825697/posts/NXA8XEQKE9q (30 Oktober 2018,


21:30)

http://lead.sabda.org/files/memenangkan_jiwa.htm (31 Oktober 2018, 01:25)

www.selasar.com/jurnal/42455/Revolusi-Industri-4-0-Anugerah-atau-Ancaman

(13 Oktober 2018, 00:23)

Verkuyl J., Pembimbing ke Dalam Ilmu Pekabaran Injil Masa Kini, Malang: Gandum
Mas, 1978

Drust K. M., Missiologie, USA: Grand Rapid, 1987

Kilis P.hb. William, Peranan Misioner dalam Perintisan Gereja, Jakarta: HITS, 2002

Lima Dokumen Keesaan Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996

Naisbitt John, “Global Paradox”. Dalam Yewangoe A. A, (ed.). “Tantangan Gereja


Memasuki Abad ke XXI”. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1977

Iswarahadi I. Y, “Beriman dan Bermedia Antologi Komunikasi”. Yogyakarta: Kanisius,


2003
Parapak L. Jonathan, “Pelaksanaan Pekabaran Injil di Tengah Perkembangan Teknologi
Komunikasi (Informasi)”. DalamSairin Weinata, (ed.). “Visi Gereja Memasuki Milenium
Baru” Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002

Anda mungkin juga menyukai